No. 60 tahun V
8 Halaman
Selasa, 29 Maret 2011
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Bisnis Jakarta/ant
PENGUSAHA MALAYSIA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) menerima kunjungan pengusaha Malaysia, Group Executive Chairman Maju Holdings Sdn Bhd Tan Sri Abu Sahid Mohamed (tengah) yang didampingi anggota DPD Rahmat Shah (kiri) di Kantor Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Perbankan Dinilai
Hanya Pikirkan Profit
Dunia Tak Ingin
Harga Minyak Meroket JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menyatakan bahwa harga minyak dunia tidak mungkin mengalami kenaikan ekstrim hingga menembus 200 dolar AS per barel. “Tidak akan sampai 200 dolar AS karena kalau sampai setinggi itu semua aktivitas akan berhenti. Dunia juga tidak menginginkan harga setinggi itu,” kata Hatta Rajasa di Jakarta, kemarin. Ia menyebutkan, dunia akan menghadapi masalah termasuk bidang perekonomian jika harga minyak mencapai 200 dolar AS per barel. Menurut Hatta, hingga saat ini pemerintah masih bisa mengelola keuangan negara meskipun harga minyak dunia mengalami kenaikan hingga di atas asumsi harga minyak dalam APBN 2011. “Saat ini masih bisa kita manage, kita tertolong oleh kurs Rupiah yang menguat,” kata Hatta Rajasa. Pengamat perminyakan, Kurtubi mengatakan harga minyak mentah bisa mencapai 200 dolar AS per barel jika konflik di Timur Tengah meluas hingga ke Arab Saudi. “Jika Arab Saudi nasibnya sama dengan Libya, harga minyak dunia bisa mencapai 200 dolar AS per barel, jika tidak sampai ke Arab Saudi kira-kira hanya disekitar 95-125 dolar AS per barel,” katanya. Saat ini harga minyak di atas 100 dolar AS per barel, yang terutama disebabkan konflik di Libya dan Mesir. Negara Timur Tengah merupakan negara produsen minyak terbesar di mana sekitar 30 persen produksi minyak mentah dunia berasal dari negara-negara Timur Tengah. Hingga saat ini Arab Saudi memproduksi minyak mentah mencapai sembilan juta barel per hari, sedangkan Libya dalam keadaan normal mampu memproduksi minyak mentah sebanyak 1,6 juta barel per hari. Sementara itu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui konflik sosial politik di Timur Tengah mendorong kenaikan harga minyak dunia Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Bambang Brodjonegoro mengatakan, hal tersebut juga berpengaruh terhadap peningkatan harga minyak mentah dalam negeri (ICP), dari rata-rata 100,21 dolar AS per barel pada akhir Februari 2011 menjadi 104,48 dolar AS per barel pada pertengahan Maret 2011. “ICP sampai akhir Februari 100,21 dolar AS per barel, menjadi 104,48 dolar AS per barel pada pertengahan Maret. Tapi ini baru rata-rata dua hingga tiga bulan saja, yang akan dipakai pemerintah dalam asumsi APBNP adalah ratarata setahun. Perkiraan kami sekitar 90-100 dolar AS per barel selama setahun,” katanya. (ant)
KURS RUPIAH 8.500
8.722
8.710
9.000
8.721
9.500 22/3
23/3
24/3
JAKARTA - Bank Indonesia melihat bahwa keberatan perbankan atas kebijakan GWM-LDR disebabkan bankbank lebih memikirkan profit, padahal tambahan LDR yang diminta hanya merupakan penyesuaian sedikit dari kondisi yang ada sekarang ini. “Jadi extra effortnya tidak banyak. Keberatan mereka karena mereka tidak mau kehilangan opportunity cost yang hilang karena GWM dinaikkan. Padahal kenaikan GWM yang terkait dengan itu adalah untuk prudential measure penyerapan likuiditas. Jadi GWM LDR adalah upaya BI untuk ekspansi kredit sekaligus melakukan prudential measure untuk likuiditas,” kata Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A
Johansyah di Jakarta, kemarin. Difi mengakan hal itu menanggapi hasil Survei terbaru yang dilakukan PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia menunjukkan regulasi sebagai kendala utama industri perbankan, sehingga perbankan nasional tidak menerima sinyal yang jelas dari Bank Indonesia. Menurutnya, sejumlah kebijakannya di bidang perbankan justru positif bagi perkembangan perbankan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga seharusnya perbankan mendukung dan melaksanakan dengan baik kebijakan itu. “Kebijakan perbankan yang dikeluarkan BI positif bagi ekonomi nasional. Jadi apa ruginya bank,” kata Menurutnya, regulasi yang
dikeluarkan BI bertujuan untuk mendorong perbankan meningkatkan kreditnya karena selama ini perbankan lebih suka mencari untung di pasar uang dan melalaikan tugas intermediasi mengucurkan kredit. “Tanpa kebijakan BI ini, bank bank tidak akan jalan ekspansinya karena lebih suka main di pasar uang. Bank-bank kita sudah terlalu nyaman di comfort zone sehingga terganggu dengan adanya regulasi BI ini,” katanya. Difi mengatakan, regulasi perbankan yang dikeluarkan BI adalah untuk meningkatkan daya saing perbankan ke depan sebagai aset nasional yang dulu diselamatkan dengan biaya triliunan melalui obligasi rekap. “Kalau keberatan soal disuruh soal menyalurkan kred-
DPR Setujui SLA Rp 9,66 T JAKARTA - Komisi VII DPR menyetujui 31 proyek PT PLN, PT Pertamina, dan PT PGN Tbk yang didanai penerusan pinjaman atau “subsidiary loan agreement” pada tahun 2011 senilai Rp 9,66 triliun. Persetujuan tersebut diambil dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Darwin Saleh, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, Dirut Pertamina Karen Agustiawan, Dirut PLN Dahlan Iskan, dan Dirut PGN Hendi P Santoso di Jakarta, kemarin. Ketua Komisi VII DPR, Teuku Riefky Harsya mengatakan, dana SLA itu terdiri dari pinjaman yang sudah berjalan (on going) Rp5,085 triliun dan masih
dalam proses (pipeline) Rp4,575 triliun. “Persetujuan DPR ini dengan syarat sepanjang proyek SLA itu diaudit BPK dan pelaksanaannya sesuai aturan yang berlaku,” katanya. Menteri ESDM, Darwin Saleh, mengatakan, dana SLA Rp9,66 triliun itu dialokasikan ke PLN Rp9,559 triliun, Pertamina Rp30 miliar, dan PGN Rp71 miliar. Dana SLA PLN yang berupa on going senilai Rp5,014 triliun untuk 21 proyek dan pipeline Rp4,545 triliun untuk tujuh proyek. Sedangkan SLA Pertamina hanya berstatus pipeline Rp30 miliar untuk satu proyek dan PGN dengan status on going senilai Rp70 miliar untuk dua
proyek. Proyek SLA on going PLN yang mendapat pembiayaan terbesar pada 2011 adalah pembangunan PLTP Ulubelu 2x55 MW dari JICA senilai Rp734 miliar. Selanjutnya, pembangunan PLTA Peusangan 86,4 MW dialokasikan senilai Rp618 triliun, dan pembangunan PLTP Asahan Unit 3 154 MW sebesar Rp568 triliun. Sedangkan proyek pipeline PLN antara lain proyek transmisi Jawa-Sumatera Rp2,195 triliun, proyek PLTGU Muara Tawar Add-On Blok 2,3, 4 Rp786 miliar, proyek upper Cisokan pump storage Rp688 miliar, dan proyek peningkatan kinerja distribusi kelistrikan Jawa-Bali Rp644 miliar. (ant)
Pembelian Saham Newmont
Untuk Nilai Tambah JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pembelian saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara oleh pemerintah pusat sebesar 7 persen untuk memberikan nilai tambah dan tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan tambang tersebut. “Kita harus meyakinkan bahwa semua pemangku kepentingan itu mendukung penciptaan nilai dari Newmont bahkan kalau ada ‘governance’ yang tidak terjaga, kita akan berikan penekanan supaya ‘good governance’ terjaga di Newmont, jadi industri pertambangan berikan nilai tambah yang baik,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Ia menambahkan perusahaan tambang tersebut memiliki potensi untuk berkembang, apalagi saat ini iklim investasi di Indonesia yang sedang membaik. Menkeu mengharapkan rencana divestasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi industri pertambangan secara keseluruhan. “Potensi perluasan masih besar. Pemerintah rencananya akan berikan nilai tambah pada newmont karena kita harap dapat menjadi industri kebanggaan nasional jadi ‘public company’ kita ingin meyakini bahwa nanti formatnya sehat yang betul-betul cerminan kehadiran pemerintah pusat di investasi pertambangan,” ujar Menkeu.
Namun, walaupun pemerintah dipastikan untuk membeli divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara, masih dibutuhkan waktu untuk lebih mematangkan langkah pembelian tersebut. “Saya ingin menyampaikan bahwa pemerintah akan membeli saham Newmont, tetapi ada opsi yang perlu dimatangkan,” ujarnya. Ada kondisi yang harus dimatangkan antara lain mencakup aspek hukum, proses, dan aspek komersial lainnya. “Kita akan meyakinkan bahwa semua prinsip ‘good corporate governance’ (GCG), prinsip keuangan yang sehat akan selalu berjalan di Newmont,” katanya. (ant)
it sebaiknya bank bertanya untuk apa lisensi sebagai bank yang diberikan BI berdasarkan undang-undang,” katanya. Sementara, mengenai keberatan bank soal transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), Difi mengatakan itu disebabkan bank tidak mau transparan soal struktur biaya mereka. “Dalam beberapa kali pertemuan dengan bankir, mereka sudah paham tujuan dan teknis kebijakan ini,” katanya. Sebelumnya, Penasihat Teknis PwC Ashley Wood mengatakan bahwa salah satu aturan yang membingungkan bankir adalah pemberlakuan Giro Wajib Minimum-Loan to Deposit Ratio (GWM-LDR) yang memberi sinyal ganda. Di satu sisi, perbankan diminta menggenjot
kredit guna mengurangi ekses likuiditas, tapi Bank Indonesia juga menghukum perbankan dengan menaikkan GWM. Begitu juga kewajiban perbankan mengumumkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). Bankir menilai beleid ini sebagai campur tangan yang terlalu jauh oleh Bank Indonesia. Perbankan juga mengaku tidak mendapat informasi yang jelas mengenai kebijakan ini, misalnya tentang kapan SBDK harus diumumkan. Dari survei melalui kuesioner terhadap bankir di 40 bank nasional tahun lalu itu, sebanyak 26 persen bankir menganggap regulasi perbankan sebagai hambatan bisnis bank tahun 2011. Adapun 21 persen bankir lainnya mengeluhkan keterbatasan sumber daya manusia. (ant)
Pemerintah Diminta
Segera Putuskan Kebijakan BBM JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PPP, M Romahurmuziy meminta pemerintah segera memutuskan kebijakan terkait Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. “Kami menilai pemerintah tidak serius menyikapi perintah Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang APBN 2011 khususnya Pasal 7 terkait kebijakan BBM bersubsidi,” katanya di Jakarta, kemarin. Padahal, seluruh prasyarat bagi pemerintah melakukan kebijakan BBM sesuai UU APBN Pasal 7 sudah terpenuhi. Prasyarat itu adalah tiga bulan berturut-turut dalam tahun fiskal 2011, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sudah melebihi 10 persen asumsi APBN yang ditetapkan 80 dolar AS per barel dan akan cenderung tetap tinggi. Lalu, inflasi berada di titik terendah dan negara sekawasan sudah merespon dengan menaikkan harga BBM. “Jadi, jangan terlalu lama menggantung nasib kebijakan. Karena biaya kegamangan kebijakan sudah sangat besar, yakni melonjaknya biaya subsidi akibat spekulan,” katanya. Romy, panggilan Romahurmuziy, meminta Menko Perekonomian, Menteri ESDM, Menkeu, Menko Polhukam, dan Kepala BIN
duduk bersama menuntaskan persoalan tersebut. “Segera putuskan subsidi BBM yang terus membengkak, namun tetap salah sasaran ini,” katanya. Ia menyarankan, sejumlah kebijakan yang bisa menjadi pertimbangan untuk dilakukan secara bertahap. Pada April 2011, melakukan fiksasi subsidi per liter dan mengambangkan harga sesuai pasar internasional agar masyarakat mendapatkan pendidikan resiko atas fluktuasi ICP yang membebani APBN. Selanjutnya, pada Mei 2011, pemerintah bisa menaikkan harga premium dan solar bersubsidi secara terbatas antara Rp500Rp1.500 per liter. “Dan, Juli ini, terapkan pengendalian BBM secara terbatas di Jabodetabek dengan mewajibkan angkutan pribadi kecuali angkutan barang dengan tahun produksi 2005 ke atas hanya boleh menggunakan pertamax,” ujar Romy. Namun sebelumnya, pada April dilakukan uji coba pengaturan BBM dengan metoda yang selama ini sudah diwacanakan. Sebelumnya, Komisi VII DPR memahami keputusan pemerintah menunda pemberlakuan program pengaturan BBM bersubsidi yang sebelumnya direncanakan mulai April 2011. (ant)
Pemimpin Umum : Satria Naradha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Suja Adnyana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Hardianto, Ade Irawan, Bogor : Aris Basuki, Depok : Rina Ratna Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D. Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602, Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI
Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.