Bali Post
SEJAK 1948
PERDA DESA ADAT, MENGAYOMI PENGAWAL BUDAYA BALI ’’Saya berharap penjabaran atas perda ini benar-benar bermuara pada terayominya krama pengawal budaya Bali. Krama Bali tak lagi harus ke sana-ke mari membawa proposal untuk memohon dukungan pelestarian budaya. Tanggung jawab ini harus diambil alih oleh Negara, sehingga anggaran pengawalan budaya tak lagi menjadi beban warga adat.’’ Prof. Ngurah Sudiana Rektor IHDN
’’Harapan kami dengan Perda Desa Adat ini dapat menciptakan kehidupan masyarakat adat Shanti lan Jagadhita dan perda ini mudah-mudahan dapat terlaksana dengan baik.’’ I Gusti Ngurah Nyoman Yasa Bendesa Adat Bona
HARAPAN Gubernur Bali Wayan Koster agar negara hadir dalam pelestarian dan pengawalan budaya Bali kini mendapatkan saluran. Pada Bali era baru -- dengan visi ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’ -- harapan itu terbuka lebar dengan ditetapkannya Perda Desa Adat. Perda yang sarat spirit menuju ajeg Bali ini diapresiasi sebagai bentuk pengayoman terhadap pelestarian budaya dan tradisi Bali. Berbagai kalangan mengapresiasi langkah Gubenur Wayan Koster dalam membuat regulasi untuk menjaga adat Bali. Regulasi ini merupakan hal mutlak yang harus dirumuskan sebagai bentuk kepekaan dan jawaban terhadap tantangan dan permasalahan Bali ke depan. ‘’Perda Desa Adat pada Bali era baru ini saya nilai sangat relevan untuk menjawab dinamika Bali. Perda ini juga akan menjadi regulasi bagi Bali untuk melakukan perjuangan ke pusat agar negara hadir dan bertanggung jawab dalam menjaga budaya Bali,’’ ujar Rektor IHDN Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.S., Kamis (4/4) kemarin. Dikatakannya, budaya Bali yang tumbuh dan berkembang di desa adat hanya menjadi objek eksploitasi dan menghidupi banyak orang. Pariwisata Bali juga tumbuh dan berkembang karena kesetiaan pengawal budaya Bali, dalam hal ini umat Hindu menjaga tradisi, adat serta menjaga harmonisasi kehidupan dengan alamnya. Bahkan beban pengawalan dan pewarisan budaya yang sedemikian besar juga ditanggung umat Hindu dengan
ikhlas dengan spirit ngayah. Dengan lahirnya perda ini mudahmudahan beban anggaran dan tenaga itu dapat ditekan, bahkan diminimalkan. ‘’Saya berharap penjabaran atas perda ini benarbenar bermuara pada terayominya krama pengawal budaya Bali. Krama Bali tak lagi harus ke-sana-ke mari membawa proposal untuk memohon dukungan pelestarian budaya. Tanggung jawab ini harus diambil alih oleh Negara, sehingga anggaran pengawalan budaya tak lagi menjadi beban warga adat,’’ tegasnya. Untuk itulah, ia berharap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus gencar melakukan sosialisasi dan komunikasi dengan semua elemen untuk menyatukan persepsi. Ketentuan regulasi dalam perda hendaknya sampai dan dipahami krama Bali. ‘’Semua elemen di Bali hendaknya bergerak menuju keharmonisan. Bersatu menjaga Bali adalah hal mutlak yang harus dijabarkan,’’ ujarnya. Selebihnya, ia mengatakan sangat mendukung harapan Gubenur Bali Wayan Koster saat Presiden Jokowi bertatap muka dengan masyarakat Bali
di Taman Budaya. Pada Bali era baru ini, setidaknya kontribusi dan tanggung jawan negara lewat pemerintah daerah dalam pengawalan budaya hendaknya jelas, terencana dan efektif untuk melindungi peradaban Bali. Jika ini bisa dijabarkan maka sangat pantas diyakini Bali bisa menjadi pusat peradaban dunia dari sembilan penjuru mana angin. Konsep Padma Bhuana yang dirujuk Gubenur Wayan Koster dalam konteks ini juga relevan, mengingat Bali memang pusat peradaban dunia dengan terjaganya harmonisasi dalam konsep Tri Hita Karana. Hal serupa juga disampaikan Bendesa Adat Bona I Gusti Ngurah Nyoman Yasa. Perda Desa Adat ini diharapkan menjadi titi pengancan dalam memperkuat eksistensi desa adat di Bali. Walaupun ia mengaku belum detail mengetahui isi Peraturan Daerah tentang Desa Adat tersebut, namun secara umum sangat mengapresiasi kehadiran Perda Desa Adat. Perda tersebut lebih memperkuat lagi keberadaan desa adat secara hokum, sehingga otonomi desa adat jelas. ‘’Dengan adanya ke-
tentuan ini nantinya akan lebih terlihat transparan dari desa adat,’’ katanya. Ditambahkannya, dengan adanya Perda Desa Adat, pengelolaan maupun manajemen desa adat akan lebih profesional. Salah satunya dengan adanya bantuan staf untuk bendesa dan prajuru dalam mengelola keuangan maupun administrasi berkenaan dengan desa adat, sehingga nantinya bendesa maupun prajuru adat akan lebih dipermudah. ‘’Harapan kami dengan Perda Desa Adat ini dapat menciptakan kehidupan masyarakat adat Shanti lan Jagadhita dan perda ini mudahmudahan dapat terlaksana dengan baik,’’ katanya. Ketua Majelis Alit Desa Pakraman Kecamatan Gianyar (MDA Tingkat Kecamatan Gianyar) I Ketut Maruta, S.E. juga mengapresiasi keberadaan Perda tentang Desa Adat yang baru disahkan oleh DPRD Provinsi Bali. Perda ini menjadi harapan agar ke depan desa adat di Bali tetap hidup dan berkembang. Hal. 15 Secara Khusus
Anggaran Pembangunan Rp 829 Miliar
Bendungan Sidan Diproyeksikan Hasilkan Air Baku dan Listrik
Mangupura (Bali Post) Pembangunan Bendungan Sidan di Kabupaten Badung, Bangli, dan Gianyar akhirnya dimulai dengan acara ground breaking yang dilakukan Kamis (4/4) kemarin. Ground breaking dihadiri Gubernur Bali Wayan Koster, Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Hari Suprayogi dan Kepala Balai Wilayah Sungai Bali-Penida Airlangga Mardjono. Dengan anggaran mencapai Rp 829 miliar lebih, Bendungan Sidan digadanggadang dapat mengatasi masalah defisit air di wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan). Kepala Balai Wilayah Sungai Bali-Penida Airlangga Mardjono mengatakan, kebutuhan air baku di Sarbagita pada 2018 sebesar 10,02 meter kubik per detik. Sedangkan kapasitas produksi eksisting air baku hanya 4,27 meter kubik per detik. Itu artinya, ada defisit sebesar 5,75 meter kubik per detik, sehingga Sarbagita memerlukan sumber air baku baru. ‘’Pembangunan Bendungan Sidan ini dapat menjadi salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan air, khususnya di kawasan Sarbagita,’’ ujarnya. Airlangga menambahkan, Bendungan Sidan dibangun dengan ketinggian 68 meter dengan kapasitas 3,82 juta meter kubik. Manfaatnya
antara lain menyediakan air baku sebesar 1.750 liter per detik untuk daerah layanan Sarbagita. Kemudian ada potensi pembangkit tenaga listrik sebesar 0,65 MW, pengembangan pariwisata, perikanan tangkap dan konservasi sumber daya air. Bendungan Sidan akan dibangun di DAS Tukad Ayung, yang lokasi tapak bendungan dan genangan berada di Desa Sidan Kecamatan Petang Kabupaten Badung, Desa Buahan Kaja Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, serta Desa Bunutin, Desa Mengani, dan Desa Langgahan di Kecamatan Kintamani, Bangli. Total rencana pembebasan lahan mencapai 82,73 hektar yang terdiri dari 168 bidang. Anggaran untuk konstruksi dan supervisi dialokasikan dari APBN dengan sistem multi-years sejak 2018 hingga 2021. Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Hari Suprayogi mengatakan, sampai saat ini sudah ada enam bendungan yang dibangun dan sudah beroperasi di Bali dengan total kapasitas tampung hampir 27 meter kubik per detik. Selain Bendungan Sidan, juga tengah dilakukan pembangunan Bendungan Tamblang di Buleleng. Dengan demikian, nantinya akan ada delapan bendungan di
Bali. Pembangunan Bendungan Sidan telah melalui studi kelayakan, baik secara teknis, sosial, lingkungan maupun ekonomi. Bendungan ini bahkan bisa dimanfaatkan untuk mitigasi bencana banjir. ‘’Pada saat hujan puncak kan kita tampung dulu, kita lepas setelah hilirnya surut. Semua bendungan kita memang multifungsi,’’ ujarnya. Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, Bali memang pulau kecil dan memiliki banyak sumber mata air. Namun selalu saja ada jeritan masyarakat yang kesulitan mendapatkan air. Dengan adanya pembangunan Bendungan Sidan, pihaknya meyakini permasalahan air di Bali akan bisa diatasi secara bertahap. Pembangunan bendungan harus dilakukan secara bersinergi antara Kementerian PUPR dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, terutama dalam penyediaan lahan. ‘’Ke depan pembangunan bendungan akan terus dibutuhkan di Bali, mengingat kebutuhan air terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk irigasi, penyediaan air baku, serta untuk penunjang kawasan-kawasan strategis seperti kawasan pariwisata,’’ ucapnya. Hal. 15 Pengelolaan Air
BENDUNGAN - Gubernur Wayan Koster mengamati maket Bendungan Sidan, Kamis (4/4) kemarin.
Bali Post/rin
Gunung Agung Erupsi Lava Pijar Terlontar 2 Km
Bali Post/kmb41
BERSIHKAN ABU - Warga Besakih saat membersihkan abu vulkanik di tanaman bunganya akibat erupsi Gunung Agung, Kamis (4/4) dini hari.
Amlapura (Bali Post) Hanya tenang beberapa hari, Gunung Agung kembali erupsi, Kamis (4/4) dini hari. Erupsi yang terjadi kali ini cukup besar. Selain terdengar suara gemuruh dan dentuman dari lokasi sangat jauh, erupsi juga melontarkan material lava pijar sejauh dua kilometer ke segala arah. Karena erupsi tersebut mengakibatkan sejumlah wilayah di Bumi Lahar itu terpapar hujan abu vulkanik dengan intensitas tebal. Kepala Pos Pantau Rendang I Dewa Made Mertayasa mengatakan, Gunung Agung memang kembali erupsi. Erupsi yang terjadi pukul 01.31 Wita memang lumayan besar. Kepulan kolom abu mencapai ketingkian 2.000 meter dari puncak kawah. ‘’Suara gemuruh dan dentuman terdengar hingga Pos Pantau Rendang.
Kolom abu teramati berwarna kelabu. Intensitasnya tebal condong mengarah ke arah barat. Erupsi itu terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi ± 3 menit 37 detik. Juga teramati lontaran batu/lava pijar menjangkau jarak radius sejauh 2.000 meter dari kawah ke segala arah,’’ ujarnya. Dewa Mertayasa menambahkan, akibat erupsi itu, sejumlah wilayah di sebelah barat Karangasem seperti Desa Besakih, Pempatan dan sekitarnya terpapar hujan abu vulkanik dengan intensitas tebal. Menurutnya, hujan abu itu turun wajar, apabila Gunung Agung erupsi. Sebab, material abu yang ada di kawah itu terbawa asap yang membubung tinggi sesuai arah angin. Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pengamatan Gunung Api
Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana mengungkapkan, letusan strombolian itu terjadi disebabkan tekanan gas magmatik di dalam Gunung Agung cukup besar. Erupsi selama ini sifatnya strombolian. Hanya, erupsi dini hari tadi (Kamis - red) merupakan erupsi strombolian paling besar selama 2019. ‘’Namun letusan tadi termasuk letusan eksplosif rendah. Radius bahaya lontaran masih empat kilometer. Sampai saat ini status masih level III (Siaga - red) dan VONA masih warna orange. Itu artinya belum mengganggu aktivitas penerbangan di Bandara Internasional Ngurah Rai,’’ kata Devy. Salah seorang warga di Banjar Batu Madeg Besakih, Ni Nengah Genek, mengungkapkan di rumahnya terjadi
hujan abu sangat tebal. Tanaman yang ada dan genteng dipenuhi abu vulkanik. ‘’Abunya sangat tebal menempel di tanaman, halaman dan atap. Pagi-pagi abunya sudah saya bersihkan. Kalau tidak dibersihkan baunya seperti belerang,’’ ujarnya. Kendati Gunung Agung kembali erupsi, umat Hindu tetap membeludak tangkil sembahyang ke Pura Agung Besakih. Ketua Panitia Karya Besakih Jro Mangku Widiartha mengatakan, pasca-erupsi Gunung Agung, aktivitas warga Besakih berjalan normal. Termasuk para pamedek yang tangkil melakukan persembahyangan juga tetap ramai. Hanya saat Gunung Agung erupsi, warga Besakih termasuk pamedek kaget mendengar suara gemuruh dan dentuman di Gunung Agung. (kmb41)