Edisi 1037

Page 1

16 Orangtua selalu berupaya memberikan yang terbaik untuk anaknya. Tetapi kadang anak punya kemauan yang berbeda. Hal ini bisa membuat orangtua pusing. Bagaimana menyikapi kondisi tersebut?

M

enurut dr. Nyoman Hanati, Sp.KJ., orangtua dan anak harus sama-sama saling memahami. “Komunikasi menjadi hal utama dalam menyatukan perbedaan pendapat orangtua dan anak. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi dua arah. Pola asuh orangtua juga harus secara holistik,” ujarnya. Ia mengatakan, orangtua harus memahami, kondisi si anak, perkembangan fisik dan psikisnya, termasuk tantangan yang dihadapi. Semua faktor bisa mempengaruhi anak, dan orangtua harus memahami itu. Ia memberi contoh, misalnya di usia anak-anak, komunikasi orangtua dan anak dapat dilakukan dengan bercerita. “Kedekatan orangtua dan anak dapat dibangun dan diwujudkan dengan komunikasi yang baik lewat cerita. Misalnya, ketika apa yang diinginkan anak tidak sesuai dengan harapan orangtua, mereka bisa menjelaskan dalam bentuk contoh-contoh

SUDUT PANDANG

Edisi 1037/ 24 - 30 juni 2019

Hindari Kata Jangan pada Anak

cerita, apa positif dan apa negatifnya keinginan tersebut,” jelasnya. Banyak cerita-cerita pewayangan dan dongeng yang bisa dijadikan contoh pelajaran bagi anak. Ia mengingatkan, saat berkomunikasi dengan anak, usahakan tidak ada nada marah, apalagi membentak dan hindari mengucapkan kata jangan, “jangan ini, jangan itu” Sementara, pada anak remaja, orangtua dapat mengajaknya berdiskusi seperti teman. Orangtua juga harus memahami, remaja sedang memasuki tahap perubahan dalam berbagai segi, tidak hanya fisik, tapi juga psikisnya. Masa remaja, ketika mereka sedang mencari identitas diri dan melihat teman sebayanya. Ia menilai, saat ini dengan berkembangnya media sosial, juga memberi pengaruh kepada`interaksi orangtua dan anak. Menurutnya, dengan perkembangan teknologi informasi, orangtua juga harus belajar, dalam artian mereka meningkatkan pengetahuan tentang pola asuh anak. “Ketika mengawasi anak menonton televisi dan

bermain medsos sebenarnya orangtua juga sedang belajar. Yakni meningkatkan pengetahuannya agar bisa memberi contoh yang benar kepada anaknya terutama soal pola asuh,” ucapnya. Ia mengingatkan, usahakan waktu bersama anak digunakan sebaik mungkin untuk berkomunikasi dari hati ke hati, jangan sambil bermain medsos. “Saat anak menonton televsi, sebaiknya damping mereka. Anak-anak belum mengerti jika melihat ada tayangan kekerasan di dalam film. Di sanalah para orangtua harus mendampingi dan bisa menjelaskan, apa hal baik yang bisa ditiru dan hal buruk yang tidak dicontoh. Jadi tayangan tidak dicerna langsung begitu saja oleh anak,” kata dr. Hanati. Bicara pola asuh orangtua ke anak, sebenarnya sudah dimulai dari dalam kandungan. Saat ibu hamil sudah terbiasa berkomunikasi dengan janinnya. Begitu juga, kalau ibunya stres saat hamil, bisa akan membuat anak yang dilahirkan ikut stres. Inilah mengapa ibu hamil disarankan untuk relaksasi

dan meditasi agar tidak stres, karena membawa dampak ke depan bagi anaknya. Ibu hamil yang rajin bersembahyang, juga memberi efek positif ke anak. Sesibuk apapun orangtua, biasakan ada waktu berkomunikasi dengan anak. Apalagi, dilakukan sembari berolahraga ringan, misalnya jalan santai atau bersepeda di kompleks perumahan. Selain membuat anak menjadi terlepas dari gadgetnya, orangtua dapat berkomunikasi dr. Nyoman Hanati, Sp.KJ. dengan anak, dan kegiatan olahraga juga membuat anak menjadi sehat. kemauan anak,” kata dr. Hanati. “Membangun komunikasi yang baik Ia menegaskan, lingkungan juga dengan anak, akan memudahkan para memberi dampak kepada pola asuh orangtua dalam memberi penjelasan anak. Dengan pola asuh yang baik ketika terjadi perbedaan pendapat. di rumah, akan mampu menangkal Anak juga akan mudah mengerti, be- paparan lingkungan yang kurang baik gitu juga orangtua dapat mengerti apa di luar rumah. (Wirati Astiti)

“Perdebatan” yang Menghangatkan Keluarga Dalam membangun kehangatan keluarga, komunikasi menjadi hal yang penting untuk mencapai tujuan bersama. Tak kalah pentingnya juga komunikasi antara orangtua dan anak-anak. Semakin bertumbuhnya usia anak, semakin besar pula kebutuhan dan kepentingannya. Di sanalah letak anakanak mulai memilih yang sesuai dengan keinginannya. Usia yang belum matang, cenderung membuat pilihan anak terfokus pada keinginan bukan kebutuhannya. Dua hal inilah yang kerap menjadi “perselisihan” antara orang tua dan anak. Keinginan orangtua dengan pertimbangan yang terbaik untuk anak, akan berbenturan dengan keinginan anak yang sesuai dengan kemauannya sendiri. Hampir setiap orangtua mengalami hal seperti ini, namun bijaksana dalam menengahi, itulah yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan kemauan anak dan keinginan orang tua untuk memgarahkan anak berdasarkan potensinya. Wawasan orangtua menjadi penentu dalam harmonisnya pilihan bersama ini. Pengalaman ini dirasakan oleh Armita Budiyanti, ibu dua anak yang sewaktu anakanaknya masih kecil, telah terbiasa memberi mereka pilihan-pilihan sederhana. Bahkan untuk hal-hal kecil pun mereka diskusikan, misalnya seperti pilihan warna baju yang akan dikenakan, menu apa yang akan dimakan, buku apa yang akan dibaca dan sebagainya. Semua itu dilakukan untuk mengajarkan kedua anaknya dalam mengambil keputusan. “Saya lakukan untuk mengajarkan mereka mengambil keputusan,” kata Armita. Sebab itu jika pilihan yang mudah, tentu bisa mereka putuskan dengan cepat. Pola pendekatan Armita kepada kedua buah hatinya, Ignatius Dandy A.H. (20) dan Alexander Kevin Leonidas (14), saat beranjak remaja, di mana anak-anak mulai menghadapi hal-hal yg lebih kompleks, juga berbeda. Seperti ke mana mereka harus

Armita Budiyanti bersama kedua anak dan suaminya

melanjutkan sekolah. Menghadapi kedua anaknya ini, Armita membaca dengan baik karakter keduanya. Sebagai ibu, ia tentu sangat mengenal karakter masing-masing anaknya. “Anak sulung saya, cenderung membutuhkan arahan sedangkan si bungsu cenderung lebih tahu apa yang dia mau atau apa yang dia butuhkan,” ujarnya. Sebab itu, ia menghadapi kedua anaknya dengan cara berbeda. Menyikapi si sulung, Armita lebih banyak memberi arahan dengan memberikan beberapa pilihan berikut sudut pandang baik dan buruknya. Kemudian

setelah itu ia membiarkan anaknya ini mepilihan orang tua. Hal itulah yang terbawa ketika nentukan keputusan atau menetapkan apa ia memiliki anak di mana ia lebih banyak memuyang menjadi pilihannya.”Kalau dia sudah tuskan dengan sebab anaknya juga memiliki sifat memutuskan dan tahu apa konsekuensi seperti dirinya, manut saja. “Saya memutuskan dari keputusannya, maka yang bisa saya di mana anak bersekolah mulai dari TK hingga lakukan adalah mendukungnya,” katanya. SMA. Namun begitu, pada tahap berikutnya, Ini sangat berbeda ketika ia menghadapi si seiring waktu berlalu anaknya yang diberi nama bungsu yang justru si bungsu sendiri yang Krisna itu juga sudah mulai punya pilihan sendiri. menyodorkan pilihan untuk saya berikan Dan diskusi pun menjadi bagian dari pengambilan pertimbangan-pertimbangan. “Berbekal keputusan mereka. Ayu sadar bahwa ketika masukan-masukan dari saya, dia sendiri anaknya dewasa ia telah punya dunia sendiri dan yang akan memutuskan apa yang menjadi bersiap dengan kehidupannya sendiri. Sebagai kebutuhannya,” ujar Armita. orangtua ia hanya mendoakan dan mengarahkan Ia mengerti betul menghadapi anakserta membimbing agar anaknya bisa mengambil anaknya yang hidup di masa milenial ini keputusan terbaik. dengan menghindari benar memaksakan Ayu bersyukur, sejauh ini pilihan-pilihannya kehendak kepada anak-anaknya. “Sayang untuk anaknya ini berjalan dengan baik. Tidak sangat menghindari memaksakan kehendak jarang pula “perdebatan” terjadi dalam keluarga agar anak-anak leluasa mengambil kepumereka demi mendapatkan keputusan terbaik tusan,” katanya. Armita menyadari benar bagi Krisna. Tetapi, meski ada “perdebatan” dan bahwa hidup mereka kelak, mereka sendiri “perselisihan” antar orangtua dan anak dalam yang akan menjalani selanjutnya. “Tugas mengambil keputusan ini, justru menghangatkan saya hanya mengantarkan mereka pada hubungan dalam keluarga. (Naniek I. Taufan) kesiapan, lagi pula, saya yakin bila mereka telah mendapatkan pengarahan yang baik, apa yang mereka jalani nanti akan baik pula,” katanya. Ia akhirnya mengambil kesimpulan bahwa anak-anaknya tau apa yang terbaik untuk diri mereka sendiri. Lain lagi dengan Ayu Setiawaty yang berkaca dari kehidupannya dahulu. Perempuan yang usianya telah lewat setengah abad ini, dulunya Ayu Setiawaty bersama puteranya Krisna. tipe yang manut pada

redaksi@cybertokoh.com, iklan@cybertokoh.com

cybertokoh

@cybertokoh

@cybertokoh

www.cybertokoh.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Edisi 1037 by e-Paper KMB - Issuu