Bali Post
balipost (170 rb Like) http://facebook.com/balipost
SEJAK 1948
@balipostcom (6.000 Follower) http://twitter.com/balipostcom
@balipost_com http://instagram.com/balipostcom
Debat Capres-Cawapres
Kering Pesan Visioner
Jakarta (Bali Post) – Debat perdana capres-cawapres, Kamis (17/1) malam, banyak menuai kritisi. Pakar komunikasi politik Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo menilai debat kurang gereget dan terkesan kaku. ‘’Saya menyaksikan debat pertama masih belum menemukan suasana gereget dan terasa ada kekeringan pesan yang visioner,’’ katanya, Jumat (18/1) kemarin. Dosen FISIP Unair itu mencatat, kedua kandidat belum memperlihatkan visinya dalam persoalan atau topik yang dibahas, kemudian jawaban yang mengemuka dari panelis seharusnya bersifat konsep strategi mendatang, bukan membahas per kasus. ‘’Belum muncul gagasan visioner yang bisa menarik perhatian audiens. Malahan, topiknya membelok soal ekonomi, padahal kasus yang dibahas soal hukum, korupsi, dan HAM,’’ ucapnya. Menurutnya, agar ke depan lebih baik, pemandu juga harus lebih santai dan penataan panggung dihindarkan dari ‘’gangguan’’ penonton atau pendukung. ‘’Ini agar kandidat bisa leluasa mengeksplorasi gagasan visinya. Semoga debat ke depan akan lebih baik,’’ ucap Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair tersebut. Sementara itu, Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo mengatakan kedua pasangan capres-cawapres tidak mampu mengelaborasi visi-misinya dalam bidang hukum, HAM, korupsi dan terorisme dengan baik dalam debat capres pertama. ‘’Dari visi-misi yang sudah disusun, tidak dielaborasi dengan baik
dalam debat,’’ kata Ari Nurcahyo dalam diskusi bertema ‘’Bedah Visi Misi Capres dan Telaah Debat Capres Pertama’’, yang diselenggarakan Parasyndicate di Jakarta, Jumat kemarin. Menurutnya, visi-misi Jokowi-Ma’ruf sejatinya sangat baik. Tetapi banyak hal yang tidak disampaikan kepada publik dalam debat. ‘’Misalnya, persoalan tumpang tindih hukum,’’ jelasnya. Sementara visi-misi Prabowo-Sandi di bidang hukum, HAM, korupsi dan terorisme yang telah direvisi, banyak yang langsung ‘’menyerang’’ kelemahan pemerintahan Jokowi yang juga tidak disampaikan dengan baik dalam debat. ‘’Visi-misi Prabowo-Sandi lebih bernuansa program aksi yang langsung straight forward, ‘menyerang’ persoalan yang eksis di pemerintahan Jokowi sekarang,’’ jelasnya. Dia mencontohkan dalam salah satu visi-misinya, Prabowo-Sandiaga sejatinya mengangkat keadilan di bidang hukum, dan menghentikan ancaman persekusi terhadap individu, institusi maupun kelompok, tetapi tidak dijabarkan dengan baik. Tanggapan serupa juga disampaikan dosen Administrasi
Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Vishnu Juwono. Ia menyatakan kedua pasangan calon belum menyediakan terobosan dalam memberikan solusi untuk memberantas akar permasalahan korupsi di Indonesia. Vishnu mengatakan pada babak pertama menanggapi pertanyaan terkait politik biaya tinggi di Indonesia, calon presiden petahana Jokowi lebih menekankan aspek meritrokrasi di dalam Aparatur Sipil Negara, terutama dalam mendapatkan birokrat dan pejabat negara yang kompeten. ‘’Di mana titik beratnya adalah merekrut pemimpin dan aparat birokrasi yang lebih transparan serta akuntabel,’’ ucapnya. Di sisi lain, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto lebih spesifik mengangkat gaji pejabat tinggi yang telalu kecil dibandingkan tanggung jawab dalam pengelolaan dana pada level pemerintah daerah serta pemerintah pusat. ‘’Aspek gaji dan rekrutmen sebenarnya relevansinya tidak terlalu besar dengan masalah politik biaya tinggi,’’ ujar penulis buku ‘’Melawan Korupsi’’ (2018) ini. Hal. 15 Reformasi Parpol
Bali Post/ant
PIJAT - Prabowo Subianto dipijat pasangannya, Sandiaga Uno, saat jeda Debat Pertama Capres & Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1).
Pijat Punggung dan Irit Bicara DEBAT perdana calon presiden dan wakil presiden yang diikuti Joko Widodo (Jokowi)-Ma-ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Jakarta, Kamis (17/1) malam, telah usai. Monica Kumalasari, pakar bahasa tubuh berbasis sains yang mendapat lisensi dari Paul Ekman, mengupas bahasa tubuh dua pasang calon pemimpin Indonesia periode 2019-2024. Ada perubahan gaya dari Jokowi dan Prabowo dalam debat perdana ini. Jokowi yang biasanya santai jadi
lebih tegas, sementara Prabowo jadi lebih kalem. Para kandidat punya cara yang berbeda dalam menegaskan suatu argumen. Prabowo cenderung mengekspresikannya lewat gerak tangan menunjuknunjuk, sedangkan Jokowi menandakannya dengan mengulang-ulang kata tersebut. ‘’Juga bicaranya pakai tone suara perut,’’ imbuh Monica mengenai Jokowi. Dari gaya verbal, Jokowi banyak menyajikan data saat berargumen. Pesaing-
nya, Prabowo-Sandi, dinilai lebih banyak mengutarakan soal persepsi daripada data. Contohnya, pernyataan ‘’… Yang kita ketemukan ada perasaan di masyarakat bahwa kadang-kadang aparat itu berat sebelah,’’ yang diutarakan Prabowo. Ketika bicara, pasangan nomor urut 02 sering memakai kata ‘’kami’’ atau ‘’Prabowo-Sandi’’ alihalih ‘’saya’’. Tapi ada juga gaya verbal Prabowo yang menekankan kata ‘’saya’’, ketika bercerita tentang pembentukan pasukan an-
titeror pertama yang dilakukannya bertahun-tahun silam. Pada umumnya, Sandiaga Uno terlihat tenang di atas panggung. Tetapi ada satu kalimat yang menyiratkan tingkat kepercayaan diri yang mungkin rendah di persaingan ini. Ketika bicara soal kepastian hukum, dia bertanya kepada Jokowi mengenai apa yang akan dia lakukan seandainya terpilih lagi jadi presiden selama lima tahun ke depan. Hal. 15 Bawah Sadar
Ma’ruf Sengaja Tak Banyak Jawab Pertanyaan
Bali Post/ant
SALAMAN - Jokowi dan Prabowo usai debat, Kamis (17/1). Debat tersebut mengangkat tema ‘’Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme’’.
CAWAPRES RI Ma’ruf Amin mengaku sengaja tidak banyak menjawab pertanyaan dalam debat capres perdana di Jakarta, Kamis (17/1) malam, karena ingin memberikan kesempatan kepada Jokowi selaku petahana. ‘’Debat itu kan pertama, lebih kepada Presiden, dia harus lebih dominan, saya hanya menambahkan saja,’’ kata Ma’ruf Amin di Rumah Situbondo, Jakarta, Jumat (18/1) kemarin. Ma’ruf mengatakan bahwa dirinya lebih banyak menambahkan jawaban Jokowi dalam debat itu agar tidak tumpang-tindih dengan Jokowi. ‘’Kalau sudah dijelaskan oleh Presiden, ya… saya tinggal menyetujui, mendukung, jangan seperti orang balapan
‘ngomong’,’’ ujar Ma’ruf. Ma’ruf mengatakan bahwa pasangan Prabowo-Sandi banyak mempersoalkan kinerja Jokowi. Maka, yang lebih memahami menjawab adalah Jokowi sendiri. Ia mengakui lebih fokus menjawab isu seputar terorisme di samping juga berbicara soal disabilitas, reformasi hukum, dan penataan regulasi. Adapun pada debat kedua nanti, debat hanya akan diikuti oleh masing-masing cawapres. Ma’ruf mengatakan bahwa dirinya terus mengumpulkan data sebagai persiapan. Debat kedua akan berlangsung 17 Februari mendatang. (ant)
Ba’asyir Segera Dibebaskan 1983
Abu Bakar Ba’asyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar. Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun penjara.
1985
Ketika kasusnya masuk kasasi Ba’asyir dan Sungkar dikenai tahanan rumah, saat itulah Ba’asyir dan Abdullah Sungkar melarikan diri ke Malaysia.
1999
Sekembalinya dari Malaysia, Ba’asyir langsung terlibat dalam pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Organisasi ini bertekad menegakkan Syariah Islam di Indonesia.
2002
Ba’asyir ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian RI menyusul pengakuan Omar Al Faruq kepada Tim Mabes Polri di Afghanistan juga sebagai salah seorang tersangka pelaku pengeboman di Bali.
2005
Ba’asyir dinyatakan bersalah atas konspirasi serangan bom 2002, tetapi tidak bersalah atas tuduhan terkait dengan bom 2003. Dia divonis 2,5 tahun penjara.
2011
Ba’asyir dijatuhi hukuman penjara 15 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.
Sumber: Pusat Data Bali Post
Garut (Bali Post) – Presiden Joko Widodo menyebut pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir dilakukan demi dan atas dasar pertimbangan alasan kemanusiaan. ‘’Ya, yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya beliau kan sudah sepuh, ya… pertimbangannya kemanusiaan,’’ kata Presiden Joko Widodo (Jokowi), Jumat (18/1) kemarin. Presiden yang menugaskan kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra untuk mengupayakan pembebasan Ba’asyir membenarkan bahwa kondisi kesehatan Ba’asyir yang menurun menjadi pertimbangan utama. Meski begitu, ia menegaskan, ada banyak pertimbangan lain yang diperhatikan. ‘’Ya, termasuk kondisi kesehatan masuk dalam pertimbangan itu,’’ ujarnya. Presiden mengatakan pembebasan tersebut sudah melalui
pertimbangan yang panjang. ‘’Ini pertimbangan yang panjang. Pertimbangan dari sisi keamanan dengan Kapolri, dengan pakar, terakhir dengan Pak Yusril. Tapi prosesnya nanti dengan Kapolri,’’ katanya. Ia menambahkan, berbagai pertimbangan sudah dibahas sejak sekitar setahun lalu. ‘’Sudah pertimbangan lama. Sudah sejak awal tahun yang lalu. Pertimbangan lama Kapolri, kita, Menkopolhukam, dan dengan pakar-pakar. Terakhir dengan Pak Prof. Yusril Ihza Mahendra,’’ tuturnya. Hal. 15 Faktor Utama TERORISME - Yusril Ihza Mahendra mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/1) kemarin.