Edisi 01 September 2011 | Balipost.com

Page 12

BALI UTARA

12

Kamis Paing, 1 September 2011

SOSOK

Di Pangkungparuk

Dua Ember Air untuk Sekeluarga

Tanam Cabai dan Kacang PENGELOLAAN lahan perkebunan milik Pemkab Buleleng yang dinilai tak maksimal oleh sejumlah kalangan, membuat jajaran direksi Perusahan Daerah (PD) Suwatantra jengah. Direksi terus memutar otak untuk mengelola lahan yang tidak produktif milik PD tersebut. Salah satunya, dengan melakukan budi daya tanaman cabai dan kacang yang masa panennya relatif pendek dibandingkan kopi dan cengkeh. Direktur PD Swatantra, Drs. Nengah Gelgel, P.Pd. BP/dok mengatakan, pihaknya kini telah bekerja sama dengan investor lokal untuk mengelola lahan perkebunan di Desa Sanggalangit Kecamatan Gerokgak. Dari kerja sama ini, direksi memperkirakan akan mendapat penghasilan yang lumayan besar. “Tanah yang kami kerja samakan dengan investor cocok untuk tanaman yang bisa dipanen dalam jangka pendek maupun tanaman musiman,” katanya. Mantan calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini menambahkan, investor lokal ini akan mengelola 3 hektar dari 5,26 hektar lahan di Desa Sanggalangit. Tanah seluas itu akan ditanami cabai dan kacang-kacangan lima ribu tanaman. Selain itu, investor juga mengembangkan kayu sengon sebagai tanaman yang ditarget menghasilkan lebih banyak dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Jika ini berhasil, investor akan menyerahkan 30 persen hasil panennya kepada PD Swatantra. “Untuk tanaman yang dipanen dalam jangka waktu pendek, kami mendapat kompensasi Rp 250 juta per tahun selama lima tahun. Sedangkan untuk tanaman musiman, investor menyerahkan keuntungannya per tahun Rp 50 juta. Ini baru estimasi kami bersama investor. Sebab, kerja sama kami di bidang pekerbunan hasilnya sangat tergantung kondisi alam dan sewaktu-waktu bisa saja prediksinya meleset,” jelas Gelgel. (kmb)

”Pecalang” Jaga Salat Idul Fitri RIBUAN umat Islam di Buleleng dengan khusyuk mengikuti Salat Idul Fitri 1432 Hijriah yang dipusatkan di lapangan umum Taman Kota Singaraja, Rabu (31/8) kemarin. Yang menarik, selain dijaga aparat gabungan Polres Buleleng dan Polsektif Kota Singaraja, pengamanan juga melibatkan pecalang dari Banjar Adat Banjar Jawa Kecamatan Buleleng. Pantauan Bali Post kemarin, sejak pagi umat Islam di kota dan sejumlah desa yang warganya beragama Islam mendatangi lapangan Taman Kota Singaraja dengan mengendarai angkutan umum, mobil pribadi, dan sepeda motor. Ruas Jalan Pramuka dan Jalan Ngurah Rai pun mengalami kemacetan karena badan jalan difungsikan untuk parkir kendaraan. Klian Pecalang Banjar Adat Banjar Jawa, Putu Suci Ardana, menegaskan pengamanan Salat Idul Fitri oleh pecalang merupakan permintaan dari pihak panitia. Permohonannya pun dilakukan dengan bersurat resmi ditujukan ke Kelurahan Banjar Jawa. Pengamanan oleh pecalang ini juga sebagai bentuk toleransi umat beragama dalam merayakan hari raya besar. Salat yang mengikuti keputusan pemerintah dengan menetapkan Idul Fitri jatuh pada Rabu (31/8) kemarin itu, dipimpin oleh Imam Ustad M. Badri dan sebagai Kotib Ustad Agus Annu Rahman. Di tengah terik matahari, umat Muslim ini tetap bertahan mengikuti kotbah. Pelaksanaan Salat Idul Fitri ini membawa berkah bagi pengumpul koran bekas yang habis digunakan alas oleh umat Muslim pada saat salat. Koran bekas ini dikumpulkan anakanak dan orang dewasa yang menunggu sejak pagi. Menurut Nyoman Sari, seorang pengumpul koran bekas asal Kampung Anyar, Singaraja, koran bekas mudah dijual kepada pengusaha barang-barang bekas di Singaraja. Harga koran bekas ini cukup lumayan, Rp 1.000 per kilogram. (ole/kmb)

Bali Post/kmb

PENGAMANAN - Pecalang dari Banjar Adat Banjar Jawa Kecamatan Buleleng melakukan pengamanan jalannya Salat Idul Fitri 1432 Hijriah di lapangan umum Taman Kota Singaraja, Rabu (31/8) kemarin.

Telepon Penting Pemkab Buleleng SMS Pengaduan DPRD Buleleng Polres Buleleng Polsek Tejakula Polsek Kubutambahan Polsek Sawan Polsek Singaraja Polsek Sukasada Polsek Banjar Polsek Seririt Polsek Busungbiu Polsek Gerokgak KP3 Celukan Bawang Pospol Wisata Lovina Pospol Pancasari Siaga Reskrim Siaga Intel Siaga Lantas Pemadam Kebakaran RSUD Buleleng RS Kerta Usada RS Santhi Graha Seririt RS Parama Sidhi

21985 3477 22713 22510, 21841 28541 23012 24900 22566 25791 93347 92450 92126 92999 92842 41010 25755 27511 29973 22531 21113 22046 26278 94554, 94549 29787

Bali Post/ole

BERKERUMUN - Warga di Desa Pengastulan berkerumun di jalan setelah terjadi keributan yang nyaris membuat dua kelompok warga bentrok fisik. Aparat kepolisian meminta warga menjauh dari perbatasan dusun untuk menghindari terjadinya keributan yang lebih besar.

Diduga karena Miras

Dua Kelompok Nyaris Bentrok Seririt (Bali Post) -

Dua kelompok warga dari Dusun Kauman dan Dusun Sari di Desa Pengastulan Kecamatan Seririt, nyaris bentrok fisik, Selasa (30/8) malam. Peristiwa itu diduga dipicu oleh aksi minum minuman keras (miras) yang dilakukan sekelompok pemuda yang kemudian menimbulkan kesalahpahaman dan meluas menjadi keributan antarkelompok warga. Keributan berawal dari aksi pelemparan terhadap sebuah rumah di Dusun Kauman oleh seseorang tak dikenal. Peristiwa itu kemudian dilaporkan ke seorang polisi yang kebetulan bertugas menjaga persiapan warga menggelar acara malam takbiran Idul Fitri. Namun, keributan kemudian meluas setelah seorang warga dari Dusun Kauman, MF, dianiaya oleh pemuda yang diduga mabuk ketika dia sedang melintas di Dusun Sari. Saat itu, MF sedang membonceng istri dan anaknya yang berusia 13 bulan. Peristiwa itu lantas memancing solidaritas warga lain. Sekelompok warga dari Dusun Kauman dan Dusun Sari keluar rumah. Untungnya, polisi yang sedang melakukan pengamanan malam takbiran dengan cepat datang ke lokasi setelah mendapat laporan tentang keributan tersebut. Polisi dengan cepat bisa mengendalikan situasi sehing-

ga bentrokan fisik antarkelompok warga bisa dihindari. Dua kelompok warga yang berkumpul berhasil dihalau aparat untuk menjauh dari perbatasan kedua dusun tersebut. Kabag Ops. Polres Buleleng Kompol Ida Bagus Wedana Jati, Rabu (31/8) kemarin, mengatakan keributan itu dipicu oleh minuman keras yang berimbas pada kesalahpahaman. Seorang berinisial A sudah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan penganiayaan terhadap MF. Wedana Jati menegaskan, bentrok yang terjadi di malam tersebut sama sekali tidak ada kaitan dengan takbiran yang dilakukan umat Islam di Pengastulan. “Kami tegaskan, kejadian ini murni masalah perorangan, tidak ada kaitannya dengan malam takbiran,” katanya. Sementara itu, Rabu kemarin, Salat Id yang dilaksanakan umat muslim di Masjid Jamik Ashalihin Desa Pen-

gastulan, berlangsung dengan damai dan khidmat. Acara itu dijaga ketat aparat kepolisian yang dipimpin langsung Kabag Ops. Polres Buleleng, Kompol Ida Bagus Wedana Jati. Sementara perbatasan Dusun Kauman dan Dusun Sari dijaga dua truk pasukan Dalmas Polres Buleleng untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya keributan susulan. Atas inisiatif pejabat Muspika, kedua belah pihak dari Dusun Kauman dan Dusun Sari dikumpulkan di Kantor Camat Seririt. Hasilnya, peristiwa kekerasan yang terjadi di malam Lebaran itu kasusnya tetap dilanjutkan ke jalur hukum. “Ini merupakan kasus antarindividu, bukan antardusun,” ujar Camat Seririt Putu Sweden didampingi Kapolsek Seririt Kompol I Nyoman Sumarajaya, Danramil Seririt, Kabag Ops. Kompol Wedana Jati dan Kasat Reskrim AKP Ketut Suarda, kemarin. (kmb15)

Singaraja (Bali Post) Kesulitan air bersih ternyata tak hanya dialami warga di Desa Pacung Kecamatan Tejakula, Buleleng. Persolaan yang sama dialami warga di Dusun Laba Sari Desa Pangkungparuk Kecamatan Seririt. Saking sulitnya, setiap hari warga hanya mendapat bagian air dua ember untuk setiap keluarga. Sehari-hari, warga di tempat ini mengandalkan pasokan air bersih dari sumber air di Pura Yeh Selem, Pangkungparuk. Debit air yang kecil membuat kebutuhan air minum warga tidak terpenuhi. Pada musim hujan, warga masih bisa menampung air hujan. Namun jika musim kering, mereka harus rela membatasi pemakaian air karena setiap hari hanya mendapat jatah dua ember air. Air yang sedikit itu hanya dipakai untuk keperluan di dapur. Klian Dusun (Kadus) Laba Sari, Wayan Suladra, Rabu (31/ 8) kemarin, menuturkan sejak dahulu, pasokan air minum diambil dari sumber air di Pura Yeh Selem sekitar tujuh kilometer dari pusat desa. Dari sumber air ini, warga hanya membangun jaringan pipa untuk beberapa titik keran umum di tempat umum dan tepi jalan.

Hingga kini, warga belum mampu membangun jaringan pipa ke rumah-rumah. Pada saat musim kering seperti sekarang ini, pemakaian air pun dilakukan dengan cara bergiliran. Untuk di Dusun Laba Sari, warga mendapat pasokan air pada pagi hari mulai dari pukul 06.00 wita hingga 07.00 wita. “Dalam kesempatan terbatas itu, warga kami paling hanya dapat menampung air dua ember,” katanya. Suladra menambahkan selain debit air yang kecil, permasalahan lain adalah kecilnya pipa untuk mendistribusikan air ke permukiman warga. Saat ini ukuran pipanya hanya dua dim. Mengatasi masalah ini, sebenarnya bisa diupayakan dengan menambah ukuran pipa lagi satu dim. Dengan ukuran pipa yang lebih besar, paling tidak warga lebih banyak bisa menampung air. Sayangnya, rencana untuk menambah ukuran pipa itu terganjal karena warga tidak mampu mengeluarkan biaya. “Jangankan urunan untuk menambah pipa, untuk beli beras saja warga kami masih banyak yang kesusahan. Satusatunya yang kami harapkan adalah bantuan pemerintah untuk menambah ukuran pipa,” katanya. (kmb/kmb15)

Kakek Tewas di Bawah Pohon Singaraja (Bali Post) Warga di pesisir pantai Desa Anturan Kecamatan Buleleng, tepatnya di sebelah utara Pasar Ikan Anturan, digemparkan dengan penemuan sesosok mayat tertelungkup di bawah pohon, Selasa (30/8) lalu. Sosok mayat itu kemudian dikenal bernama Dewa Aji Mester (65), warga Banjar Anyar Desa Anturan Kecamatan Buleleng. Diduga, korban tewas karena terserang penyakit jantung. Informasi yang dikumpulkan menyebutkan, sebelum kejadian, korban menemui istri pertamanya di rumahnya di pinggir pantai. Setelah menikmati kopi, korban kemudian pergi ke kebun milik majikannya, tepat di sebelah utara Pasar Ikan Anturan. Sepeda motor korban diparkir di pinggir jalan, sementara korban menyabit rumput di kebun milik majikannya yang bernama Pak Bil. Sekitar pukul 10.00 wita, seorang warga tanpa sengaja melihat korban sedang tertelungkup dan mirip orang sedang tertidur di bawah pohon. Warga yang hendak membeli tanah di Anturan ini kemudian melaporkannya kepada Klian Desa Adat Anturan, Ketut Wedra. Dia ke-

mudian mendekati korban dan alangkah terkejutnya karena ternyata korban sudah tidak bernapas, sementara sabitnya menancap di pohon. “Saya kira korban tertidur. Namun setelah saya amati, ternyata sudah meninggal dunia,” tutur Ketut Wedra. Informasi tewasnya korban, langsung menyebar dan warga medatangi lokasi kejadian. Warga hanya melihat dari kejauhan sambil menunggu pihak keluarga. Beberapa saat kemudian, keluarga korban datang dan langsung mengambil mayat korban dibantu aparat dari Polisi Air (Pol. Air) Desa Anturan. Mayat korban sempat diperiksa di Rumah Sakit Parama Sidhi, Singaraja. Dari keterangan medis, korban meninggal dunia karena sakit jantungnya kambuh. Kabag Ops. Polres Buleleng Kompol Ida Bagus Wedana Jati ketika dimintai konfirmasi, membenarkan adanya penemuan mayat di Anturan. Dari hasil penyelidikan, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban. Dengan hasil ini, polisi menyatakan korban meninggal akibat serangan penyakit jantung. (kmb)

Gagal Panen, Petani Gali Pasir Laut Beberapa Ditangkap Polisi Tejakula (Bali Post) Akibat gagal panen, sejumlah petani di Dusun Bulakan Desa Tembok Kecamatan Tejakula, Buleleng, terpaksa nyambi dengan bekerja menggali pasir laut secara liar di pantai desa itu. Buntutnya, beberapa petani itu ditangkap oleh petugas patroli Polsek Tejakula, Selasa (30/8) lalu. Kapolsek Tejakula AKP Hendrik P.B. seizin Kapolres AKBP T. Widodo Rahino, Rabu (31/8) kemarin, membenarkan pihaknya menangkap sejumlah warga yang menjadi penggali pasir secara liar di pantai Desa Tembok. Sejak seminggu digali, polisi mengamankan sekitar 18 tumpukan pasir. Barang bukti tersebut langsung dipasangi garis polisi. Warga yang ditangkap untuk sementara hanya diberikan peringatan dan pembinaan agar tak mengulanginya. “Warga yang tertangkap tangan juga kami kenakan wajib lapor,” ujarnya.

Menurut beberapa warga pesisir yang melakukan penggalian liar, mereka terpaksa melakukan penggalian untuk menyambung hidup. Selama ini, mereka mengaku hidup hanya dari hasil pertanian termasuk mencari ikan. “Namun karena belakangan ini gagal panen, tangkapan ikan juga tak bagus, kami susah menymbung hidup sehingga terpaksa mengambil pekerjaan ini,” ujar warga setempat. Pasir yang digali sudah ada yang dijual ke Desa Pacung sekitar tiga mobil carry. Satu bak pasir laut laku seharga Rp 200 ribu. Selain dikenakan wajib lapor, penggali liar ini juga diwajibkan mengembalikan pasir yang terkumpul ke pesisir. Mereka diberikan tenggang waktu hingga tiga hari. “Warga kami minta agar mengembalikan pasir ke tempatnya. Aktivitas mereka tentunya akan kami awasi,” jelas Kapolsek. (kmb15)

Bali Post/ole

TUMPUKAN - Kapolsek Tejakula melihat tumpukan pasir hasil penggalian secara liar dari warga di Desa Tembok Kecamatan Tejakula. Pasir itu kini diminta untuk dikembalikan ke asalnya.

”Magibung” dan ”Mekele”

Tradisi Idul Fitri Warga Kampung Singaraja WARGA Kelurahan Kampung Singaraja Kecamatan Buleleng, memiliki tradisi cukup unik setiap merayakan Idul Fitri. Tradisi yang sudah turun-temurun ini dikenal dengan istilah makan nasi kapar (talam) atau dalam tradisi Bali dikenal dengan istilah magibung. Tradisi ini diikuti seluruh warga setelah menunaikan ibadah salat Idul Fitri. Tradisi unik ini selalu menarik perhatian wisatawan mancanegara yang tengah berlibur di Buleleng. Sebagaimana Rabu (31/8) kemarin, usai Salat Id, warga tua, muda di Kampung Singaraja berbaur menyantap hidangan nasi dengan lahap dan penuh sukacita. Tradisi magibung atau makan nasi kapar pada setiap perayaan Idul Fitri memang tidak pernah absen digelar oleh sekitar 300 kepala keluarga (KK) di kampung itu. Setiap KK warga menyuguhkan nasi lengkap dengan lauk-pauk. Nasi itu di-

Bali Post/kmb

Lurah Kampung Singaraja Agus Murzani hidangkan menggunakan kapar (talam) berukuran lebar. Hidangan nasi itu dikumpulkan di Masjid Nur Rahman. Warga mengeluarkan nasi lengkap dengan lauk-pauknya sehingga membuat ruangan masjid penuh dengan hidangan makanan.

Setelah semua warga berkumpul dan hidangan disiapkan, pemimpin umat yang dituakan kemudian memimpin salat bersama. Usai salat ini, warga tua, muda berbaur menyantap hidangan nasi dengan lahap dan penuh sukacita. Setelah puas makan bersama di masjid, sisa-sisa nasi itu kemudian dibagikan kepada warga yang tidak sempat mengikuti makan nasi kapar di masjid. Kendati makan nasi sisa, warga mempercayai itu sebagai berkat Tuhan. Kemeriahan menyambut Idul Fitri bagi warga Kampung Singaraja tidak sampai di situ. Dari halaman masjid, warga

kembali mengikuti prosesi yang dikenal dengan nama mekele atau berkeliling kampung yang diakhiri ziarah di temat pemakaman umum Kampung Singaraja. Uniknya, dalam posesi ini rombongan menyinggahi setiap rumah warga. Setiap rumah yang disinggahi wajib mengikuti rombongan dan berbaris pada rombongan terakhir. Lurah Kampung Singaraja, Agus Murzani, usai magibung, kemarin, menjelaskan makna tradisi makan nasi kapar (magibung) dan mekele tidak lain adalah ungkapan rasa syukur warga setelah sebulan berpuasa kemudian merayakan Idul

Usai Salat Id, warga tua, muda di Kampung Singaraja berbaur menyantap hidangan nasi dengan lahap dan penuh sukacita. Tradisi magibung atau makan nasi kapar pada setiap perayaan Idul Fitri memang tidak pernah absen digelar oleh sekitar 300 kepala keluarga (KK) di kampung itu.

Fitri dengan sukacita. Selain itu, maknyanya adalah menjaga tali silaturahmi sesama umat Muslim dan menjaga kebersamaan tanpa membedakan setatus sosial satu dengan yang lainya. “Tradisi ini kami terima dari leluhur kami dan tidak boleh ditinggalkan. Kami sebagai penerus memiliki kewajiban untuk meneruskan dan melestarikan, jangan sampai tradisi punah dimakan zaman,” tuturnya. Murzani menjelaskan satu lagi tradisi unik yang tidak pernah dilewatkan setiap merayakan Lebaran adalah makan ketupat massal atau dikenal dengan istilah Lebaran Ketupat. Tradisi ini digelar tujuh hari setelah Idul Fitri. Setiap KK membawa ketupat lengkap dengan lauk-pauknya. Makna tradisi ini, sebagai ungkapan warga seusai merayakan Idul Fitri. “Menutup perayaan Idul Fitri ini, warga makan ketupat bersama di areal masjid,” imbuhnya. (kmb)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.