SERBA SERBI VOCATIS ingin menjaga kontinuitas ajaran yang diwariskan oleh Paus dibukanya konklaf, Senin (18/4/2013), Ratzinger Johanes Paulus II.
mencoba mempertanggungjawabkan sikapnya se-
Menurut Reese, pimpinan Gereja seperti ingin mengatakan, lama ini. Menurutnya, Gereja harus menjadi acuan “Kami tidak menginginkan perubahan di bidang ajaran atau yang pasti di tengah pemikiran atau ajaran yang kebijakan. Ini (keputusan memilih Ratzinger) adalah kepu- saling tarik menarik. tusan untuk melanjutkan sentralisasi Gereja, dan kontrol atas Dia mengemukakan, Gereja Katolik selama 20 tahun segala hal, tidak ada pernah ada perbedaan dan diskusi.”
terakhir menghadapi berbagai ajaran baru. Berbagai
Dalam 23 tahun kedudukannya sebagai orang yang sangat pemikiran-pemikiran berperan
dalam
menentukan
doktrin-doktrin
kecil
seperti
diombang-
Gereja, ambingkan oleh gelombang pemikiran besar.
Ratzinger dikenal sangat konservatif, melemahkan eksperi- “Manusia
diombang-ambingkan
dari
pengaruh
mentasi Gereja dalam memahami nilai-nilai modern. Ia men- kolektivisme ke individualisme radikal, dari ateisme jadi tidak populer di kalangan teolog progresif. Tidak sedikit ke mistik religius yang seringkali ekstrem dan aneh, para teolog progresif yang dijatuhi hukuman ekskomunikasi dari agnotisme ke sinkretisme. Bahkan, kita juga atau “dikucilkan” dari Gereja karena gagasan-gagasan mengalami setiap hari muncul sekte-sekte baru. Dan, mereka dipandang berbeda dengan garis besar haluan Gereja Katolik juga ikut tertempa berbagai arus Gereja.
pemikiran itu hingga muncul pandangan bahwa
Namun, di balik sikapnya yang dikenal konservatif, ia justru mereka yang memiliki iman Katolik yang kuat dicap awalnya dikenal sebagai teolog yang liberal. Ia berperan sebagai fundamentalisme,” jelas Ratzinger. dalam arus perubahan Gereja dalam Konsili Vatikan II (1962 Begitu besarnya pengaruh pemikiran-pemikiran baru -1965). Bagaimana ia berubah dari sosok yang liberal dan itu, lanjut dia, sehingga relativisme individualisme progresif menjadi sosok konservatif?
seringkali digunakan sebagai sarana untuk mengukur
Awalnya, Kardinal Ratzinger dikenal sebagai seorang teolog seseorang. “Sebagai orang Katolik, kita mempunyai liberal. Kecemerlangan intelektualnya mulai menarik per- tolok ukur tersendiri yaitu Yesus Kristus. Dialah hatian ketika ia ikut hadir sebagai orang yang ikut memberi yang menjadi ukuran kemanusiaan sejati. Menjadi sumbangan pemikiran mengenai keterbukaan Gereja pada dewasa dalam iman tidak berarti harus mengikuti Konsili Vatikan II (1962-1965). Selama Konsili ia menjadi gelombang mode dan pemikiran-pemikiran baru semacam staf ahli di bidang teologi bagi Kardinal Josef yang bermunculan. Bagi kita menjadi dewasa dalam Frings dari Cologne, Jerman. Ia dihitung sebagai seorang iman adalah makin kukuhnya akar pada persahabatan teologprogresif.
dengan Kristus. Persahabatan yang erat itulah yang
Menurut pengamat Vatikan John Allen yang menulis bi- membuka hati kita pada apa yang baik dan memberiografi “Cardinal Ratzinger: The Vatican’s Enforcer of the kan pada kita kriteria untuk menentukan apa yang Faith”, Ratzinger berubah haluan menjadi “kanan” sejak pro- benar dan apa yang salah,” paparnya. tes mahasiswa Marxis dan Atheis meluas melanda kawasan Kardinal berpendirian teguh ini adalah anak seorang Eropa pada tahun 1968. Sejak itu ia berketetapan hati untuk polisi Jerman. Tak heran sikapnya seperti tidak menmempertahankan ajaran iman melawan apa yang disebutnya genal kompromi. Ia juga sempat mengikuti pendikan dengan perkembangan sekularisme.
militer.
Dalam khotbahnya, saat memimpin misa yang menandai
VOCATIS EDISI V / MARET 2013
23