












SALAM REDAKSI
HALAMAN 2
PERJALANAN KAMI
HALAMAN 3 - 6



CERITA KAMI DI DESA

HALAMAN 7 - 24





KISAH ORANG DESA
HALAMAN 25 - 28
HALAMAN 2
PERJALANAN KAMI
HALAMAN 3 - 6
CERITA KAMI DI DESA
HALAMAN 7 - 24
KISAH ORANG DESA
HALAMAN 25 - 28
Apa kabar kalian hari ini? Semoga kalian baik-baik saja.
Puji dan syukur kami panjatkan karena pada kesempatan kali ini, kami dapat
menerbitkan majalah berjudul "Sanurian On Tour" yang berisikan perjalanan kami selama Live In beberapa waktu yang lalu.
Kami harap dengan majalah ini, kami dapat
menyalurkan wawasan-wawasan baru yang bermanfaat bagi teman-teman semua. With love, Tim Redaksi
Perjalanan Live In kami dimulai dengan para siswi SMP Santa Ursula Jakarta yang berkumpul di aula sekolah untuk melakukan briefing pada pukul 18.00 WIB.
Proses pemberangkatan kami kemudian dilanjut dengan menaiki bus sesuai kelas masing-masing menuju lokasi.
Selama perjalanan menuju lokasi, kami bersinggah ke tiga rest area. Ketika berada di rest area pertama, susana terlihat sepi. Namun, terlihat sejumlah penduduk tidak menggunakan masker.
Setibanya di rest area kedua, tampak banyak penduduk yang tidak menggunakan masker. Lingkungan di rest area tersebut terlihat kurang nyaman akibat sampah yang kami temukan di sana.
Rest area ketiga terlihat sama dengan rest area sebelum-sebelumnya. Banyak penduduk yang tidak menggunakan masker, terutama para penjual ketika melakukan kegiatan jual beli.
Perhentian terakhir kami sebelum sampai
lokasi adalah rumah makan. Suasana di sa bersih dan sangat patuh dengan proto kesehatan. Para karyawan tetap menggunak
masker selama menghidangkan makanan.
Seusai kami menyantap sarapan yang telah disajikan di Krumah makan, kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Juwono dan dusun masing-masing. Kemudian, kami berkumpul di Kapel dan menyambut
Tim Edukasi Juwono (TEJ) yang akan mendampingi kami selama proses kegiatan Live In berlangsung. Tampak para siswi dan guru mulai melepaskan masker di sana.
Setelah berkenalan dengan lingkungan desa, para siswi dan guru memustuskan untuk tidak menggunakan masker selama kegiatan Live In. Berbeda dengan udara di kota yang penuh dengan polusi, kami lebih bebas menghirup udara di desa tanpa mengkhawatirkan polusi udara yang ada. Tak lupa juga penduduknya yang mayoritas berprofesi sebagai petani yang berarti daerahnya memiliki banyak lahan hijau, sehingga tidak banyak masyarakat yang menggunakan masker. Suasana di sana sangat tenang. Juga ramah akibat sapaan yang mereka lontarkan kepada sesama. Namun, terlihat banyak sampah yang berserakan di sepanjang sisi jalan. Mulai dari bekas kemasan camilan hingga benda-benda industri yang sudah tidak terbentuk.
Saat dalam perjalanan kembali menuju Jakarta, kami
mengunjungi beberapa tempat, seperti tempat oleh-oleh, Tebing
Breksi, Candi Prambanan, rumah makan, dan rest area. Ketika berada di tempat membeli oleholeh, lingkungannya cukup bersih. Para karyawan yang bekerja di tempat tersebut menggunakan masker. Mayoritas siswi melepas masker karena ingin merasakan udara sejuk
t hit l k k tik
gunjung di Tebing Breksi si para siswi SMP Santa a, para petugas yang ana sangat mematuhi atan. Selain beberapa ada yang terisi dengan ana di sana sejuk dan Para siswi juga tidak sker selain saat ingin
Tempat wisata selanjutnya adalah Candi Prambanan. Di sana, kami tetap menggunakan masker sesuai protokol kesehatan. Lingkungan di Candi Prambanan cukup bersih, tidak banyak sampah yang ada di sana. Para petugas yang bekerja di tempat tersebut, seperti kasir dan satpam, tetap menggunakan masker. Namun, pengunjung seperti tourist dari luar negeri sudah mulai melepas masker. Beberapa siswi juga melepas masker untuk berfoto dan menghirup udara segar di sana.
Sesampainya di rumah makan, kami semua tentunya membuka masker untuk makan. Namun, setelah makan, kami memakai masker masing-masing kembali.
Setelah makan, kami melanjutkan perjalanan hingga sampai di rest area pertama. Di area pertama, mayoritas penduduk yang sedang bersinggah telah menggunakan masker masing-masing. Saat di rumah makan, para karyawan telah menggunakan masker mereka dengan baik. Kedua tempatnya juga sangat bersih, termasuk toiletnya. Sedangkan rest area yang kami kunjungi saat pulang, jauh lebih bersih daripada rest area yang kami kunjungi saat datang. Namun orang-orangnya tidak memakai masker, karena menganggap bahwa tempatnya terpencil.
Saint Ursula Jakarta Middle School had decided to organize Live In activities for us eighth graders to attend. Our destination was Muntilan, Magelang. We had gone for six days and five nights in total and had spent four days and three nights at the village. 28th March was the date we all had arrived at the village. I was paired with Ivana and we had been living in Mr. Suradi’s house. It was located at Sempon Hamlet, Juwono Village and it was very lovely. Our neighbors were Alyssha and Esther, they had lived in the house beside us. Not much happened on the day we had arrived, we got to know our adoptive parents better, such as knowing their identity. On the second day we arrived at the village, we had made kemplang and klemet from cassava that we had harvested earlier in the day. We made it together at Dinda, Jemima, and Goldy’s house which was located at Selosari Hamlet, Juwono Village along with our adoptive parents and the other eighth graders that were from the same hamlet. We made it in the afternoon and had a lot of fun. At the end of the day, we had made more kemplang and klemet than expected, so we decided to share the food with the neighbors, but then it started raining. So, we had decided to wait for the rain to stop on the terrace. While waiting for the rain to stop, we had been eating our kemplang and klemet along with kolak together. We all went back to our houses after the rain had stopped. (AKI)
a forming the dough into kemplang and klemet
Muntilan, 28th of March-31st of March was the day when the 8th graders of Saint Ursula Junior Highschool students went to do one of their Integraated Learning projects, Live In. We were divided into two groups, the ones that stayed in Juwono and the other ones that stayed in Ngargomulyo. I and my friends had went to Juwono, to do our Live In. During Live In, I stayed with my friend, Emma, in a combined house, with two of our other friends, Sabrina and Naira.
After we had arrived to our designated houses, me and Emma were greeted by our foster parents for Live in. When we arrived, they had shown great hospitality towards us and immediately made us comfortable. On the first day, we had set our goal to help children around the village with their homework, and to make clay coasters with them after. However, that idea is immediately discarded seeing that we didn't have enough time to complete it and the kidsaround our house had shown no interest in our projects.
So, we just helped our foster parents, by cooking dinner and lunch, and helping them make snacks. We had helped them make cassava snacks, and we also made drinks, like es kelapa and es buah before we enjoyed all the dishes.
After we had been living there for a few days, I and my friend Sabrina, decided to give out the candies we brought for our event. Because our foster parent, Ibu Nia, had been telling us that the majority of the people living near our house were all Muslims. She had also told us that Sabrina and Naira, being Muslims, should eat sweet stuff first after finally eating after fasting. So we decided to give out the candies. Most of the children hesitated at first, being too shy, so we eventually had to start giving the candy out to their parents too. But, some parents had refused the candy, saying that the children had ate enough candy for the week. But, we ended up giving out all the candies successfully, by the help of my foster parent, Mbah Bambang. He had introduced us to a few children near his house, because of that, we ended up finishing all the candy. (AMO)
On the 27th of March, all of the grade 8 students of Santa Ursula Jakarta Junior High School went to Muntilan, at Central Java to have a program called Live in. We had stayed there for four days and three nights in the village with other villagers and friends.
We had experienced lots of fun activities together that are truly unforgettable. One of them was the home industry. Home industry is a task where we learn how to make one of their traditional foods. This task was done at the house where Keyla and I stayed for Live in and the one who taught us to make all the delicious food was Bu Agustina Sri Wahyuti, and there was not only me and Keyla cooking, but there was also Nicole, Ivi, Milka, Cheryl, Valerie, Joana, Lieve, Brigit from class 84 and Clarice, Ailsa, Kalinka, Syeba, Aurel, Alana from class 85. We had cooked 3 traditional dishes that was very yummy.
The first thing we had made was keripik singkong. In other words, cassava chips. Making the cassava chips was very simple and delicious. We had been told to wash the cassava then cut the cassava into thin slices then fry the cassava and once that was done we could add powder flavoring into the chips.
The next one we had made was onde-onde. Onde-onde is a traditional food which consists of glutinous rice flour, cassava, shredded coconut, and gula Melaka. This dish was pretty complicated. We had been told to grate the cassava, squeeze the water out of the cassava, put some filling in the cassava, make it into a ball, fry the ball, then add sesame seeds on top of it.
To end off our day, we made kemplang. Kemplang is a traditional savoury fish cracker. This one is also a little complicated to make. We had been told to grate the cassava, squeeze the water out of the cassava, make the dough for us when it was already prepared, and fry it.
After we had finished cooking and learning all these new things we can make with cassava we went outside and sat at the porch talking and laughing to each other while eating the chips, onde-onde and kemplang. From this home industry, we learnt that they were not as hard as we thought to make. Even though those activities made us exhausted, we had so much fun and memorable experiences that we will always remember. (DJS)
On 27 March 2023, students from SMP Saint Ursula Jakarta School went to Muntilan, Central Java to do our Live In. We had stayed for four days and three nights in the village. During Live in, I stayed with my roommate, Aurel. We lived in a combined house with our neighbors, Naira and Sabrina from class 85. When we just had gotten there, we were greeted by Mbah Bambang (our foster parent), Mrs. Nia, and her husband, Mr. Nugroho. Mrs. Nia had welcomed us with a warm cup of tea. On day 2, we woke up early to start our home industry program. We had gone to Mbah' s paddy field to collect some cassavas. After we had collected the cassavas, we went home to start making our cassava-based dishes. We started off by grating the cassavas that we had gotten earlier. We had been grating the cassavas for some time while Mrs. Nia had helped us by showing us some new cooking techniques. We had decided to make rounded cenils and kemplangs.
Cenils are small balls made from cassava starch.
Cenils are usually given a colorful dye such as pink, green, yellow, purple, or brown. If cenils taste sweet, kemplang is the opposite. Kemplang is a type of fritter made from grated cassava and other ingredients. We had so much fun cooking together. We had even made a heart-shaped kemplang. After we made the meals, we plated it beautifully. Our teachers had come to our house, we had offered our dishes to them. We were proud of ourselves when they said that they had loved our dishes. We had been working hard and can't wait to give it a try as well. (EMP)
On the 28th of March, students from SMP Santa rsula Jakarta had gone to Muntilan, Magelang
o do our Live In program. We had stayed in the illage for four days and three nights. I had been taying at Pak Suradi's house at Juwono Village, empon Hamlet. Pak Suradi and his wife had een nothing but welcoming to us. When we rrived, Pak Suradi's wife welcomed us with a up of tea. She had just made it when we arrived. On the second day we did a home industry. I had been waiting to do this program since the day I arrived. We had made kemplang and klemet for the home industry program. But before we start we had to harvest some casava and coconuts because those are the main ingredients. We brought the casavas and coconuts home, then we wash them. After we wash and peel the skin, the first step to do was grate them and devide them into two bowls. We decided to make klemet with the first bowl. We mixed the grated casava with other ingredients such as salt, brown sugar, etc. Then we wrap the mixture in banana leaf and steam it. While waiting for the klemet to cook, we mixed grated coconuts, flour, salt, sugar, msg, and spring onions in the other bowl. These the are ingredients that you need to make klemet. After that we shaped the mixture and fry them. When we finished making the klemet and
From the 28th Of March 2023 till the 31st of March 2023, students from SMP Saint Ursula Jakarta we ' re assigned to do a Live In, in Muntilan, Jawa Tengah. Whilst Live In we were assigned to do activities with the people villagers there. We had been assigned to spend time with our family but also assigned to make food with the people in the village. The activity was done in me and Daphne's house. The food that we made were made out of singkong or cassava. The three food that we had made are called keripik singkong, onde-onde and kemplang. All of those food we ' re traditional food from Jawa Tengah. After we were done with cooking, we decided to eat together in me and Daphne's house. We had been eating so much that we even forgot time a bit. The food was so delicious though, and in my opinion it was so worth it to make since I have never had a lot of experience in cooking.
Not only did w food with the there, we had assigned to spen with the kids in the We were going to activity in Ivi and house, but we had
on that idea since everybody decided to go to the teacher's house to do it with our other friends. I hadn't joined for this activity since I was sick, but the original plan was for the kids to make crafts out of origami paper and color the coloring book. I think the best part about doing this project was spending time with the kids there. I had been playing with one of the kids earlier today and she was so fun to talk to. I've always wanted a little sister so it was very fun playing with her. Something we were asked a lot to do was to spend time with our family. Our father usually went out to work so we were always with our mom. She had asked us to do stuff like accompany her to the paddy field to see the plants that were growing there and also to pick some vegetables. The whole time in Live In we had to be responsible with our own chores like washing our own dishes, but our mom was very nice to have always have the food ready for every time we need to eat. (MAT)
On the 29th of March of 2023, all of the Saint Ursula Students who joined this Live In were assigned to do a project with our friends near Juwono village (or near the village). In Juwono village we all gathered in Pak Bambang and Pak Andre's house aka the teachers house. We had planned to do it in Nicole and Ivi's house but we all decided to do in the teachers house. The good part about being in the teachers house was how big the place was, so we had a lot of participants when doing this event. The participants for this little gathering was Cheryl, Daphne, Milka, Keira, Vanka, Naomi, Meimei, Amanda, Emilee, Joana, Valerie, and many more. But those were only the Saint Ursula students mentioned, there were also the head of the village, there was also kids and some other villagers.
At first, we had planned out an idea to make origami with the kids but also color some coloring books and activities that include of giving certain gifts. But, once we gathered with the other we had a better plan for this gathering. We had decided to add a few other things to do and one of the things was a competition. In this competition the kids we ' re asked to answer mathematical equations but also answer essay questions. Truly this competition might be hard for a few people since math isn't always the easiest subject, but surprisingly the kids here did very well in this competition. Though, the competition had been divided in two categories, according to their age. For Mira, Tasya, Lora they were only given simple plus and minus equations since they were only three years old. But, Nathan, Dito, and Brielle we ' re asked a more difficult questions like math essays and also questions from the time table. In the end who won for this category was Nathan.
by us on how to read basic ABC's or even just a simple book story. The three youngest girls here (Mira, Tasya, Lora) all participated in these events. It had been amazing for us to get a chance like this because it's just feels very fun to teach other people something you know of. And one thing that we love about this event was how we also prepared some candy to give to the kids. Now, we ' ve explained our side of the story, but we have planned to to ask other people's opinion on this event. We had asked two people for their opinions, and the people were Meimei and Cheryl from class 84. Meimei mentioned that she had enjoyed the part where she could teach the kids because it was her first time doing so. One of the special moments she had experienced was that she felt happy that she could see these moments where all of the kids we ' re happy for just receiving decent gifts like candy, coloring pencils, or even just a story book. In Cheryl's opinion, the event went really well and very effective since we had experienced a good amount of fun with the kids but also we had teached the kids a lot of stuff. The event itself wasn't really something that we had planned out from a long time ago, but we made it work. (AKI, AMO, DJS, EMP, IMG, MAT)
MAGELANG, 30 MARET 2023 - Para siswi kelas 8 SMP Santa Ursula Jakarta yang tengah melaksanakan program
Live In, kini akan menjalani kegiatan jelajah alam. Jelajah alam
dilaksanakan di Desa Juwono, Jawa
Tengah. Jelajah alam merupakan salah satu kegiatan yang telah dirancang
oleh sekolah dan Tim Edukasi Juwono
(TEJ) yang akan membimbing kami
selama melaksanakan program Live In.
Jelajah alam diawali dengan para siswi berkumpul di Kapel dan dibagi menjadi enam kelompok yang nantinya akan didampingi oleh TEJ. Tujuan diadakannya jelajah alam adalah agar para siswi dapat merasakan kehidupan di desa. Cara para petani menanam dan mengurus hasil panen adalah topik perbincangan kami sepanjang berjelajah. Pemandangan di desa tentunya jauh berbeda dengan yang ada di kota. Lahan hijau dengan sungai kini menjadi teman perjalanan kami. Pada akhirnya, para siswi telah sampai di perhentian terakhir. Air terjun dengan pohon-pohon yang rindang kini telah menyita perhatian para siswi. Tak lupa juga para siswi menyantap nasi doa dengan teh manis hangat untuk memenuhi kekosongan perut.
Seusai para siswi menyantap nasi doa, perlahan kami berjalan kembali pulang ke rumah masing-masing. Diadakannya program Live In membantu para siswi belajar untuk lebih bersyukur dengan makanan yang sudah disediakan dan bahwa untuk mencapai suatu keberhasilan, dibutuhkan kerja keras serta komitmen yang besar. (AKI, AMO, DJS, EMP, IMG, MAT)
Sejujurnya aku tidak tahu bagaimana rasanya
bangun di pagi buta sepertimu
Atau bagaimana rasanya melihat hasil kerja
kerasmu gagal oleh kelalaianmu
Setiap hari aku hanya dapat menyimpan rasa
itu dalam diri
Hingga hari itu datang
Hari di mana rasa itu menemukan jawaban
Kini aku menyimpan hari itu dalam hati
Menunggu untuk mendapatkan kesempatan itu
kembali
Aku sekarang tahu
Karena hari itu telah menuntunku
Berjalan menjawab perasaan dalam diri
Pada akhir bulan Maret kemarin, kami siswi kelas 8 dari sekolah SMP
Santa Ursula, melaksanakan Live In di Muntilan. Ketika kami melaksanakan Live In, kami merasakan perbedaan antara desa-desa yang kami tempati dan kota. Mulai dari udara segar di desa yang berbeda dengan udara di kota yang sudah penuh dengan polusi, baik karena kendaraan ataupun faktor lainnya. Suhu di desa juga lebih dingin daripada suhu di kota, sebab letaknya yang dekat dengan puncak gunung. Berbeda dengan di kota, di desa, kami tidak memerlukan AC, sebab suhu pada saat malam hari sudah sangat dingin.
Letak desa Live In kami yang di Muntilan, dekat dengan Gunung Merapi. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi di Jawa Tengah. Di desa kami, pada saat malam hari, kami dapat melihat lahar keluar dari gunung merapi. Lahar tersebut tidak berbahaya, karena letaknya jauh dengan pemukiman warga.
Rumah-rumah di desa juga sangat berbeda dengan rumah-rumah di kota. Mulai dari bentuknya, dimana dinding rumah di desa kami tidak menyampai atap. Berbeda dengan rumah di kota. Mayoritas rumah di desa juga memiliki rumah yang tidak terlalu besar, karena sebagian besar tanah digunakan untuk sawah.
Pemandangan di desa juga sangat berbeda dengan kota. Kota di penuhi dengan bangunan-bangunan modern yang tinggi sedangkan di desa, pemandangannya berupa gunung, hutan, dan sungai. Selain pemandangan alam, desa kami juga dipenuhi sawah dengan padi yang sudah mulai matang. Tidak hanya padi, namun juga ada beberapa tanaman lain, seperti singkong, tomat, cabai, dan lain-lain.
Kehidupan dan kebiasaan di desa juga berbeda dengan di kota. Di desa kami, mayoritas penduduk menggunakan bahasa Jawa, berbeda dengan Jakarta yang menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi sehari-hari. Nilai persaudaraan dan persatuan di desa juga jauh lebih erat dibandingkan di kota. Orang-orang di desa juga sangat mementingkan sopan santun, terutama kepada orang yang lebih tua. Kebiasaan anakanak di desa juga berbeda dengan anak-anak di kota. Mayoritas anak di desa masi memainkan mainan seperti layang-layang dan mercon, berbeda dengan anak-anak di kota.
Mata pencaharian di desa juga berbeda dengan di kota. Di kota, kita sering melihat orang-orang kerja kantoran, sedangkan di desa, kita lebih sering melihat orang-orang bekerja di sawah.
Pada akhir bulan Maret kemarin, tanggal 27 Maret sampai 1 April, kami siswi SMP Santa Ursula kelas 8 melaksanakan kegiatan Live In di Muntilan. Ketika kami melaksanakan kegiatan Live In tersebut, kami belajar banyak hal yang mampu memberikan pengalaman langsung kepada para siswi, kami hidup bersama keluarga penduduk wilayah tertentu dalam waktu beberapa hari untuk mengikuti aktivitas seharihari mereka.
Saat kami siswi-siswi melaksanakan Live In, ada banyak perbedaan antara desa dengan kota kami sendiri. Perbedaan yang paling menonjol adalah mainan anak desa dengan anak kota, contohnya adalah mainan klotokan ayam.
Klotokan ayam merupakan mainan tradisional berbahan bambu yang mengeluarkan bunyi khas jika didorong, yaitu "otok-otok-otokotok"
Mainan klotokan ayam ini memiliki warna yang bervariasi dan memiliki tongkat yang terhubung dengan ayamnya, sehingga mudah untuk didorong. Mainan ini juga memiliki dua roda yang membantu ayamnya bergerak dengan mengeluarkan suara "otok-otok-otok-otok".
Mainan klotokan ini juga memiliki banyak fungsi, seperti dapat menjadi
suatu hiburan akibat suaranya yang lucu dan dapat membantu anak latihan berjalan. Walaupun mainan klotokan ini terlihat mahal, harga mainan ini tergolong murah dengan harga kisaran Rp 14.000 sampai Rp 25.000.
Salah satu mimpi Arya adalah untuk menjadi seorang pelukis yang terkenal. Selama ini, ia hanya melukis menggunakan krayon-krayon maupun pensil warna yang berceceran di rumahnya. Dirinya hanya berani untuk menunjukan hasil karyanya kepada bibinya, yang selalu menerima dan memuji betapa indahnya karya tersebut. Arya yang merasa senang selalu memeluk bibi dan membantu bibi melakukan pekerjaan rumahnya maupun pekerjaan sawah.
Suatu hari, Arya sedang melukis pemandangan yang berada di dekat sawah, lengkap dengan meja dan kursinya sendiri. Dia sedang menggambar pemandangan di depannya. Harus diakui, walaupun dia hanya mendapat alatalat yang berserakan, hasil gambarnya sangat indah. Dari kejauhan, Arya melihat sosok sebuah gadis berambut coklat tua yang sedang berjalan-jalan di sawah.
Ketika Arya menyipitkan matanya untuk melihat lagi, gadis tersebut ternyata sedang berjalan ke arahnya. Dari dekat, gadis tersebut terlihat seumuran dengan Arya. Gadis tersebut pun tersenyum dan mendekatkan wajahnya kepada Arya. “Wow! Kau sedang menggambar sawah ini? Bagus sekali!” Gadis tersebut memekik kegirangan. Arya yang tidak terbiasa dengan orang ramah pun hanya mengangguk grogi. Saat menerima respon dari Arya, gadis tersebut terlihat bingung. Namun, ia memutuskan untuk melanjutkan perbincangan. “Hai, perkenalkan aku Kanaya!” katanya sambil menawarkan tangannya untuk dijabat. Arya dengan ragu-ragu mengambil tangan Kanaya dan menjawab
“aku Arya.” Mendengar Arya yang sudah berani mengucapkan sesuatu, Kanaya tersenyum lagi dan mengatakan :
“Senang bertemu denganmu, Arya!”
Tak terasa, mereka sudah bercakap-cakap hingga senja datang. Langit berwarna jingga ditemani dengan suasana sejuk dikarenakan matahari yang hendak pergi. “Kurasa, kita sudah harus kembali,” ujar Kanaya. Walaupun, Kanaya sendiri terlihat sedih dan masih ingin menghabiskan waktu bersama Arya. Arya hanya mengangguk dan mengatakan “Iya, kamu cepatlah kembali. Bila kau pulang terlambat, orang tuamu bisa cemas. ” Mendengar hal tersebut, Kanaya merasa tersipu. “Baiklah. Sampai jumpa besok, Arya!” Sahut Kanaya sambil berlari. Arya yang melihat kemudian tersenyum dan merasa hangat, berpikir: “Pasti Bibi suka dengan Kanaya.”
Setiap hari, Kanaya selalu datang dan menemani Arya melukis hingga senja. Arya yang awalnya memiliki sifat tertutup, mulai merasa nyaman dan terhibur dengan kehadiran Kanaya. Tanpa ia sadari, sudah saatnya bagi Kanaya untuk pergi dan pulang ke kota. Hari ini adalah hari terakhir dirinya bersama Kanaya. Perasaan Arya bisa dibilang bercampur aduk. Ia merasa senang karena Kanaya sudah bisa pulang. Namun, dirinya merasa ia akan merindukan kehadiran sosok perempuan kedua yang bisa pandang sebagai rumah.
“Arya, saat kita berjumpa lagi, kamu sudah harus menjadi pelukis ternama ya! Janji ya!” Kalimat tersebut merupakan kalimat terakhir yang diucapkan Kanaya sebelum dirinya akhirnya benar-benar pergi.
Setelah mendengar perkataan Kanaya, Arya perlahan mulai berubah. Dirinya menjadi lebih ambisius dan percaya diri. Dia mulai benar-benar berlatih untuk mendalami seni-seni lukis. Percayalah, perjuangan Arya sangat keras. Bibi Zahra lebih dari senang untuk mendukung cita-cita buah kasihnya. Sampai akhirnya, bakatnya mulai dikenal oleh orang-orang. Mulai dari orang desa, sampai ke telinga orang kota. Dirinya dan Bibi Zahra diundang ke berbagai acara televisi untuk diwawancarai. Arya bangga. Akhirnya, ia dapat menunjukan bakatnya ke seluruh dunia.
6 tahun kemudian, sampailah Arya di titik sekarang. Di mana dirinya sedang melukis di kampung halaman dirinya dulu. Perasaan damai memasuki diri Arya setiap kali ia menggoreskan kuasnya. Walaupun tidak bertemu lagi, ia yakin bahwa lukisan ini akan selalu hidup dan mengenang peristiwa-peristiwa indah tersebut. “Akhirnya.” Ucap Arya, setelah menyelesaikan lukisan tersebut. Lukisan yang berisi alasan mengapa ia bisa berjuang sampai titik ini, alasan dirinya mampu untuk memulai. Yaitu, Kanaya.
- TAMAT -
Pada tanggal 28 Maret 2023 sampai tanggal 31 Maret 2023, para siswi SMP Santa Ursula melaksanakan berbagai kegiatan selama Live In di Magelang, Jawa Tengah. Kami melaksanakan kegiatan bersama keluarga maupun warga sekitar. Semua acara telah disusun oleh tim edukasi yang membantu terjadinya kegiatan Live In. Kedua kegiatan yang dilaksanakan dan kemplang. Saat melaksanakan proses memasak, terjadi suatu masalah yang sering terjadi dimana ada banyak anak yang jarinya terkena dengan parutan saat sedang memarut singkong atau kelapa. Tapi menurut saya yang lebih parah merupakaan pengalaman saat melaksanakan jelajah alam karena banyak sekali momen dimana kita harus jalan jadi banyak siswa yang kecapean, dan cuaca pada hari tersebut lagi panas sekali jadi hal tersebut merupakan proses yang sangat amat mencapaikan bagi kami semua.
Pada akhirnya walaupun anak-anak tersebut jarinya terkena dengan parutan, mereka tetap ingin membantu dalam mempersiapkan makanan. Tapi tentunya untuk keamanan semua, bagi yang terkena parutan lukanya dibersihkan dan diobatkan serta ditutup dengan hansaplas terlebih dahulu baru dapat membantu lagi. Sedangkan untuk kegiatan jelajajah alam, setelah banyak jalan kami diajak untuk berenang di air terjun dimana menurut saya hal tersebut sangat refreshing.
Tak lupa menambah saat kita sedang di air terjun kita diminta untuk duduk di sebuah batu atau di tanah untuk menikmati nasi doa dan teh manis hangat. Serta setelah kita memasak, kita pun diberi kesempatan untuk menikmati semua hasil olahan kami semua. Kedua hal tersebut merupakan bagian yang paling menyenangkan dalam kedua kegiatan Live In ini karena kami dapat menikmati makanan yang sangat enak.
Antonius Suradi ialah salah satu warga di Desa Juwono, Dusun Sempon yang sampai sekarang masih aktif dan semangat bekerja sebagai petani buruh dan peternak. Beliau sudah lama menjalani profesi sebagai seorang petani. "Saya sudah bekerja jadi petani sejak saya masih muda sampai sekarang," ungkap Pak Suradi. Padi, cabai, ketela, dan timun merupakan tanaman yang ia tanam sehariharinya. Beliau juga berprofesi sebagai peternak. Dikarenakan beliau memiliki peternakan di belakang rumahnya. Pak Suradi menunjukkan kami hewan-hewan ternaknya yang merupakan ayam, bebek, dan kambing. Selain bertani dan beternak, terkadang beliau juga ngarit rumput. Rumput hasil ngarit tersebut kemudian akan diberikan kepada hewan-hewan ternak sebagai makanan sehari-hari. Walaupun sudah berumur 70 tahun, Pak Suradi tetap semangat menjalani tugasnya setiap hari. Beliau mengatakan bahwa menjadi petani memiliki kelebihan dan kekurangannya. Salah satu kekurangannya adalah tidak semua hasil panen berhasil dan memerlukan biaya yang besar. Lalu harga cabai di pasar juga turun dari Rp 90.000,- menjadi Rp 15.000,-. Tetapi, beliau pantang menyerah dan tetap tekun bekerja setiap hari. Pak Suradi merupakan sosok yang sangat menginspirasi.
NAMA USIA
PEKERJAAN
TANAMAN HEWAN
RUMAH
: Maria Magdalena Mina
: 70 tahun
: Petani buruh & peternak
: Padi, cabe, buncis,
: ketela, timun
: Bebek, kambing, ayam
: Sempon, Juwono
Selama mengikuti proses kegiatan Live In minggu lalu, kami ditempatkan di rumah Pak Suradi dan Ibu Mina. Ibu Mina berusia 70 tahun dan berprofesi sebagai petani buruh. Bekerja dari pagi hingga sore merupakan rutinitas kesehariannya. Beliau juga memiliki peternakan bebek, kambing, serta ayam di bagian belakang rumahnya. Hal tersebut tentunya membuat kegiatan sehari-harinya bertambah. Oleh karena itu, semangat dan komitmen untuk menjalani profesi tersebut sangatlah dibutuhkan. Selain itu, beliau juga mengarit rumput sebagai kegiatan sehari-harinya.
Rumput-rumput hasil ngarit tersebut kemudian diberikan kepada ternak sebagai makanan sehari-hari. Berdasarkan data yang diperoleh, beliau mengatakan bahwa dirinya berkomitmen untuk pantang menyerah agar membuahkan hasil panen yang memuaskan. Dengan semangat yang berkobar, Ibu Mina yakin bahwa kerja kerasnya pasti membuahkan hasil. (AKI, IMG)
TANAMAN RUMAH
Bambang Anggoro
: 70 tahun
: Petani
: Cabai, kelengkeng,
: bayam, padi, kacang
: panjang
: Keron, Juwono
Selama mengikuti proses Live In, kami tinggal di rumah Mbah Bambang, yang merupakan rumah gandeng. Sebagian dari rumah gandeng tersebut merupakan milik keluarga adiknya, yaitu Pak Nugroho dan Ibu Nia Mbah Bambang memiliki sebuah sawah yang merupakan milik keluarganya. Beliau merupakan orang yang memiliki daya juang serta komitmen yang tinggi. Awalnya, beliau hanya menanam padi di sawahnya. Namun, karena pendapatannya tidak konsisten, Mbah Bambang mulai menanam cabai karena masa panennya berbeda. Tetapi, cabai merupakan salah satu tanaman yang memerlukan perawatan yang banyak, sehingga ia juga menanam kelengkeng. Walaupun Mbah Bambang sudah tua, dengan usianya yang genap 70 tahun, Ia masih rajin bekerja Mbah juga bercerita bahwa pada pagi hari, terdapat embun pagi yang cukup ganas dan dapat membuat sela-sela jari tangan dan kaki kita terkelupas. Namun, Mbah Bambang tetap bekerja di pagi hari. Disebabkan oleh sawah milik Mbah yang luas, ia juga mempekerjakan seseorang untuk membantu mengurus sawahnya. Mbah Bambang juga pernah gagal panen cabai karena cuaca yang kurang baik, namun Ia pantang menyerah dan memperbanyak jumlah tanaman yang lain, seperti kelengkeng karena berbeda dengan padi, kelengkeng tidak perlu ditanam ulang setiap setelah musim panen Selain itu, untuk mengatasi masalah pendapatan yang tidak konsisten jika hanya menanam 1 tanaman, karena pemasukan hanya akan ada jika musim panen dan sisanya tidak ada pemasukan, Mbah Bambang juga mencoba membudidayakan kelengkeng agar setiap pohon berbuahnya bergiliran. Sehingga, Mbah Bambang dapat dibilang memiliki daya juang dan komitmen terhadap pekerjaannya. (AMO, EMP)
Desa Juwono, Dusun KeronNAMA USIA
PEKERJAAN
TANAMAN
RUMAH
: Agustina Sri Wahyuti
: 41 tahun
: Petani
: Tanaman cabai, padi
: Kwayuhan Ngisor
: RT 01/RW 05
: Kelurahan: Wates
: Kecamatan: Dukun
: Kab. Magelang, Jawa
: Tengah
Selama mengikuti proses kegiatan Live In saya ditempatkan di rumah Ibu Sri, Ibu sri bekerja dalam kesehariannya dengan melaksanakan pekejeraan dalam bidang pertanian. Selama Live In saya melihat bahwa Ibu Sri ini sangat semangat dan berkomitmen dalam kehidupan sehari-harinya seperti berkomitmen dalam mengurus hasil panennya yaitu tanaman cabainya, ia petik satu-satu lalu cabai tersebut ia jual di pasar. Tak hanya pekerjannya, juga dapat dilihat komitmen dan semangatnya dalam mengurus kedua anaknya yang fotonya dapat dilihat diatas. Sebelum saya dan teman Live In saya bangun, ia sudah bangun untuk mengurus anaknya yaitu Arka dan Dion dan ia sudah mempersiapkan makanan untuk kami semua. Dari kedua hal tersebut dapat terlihat sekali semangat dan komitmennya dalam menjalankan hidupnya yang sangat saya kagumi dari dirinya. (DJS, MAT)