Edisi 19 Juni 2016 | Balipost.com

Page 4

4

Minggu Kliwon, 19 Juni 2016

DISLEKSIA - Tentu tidak bijak memarahi anak disleksia yang kesulitan membaca atau menulis. Karena hal itu akan berdampak buruk bagi perkembangan mental si anak. Orangtua mesti berperan aktif dan penuh kesabaran membantu anak belajar membaca. Dan, akan lebih mengasikkan bila pelajaran membaca dikombinasikan dengan permainan, misalnya menyusun huruf dan kata dari puzzle.

Peran Orangtua dalam Pendidikan Anak Disleksia SUATU hari, orangtua murid mendapat laporan dari wali kelas. Anaknya yang duduk di kelas dua SD sangat lambat dalam pelajaran membaca dan menulis. Guru telah berusaha keras mengajari anak itu, namun tak membuahkan hasil. Sang guru merasa putus asa. Orangtua murid pun bingung. Namun, belakangan diketahui anak itu mengalami disleksia.

Banyak orang tidak mengetahui dan menyadari gejala disleksia. Namun, seperti halnya autis, disleksia bukanlah penyakit kejiwaan. Disleksia adalah gangguan neourologis yang bersifat genetis dan berakibat pada kesulitan belajar yang spesifik. Ada tiga aspek kognitif yang berpengaruh pada penyandang disleksia, yakni pendengaran, penglihatan, dan perhatian. Hal ini disebabkan ketidakstabilan biokimia pada daerah abu-abu otak yang mengatur fungsi fonologis (berbahasa). Gangguan disleksia lebih banyak dialami anak laki-laki. Dan, disleksia tidak bisa disembuhkan. Mengenali gejalanya sejak dini dan penanganan yang tepat akan sangat menentukan perkembangan anak dalam menyerap pelajaran. Penyandang disleksia perlu dibimbing untuk menyadari kelemahan dan kelebihannya, sehingga mampu mengembangkan potensinya secara maksimal. Disleksia (dyslexia) berasal dari bahasa Yunani, yakni “dys” berarti kesulitan, dan “lexis” berarti kata atau bahasa. Dari sini berkembang pengertian, disleksia adalah gangguan neourologis yang menyebabkan anak sulit membaca dan menulis. Disleksia pertama kali diidentifikasi oleh Oswald

Berkhan pada tahun 1881. Sedangkan istilah “disleksia” diperkenalkan oleh Rudolf Berlin pada 1887.

berkecil hati. Sebab, anak disleksia memiliki potensi yang sangat besar bila diarahkan dan dikembangkan dengan benar.

Membaca Selain kesulitan membaca, ada sejumlah gejala lain yang bisa diidentifikasi sebagai gangguan disleksia. Misalnya, anak sulit berbicara bahkan gagap, artikulasi tidak jelas, bingung membedakan kanan dan kiri, tidak bisa mengikat tali sepatu, sulit memahami instruksi yang terlalu cepat atau panjang. Selain itu, sulit mengingat nama temannya, bingung membedakan angka, kurang mampu membedakan irama dan menyanyikan lirik lagu, bahkan sulit mengancing baju dengan benar atau mengenakan baju kaos terbalik. Gangguan disleksia umumnya dialami anak usia prasekolah dan usia sekolah. Namun, sebenarnya, penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal, bahkan banyak yang di atas rata-rata. Ada banyak tokoh terkenal yang diketahui menyandang disleksia, antara lain Leonardo da Vinci, Albert Einstein, George Washington, Lee Kuan Yew, Thomas Alva Edison, Alexander Graham Bell, Steven Spielberg, Tom Cruise. Jadi, penyandang disleksia atau orangtua yang memiliki anak disleksia tidak perlu

Peran Orangtua Sedini mungkin, orangtua harus mengetahui dan menyadari gejala disleksia pada anaknya. Hal ini sangat penting agar orangtua bisa bekerja sama dengan pihak sekolah dalam pendidikan anaknya. Sebab, dalam proses pendidikan, anak disleksia cenderung memerlukan perhatian dan perlakuan khusus. Umumnya, banyak orangtua tidak menyadari gejala disleksia tersebut. Orangtua cenderung memrotes pihak sekolah ketika prestasi anaknya menurun, hanya karena kesulitan membaca dan menulis. Bahkan, guru di sekolah pun banyak yang tidak memahami gangguan disleksia yang menyebabkan anak sulit menerima pelajaran. Prihatin Yang memprihatinkan lagi, anak disleksia sering diejek, dianggap bodoh, idiot, dan sebagainya. Penyandang disleksia pun menjadi tidak percaya diri, frustasi, suka menyendiri, mudah cemas, bolos sekolah, dan berbagai efek negatif lainnya.

Diperparah lagi dengan perlakuan orangtua yang mudah marah atau menuntut anaknya dengan standardisasi tinggi. Seharusnya, orangtua bijaksana menangani anak disleksia. Sebab mereka memiliki cara berpikir yang berbeda dan cenderung inovatif, daya kreativitasnya sangat tinggi, serta cenderung mencari solusi secara intuitif. Setiap upaya dan hasil yang dicapai anak disleksia dalam proses belajar perlu didukung. Dan, jangan pernah membandingkan anak disleksia dengan anak yang tidak disleksia. Sebab, hal itu akan membuat mereka menjadi pesimis dan frustasi. Karena kesulitan membedakan angka, anak disleksia cenderung lemah dalam pelajaran matematika. Mereka biasanya menggunakan cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika. Dalam hal ini, guru dan orang tua harus bijaksana. Jangan memaksa anak melakukan cara standar dalam menyelesaikan soal matematika jika dianggap sukar oleh si anak. Kesabaran Tentu tidak bijak memarahi anak disleksia yang kesulitan membaca atau

menulis. Karena hal itu akan berdampak buruk bagi perkembangan mental si anak. Orangtua mesti berperan aktif dan penuh kesabaran membantu anak belajar membaca. Dan, akan lebih mengasikkan bila pelajaran membaca dikombinasikan dengan permainan, misalnya menyusun huruf dan kata dari puzzle. Anak disleksia mempunyai bakat dan potensi tersendiri. Mereka bukanlah anak bodoh, idiot, malas belajar, atau tidak mau belajar. Mereka hanya mengalami kesulitan dalam belajar, terutama membaca. Tingkat pemahaman setiap anak tidaklah sama. Kepedulian, pengarahan, dan pengajaran yang tepat menjadi kunci dari keberhasilan belajar anak disleksia. Dukungan penuh orangtua dan guru merupakan cara paling ampuh dalam menangani anak disleksia. Sebab, mereka tercipta bukan untuk dijauhi tapi untuk didekati dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Dan, agar masyarakat lebih memahami disleksia, alangkah baiknya bila pemerintah lewat Kemdikbud menerbitkan buku panduan khusus untuk menangani anak-anak penyandang disleksia.*** lWayan Sunarta

Catatan dari Olimpiade Bahasa dan Sastra 2016

Memahami Bahasa Melalui Kemampuan Menulis Dari mana sesungguhnya memulai menarik siswa untuk mencintai bahasa Indonesia? Jawabnya, buku-buku. Pertanyaan berikut, buku apa sesungguhnya yang layak dan tidak layak dibaca oleh pelajar Indonesia? Dengan aturan yang rumit, dan serba tidak jelas. Generasi sekarang sesungguhnya lebih “merdeka” dibanding generasi terdahulu. Generasi saat ini sangat dimanjakan oleh perkembangan teknologi yang begitu maju. Tetapi di sisi lain, kemudahan itu juga ibarat pisau bermata dua. Bahasa Indonesia belakangan ini justru jadi “momok” yang mengerikan bagi pelajar Indonesia. Para pelajar di Indonesia saat ini lebih tertarik membaca-menulis dalam bahasa Inggris. Dengan mahir berbahasa Inggris mereka merasa menempati strata yang lebih tinggi, “lebih gaul” dan dianggap maju dan tidak kampungan. Persoalan ini sesungguhnya sudah sering jadi pembicaraan, anehnya tidak pernah ada solusi yang tuntas. Bagaimana mengangkat harkat dan martabat bahasa Indonesia menjadi bahasa kebanggaan para pelajar di Indonesia. Menjawabnya tentu tidak mudah. Kesalahan besar telah terjadi, solusinya, siswa harus mulai dilatih kembali untuk membaca. Hanya itu salah satu solusi jangka pendek. Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negara tersebut. Sementara Vietnam justru menempati urutan ke-20 besar. Bahkan data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang yang memiliki minat baca. Angka

Padatnya aktivitas selama bulan puasa dapatlah diisi dengan latihan peregangan ringan di teras rumah, di ruang tamu, dengan gerakan yang sangat sederhana namun besar manfaatnya. Lakukan dengan posisi duduk di lantai yaitu untuk otot lengan, paha, kaki dan punggung. Janganlah menghentakkan gerakan namun lakukan dengan lembut dan dengan hitungan yang disesuaikan dengan kemampuan. Cukup 20 menit setiap pagi maka aliran darah akan lancar dan pikiran jernih, khususnya dalam mempersiapkan hari-hari yang penuh kedamaian, ketenangan di bulan puasa ini. Ikuti peragaan berikut ini bersama Maria Jeni dari Lala Studio.

Rubrik “Bugar” ini terbuka untuk umum. Bagi Anda yang memiliki problem masalah tubuh. Kirimkan ke Redaksi Bali Post ( Jl. Kepundung 67 A Denpasar 80232) Atau Adolfina Grace Tangkudung Sekolah Senam Lala Studio ( Jl. Veteran 66E, Puri Satria Denpasar, telp. 0361. 283226. Cantumkan kupon” “Bugar” di sudut kiri amplop.

UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen, sedangkan Malaysia sudah 86,4 persen. Menulis Tercengang dengan beragam data memang bukan solusi yang baik. Harus ada tindakan yang nyata, yang paling utama adalah mencari jalan keluar yang dilakukan oleh instansi-instansi yang memegang peranan penting untuk menjaga bahasa Indonesia tetap diminati oleh pelajar di Indonesia. Caranya, memperkenalkan karya sastra yang dibuat oleh pengarang Indonesia yang memiliki nilai-nilai kultural dalam masyarakat Indonesia. Selain memperkenalkan karya sastra yang memiliki muatan lokalitas, para pelajar juga belajar memasuki “rimba bahasa” yang dibuat oleh pengarang. Balai bahasa Denpasar mencoba menjembatani dengan mengadakan Lomba Menulis Cerpen tingkat SMP se-Bali. Menarik mencermati lima puluh naskah yang masuk yang datang dari seluruh kabupaten yang ada di Bali. Rata-rata para peserta yang ikut lomba memang terlihat masih terbata-bata menggunakan bahasa Indonesia. Ejaan yang tidak sempurna dan babak belur. Tanda baca yang kacau. Dan banyak persoalan yang menyangkut hal yang paling dasar, lemahnya kemampuan mereka menulis dan benar-benar tidak memahami tanda baca. Tanda baca, pemenggalan huruf dan hal-hal teknik tentang struktur kalimat juga tidak dikuasai oleh para pelajar tingkat SMP di Bali. Cerita Salah satu dewan Juri, Ida Bagus Merta mengatakan bahwa kelemahan siswa juga terlihat dari caranya menyusun cerita, kadang antara alinea satu dan alinea berikutnya tidak memiliki koherensi sebagai sebuah cerita yang utuh. Cerita meloncat-loncat dan berdiri sendiri. Nuryana Asmaudi justru melihat bahwa kecenderungan siswa menulis cerpen terkesan terburu-buru. ”Padahal alur cerita sudah matang, endingnya kedodoran,” paparnya

serius. Pembinaan terus menerus memang harus dilakukan, dan yang unik dari Olimpiade Bahasa dan Sastra 2016 ini, para pelajar di kota-kota besar justru memiliki tema-tema yang tidak menarik. Banyak naskah yang ditulis oleh para siswa di Kota Denpasar hanya mengambil tema-tema percintaan yang tidak matang dan cengeng. Yang mencengangkan justru karya-karya siswa yang berada di luar Denpasar. Tema-tema yang ditawarkan lebih beragam dan komplek. Teknik menulis yang lebih matang dibanding para pelajar yang tinggal di perkotaan. Dewan juri memutuskan pemenang sebagai berikut: Juara I, Ni Kadek Mia Lestari, “Selepas Kematian Niang”, SMPN 1 Manggis, Karangasem. Juara II, Lorena Samanta Adelina, “Tari di Bulan Purnama”, SMPN 2 Amlapura. Juara III, Mutiara Diva Ramadhani, “Aku Rela demi Bapak’, SMPN 3 Denpasar. Harapan I, Ni Ketut Yuni Lestariani, ”Kado Terakhir untuk Naya”, SMPN 1 Manggis, Karangasem. Harapan II, Ni Kadek Sulastrini, “Permulaan Cinta”, SMPN 3 Dawan, Klungkung. Harapan III, Ni Kadek Pina Ayu Sintia, “Histori Batin di Pohon Manggis”, SMPN 1 Manggis, Karangasem. Mari kita mulai mengajak siswa untuk mulai membaca dan menulis. Hanya itu satu-satunya solusi untuk membuat siswa cinta pada literasi, yang tentu akan membuat mereka makin merasa memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa yang patut mereka pelajari dan kembangkan. Yang tidak kalah hebat dengan bahasa asing. (osi) Bahasa - Pembinaan terus menerus memang harus dilakukan, dan yang unik dari Olimpiade Bahasa dan Sastra 2016 ini, para pelajar di kota-kota besar justru memiliki tema-tema yang tidak menarik. Banyak naskah yang ditulis oleh para siswa di Kota Denpasar hanya mengambil tema-tema percintaan yang tidak matang dan cengeng. Yang mencengangkan justru karya-karya siswa yang berada di luar Denpasar.

Peregangan Ringan Selama Puasa Gb. 1 : Posisi duduk tegak di lantai dengan kedua kaki ditekuk dan dibuka sedikit, kedua lengan lurus ke belakang. Luruskan kaki kanan dan kiri bergantian hingga pada 2x8 hitungan.

Gb. 2 : Tetaplah pada posisi badan tegak, kaki kanan lurus dan kaki kiri ditekuk dan kedua telapak tangan memegang lutut kiri, tahan 1x8 hitungan, lalu rilekskan setelah itu lakukan pada arah kebalikannya dengan cara yang sama.

Gb. 3 : Dengan posisi kedua lutut ditekuk dan dibuka lebar, kedua telapak kaki saling bertemu. Kedua lengan lurus depan dada, lalu mendorong badan sejauh mungkin ke arah depan, tahan 1x8 hitungan lalu tegakkan kembali dan ulangi beberapa kali.

Dengan melakukan peregangan ringan maka kebugaran tubuh dapat tetap terjaga, pikiran jernih dan pengasuh mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa serta salam bugar dari Lala Studio.

Gb. 4 : Posisi bersila dengan kedua lengan ke belakang, lalu memutar badan ke arah kanan sejauh mungkin. Setelah itu rilekskan ke arah depan dan lakukan juga ke arah kiri.

Kupon


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Edisi 19 Juni 2016 | Balipost.com by e-Paper KMB - Issuu