Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com
Senin, 15 Februari 2016
No. 30 tahun X
Pengemban Pengamal Pancasila
Rumah Teroris Digeledah KARAWANG - Densus 88 Mabes Polri menggeledah dua rumah di wilayah Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang diduga menjadi tempat tinggal terduga teroris, kemarin. Penggeledahan dilakukan di sebuah rumah di Blok DA 36 Perumahan BIP, Desa Cikampek Barat, Kecamatan Cikampek serta di sebuah rumah kontrakan, Dusun Jatirasa, RT 01/06, Desa Cikampek Timur, Kecamatan Cikampek, Karawang. ‘’Penggeledahan di Cikampek ini merupakan rangkaian penggeledahan dan penangkapan di Sumedang dan Ciamis,” kata Kapolres setempat AKBP AM Dicky Pastika Gading. Aparat kepolisian sudah mengidentifikasi rencana yang akan dilakukan sejumlah terduga teroris dengan sasaran
utama anggota TNI dan Polri. Penggeledahan itu juga bagian dari pengembangan kasus bom Sarinah, Jakarta. Dari hasil penggerebekan tersebut, polisi menangkap dua orang, keduanya masingmasing berinisial R dan M. Untuk barang bukti yang disita di antaranya gas gun, dokumen-dokumen propaganda, busur, sangkur, sim card dan lima unit sepeda motor. Selain itu, juga ditemukan sim card dan ijazah serta satu lembar poster tentang silsilah akhir zaman. Sejak peristiwa bom di Sarinah, Jakarta, aparat kepolisian mendapatkan kabar kalau sejumlah terduga teroris akan melakukan teror kepada anggota TNI dan Polri. ‘’Tapi rencana itu akhirnya kami gagalkan,’’ kata kapolres itu. (ant)
DPR Desak Menpan RB
Angkat Tenaga Honorer Suluh Indonesia/ant
TEROR LEGISLATIF - Peneliti CSIS J.Kristiadi (tengah) bersama Praktisi dan Akademisi FH Universitas Trisakti Fickar Hadjar (kiri) dan Mantan Polisi dan Akademisi FISIP UI Bambang Widodo Umar (kanan) menunjukkan replika bom sebelum diskusi tentang Revisi UU KPK di kantor ICW, Jakarta, kemarin.
UU KPK Direvisi
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Amran meminta Kemenpan RB untuk tetap mengangkat tenaga honorer kategori 2 secara bertahap sesuai hasil keputusan dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Menteri PAN-RB, Yuddy Chrisnandi pada September 2015. ‘’Kami minta pemerintah kembali pada kesepakatan tanggal 15 September 2015 untuk mengangkat (tenaga) honorer secara berangsur hingga tuntas,” kata Amran, di Jakarta, kemarin menyoal pupusnya peluang tenaga honorer K2 untuk diangkat
PNS karena berakhirnya PP Nomor 56 Tahun 2012. Menurut Amran, dalam raker tersebut telah disepakati bahwa persoalan tenaga honorer K2 akan diselesaikan yakni dengan diangkat menjadi CPNS secara bertahap. Kendati demikian Kemenpan RB membatalkan pengangkatan tenaga honorer K2 pada Januari 2016 karena tidak ada dasar hukum yang mengizinkan pengangkatan tenaga honorer secara langsung menjadi CPNS pasca diterbitkannya UU Aparatur Sipil Negara (ASN) serta berakhirnya masa berlaku PP 56 Tahun 2012.
Terkait tidak adanya payung hukum bagi pengangkatan tenaga honorer, pihaknya mendesak digelarnya rapat gabungan antara Komisi II DPR dengan Kemenpan RB, Kemenkumham dan Kemenkeu untuk menentukan payung hukum bagi pengangkatan tenaga honorer K2. ‘’Mari kita duduk bersama mencari solusi (payung hukum). Kalau soal anggaran, serahkan ke kami (DPR),” ujarnya. Selain itu, menurutnya, rapat tersebut juga untuk mengetahui secara rinci sektor yang masih membutuhkan tenaga dan jumlah CPNS yang dibutuhkan.
Selain itu, menurutnya, rapat tersebut juga untuk mengetahui rincian di sektor mana saja dan berapa jumlah CPNS dibutuhkan. ‘’Verifikasi kembali dari jumlah 439 ribu tenaga honorer K2, pasti ada tenaga honorer yang bodong. Kami minta validasi data. Lalu inventarisir daerah-daerah mana saja yang masih kekurangan (CPNS). Sehingga pengangkatan dilakukan berdasarkan kebutuhan,” katanya. Sementara Ketua Forum Honorer K2 Indonesia, Titi Purwaningsih mendesak pemerintah untuk menepati janjinya mengangkat honorer. (ant)
Partai Demokrat Minta Pemerintah Bersikap WAKIL Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mendesak pemerintah untuk segera mengambil sikap setelah menerima draf RUU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK inisiatif DPR. Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan lembaga nirlaba Populi Center di Jakarta, kemarin, Didi mengatakan, minggu depan dilakukan pemungutan suara, kalau hanya dua atau tiga partai yang menolak, drafnya akan sampai ke pemerintah. Dari situ pemerintah harus langsung mengambil sikap me-
nerima atau menolak. Dikatakannya, sikap tegas pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo merupakan kunci untuk meredakan polemik di masyarakat terkait rencana revisi UU KPK yang telah berlangsung sejak Juni 2015 itu. Sebagai salah satu fraksi
yang menolak revisi UU KPK selain Gerindra dan PKS, Demokrat menganggap pembuatan draf revisi UU KPK terkesan terburu-buru dan tanpa peninjauan mendalam oleh beberapa pihak yang kredibel seperti akademisi. ‘’Akademisi, pegiat antikorupsi, sampai masyarakat kecil harusnya diundang dalam audiensi tentang perlu tidaknya revisi UU KPK. Tetapi dalam proses revisi kali ini tidak ada langkah tersebut, karena itu Demokrat menolak,” kata dia. Selain itu, Partai Demokrat menganggap lima poin perubahan UU KPK yang telah dibahas oleh DPR justru menimbulkan masalah hukum yang akan melemahkan KPK. ‘’Kalau Presiden mencermati dengan baik (kekurangan dalam draf RUU KPK), dia cenderung akan menolak,” tutur Didi. Sebelumnya, Presiden Jokowi melalui Staf Khusus Bidang Komunikasi Presiden Johan Budi SP menyampaikan akan menolak tegas revisi UU KPK jika memperlemah lembaga antikorupsi tersebut. ‘’Kalau revisi dimaksudkan untuk memperlemah KPK, Presiden tegas, pemerintah akan menarik diri dari pembahasan revisi UU itu,” kata Johan. Ia menyebutkan revisi yang memperlemah KPK misalnya pembatasan atau pemangkasan kewenangan yang selama ini dimiliki KPK. Selain itu, Presiden Jokowi juga akan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang muncul belakangan ini terkait revisi UU KPK. ‘’Itu tentu akan menjadi bahan pertimbangan penetapan kebijakan Presiden setelah muncul reaksi dari publik mengenai revisi UU KPK,” kata Johan. (har)
Suluh Indonesia/ant
ATAP GERBANG TOL AMBRUK - Petugas memeriksa atap gardu tol yang ambruk di pintu Gardu Tol Cikunir 2, Bekasi, kemarin. Atap pintu gardu tol tersebut ambruk akibat diterjang hujan disertai angin kencang yang melanda wilayah Bekasi dan sekitarnya.
Uang Haram Berujung Penjara JAKARTA - Tertangkap tanganya kembali oknum pejabat MA oleh KPK, menjadi bukti bahwa masih banyak oknum pegawai MA bermain mata terhadap berbagai salinan putusan kasasi atau PK, untuk mengeruk pundi-pundi rupiah dari para pihak yang bersengketa. Atas tertangkap tangan oknum pejabat MA tersebut, KPK minta agar para oknum pegawai MA untuk tidak bermain-main kembali mencari ‘’uang haram” dari para pihak,
pasalnya KPK sudah lama mencium adanya praktikpraktik koruptif tersebut, dan tak segan-segan lagi akan menang-kap kembali oknum di lembaga yudikatif, jika masih berani memainkan putusan perkara. ‘’Salinan putusan jadi masalah dari dulu, baik pada tingkat Pengadilan Negeri,Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung, sehingga rawan dipermainkan. Oleh karena itu perlu segera ada perbaikan di tubuh MA,” pinta Wakil Ketua KPK Laode M
Syarief, ketika dikonfrimasi di Jakarta, kemarin. Sementara itu, terkait penyidikan kasus dugaan penyuapan tersebut, KPK terus mengembangkan dan meneliti perihal kaitan uang dalam koper yang ditemukan bersamaan uang Rp 400 juta yang diterima Kasubdit Pranata dan Tatalaksana Perdata Andri,apakah ada kaiatanya dengan pihak lain. uanguang lain sedang di dalami,” jelas Laode. Sebelumnya, KPK menang-kap tangan oknum pegawai MA atas nama Andri Tristianto Sutrisna, karena
kedapatan menerima uang suap sebesar Rp 400 juta dari Ichsan Suaidi, seorang terdakwa perkara kasus korupsi melalui pengacaranya Awang Lazuardi Embat. Atas praktis suap menyuap tersebut, ketiga ditetapakn tersangka setelah dilakukan gelar perkara. Selain menetapkan tersangka, ketiganya juga telah ditahan di tiga tempat terpisah, usai menjalani pemeriksaan intensif,sejak ditangkap Jumat malamhingga dini hari. (wnd)