Edisi Rabu 26 Juni 2019 | balipost.com

Page 1

Bali Post

balipost http://facebook.com/balipost

SEJAK 1948

@balipostcom http://twitter.com/balipostcom

@balipost_com http://instagram.com/balipostcom

Pengemban Pengamal Pancasila

Para Kepala Daerah Sepakat Kelola Bali sebagai Satu Kesatuan Wilayah

Koster: Kita Harus Bangun Spirit Kebersamaan dan Gotong Royong Dalam Membangun Bali DALAM sebuah pertemuan ‘’langka’’ pada Selasa (25/6) kemarin, Gubernur Bali Wayan Koster beserta para Bupati dan Wali Kota se-Bali berhasil mencapai kesepakatan penting untuk mengelola Bali sebagai Satu Kesatuan Wilayah: Satu Pulau, Satu Pola dan Satu Tata Kelola. Pengelolaan ini berlandaskan visi ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’ melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru. Bertajuk ‘’Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Program RAPAT - Gubernur Koster didampingi Cok Ace dan Adi Wiryatama saat rapat koordinasi dengan Bupati dan Wali Kota se-Bali, Selasa (25/6) kemarin.

dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten/ Kota se-Bali’’, pertemuan di Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali ini terbilang ‘’langka’’ karena sangat jarang seorang gubernur bisa mengumpulkan seluruh bupati atau wali kota di daerahnya. Terlebih lagi sesudah diberlakukannya otonomi daerah di kabupaten dan kota, kerap terjadi bupati dan wali kota jalan sendirisendiri dalam kebijakannya. Keberhasilan lelaki yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu dalam mengumpulkan para bupati dan wali kota menunjukkan bahwa 10 bulan setelah pelantikannya, Koster telah berhasil mengonsolidasikan dukungan dari semua kepala daerah se-Bali, termasuk dari kepala daerah

yang bukan berasal dari PDI Perjuangan. Bahkan, para kepala daerah, termasuk Bupati Badung Nyoman Giri Prasta, Bupati Buleleng Agus Suradnyana, Bupati Gianyar Agus Mahayastra, Bupati Bangli I Made Gianyar, Bupati Karangasem Mas Sumatri, Bupati Jembrana I Putu Artha dan Wakil Wali Kota Denpasar IGN Jaya Negara tekun mengikuti rakor yang berlangsung selama hampir lima jam dan secara aktif memberikan masukan-masukan berharga. Hadir pula Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Ketua DPRD Bali Adi Wiryatama dan Sekda Bali Dewa Made Indra. Di awal rapat, Koster menegaskan bahwa spirit kebersamaan dan gotong

royong harus menjadi pegangan para kepala daerah dalam menata dan mengelola Bali. Egoisme sektoral serta egoisme kewilayahan harus dihilangkan karena akan menghalangi kemampuan para pemimpin Bali dalam melayani seluruh masyarakat Bali. ‘’Ini kau yang punya (kewenangan), ini aku yang punya. Bukan begitu spiritnya. Hilangkan cara-cara seperti itu. Kita harus bangun spirit bersama. Jadi, meskipun misalnya kewenangan itu ada di provinsi, atau di kabupaten, selama kewenangan itu bisa dilakukan untuk melayani krama Bali mari kita lakukan bersama, saling tolong dan gotong royong,’’ tegasnya. Hal. 15 Gotong Royong

Kontribusi Wisatawan Terbentur Payung Hukum

Denpasar (Bali Post) Masalah payung hukum menjadi batu sandungan bagi Bali untuk menarik kontribusi dari wisatawan. Pembahasan Ranperda Kontribusi Wisatawan oleh Pansus di DPRD Bali pun masih mentok. Padahal, sebelumnya Pemprov Bali mengklaim sudah mengantongi dukungan dari lima kementerian. Yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Pariwisata, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri. ‘’Sementara masih di-cooling down karena masih terbentur aturan payung hukumnya,’’ ujar Ketua Pansus Ranperda Kontribusi Wisatawan I Ketut Suwandhi, Senin (24/6). Suwandhi mengaku masih mencari solusi atas kendala tersebut. Termasuk melakukan konsultasi dengan sejumlah kementerian di pusat. Antara lain Kementerian Pariwisata, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perhubungan. Masalah payung hukum kembali muncul, terutama setelah ada surat dari IATA yang menyebut usulan adanya kontribusi wisatawan bertentangan dengan kebijakan perpajakan yang telah diterima dan dipublikasikan oleh ICAO di bawah naungan PBB. Dalam hal ini, Indonesia turut menandatangani Konvensi Chicago yang di pasal 15 berbunyi, ‘’Negara Peserta Perjanjian tidak boleh men-

genakan biaya, iuran, ataupun pungutan lainnya sehubungan dengan hak untuk transit di atau masuk ke atau keluar dari wilayah negara yang bersangkutan yang dimiliki oleh suatu pesawat udara ataupun penumpang atau properti di dalamnya’’. Selain itu, menurut IATA, penumpang internasional yang berangkat dari Bandara Ngurah Rai, Bali saat ini membayar Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara sebesar Rp 225 ribu. IATA merupakan asosiasi dagang global untuk maskapai penerbangan yang beranggotakan lebih dari 290 maskapai dan mencakup 82 persen dari total lalu lintas udara global. ‘’Setelah dicer-

Bali Post/dok

I Ketut Suwandhi

Cok Ace

Bali Post/dok

mati lebih mendalam, IATA masih merapatkan barisan untuk membicarakan itu. Siap tidak IATA untuk dititipi,’’ jelas Ketua Komisi II DPRD Bali ini. Menurut Suwandhi, kontribusi wisatawan tidak saja mencari dana untuk upaya perbaikan lingkungan dan pelestarian seni budaya Bali, juga harus memikirkan nilai tiket dengan adanya tambahan berupa kontribusi wisatawan. ‘’Sekarang saja harga tiket pesawat naik sudah ribut,’’ jelas politisi Golkar ini. Jika memang masih dianggap bertentangan oleh IATA, Suwandhi menyebut sudah ada alternatif kedua yakni menitipkan lewat hotel. Hanya, ada risiko kontribusi wisatawan tidak bisa dipungut maksimal. Kecuali di hotelhotel besar atau BUMN milik pemerintah, memang kemungkinan tidak ada masalah. ‘’Di hotel menengah ke bawah yang milik-milik pribadi itu kan susah. Biasa itu, termasuk pajak hotel dan restoran juga kadang-kadang ada benturan di sana,’’ paparnya. Sebelumnya, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan, seluruh stakeholder pariwisata di Bali telah setuju dengan adanya kontribusi wisatawan. Hal. 15 Beban Provinsi

Pariwisata Menurun Bali Jangan Terlena Denpasar (Bali Post) Sepuluh destinasi Bali baru sudah mulai bekerja. Indikasinya, jumlah penerbangan domestik maupun internasional dari Bali mengalami penurunan. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, jumlah keberangkatan pesawat domestik dari Bandara

Ngurah Rai tercatat selalu lebih rendah tiap bulannya pada 2019, dibandingkan setiap bulannya pada tahun–tahun sebelumnya. Terakhir pada April 2019 jumlah penerbangan domestik yaitu 3.327. Angka ini lebih rendah dari tahun sebelumnya pada April 2018 yang mencapai 3.700 penerbangan. Begitu juga angka Maret dan Februari 2019 lebih rendah dari Maret dan Feburari 2018. Kepala BPS Bali Adi Nugroho mengatakan, tidak hanya penerbangan domestik yang turun, jumlah penerbangan internasional juga turun. Data jumlah penerbangan internasional yang ia dapatkan pada April 2019 juga lebih rendah dari April 2018 yaitu 2.980, sedangkan pada April 2019 jumlahnya 2.947. Angka yang lebih rendah ini sudah berlangsung mulai Februari dan Maret. Hal ini menunjukkan, walaupun harga tiket pesawat tidak naik seperti pada penerbangan domestik, namun penerbangan internasi-

onal juga sedang mengalami penurunan keberangkatan dan kedatangan. Penurunan ini bisa disebabkan menurunnya tingkat perekonomian dunia, sehingga wisatawan dari segala penjuru dunia juga menurun. Penurunan kunjungan ini juga bisa karena daya tarik Bali turun, sehingga orang cenderung pindah ke destinasi lain. ‘’Nasional relatif lebih baik. Namun Bali kelihatan mulai tidak baik dan ada isyarat jangan–jangan destinasi 10 Bali baru itu sudah bekerja, sudah menghasilkan sesuatu sehingga orang beralih ke sana,’’ tegasnya. Praktisi pariwisata Dewa Putu Susila mengatakan, Bali tidak boleh terlena dengan nama besar Bali. Data pariwisata yang ada saat ini dinilai semifiktif. Banyak wisatawan mancanegara datang ke Bali namun jika ditelisik lebih dalam lagi, Bali hanya sebagai tempat persinggahan. Seperti diketahui data wisatawan yang ke Gili Trawangan per hari sebanyak 1.200 orang bahkan lebih. Hal. 15 Sangat Diperlukan

Bali Post/dok

TANAH LOT - Wisatawan menikmati keindahan objek wisata Tanah Lot. Kini kunjungan wisatawan ke sejumlah objek wisata di Bali mengalami penurunan.

Masih Proses Sinkronisasi di Kementerian Keuangan

Denpasar (Balipost) Akhir tahun 2018, tepatnya di bulan Desember, Gubernur Bali Wayan Koster mengajukan dua ranperda ke DPRD Bali untuk dilakukan pembahasan. Di antaranya Ranperda tentang Kontribusi Wisatawan untuk Pelestarian Lingkungan Alam dan Budaya Bali dan Ranperda tentang Desa Adat.

Dari dua ranperda yang diajukan tersebut, hanya Ranperda Desa Adat yang berjalan mulus dan telah diberlakukan. Sedangkan Ranperda tentang Kontribusi Wisatawan untuk Pelestarian Lingkungan Alam dan Budaya Bali hingga kini belum ada kepastian diberlakukan. Menurut Gubernur Bali

Wayan Koster, ranperda yang berisi pengenaan kontribusi kepada setiap wisatawan yang masuk ke Bali sebesar 10 US dolar, saat ini masih dilakukan sinkronisasi di Kementerian Keuangan. ‘’Saat ini masih belum ada kesepahaman dengan Dirjen Perimbangan Keuangan, masih diselaraskan dengan Kementerian Keuangan,’’

kata Koster, usai rapat dengan para bupati dan wali kota se -Bali, Selasa (25/6) kemarin. Gubernur Koster menargetkan tahun ini rancangan bisa disetujui, dan untuk pelaksanaan dari pengenaan kontribusi ini sudah bisa dilaksanakan tahun depan. Hal. 15 Kearifan Lokal

Denpasar (Bali Post) Bali merupakan provinsi yang inklusif, tidak eksklusif. Maka dari itu jika pungutan USD 10 diterapkan, akan memicu provinsi lain di Indonesia melakukan hal yang sama. Jika ini dilakukan maka pariwisata Indonesia akan dinilai mahal oleh wisatawan mancanegara. Pengamat pariwisata sekaligus pemilik Bagus Agro Pelaga, Bagus Sudibya, mengatakan jika ingin menjadi eksklusif atau dikecualikan dari provinsi lain, maka perlu dicoba agar menjadikan keseluruhan Bali menjadi World Cultural Heritage. ‘’Kalau memang Bali mau menuju pariwisata berkualitas dan berkeadilan, Bali harus disiapkan secara kualitatif untuk menerima wisatawan berkualitas. Wisatawan berkualitas disajikan produk pariwisata berkualitas. Tidak macet, tidak kumuh, tidak ada penipuan, polusi, sampah plastik, dll. Itu hanya bisa diciptakan oleh manusia berkualitas,’’ bebernya, Selasa (25/6) kemarin. Dengan berkontribusi USD 10 selama masa tinggal di Bali, menurutnya, adalah kontribusi yang sangat positif. Untuk mengundang wisatawan seperti itu, bila Bali secara objektif dan realistis menjalankan, wisatawan tersebut pasti akan mendukung. ‘’Karena manusia

berkualitas akan mengapresiasi ide cemerlang yang berkualitas seperti itu,’’ tandasnya. Meski demikian, pungutan– pungutan sudah dilakukan selama ini. Seperti tax (pajak) hotel dan restoran sebesar 10 persen, airport tax. ‘’Jika mereka menghabiskan uang mereka USD 1.000 untuk tidur, makanan dan minum, USD 100 dolar sudah disisihkan untuk pemerintah dalam bentuk pajak hotel dan restoran. Kalau diminta lagi USD 10, berarti dia (wisman) akan kena USD 110,’’ bebernya. Wisatawan tersebut tentu akan mempertanyakan manfaat dari pungutan tersebut untuk masyarakat Bali atau paling tidak mereka merasa aman dan nyaman selama berlibur di Bali dan tidak dikenakan pungutan–pungutan lagi. Pungutan–pungutan tersebut dinilai cukup besar karena jika diakumulasikan USD 10 dikalikan 5 juta kunjungan wisman mencapai USD 50 juta. ‘’Jika uang sebesar itu benar–benar diimplementasikan dengan menerapkan Sapta Pesona, barulah kita enggak malu untuk memungut,’’ pungkasnya. Sementara dari sisi tata cara atau teknis pemungutannya juga perlu dipikirkan agar tidak merasa berwisata ke Bali dan Indonesia mahal. ‘’Jika

sebelumnya IATA tidak mau melakukan pemungutan itu, lalu dititipkan ke siapa? Sementara di airport sudah ada airport tax. Kalau di hotel sudah ada pajak hotel dan restoran. Apakah tourism tax terserah pemerintah yang mencarikan solusi,’’ tandasnya. Di beber- apa negara juga memungut dalam bentuk cultural t a x , tourism tax dan sebagainya. Meskipun pemerintah pus a t

telah memberikan lampu hijau untuk Bali melakukan pungutan ini, namun perlu dipikirkan posisi Bali secara NKRI. Ia khawatir jika Bali diberikan keleluasaan mengambil pajak itu, maka provinsi lain juga akan melakukan hal yang sama. Jika wisman berkunjung ke lima provinsi di Indonesia, maka dia akan mengeluarkan USD 50, dikalikan dengan jumlah keluarganya yang ikut serta. ‘’Bali itu tidak eksklusif, dia inklusif dalam NKRI,’’ ujarnya. Kecuali Bali bisa mengarahkan bahwa Bali benar-benar exceptional karena culture budayanya dengan mengusulkan Bali menjadi world cultural heritage. Seluruh Pulau Bali ini jika budayanya menjadi warisan budaya dunia, maka akan sangat luar biasa. Sehingga akan banyak privilege dan kemudahan dari eksklusivitas yang diberikan untuk Bali, namun tidak memancing kecemburuan daerah lain. ‘’Karena dia (Bali) merupakan world cultural heritage bahkan juga UNESCO bisa mendanai,’’ imbuhnya. (kmb42)

Menuju Pariwisata Bali Berkualitas


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.