terbit sejak 16 agustus 1948 perintis k. nadha
12 HALAMAN
HARGA LANGGANAN Rp 90.000 ECERAN Rp 4.000
NOMOR 140 TAHUN KE 72
Online:http://www.balipost.co.id http://www.balipost.com E-mail: balipost@indo.net.id Iklan/Redaksi/Sirkulasi (0361) 225764, 233801 Faksimile: 227418
Pengemban Pengamal Pancasila
senin umanis, 6 januari 2020
balipost http://facebook.com/balipost
@balipostcom http://twitter.com/balipostcom
@balipost_com http://instagram.com/balipostcom
Ambruk Diterjang Angin
Tinjau Proyek di Nusa Penida
Disambar Petir Rumah Terbakar
Hujan disertai angin kencang, Sabtu (4/1) lalu, menyebabkan gudang penyimpanan peralatan surfing di Desa Lalanglinggah, Selemadeg Barat, ambruk. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta meninjau proyek infrastruktur di Nusa Penida, Sabtu (4/1). Ini merupakan kegiatan khusus untuk melihat langsung keadaan infrastruktur yang ada di Nusa Penida. KLUNGKUNG | HAL. 7
Sebuah rumah di Banjar Dinas Sangambu, Tejakula terbakar. Kebakaran ini diduga dipicu sambaran petir. Pemilik rumah Ketut Darmana kehilangan perlengkapan rumah tangga dan barang berharga, hingga menelan kerugian Rp70 juta.
TABANAN | HAL. 5
BULELENG | HAL. 10
Pungutan Desa Adat
Perlu Regulasi Jelas dan Tegas
Pungutan oleh desa adat di Bali sempat dianggap sebagai pungutan liar (pungli) oleh pihak aparat hukum. Pascapenetapan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, pungutan oleh desa adat diberikan ruang legalitas dengan sejumlah persyaratan. Meski demikian, regulasi tertulis dan tegas tentang bolehnya desa adat melakukan pungutan perlu dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Tujuannya agar ada kesatuan pemahaman, baik dari pihak desa adat maupun pemerintahan, terutama aparat hukum.
P
erda Desa Adat telah diundangkan. Namun di tingkat akar rumput masih merasakan kegamangan dalam hal legalisasi pungutan desa adat. Hal ini disebabkan masih umumnya ketentuan yang diatur dalam perda yang diklaim memperkuat desa adat tersebut. Bendesa Adat Denpasar A.A. Ngurah Rai Sudarma, Jumat (3/1) mengungkapkan, diperbolehkannya pungutan desa adat akan membantu mewujudkan berdikarinya desa adat. Hal. 11 Hukum Nasional
Meringankan Beban Krama Jaga Budaya
Made Mawi Arnata BEBAN desa adat dalam menjalankan tanggung jawab religi dan tradisi budaya sangatlah berat. Penyelenggaraan ritual, pembangunan dan pemeliharaan fisik Pura Kahyangan Tiga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Di sisi lain kewajiban krama adat aktif dalam penyelenggaraan ritual seringkali menyita waktu hingga diakui atau tidak menghambat akses ekonomi dan kesempatan berusaha. Akibatnya krama mengalami tekanan secara ekonomi, sehingga pembiayaan kepentingan ritual di tingkat desa secara iuran menjadi makin
sulit diharapkan. Apabila ada dana hasil pungutan desa adat tentu sangat membantu meringankan beban krama Bali. Sejumlah desa adat yang membuat pararem melakukan pungutan mengakui bahwa dana yang dikumpulkan digunakan untuk pembangunan pura, penyelenggaraan piodalan bahkan santunan kematian. Mengharapkan dana-dana untuk keperluan tersebut dari pemerintah tentulah tidak selalu bisa dipenuhi. Kertadesa Desa Adat Sanur I.B. Alit Sudewa mengatakan, pendapatan dari retribusi masuk kawasan wisata Pantai Matahari Terbit, Sanur dipakai untuk pembangunan Desa Pakraman Sanur. Seperti untuk kepentingan upacara adat, pembangunan pura, hingga untuk santunan kematian. Pernyataan tersebut disampaikan saat 11 orang pecalang yang ditugaskan memungut retribusi di Pantai Matahari Terbit ditangkap Saber Pungli akhir tahun 2018 lalu. Bendesa Manukaya Let, Made Mawi Arnata, mengatakan pihaknya yang memiliki Pura Tirta Empul menyerahkan semua pengelolaan keuangan objek wisata mata air itu ke Pemda Gianyar. ‘’Semua diserahkan ke Pemda, kami hanya menerima 40 persen sesuai kerja sama. Itu saja tidak ada lagi yang lain,’’ katanya. Selama ini 40 persen dari pemasukan Pura Tirta Empul dominan digunakan untuk pembangunan pura, hingga untuk prosesi upacara di pura tersebut. ‘’Kami utamakan sekali setiap prosesi upacara di pura, kemudian pembangunan di pura. Jadi sarana kita utamakan, sementara masyarakat tidak lagi dibebani,’’ katanya. (kmb12/kmb35)
Ada Pengaduan Pasti Diproses PENGUATAN desa adat di Bali terus dilakukan. Selain diatur dalam perda yang telah diundangkan, Pemprov Bali juga membentuk Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali. I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra, Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat, menyatakan akan menjalankan misi penguatan kedudukan, tugas dan fungsi desa adat di Bali dari sisi perekonomiannya, kelembagaannya, termasuk awig-awig dan pararem. Bahkan, ia menyebutkan (BP, 3/1), desa adat boleh saja melakukan pungutan terkait bagian dari desa adat itu yang memang dimanfaatkan masyarakat umum. Namun, harus memiliki dasar hukum yang jelas seperti pararem. Kemudian, petugas yang memungut juga harus dilengkapi dengan surat keputusan dan surat tugas yang jelas. Lalu bagaimana tanggapan aparat Polda Bali terkait hal tersebut? Polda Bali berharap penetapan aturan terkait pungutan oleh desa adat harus berpedoman dan tidak menyimpang dari hukum positif. ‘’Kalau pungutan itu masuk ke ranah pemerintah itu termasuk korupsi lho. Bukan pungli kayak pemerasan. Ka-
lau pemerasan jelas ditangani Ditreskrimum dan melanggar Pasal 368 KUHP. Tapi kalau dilakukan institusi pemerintah itu gratifikasi masuk lingkup korupsi,’’ tegas Direktur Reskrimum Polda Bali Kombes Pol. Andi Fairan, Sabtu (4/1), saat ditemui di Lapangan Brimob, Tohpati, Denpasar Timur. Ia menyatakan sangat menghormati hukum lokal. Jika hukum lokal diterima masyarakat, pihaknya pasti menghormatinya. ‘’Tapi kalau ada yang komplain dan pengelolaannya tidak benar, ada indikasi penggunaan yang tidak sesuai ketentuan dan itu nanti ada peritiswa pidana di sana, nanti saya akan masuk (proses hukum). Saya kan selaku penegak hukum,’’ ungkapnya. Kombes Andi kembali menegaskan kalau nanti dalam pengelolaan hasil pungutan tersebut terjadi hal-hal tidak sesuai peruntukannya, berpotensi merugikan masyarakat, dan ada pengaduan, pasti pihaknya memproses sesuai prosedur. Sebelumnya, Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra mengatakan akan menjalankan misi penguatan kedudukan, tugas dan fungsi desa adat di Bali dari sisi
perekonomiannya, kelembagaannya, termasuk awig-awig dan pararem. Sebagai langkah awal, lanjut Kartika, akan dilakukan konsolidasi dengan desa adat. Kemudian mensinergikan desa dan desa adat untuk membangun Bali sesuai visi ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’. Menurut Kartika, desa adat boleh saja melakukan pung-
utan terkait bagian dari desa adat itu yang memang dimanfaatkan masyarakat umum. Namun, harus memiliki dasar hukum yang jelas seperti pararem. Kemudian, petugas yang memungut juga harus dilengkapi dengan surat keputusan dan surat tugas yang jelas. ‘’Kalau itu sudah ada, apa pun yang dilakukan oleh desa adat itu sah, boleh,’’ jelasnya. (kmb36)
Pascanelayan China Masuk Natuna Harian Bisnis Bali LPD Diyakini Bisa Bertumbuh
TNI Kerahkan Enam KRI Usir Nelayan
Beberapa tahun terakhir, lembaga keuangan dihadapkan dengan persoalan ekonomi lesu, tidak terkecuali Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Namun LPD pada 2020 dipastikan tetap bertumbuh. Apa yang mendasarinya? www.bisnisbali.com
Harian DENPOST
Balita Kelainan Tempurung Kepala Ni Kadek Dwi Anggraini (1,5) sejak baru lahir mengalami kelainan pada tempurung kepala. Jika menangis, matanya melotot.
www.denpostnews.com
Bali Post/ant
SIAGA TEMPUR - KRI Teuku Umar-385 usai mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI-AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1).
Tanjungpinang (Bali Post) – Sejumlah nelayan China menangkap ikan di perairan Natuna. Selain menggunakan pukat harimau, mereka juga dikawal kapal penjaga pantai. Untuk membersihkan kawasan itu dari nelayan asing, kini TNI telah menggelar operasi dengan mengerahkan dua kapal perang. Hari ini akan ditambah lagi empat kapal perang. Waktu operasi tidak terbatas, sampai nelayan tersebut keluar dari Natuna. Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksamana Madya TNI Yudo Margono
menyatakan kapal nelayan China menangkap ikan dengan menggunakan pukat harimau yang ditarik dua kapal di laut Natuna, Kepulauan Riau. ‘’Berdasarkan pantauan kami dari udara, mereka memang nelayan China yang menggunakan pukat harimau,’’ kata Pangkogabwilhan I dalam konferensi pers di Pangkalan Udara TNI-AL, di Tanjungpinang, Kepri, Minggu (5/1) kemarin. Ia mengemukakan, pukat harimau di Indonesia dilarang oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun
2015. Terakhir kali nelayan China menggunakan pukat harimau di laut Natuna sekitar tahun 2016 silam, di mana saat itu TNI menangkap dua kapal negara asing tersebut. Sejak penangkapkan itu, lanjutnya, tak ada lagi nelayan China yang berani menangkap ikan di Natuna. Namun, sekarang mereka datang kembali menjarah potensi laut Indonesia. ‘’Bahkan aktivitas nelayan mereka kini didampingi dua kapal penjaga pantai (coast guard) dan satu pengawas perikanan China,’’ ucapnya. Hal. 11 Upaya Persuasif