Bali Post
balipost http://facebook.com/balipost
SEJAK 1948
@balipostcom http://twitter.com/balipostcom
@balipost_com http://instagram.com/balipostcom
Pengemban Pengamal Pancasila
Satu Lagi BPR di Bali Dilikuidasi
Denpasar (Bali Post) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan proses likuidasi pada PT BPR Calliste Bestari. Penyebab BPR yang berkantor di Jalan Raya Cokroaminoto, Sempidi, Badung ini dilikuidasi karena pengurus
dan pemegang saham melakukan praktik perbankan yang tidak sehat. BPR Calliste Bestari menyusul BPR Legian yang Juni lalu juga dilikuidasi. Sekretaris Lembaga LPS Muhamad Yusron ditemui Selasa (13/8) kemarin di Denpasar menyampaikan, proses pembayaran klaim dan likuidasi dilakukan setelah izin usaha PT BPR Calliste Bestari dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 13 Agustus 2019. Dalam rangka pembayaran klaim simpanan nasabah PT BPR Calliste Bestari, LPS akan memastikan simpanan nasabah dapat dibayar sesuai ketentuan yang berlaku. LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar. Rekonsiliasi dan verifikasi dimaksud akan diselesaikan LPS paling lama 90 hari kerja sejak tanggal
pencabutan izin usaha yakni 16 Desember 2019. Pembayaran dana nasabah akan dilakukan secara bertahap selama kurun waktu tersebut. Nasabah penyimpan dimohon untuk memantau pengumuman pembayaran klaim dana nasabah yang akan dilakukan di kantor PT BPR Calliste Bestari, media cetak atau koran, dan website LPS. Bagi nasabah peminjam dana, tetap dapat melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor PT BPR Calliste Bestari dengan menghubungi Tim Likuidasi. Diungkapkannya bahwa BPR tersebut beraset Rp 5 - 6 miliar sehingga dinilai proses likuidasi hanya dilakukan satu tahap. Dari September 2005 sampai 13 Agustus 2019, total ada 7 BPR di Bali yang dilikuidasi LPS. Dari 7 BPR di Bali yang dilikuidasi, jumlah klaim simpanan yang layak bayar sebesar Rp 21,4 miliar. Kepala Kantor OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Elyanus Pongsoda mengatakan, sebelum dilakukan pencabutan izin usaha, OJK sudah menetapkan status
BPR Calliste sebagai BPR Dalam Pengawasan Intensif (BDPI), karena kinerja keuangan yang memburuk. Penetapan BDPI tersebut berlaku sejak 16 Mei 2018 sampai 16 Mei 2019. Dalam masa tersebut pemegang saham dan pengurus telah diberikan kesempatan untuk melakukan penyehatan melalui action plan yang dibuat oleh direksi. Dalam masa BDPI, kinerja BPR Calliste semakin memburuk, tercermin dari rasio kewajiban penyediaan modal minimun (KPMM) posisi 28 Februari 2019 menjadi di bawah 4 persen, sehingga memenuhi ketentuan ditetapkan sebagai BPR Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) terhitung sejak 29 Mei sampai 29 Juni 2019. Selanjutnya sampai dengan batas waktu tersebut pengurus dan pemegang saham pengendali (PSP) tidak dapat merealisasikan upaya penyehatan rasio KPMM paling sedikit 8 persen, sehingga memenuhi kriteria BPR tidak dapat disehatkan dan diteruskan kepada LPS untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya. (kmb42)
Briptu Hedar Gugur Ditembak KKB
Jakarta (Bali Post) – Briptu Hedar, anggota Polda Papua, yang sempat disandera kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kabupaten Puncak, Papua, Senin (12/8), gugur akibat luka tembak yang dideritanya. Anggota Bhayangkara tersebut termasuk berprestasi dalam penanganan sejumlah kasus. Kelompok kriminal bersenjata sempat menyeret Briptu Hedar dan menyanderanya. KONFRENSI PERS - Walhi bersama ForBALI melakukan konferensi pers di kantor Walhi Nasional, Jakarta terkait surat ForBALI yang dikirimkan pada 1 Agustus 2019 secara resmi, perihal Surat Terbuka; Desakan Penghentian Megaproyek di Kawasan Rawan Bencana Bali Selatan kepada Presiden, Selasa (13/8) kemarin.
Bali Selatan Rawan Bencana
ForBALI Ingatkan Jokowi Cabut Perpres 51
Jakarta (Bali Post) Sikap tegas Presiden Joko Widodo pada 23 Juli 2019 tentang Indonesia yang berada di daerah rawan bencana sehingga tidak membolehkan pembangunan megaproyek di kawasan bencana, kembali ditagih. Terutama dalam konteks pembangunan megaproyek di Bali Selatan yang rawan bencana. Jokowi kembali diingatkan untuk segera mencabut Perpres 51/2014 sebagai wujud komitmen atas pernyataannya. Hal tersebut disampaikan dalam konfrensi pers Walhi bersama ForBALI di Jakarta, Selasa (13/8) kemarin. ForBALI pada 1 Agustus 2019 secara resmi mengirimkan Surat Terbuka; Desakan Penghentian Megaproyek di Kawasan Rawan Bencana Bali Selatan kepada Presiden. Pada pokoknya memaparkan tentang fakta yang menunjukkan Bali Selatan sebagai kawasan rawan bencana dan desakan pembatalan berbagai megaproyek di kawasan rawan bencana. Koordinator Divisi Politik ForBALI Suriadi Darmoko mengatakan, Teluk Benoa dan sekitarnya (Bali Selatan) merupakan area yang berhadapan langsung dengan zona megathrust di mana segmen Bali memiliki potensi gempa magnitudo maksimum 9,0. Dalam daftar desa kelas bahaya sedang dan tinggi tsunami yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Bali khususnya di Kecamatan Kuta Selatan, Kuta dan Denpasar Selatan terdapat 19 desa/kelurahan dalam kelas bahaya tinggi tsunami. Kawasan perairan Teluk Benoa dan sekitarnya juga rawan likuifaksi dengan skenario gempa bumi magnitudo 7,2 SR. Atas kondisi tersebut, seharusnya Presiden dengan tegas melakukan pencabutan Perpres 51/2014 dan mengembalikan posisi Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi. Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, menyebutkan seharusnya Presiden sadar, instruksi kepada BMKG juga termasuk untuk jajaran kementerian yang berada di bawahnya. Hal. 15 Cabut Perpres
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Selasa (13/8) kemarin, mengatakan saat melakukan penyelidikan, Briptu Hedar disergap oleh kelompok bersenjata dan diseret hingga ratusan meter. ‘’Dalam proses penyeretan itu Briptu Hedar melakukan perlawanan, saat itu mencoba untuk melarikan diri. Kemudian dilakukan penembakan dari belakang oleh kelompok tersebut,’’ tutur Dedi Prasetyo. Setelah menembak Briptu Heidar, kelompok bersenjata
itu kemudian meninggalkannya dan kembali ke hutan karena meyakini suara tembakan dapat didengar oleh aparat. Mengetahui terjadi penembakan, tim gabungan TNI/Polri melakukan proses evakuasi terhadap jenazah Briptu Hedar sekitar pukul 12.00 WIT. Almarhum telah diterbangkan ke Makassar untuk dimakamkan di daerah asalnya. ‘’Almarhum mendapatkan anugerah kenaikan pangkat luar biasa menjadi Brigpol dan jam 12 tadi diterbangkan menggunakan pesawat Sriwijaya dari Timika menuju
ke rumah duka di daerah Makassar untuk dimakamkan hari ini,’’ tutur Dedi Prasetyo. Hedar bersama rekannya, Bripka Alfonso Wakum, dihadang sekelompok warga di sekitar Kampung Mudidok, Kabupaten Puncak kemudian dibawa dan disandera di Kampung Usir. Alfonso yang mengendarai sepeda motor berhasil menyelamatkan diri sekaligus melaporkan peristiwa tersebut. Hal. 15 Sarat Prestasi
KPK Tetapkan Empat Tersangka Baru Kasus E-KTP Jakarta (Bali Post) – Kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) rupanya belum berhenti. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (13/8) kemarin resmi menetapkan empat tersangka baru. Kasus yang telah menyeret belasan nama termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto ini, merugikan negara hingga Rp 2 triliun lebih. Kasus ini juga sempat mengundang kehebohan saat penangkapan Setya Novanto hingga menyeret pengacaranya ke meja hijau dengan tuduhan menghalang-halangi penyelidikan KPK. ‘’Dalam perkembangan proses penyidikan dan setelah mencermati faktafakta yang muncul di persidangan hingga pertimbangan hakim, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup
tentang keterlibatan pihak lain dalam dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun 2011-2013 pada Kemendagri,’’ kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta. KPK kemudian meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan empat tersangka, yaitu anggota DPR-RI 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), Dirut Perum Percetakan Negara RI (PNRI) dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya (ISE), Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP atau PNS Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi (HSF), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulis Tannos (PLS). Untuk diketahui, Miriam juga merupakan terpidana kasus memberi-
Pro-Kontra Mengembalikan GBHN
kan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus e-KTP. Empat orang tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sebelumnya dalam kasus e-KTP itu, terdapat tujuh orang yang telah menjadi terpidana, yaitu mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto. Hal. 15 Kesaksian Palsu
Antara Presiden Mandataris MPR atau Mandataris Rakyat ’’GBHN itu bisa menjadi solusi namun soal kewenangan terkait yang berhubungannya dengan presiden, tidak boleh ada yang ditambah atau mengganggu keberadaan presiden.’’ Abdul Kadir Kardin Ketua DPP KB
Kongres V PDI-P menghasilkan salah satu keputusan penting yakni mengembalikan kewenangan MPR dalam menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Ini berarti jajaran PDI-P akan mengupayakan dilakukannya amandemen UUD 1945. Muncul pro dan kontra terkait wacana ini. Perubahan sistem ketatanegaraan menjadi hal yang perlu dipertimbangkan mengingat kini presiden adalah mandataris rakyat, bukan mandataris MPR. Pengamat dan peneliti politik dari Indopolling Wempy Hadir menilai usulan mengembalikan kewenangan MPR-RI dalam menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) diperlukan sebagai kompas bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan publik. ‘’GBHN itu kan garis besar haluan negara, ya. Nah haluan negara ini mesti ditetapkan kembali oleh MPR, sehingga menjadi acuan dalam pelaksanaan kekuasaan. GBHN itu juga
sebagai kompas bagi penguasa untuk melaksanakan kebijakan publik,’’ kata Wempy saat dihubungi di Jakarta, Selasa (13/8) kemarin. Selain itu, menurutnya, dengan adanya GBHN juga akan membantu presiden yang sedang bertugas maupun calon presiden di periode selanjutnya agar stay on track dalam menjalankan tugas dan wewenangnya untuk kemajuan bangsa. Hal. 15 Tidak Relevan
’’Nanti banyak perubahan yang rakyat juga belum tentu setuju. Contohnya presiden dipilih MPR lagi karena lembaga tertinggi. Kalau begitu lain soal lagi. Apa rakyat setuju diambil lagi haknya untuk memilih langsung?’’
Jusuf Kalla Wapres