Fajar istiyan pdn

Page 1

Bidang Hukum Pidana Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian Dalam Unjuk Rasa

Oleh: Fajar Istiyan, SH Lulus Tanggal 14 September 2013 di Bawah Bimbingan H. M. Rasyid Ariman, SH., MH dan Hamonangan Albariansyah, SH., MH


Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian Dalam Unjuk Rasa Oleh: Fajar Istiyan, SH Lulus Tanggal 14 September 2013 di Bawah Bimbingan H. M. Rasyid Ariman, SH., MH dan Hamonangan Albariansyah, SH., MH

Abstrak:. Indonesia merupakan Negara hukum yang bebas berunjuk rasa, sehingga untuk berunjuk rasa wajib pemberitahuan terhadap kepolisian, lalu polisi akan mengelurkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan, jika terjadi unjuk rasa yang anarkis maka polisi wajib melakukan pengamanan, pengunjuk rasa mendapat kekerasan oleh polisi maka pengunjuk rasa dapat melaporkan dengan membuat Surat Pengaduan Masyarakat kepolisian kepada bagian pelayanan dan pengaduan, setelah itu akan ditindak lanjuti oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polisi jika ada unsur pidana dilanjutkan pemeriksaan di pengadilan umum, sedangkan pelanggaran kode etik dan disiplin diperiksa dalam sidang disiplin. korban mendapat perlindungan hukum karena menjadi saksi dipersidangan Kata Kunci : Unjuk Rasa, Korban, Polisi, Kekerasaan.

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum serta sebuah negara yang berdasarkan demokrasi pancasila, dalam satu ciri demokrasi adalah saling menghormati adanya perbedaan dan kebebasan berbuat atau bertindak, masyarakat Indonesia lebih memilih cara penyampaian pendapat secara lisan atau lebih sering dikenal dengan cara melakukan aksi demonstrasi karena dianggap lebih efektif daripada secara tulisan.1 Berdasarkan penjelasan umum Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, bahwa “Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia sedangkan kemerdekaan setiap warga 1

Mustafa Kamal Pasha dan kawan-kawan, Pancasila dalam tinjauan Historis dan filosofis, CitraKarsa Mandiri, Yogyakarta, 2003, hlm. 108.

Hal | 1


negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan wujud demokrasi dalam tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib, dan damai, hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku� Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dimuka umum pada dasarnya merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia, sedangkan menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, bahwa setiap manusia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya, dengan akal budi dan nuraninya itu, sehingga manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku dan perbuatannya, selain untuk mengimbangi kebebasan manusia memiliki kemampuan bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.2 Perlindungan hukum terhadap Unjuk Rasa sangat dibutuhkan mengingat demonstran mendapat prilaku kekerasan oleh aparat kepolisian. Kekerasan yang dialami oleh demonstran dapat berupa kekerasan fisik (luka yang didapat pada tubuh) dan kekerasan psikis (luka yang didapat pada jiwa), saat mengalami perlakukan kekerasan, demonstran tidak memiliki suatu pertahanan diri karena posisi demonstran yang lemah secara fisik maupun secara hukum (tidak mempunyai surat izin untuk melakukan unjuk rasa). 3 Perlunya diberikan perlindungan hukum terhadap korban atau pengunjuk rasa tersebut harus memperoleh perhatian yang serius.4 Korban kekerasan yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita, justru tidak memperoleh perlindungan yang diberikan oleh undangundang, akibatnya, kondisi korban seperti tidak dipedulikan padahal masalah keadilan dan penghormatan hak asasi manusia berlaku terhadap korban kekerasaan.5 Menurut Pasal 10 Undang – undang Nomor 9 Tahun 1998 bahwa pemimpin atau penanggung jawab kelompok di dalam melakukan unjuk rasa 2

Pembukaan UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Ismantoro Dwi Yuwono, Cerdas & percaya diri hadapi polisi : Panduan menjalani pemeriksaan di Kepolisian, Pustaka Yustisia, Jakarta Selatan, 2012, hlm 85 4 Didik M, dan Elisataris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, Rajawali Pers, Bandung, 2006, hlm 23 5 Ibid, hlm 24 3

Hal | 2


wajib memberitahukan surat secara tertulis kepada pihak kepolisian, karena kepolisian akan mengawal serta menjaga agar tidak terjadi keributan atau merusak sarana dan prasarana umum, maka dari itu tujuan kepolisian itu sendiri menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah “untuk mewujudkan keamanan didalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban bermasyarakat, ketertiban dan tegaknya hukum, maka terselenggaranya perlindungan, pengayoman, pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia�. Pihak Kepolisian dalam menangani kerusuhan massa tidak sesuai dengan Prosedur yang ditentukan, sehingga mengarah pada terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia, lebih diperparah lagi dengan adanya sikap dari pimpinan atau petinggi di kalangan Kepolisian yang justru terkesan melindungi anak buahnya yang melanggar hak asasi manusia tersebut dengan tidak melakukan penjatuhan sanksi secara transparan.6 Dan perlu diperhatikan dalam mengamankan aksi unjuk rasa atau demonstran jika ada pelanggaran harus diperlakukan seperti manusiawi, tidak boleh diseret, dipukul, dipaksa, dilecehkan bahkan dianiyaya. 7 Ketika seseorang menjadi korban dari tindak pidana kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian dan menjadi saksi dari proses peradilan yang sedang dijalankan oleh pelaku atau polisi maka korban memiliki hak dan kewajiban untuk dilindungi oleh lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.8 Pengunjuk rasa dapat mengajukan laporan kejadian tindak pidana kekerasaan yang dilakukan anggota kepolisian sesuai dengan Prosedur Operasional Standar tentang Penerimaan Surat Pengaduan Masyarakat kepihak kepolisian kebagian Pelayanan dan Pengaduan maka akan ditindak lanjuti oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polisi dan ditelusuri apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan prosedur pengamanan demonstrasi.9

6

Nawawi, Barda A, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung,PT. Citra Aditya Bakti. 2001, hlm 45 7 Ismantoro Dwi Yuwono, Cerdas & percaya diri hadapi polisi : Panduan menjalani pemeriksaan di Kepolisian, Pustaka Yustisia, Jakarta Selatan, 2012, hlm 84 8 Ibid, hlm 29 9 Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia. Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2005, hal 43

Hal | 3


Hukuman yang dijatuhkan kepada anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana kekerasaan terhadap korban diatur dalam, Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis akan membahas dengan judul: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN DALAM UNJUK RASA� Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukan dalam latar belakang diatas sehingga permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap korban yang mendapat tindak pidana kekerasan oleh anggota polisi dalam unjuk rasa? 2. Bagaimanakah prosedur pengamanan polisi dalam mengamankan aksi unjuk rasa? B. Permasalahan 1. Bagaimanakah Perlindungan Hukum Terhadap Korban Yang Mendapat Tindak Pidana Kekerasan Oleh Anggota Polisi Dalam Unjuk Rasa Perlindungan hukum adalah suatu tindakan melindungi yang diberikan oleh hukum suatu negara untuk menjaga terlaksananya hak dan kewajiban setiap orang dalam hubungannya dengan orang lain sehingga tercipta keseimbangan antara pemenuhan hak dan kewajiban.10 Korban adalah orang yang menanggung derita akibat suatu kejahatan atau pelanggaran, orang yang menanggung derita ini dapat dikatagorikan menjadi dua, yakni, orang yang menanggung secara langsung dan orang yang menanggung penderitaan secara tidak langsung akibat suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pihak lain.11

10 11

Zainuddin Ali, metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 222 Op. Cit, hlm 24

Hal | 4


Unjuk rasa atau demonstrasi yang telah diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum adalah “hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan atau tulisan secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” akan tetapi pengunjuk rasa ada yang mendapat perlakukan yang tidak manusiawi terhadap anggota kepolisian yang seharusnya mengawal dan mengamankan aksi unjuk rasa, sedangkan polisi harus melaksanakan peran dan fungsinya terhadap masyarakat dalam tiga hal, masing-masing adalah menegakkan hukum, melakukan perlindungan terhadap masyarakat, dan melaksanakan pengayoman kepada masyarakat, dalam hal mengamankan unjuk rasa, polisi tidak melaksanakan peran dan fungsinya secara baik dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.12 Dalam pelaksanaannya, penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi) dapat menimbulkan kericuhan dan diperlukan adanya pengamanan khusus, untuk itu pemerintah harus memberikan amanat kepada polisi dalam Pasal 13 ayat (3) UU 9 Tahun 1998 yakni dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum “polisi bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku” Ada beberapa bentuk Penyampaian pendapat di muka umum yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No. 9 Tahun 1998“unjuk rasa, pawai dijalan, rapat, dan mimbar bebas, dan dilaksanakan ditempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali di lingkungan depan istana kepresidenan, tempat beribadah, instalasi kemiliteran, di rumah sakit, pelabuhan udara & laut, di stasiun kereta api , maupun terminal angkutan darat, atau objek-objek vital nasional serta pada hari besar nasional.” Menurut Pasal 15 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan Pengamanan Dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Di Muka Umum 1) Unjuk rasa wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polisi serendahrendahnya tingkat Polsek dimana penyampaian pendapat di muka umum akan dilakukan. 2) Membuat surat pemberitahuan secara tertulis dibuat oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok dan disampaikan secara langsung kepada pejabat kepolisian setempat. 12

Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm 153

Hal | 5


3) Pemberitahuan paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai, telah diterima oleh Polisi setempat. 4) Pemberitahuan secara tertulis tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan. Setelah menerima pemberitahuan tentang adanya kegiatan penyampaian pendapat di muka umum polisi memiliki berwajiban untuk memberikan surat tanda terima pemberitahuan kepada kelompok yang melakukan unjuk rasa, melakukan koordinasi dengan penanggung jawab, pimpinan, instansi/lembaga yang menjadi tujuan penyampaian pendapat di muka umum agar sesuai prosedur yang berlaku, melakukan persiapakan pengamanan di tempat lokasi dan route yang dilalui pengunjuk rasa, bertanggung jawab untuk melindungi dan mengamankan aksi peserta penyampaian pendapat di muka umum agar tidak terjadi kericuhan.13 Kondisi di lapangan pada saat terjadi demonstrasi memang kadangkala diperlukan adanya upaya paksa. Karena ada pengunjuk rasa melakukan aksi diluar prosedur yang ditetapkan, namun, ditentukan dalam Pasal 24 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 bahwa dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif misalnya : a. tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas dengan melempar pelaku, menangkap pelaku dengan kasar serta menganiayanya dan dipukuli b. keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan; c. tidak patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya; d. tindakan aparat yang melampaui kewenangannya; e. tindakan aparat yang melakukan tindak kekerasan, penganiayaan dan pelecehan serta melanggar HAM; f. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundangundangan Selain pengunjuk rasa yang melakukan aksi perbuatan melawan hukum dan mendapatkan tindak kekerasan oleh anggota polisi, anggota polisi pun melakukan prosedur pengamanan unjuk rasa ada yang tidak sesuai dengan syarat dan prosedur yang sudah di atur dalam undang-undang untuk 13

Pasal 13 UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekan Menyampaikan Pendapat dimuka Umum, Lembar Negara Republik Indonesia tahun 1998 Nomor 181

Hal | 6


mengamankan atau mencegah terjadinya unjuk rasa yang brutal dan anarkisme, seperti pada saat pengunjuk rasa ditangkap oleh anggota polisi dan pada waktu ditangkap pengunjuk rasa mendapatkan siksaan, direndahkan martabatnya dengan cara membuka/melucuti pakaian sebagian atau seluruhnya, berjalan jongkok, disorot kamera televisi, dipukul atau disakiti.14 Hak-hak asasi yang tidak bisa dihapuskan oleh ketentuan hukum (non-derogable rights), yakni, hak untuk tidak dilecehkan dan disiksa oleh polisi, jika hal ini terjadi maka dapat memperkarakan polisi yang bersangkutan.15 Pengunjuk rasa dapat mengajukan laporan kejadian tindak pidana kekerasaan yang dilakukan anggota kepolisian sesuai dengan Prosedur Operasional Standar tentang Penerimaan Surat Pengaduan Masyarakat kepihak kepolisian kebagian Pelayanan dan Pengaduan maka akan ditindak lanjuti oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polisi yang bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggung-jawaban profesi dan pengamanan internal termasuk penegakan disiplin dan ketertiban di lingkungan polisi dan pelayanan pengaduan masyarakat tentang adanya penyimpangan tindakan anggota polisi.16 Hasil pemeriksaan akan ditelaah, dengan hasil : 1) Jika terdapat unsur tindak pidana, maka berkas perkara akan diberikan kepada Badan Reserse dan Kriminal (BARESKRIM) yang kemudian dilanjutkan pemeriksaan di pengadilan umum. 2) Jika terdapat unsur pelanggaran kode etik dan disiplin, maka berkas perkara akan dilimpahkan kepada Atasan yang Berhak Menghukum (ANKUM) yang selanjutnya akan diperiksa dalam sidang disiplin.17 Ketika seseorang menjadi korban dari tindak pidana kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian dan menjadi saksi dari proses peradilan yang sedang dijalankan oleh pelaku atau polisi maka korban memiliki hak untuk dilindungi oleh lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.18 Berdasarkan uraian hukuman diatas, maka hukuman yang diterima oleh anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana kekerasaan akan 14

Ismantoro Dwi Yuwono, Cerdas & percaya diri hadapi polisi : Panduan menjalani pemeriksaan di Kepolisian, Pustaka Yustisia, Jakarta Selatan, 2012, hlm 84 15 Ibid, hlm 85 16 Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia. Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2005, hal 43 17 Ibid, hlm 47 18 Op. Cit, Ismantoro Dwi Yuwono, hlm 29

Hal | 7


mendapatkan hukuman sesuai dengan keputusan yang diterima oleh anggota tersebut jika terbukti melanggar tindak pidana akan diproses melalui peradilan umum, sedangkan jika terjadi pelanggaran kode etik dan disiplin maka melalui sidang disiplin kepolisian. Serta korban akan mendapatkan perlindungan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk menjadi saksi dipersidangan diperadilan umum atau sidang disiplin yang dijalani oleh anggota polisi dan korban akan mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai saksi dan korban yang sudah dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. DIAGRAM/SKEMA DARI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN YANG MENDAPAT TINDAK PIDANA KEKERASAN OLEH ANGGOTA POLISI DALAM UNJUK RASA

Sumber : Hasil analisa data oleh penulis atau peneliti

Hal | 8


2. Bagaimanakah Prosedur Pengamanan Polisi Dalam Mengamankan Aksi Unjuk Rasa Menurut Pasal 15 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (PERKAPOLRI) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan serta Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Di Muka Umum. Penyelenggaran kegiatan penyampaian pendapat di muka umum atau unjuk rasa mempunyai prosedur penyampaian kepada pihak kepolisian diantaranya : (1)Unjuk Rasa wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri serendahrendahnya tingkat Polsek dimana penyampaian pendapat di muka umum akan dilakukan. (2)Pemberitahuan izin unjuk rasa dibuat secara tertulis oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok dan disampaikan secara langsung kepada pejabat kepolisian setempat. (3)Pemberitahuan paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai, telah diterima oleh Polri setempat. Setelah menerima surat pemberitahuan yang diajukan oleh pengunjuk rasa polisi berkewajiban sesuai Pasal 16 PERKAPOLRI yaitu : a. meneliti kebenaran dan kelengkapan surat pemberitahuan di samping substansi, juga mencakup identitas penanggung jawab dan dilengkapi dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/ Surat Izin Mengemudi (SIM) b. segera memberikan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dengan tembusan kepada satuan kepolisian yang terkait, instansi dimana unjuk rasa dilakukan, pemilik/lokasi tempat objek/sasaran penyampaian pendapat di muka umum; c. berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum untuk perencanaan pengamanan jalannya unjuk rasa, pemberian arahan atau petunjuk kepada pelaksana demi kelancaran dan ketertiban penyampaian pendapat; d. dalam hal terdapat pemberitahuan rencana kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang bersamaan tempat atau lokasi, rute dan waktu yang diperkirakan akan menimbulkan kerusuhan Kamtibmas, maka pejabat kepolisian tetap mengeluarkan STTP dengan pencantuman catatan tentang saran untuk tidak dilaksanakan

Hal | 9


kegiatan dimaksud atau mengalihkan tempat atau lokasi, rute dan waktu dengan mendasari asas musyawarah; e. berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat di muka umum; f. mempersiapkan pengamanan tempat atau lokasi, serts rute. Jika terjadi perubahan rencana kegiatan mengenai tempat, waktu dan rute, maka peserta wajib memberitahukan kepada aparat yang bersangkutan paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam, sebelum pelaksanaan guna penyesuaian rencana pengamanan. Dalam rangka memberikan perlindungan keamanan terhadap penyelenggaraan unjuk rasa anggota polisi berkewajiban untuk melakukan survei di lokasi kegiatan unjuk rasa, menyiapkan perencanaan kegiatan pengamanan meliputi personel, peralatan dan metode/pola operasi, melakukan koordinasi dengan lingkungan sekitar dan penanggung jawab kegiatan, memberikan arahan kepada penyelenggara agar menyiapkan pengamanan di lingkungannya, memberikan fasilitas pengamanan berupa peralatan ataupun pengaturan demi kelancaran kegiatan unjuk rasa, serta menjamin kebebasan penyampaian pendapat dari intervensi pihak lain dan keamanan dan ketertiban umum yaitu mencegah terjadinya gangguan terhadap pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain, mencegah terjadinya bentrokan massa, mencegah peserta melakukan tindakan yang perbuatan melanggar hukum, melakukan upaya koordinasi dengan unsur-unsur aparat lainnya dalam rangka menjamin keamanan dan ketertiban umum.19 Dalam melakukan unjuk rasa atau menyampaikan pendapat dimuka umum ada beberapa jenis pelanggaran yang dilakukan oleh pengunjuk rasa yang diatur dalam Pasal 19 Nomor 9 Tahun 2008 antara lain : a. Penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu b. Penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam surat pemberitahuan (misalnya: melanggar lokasi atau tempat, rute dan waktu) c. Penyampaian pendapat di muka umum yang mengganggu lalu lintas (misalnya: memblokir jalan raya, membahayakan pemakai jalan raya 19

Pasal 17 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (PERKAPOLRI) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Di Muka Umum.

Hal | 10


atau pejalan kaki, menguasasi jalan raya, melawan arus kendaraan, menaikkan penumpang di atas kap mobil) d. Penyampaian pendapat di muka umum yang mengganggu ketertiban umum (misalnya:membakar ban, spanduk atau gambar pejabat, membawa alat peraga yang membahayakan, membuat gaduh dengan cara melakukan pengeras suara atau intimidasi) yang diatur dan diancam dalam pasal-pasal pelanggaran KUHP e. Penyampaian pendapat di muka umum yang anarkis/ yang disertai dengan tindak pidana atau kejahatan terhadap ketertiban di tempat umum, kejahatan yang membahayakan keamanan bagi orang atau barang, dan kejahatan terhadap penguasa umum (misalnya: merusak pagar, merusak fasilitas umum atau pribadi, sweeping, menghadang dan merusak kendaraan umum, pribadi atau dinas, melakukan pembakaran, membawa dan menggunakan bom molotov, serta melakukan tindakan kekerasan atau penganiayaan, penyanderaan, dan tindak pidana); f. Penyampaian pendapat di muka umum yang menimbulkan kerusuhan massal. Unjuk rasa yang menimbulkan anarkis dilakukan penindakan dengan cara menghentikan tindakan anarkis melalui himbauan, persuasif dan edukatif, menerapkan upaya paksa sebagai jalan terakhir setelah upaya persuasif gagal dilakukan, menerapkan penindakan hukum secara profesional atau proporsional serta nesesitas yang telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi, dalam hal penindakan hukum tidak dapat dilakukan seketika, seharusnya dilakukan upaya untuk mengumpulkan bukti-bukti dan kegiatan dalam rangka mendukung upaya penindakan di kemudian hari (misalnya melakukan pencatatan identitas sasaran, pemotretan, merekam kegiatan), melakukan tindakan rehabilitasi dan konsolidasi situasi. 20 Jika terdapat unjuk rasa yang dilakukan tersebut sudah kelewat batas dalam arti akan membahayakan keteriban dan keamanan masyarakat dan tidak terkendali maka hal tersebut mengarah pada tindakan anarkis.21 Tindakan anarkis tersebut akan diatasi oleh pihak Kepolisian dengan peraturan yang terkait dengan pengamanan demonstrasi ini yaitu Peraturan 20

21

Sadjijono, Etika Profesi Hukum Suatu Telaah Filosofis terhadap Konsep dan Implementasi Kode Etik Profesi Polri, Laksbang Mediatama, Jakarta, 2008, hlm 58 Nawawi, Barda A, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung,PT. Citra Aditya Bakti. 200,1 hlm 31

Hal | 11


Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman represif (pencegahan) dalam kondisi apapun, justru menegaskan bahwa anggota Satuan Pengendali Massa (DALMAS) dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa, dan melarang anggota satuan DALMAS melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur karena membawa peralatan diluar peralatan DALMAS seperti senjata tajam dan peluru tajam, mundur membelakangi massa pengunjuk rasa, dan mengucapkan kata kotor, pelecehan seksual, dan memaki-maki pengunjuk rasa serta perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan.22 Prosedur bagi anggota Kepolisian Republik Indonesia merupakan metode langkah-langkah dalam menghadapi dan menyelesaikan suatu aktivitas khususnya dalam hal ini menangani kerusuhan massa atau unjuk rasa yang bertindak anarkis dengan melakukan pencegahan agar tidak menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Menurut Pasal 14 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti Dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-Hara ada kegiatan yang dilaksanakan anggota kepolisian dalam tahap persiapan dalam Penanggulangan Huru-Hara (PHH) dalam unjuk rasa sebagai berikut : a. setelah menerima perintah dari Kapolda segera menyiapkan surat perintah tugas b. menyiapkan kekuatan PHH yang memadai untuk dihadapkan dengan jumlah c. karakteristik massa, melakukan pengecekan personel,mempersiapkan perlengkapan atau peralatan PHH serta konsumsi dan kesehatan d. menentukan rute PHH menuju objek dan rute penyelamatan (escape) bagi pejabat VVIP atau VIP dan pejabat penting lainnya; e. menentukan pos komando lapangan atau Pos Aju yang dekat dan terlindung dengan objek unjuk rasa; dan f. menyiapkan sistem komunikasi ke seluruh unit satuan Polri yang dilibatkan. Tindakan akhir dalam penanggulagi unjuk rasa yang diatur dalam Pasal 23 tentang Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti Dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-Hara yaitu “melaporkan perkembangan situasi dan 22

Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa

Hal | 12


kondisi kepada KAPOLDA, menarik pasukan dan melaksankan konsolidasi dari tempat kejadian, dan membuat laporan tindakan yang dilakukan.� Prosedur dan syarat-syarat yang dijelaskan diatas menarik kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan anggota polisi terhadap korban bahwa pengunjuk rasa mendapatkan kekerasan dikarenakan pengunjuk rasa melakukan aksi anarkis atau melakukan perbuatan melawan hukum, setiap petugas/anggota polisi dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenangwenang dan tidak berdasarkan hukum, serta dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa, dilarang melakukan kekerasan seperti memukul atau menyiksa, dilarang membawa peralatan diluar peralatan dalam mengamankan unjuk rasa seperti senjata tajam dan peluru tajam, dilarang mengucapkan kata kotor, pelecehan seksual, dan memaki-maki terhadap pengunjuk rasa serta perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam mengamankan unjuk rasa. DIAGRAM/SKEMA PROSEDUR PENGAMANAN POLISI DALAM MENGAMANKAN AKSI UNJUK RASA

Sumber : Hasil analisis data oleh penulis atau peneliti

Hal | 13


C. Kesimpulan Sebagai akhir dari pembahasan masalah yang coba diangkat tersebut,maka penulis dalam hal ini mengambil kesimpulan bahwa: 1. Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian dalam unjuk rasa adalah dengan cara pelaku atau anggota kepolisian yang melakukan kekerasan mendapatkan hukuman sesuai dengan ketentuan Undang-undang, dengan korban membuat Surat Pengaduan Masyarakat kepihak kepolisian dan melaporkan kepada bagian pelayanan dan pengaduan dikantor polisi, setelah itu akan ditindak lanjuti oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polisi jika terdapat unsur pidana maka berkas akan diberikan kepada BARESKRIM yang kemudian dilanjutkan pemeriksaan di pengadilan umum , sedangkan terdapat unsur pelanggaran (kode etik profesi dan disiplin) maka berkas akan diberikan kepada ANKUM yang selanjutnya akan diperiksa dalam sidang disiplin. Ketika seseorang menjadi korban dari tindak pidana kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian dan menjadi saksi dari proses peradilan yang sedang dijalankan oleh pelaku atau polisi maka korban memiliki hak dan kewajiban untuk dilindungi oleh lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. 2. Prosedur atau cara pengamanan dalam unjuk rasa yang dilakukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu dengan cara pengunjuk rasa melakukan pemberitahuan terhadap kepolisian 3 x 24 jam sebelum melakukan unjuk rasa, setelah menerima surat pemberitahuan kepolisian akan mengelurkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) kepada unjuk rasa, instansi yang berada dilokasi unjuk rasa dan Satuan Pengendali Massa (DALMAS), setelah itu satuan DALMAS melakukan persiapan alat dan mengamankan lokasi unjuk rasa, pada waktu unjuk rasa terjadilah pelanggaran seperti menggangu kelancaran berlalu lintas, menggangu ketertiban umum, menyebebkan terjadinya tindakan anarkis dan menimbulkan kerusuhan massa. Jika terjadi tindakan anarkis dan menyebabkan kerusuhan massa maka satuan Penanggulang Huru-Hara (PHH) dan datang ke lokasi unjuk rasa yang anarkis dan melakukan pengamanan yang sudah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti Dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-Hara dan Hal | 14


Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Di Muka Umum.

Hal | 15


DAFTAR PUSTAKA Buku : Didik M, dan Elisataris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, Rajawali Pers, Bandung, 2006 Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, 2012 Ismantoro Dwi Yuwono, Cerdas & percaya diri hadapi polisi : Panduan menjalani pemeriksaan di Kepolisian, Pustaka Yustisia, Jakarta Selatan, 2012 Mustafa Kamal Pasha dan kawan-kawan, Pancasila dalam tinjauan Historis dan filosofis, CitraKarsa Mandiri, Yogyakarta, 2003 Nawawi, Barda A, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung,PT. Citra Aditya Bakti. 2001 Sadjijono, Etika Profesi Hukum Suatu Telaah Filosofis terhadap Konsep dan Implementasi Kode Etik Profesi Polri, Laksbang Mediatama, Jakarta, 2008. Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia. Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2005. Zainuddin Ali, metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 Undang – Undang : Undang - Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Di Muka Umum. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Hal | 16


Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti Dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-Hara

Hal | 17


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.