16 HALAMAN
Online :http://www.balipost.co.id http://www.balipost.com E-mail: balipost@indo.net.id
terbit sejak 16 agustus 1948 perintis: k. nadha HARGA LANGGANAN Rp 90.000 ECERAN Rp 4.000
NOMOR 88 TAHUN KE 71
Bali Post
balipost (170 rb Like) http://facebook.com/balipost
SEJAK 1948
@balipostcom (6.000 Follower) http://twitter.com/balipostcom
@balipost_com http://instagram.com/balipostcom
Pengemban Pengamal Pancasila
’’Shortcut’’ Singaraja-Mengwitani Mulai Dibangun
Investor ke Bali Utara Diyakini Meningkat
PROYEK pembangunan shortcut jalan baru batas kota Singaraja–Mengwitani tidak lagi menjadi wacana. Rabu (14/11) kemarin, pembangunan proyek tersebut dimulai, ditandai upacara peletakan batu pertama. Acara itu digelar di lokasi proyek shortcut lima dan enam di Desa Pegayaman, Sukasada. Upacara Ground Breaking dihadiri Gubernur Bali Wayan Koster, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, Kepala Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional Wilayah VIII BaliJatim Ketut Darma Wahana, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna dan undangan lainnya. Gubernur Wayan Koster mengatakan, pembangunan shortcut jalan baru batas kota itu sudah bertahun-tahun menjadi impian masyarakat Buleleng. Persoalan dana,
menjadi hambatan utamanya. Pada awal kepemimpinannya, Koster berhasil mewujudkan keinginan warga dalam upaya memperpendek jarak maupun mengurangi tikungan. Pembangunan di lokasi lima dan enam ini didanai APBD Perubahan. Tahun ini Pemprov Bali kembali mengalokasikan anggaran Rp 15 miliar untuk menyusun Detail Engineering Desing (DED) di lokasi shortcut tiga dan empat yang berada di wilayah Bedugul, Tabanan. Hal. 15 Kawasan Bedugul
PEMBANGUNAN PROYEK SHORTCUT JALAN Singaraja – Mengwitani Di lokasi lima dan enam, sekarang ada 15 tikungan tajam menjadi lima tikungan dengan panjang 1,9 km. Shortcut perdana ini akan rampung pada Desember 2019. Di lokasi tiga dan empat (wilayah Bedugul, Tabanan) sering macet parah. Pembangunan shortcut 1,2 km disana mengurangi kemacetan sampai 50 persen. Jarak tempuh dari 2,5 jam menjadi 1,5 jam Lokasi Desa Wanasari,Gitgit dan Desa Pegayaman Kec. Sukasada (KM 57+600)
U
ke Singaraja
Panjang Trase Rencana = 1.950 m Panjang Panjang rencana rencana jalan jembatan = 1.740 m = 210 m Lebar perkerasan Legenda: Jalan Nasional Existing = 2 X 3,5 m Trase Terpilih Jembatan Lebar bahu = 2 m
Bali Post/eka
PALEBON - Prosesi palebon permaisuri Raja Denpasar IX Dampati Ida Anak Agung Ayu Oka Pemecutan, Rabu (14/11) kemarin. Layon (jenazah) diberangkatkan dari Puri Agung Denpasar pukul 12.05 Wita menuju Patung Catur Muka dengan menggunakan jempana lelunga. Dilanjutkan menaikkan layon ke parereman (bade) setinggi 18 meter, kemudian diusung menuju tunon (Setra) Badung. Prosesi palebon di-‘’puput’’ Ida Pendada Buda Jelantik Lila Arsa dari Geria Taman Sukawati dan Ida Pedanda Gede Sari Arimbawa Putra Keniten dari Geria Sari, Tegal.
Bali Post/kmb38
PELETAKAN BATU PERTAMA – Gubernur Bali Wayan Koster menghadiri upacara ground breaking proyek pembangunan shortcut jalan baru batas kota Singaraja– Mengwitani lokasi lima dan enam di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Rabu (14/11) kemarin.
Titik shortcut 5 dan 6 ini sepanjang 1,9 kilometer
ke Denpasar
Beri Atensi Penuh Keberadaan PAUD di Bali
Gubernur Koster akan Keluarkan Perda Kewenangan Desa Adat Kelola PAUD PEMBANGUNAN Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia bertujuan untuk mengantarkan anak Indonesia yang cerdas, sehat dan berkarakter. Terlebih di Bali yang kaya akan khazanah budaya, adat dan istiadat maka penanaman pendidikan berbasis karakter budaya sangat penting dikembangkan sejak dini. Untuk itu, keberadaan PAUD di Bali perlu diberikan perhatian baik dalam sumber daya pengajarnya ataupun pendanaan dalam keberlangsungan mengajarnya. Tujuannya agar PAUD di Bali semakin berkembang dan masyarakat mengerti pentingnya kehadiran PAUD untuk menghasilkan generasi emas yang berkualitas. Demikian penegasan Gubernur Bali Wayan Koster dalam acara Pelantikan Pengurus Dekranasda Provinsi Bali dan Pengukuhan Bunda PAUD Provinsi Bali periode 2018-2023 di Gedung Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Rabu (14/11) kemarin. ‘’Saya lihat keberadaan PAUD di Bali belum begitu optimal. Jadi saya ingin
membangun kembali eksistensi PAUD itu sendiri dengan menyerahkan pengelolaannya kepada desa adat, sehingga bisa diciptakan PAUD berbasis karakter budaya,’’ tegas Koster. Gubernur Koster mengatakan, saat ini pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pengelolaannya diserahkan kepada kabupaten/kota. Pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (SMA/K) pengelolaannya sudah berada pada provinsi. Sedangkan pengelolaan pendidikan PAUD tidak menjadi kewenangan provinsi maupun kabupaten. Untuk itu ke depan Wayan Koster akan menerbitkan Peraturan Daerah atau Perda Kewenangan Pengelolaan PAUD kepada Desa Adat sehingga PAUD tersebut dapat dikelola berbasis karakter budaya dengan baik dan nilai input maupun output-nya jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. ‘’Ke depan dalam perda tersebut juga akan saya ang-
garkan untuk operasional PAUD. Jadi guru-guru PAUD kesejahteraannya juga diperhatikan, sehingga semangat mereka dalam mengajar dan memberikan pendidikan karakter untuk anak didiknya dapat dilakukan dengan maksimal,’’ ungkapnya. Di samping itu, ia juga berharap dengan dorongan perda nanti, Bunda PAUD yang sudah dilantik diharapkan dapat bekerja sama dengan pemerintah dalam menyukseskan keberadaan PAUD di Bali dengan program-program PAUD yang sudah dicanangkan. Dalam acara tersebut, selain dilakukan pelantikan Bunda PAUD Ny. Putri Suastini Koster periode 2018-2023 oleh Gubernur Bali, juga dilaksanakan pelantikan pengurus Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali oleh Ketua Dekranasda Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster. Untuk itu, masih dalam sambutannya, Gubernur Koster meminta kepada
Dekranasda Provinsi Bali agar membantu pemerintah dalam mengembangkan industri kuliner lokal di Bali, baik dari hulu maupun hilirnya. Menurutnya, Bali memiliki potensi pangan yang sangat besar untuk dikembangkan, terlebih Bali merupakan destinasi pariwisata dunia. Namun, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi para produsen petani dan pengusaha kuliner yang ada di Bali. Untuk itu ke depan, ia akan mewajibkan hotel dan restoran yang ada di Bali untuk menggunakan produksi pangan lokal, sehingga produsen lokal Bali dapat terus berkembang, terutama UKM di Bali tidak mati perlahan akibat arus produk luar yang datang ke Bali. Hadir pula dalam kesempatan tersebut Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Sekretaris Daerah Provinsi Bali beserta istri, Ketua Dekranasda Kabupaten/Kota se-Bali, serta undangan lainnya. (ad616)
Jadikan Desa Adat Mandiri dan Berkepribadian
Dr. Supartha Djelantik
Prof. Ramantha
DESA adat bukan lembaga preman. Desa adat diakui oleh negara dan mendapat pengayoman yang jelas. Setidaknya itu kita pahami dari berbagai pernyataan tokoh, akademisi dan politisi yang dimuat Harian Bali Post terkait OTT Saber Pungli terhadap sejumlah petugas yang mengelola usaha desa adat. Pandangan ini tentu layak menjadi rujukan, mengingat desa adat memiliki otoritas tersendiri. Desa adat merupakan kesepakatan bersama (kontrak sosial) warga masyarakat hukum adat (MHA) Bali untuk hidup bersama, melahirkan lembaga desa adat. Sebagai lembaga yang memiliki struktur, wilayah dan aturan (awig-awig) dalam mengatur dan mengurus kepentingan warga MHA berdasarkan awig-awig. Dr. Supartha Djelantik, akademisi dari Universitas Warmadewa, kepada Bali Post mengatakan desa adat disebut juga ‘’Republik Kecil’’. Desa adat menganut asas
keharmonisan kehidupan berketuhanan dengan alam semesta yang indah dan masyarakatnya yang religius magis (THK). Sejak zaman Belanda desa (adat) tidak diganggu agar tidak melawan. Negara secara konstitusional harus menghormati kedudukan keistimewaan Bali, dan segala peraturan negara mengenai Bali wajib mengingati hak asal-usul sebagaimana diatur dalam Pasal 18B UUD (perubahan). Dr. Supartha Djelantik menegaskan, desa adat secara konstitusional diakui keberadaannya oleh negara. UUD 1945 pun memberi pengakuan atas keberadaan kesatuan-kesatuan politik tradisi, susunan asli, dan mengingati hak-hak asalusul yang bersumber dari sistem budaya berbagai komunitas masyarakat yang berada di dalam teritorial NKRI. Di mana pengakuan ini tidak terbatas pada aspek kelembagaan saja, tetapi
juga aspek struktur-organisasi, pola perilaku/tradisi, peraturan-peraturannya, serta berbagai hak dan kewajiban yang terkandung di dalam sistem kelembagaannya. Selain itu, karena susunan asli itu dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa, maka perlakuan terhadapnya tentulah bersifat istimewa pula. Artinya, kesatuan-kesatuan teritorial dan sistem kelembagaan yang mengaturnya tidaklah dapat diperlakukan sama pada setiap daerah kesatuan teritorial lain yang tidak mengandung susunan asli dimaksud. Dengan demikian, tersirat, pengaturan itu mengandung maksud adanya otonomi atau kedaulatan dari susunan asli tersebut. Hal. 15 Tatanan Asli
BERSAMA - Gubernur Bali Wayan Koster foto bersama usai acara Pelantikan Pengurus Dekranasda Provinsi Bali dan Pengukuhan Bunda PAUD Provinsi Bali Periode 2018-2023, Rabu (14/11) kemarin.
Hilangkan Tindak Opresif terhadap Pejuang Desa Oleh: Nyoman Dhamantra
Anggota DPR-RI F-PDI Perjuangan
PENANGKAPAN yang dilakukan oleh Tim Saber Pungli Polda Bali atas prajuru desa adat yang sedang melakukan kegiatan pungutan adat di desanya merupakan tindakan aparat yang opresif. Kegiatan pungutan adat itu mungkin memang menyalahi ketentuan dan aturan yang ada, meski itu pun harus dibuktikan melalui proses hukum, khususnya terkait dengan keberadaan Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Saber Pungli, tetapi yang perlu mendapat perhatian publik, mereka semestinya tidak diperlakukan atau ditangani seperti layaknya preman, maling ataupun koruptor. Apa yang mereka lakukan bukan untuk memperkaya diri sendiri, namun lahir dari sebuah kesepakatan oleh para stakeholder/anggota masyarakat di desa dalam rangka mencari sumber pembiayaan pembangunan desa, akibat dari ketidakmampuan pemerintah
mencukupi anggaran tersebut. Kondisi ini telah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan bukan menutup kemungkinan kegiatan ataupun kesepakatan itu telah diketahui oleh aparat penegak hukum sejak dulu. Seyogianya dosa sistemik pemerintah itu jangan hanya dibebankan kepada rakyat kecil yang berbekal cita-cita membangun desanya. Dosa itu harus dipikul pemerintah, karena semua itu muncul akibat ketidaksanggupan pemerintah bersama pemda mencukupi kebutuhan anggaran pembangunan, khususnya anggaran pelestarian budaya di tengah gemerlap pariwisata yang sukses menjual budaya dan kearifan lokal yang mereka miliki. Dalam hal ini Pancasila sebagai The way of life atau sumber dari segala sumber hukum kita, seharusnya dapat mengilhami serta menginspirasi persoalan ini. Hal. 15 Penegakan Hukum