Draft Buku Saku PIKK

PEDOMAN KEMITRAAN KONSERVASI Buku Panduan

Daft ar Is i Daftar Isi Gambaran Umum Taman Nasional Gunung Leuser Sebaran Wilayah Taman Nasional Gunung Leuser Dinamika Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Rekam Jejak Masalah Perambahan di Taman Nasional Gunung Leuser Kemitraan Konservasi Implementasi Program dan Pemberian Akses Tata Cara Pendaftaran Kemitraan Konservasi Syarat Administrasi Anggota dan Kelompok Verifikasi Teknis Oleh Petugas BBTNGL Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Penyusunan dan pengesahan dokumen RPP dan RKT Hak dan Kewajiban sebagai Mitra Larangan

Gambaran Umum Taman Nasional Gunung Leuser Taman Nasional Gunung Leuser dengan luas kawasan 830.268,95 ha memiliki nilai penting yang sangat lengkap, yaitu tipe ekosistem yang beragam, keanekaragaman hayati yang tinggi serta gejala alam unik yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan wisata alam, pendidikan, penelitian dan budidaya.

Jumlah kepadatan satwa prioritas di masingmasing site monitoring Kawasan TNGL pada tahun 2019, yaitu:

Populasi Gajah Sumatera sebanyak 0,28 individu/Km2 Populasi Harimau Sumatera sebanyak 1,14 individu/100 Km2 Populasi Badak Sumatera sebanyak 7,5 individu/100 Km Populasi Orangutan Sumatera sebanyak 9,2 individu/Km2

Kondisi nilai penting kawasan serta model pengelolaan yang menjadi target capaian dalam pengelolaan TN Gunung Leuser periode 10 tahun ke depan adalah tutupan hutan kawasan TN Gunung Leuser mencapai 95%; trend populasi satwa prioritas mengalami peningkatan; data dan informasi terintegrasi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan; penerapan teknologi, informasi dan ilmu pengetahuan; keterlibatan masyarakat dalam setiap pemanfaatan kondisi lingkungan dan HHBK; serta bertambahnya mitra dan jejaring kerja Balai Besar TN Gunung Leuser

Sebaran Wilayah Taman Nasional Gunung Leuser TNGL memiliki semua jenis hutan tropis utama di Utara Sumatra, mulai dari hutan pantai berpasir di pantai barat dan hutan rawa gambut di Kluet, hingga formasi alpine di kompleks Gunung Leuser, Kemiri, Simpali, dan Bandahara. TNGL terletak di dua provinsi di mana sebagian besar kawasan

18,8 % Sumatera Utara

81,2% Aceh

Batas Provinsi pada 2014 Aceh Tenggara Gayo Lues Langkat Aceh Selatan Aceh Barat Daya Karo Deli Serdang Dairi

0%

10%

20%

30%

40%

TNGL terdiri dari medan bergunung dan kelerengan yang hampir tak dapat diakses, dengan ketinggian berkisar dari 0 meter di Kluet (Aceh Selatan) hingga 3.381 meter di puncak Gunung Leuser (Aceh Tenggara). Sungai Alas mengalir melalui kawasan TNGL dan membelah TN menjadi bagian timur dan barat.

Kawasan TNGL terutama penting bagi konservasi karena di sinilah orangutan (Pongo abelii), harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus), badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), dan macan tutul (Panthera pardus) tinggal bersama. TNGL juga merupakan hulu daerah aliran sungai dari sembilan sungai yang penting secara ekonomi yang semakin lama semakin rentan terhadap banjir yang merugikan.

Dinamika Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser 1927 Pemimpin lokal Aceh meminta pemerintah Belanda melindungi kawasan Lembah Alas

1934 Deklarasi Tapaktuan, ditandatangani Gubernur Hindia Belanda (6/2) Pembentukan Suaka Alam Gunung Leuser seluas 142.800 ha (3/7) ZB No.317/35

1928 Usulan pertama diajukan Dr.Van Heurn kepada pemerintah Belanda untuk melindungi kawasan Singkil (hulu Sungai Simpang Kiri) bagian selatan, sepanjang Bukit Barisan, ke arah lembah Sungai Tripa dan Rawa Pantai Meulaboh, di bagian Utara.

1935 1936 Pembentukan Suaka Margasatwa Kluet seluas 20.000 ha (26/10) ZB No.122/AGR

Pembentukan kelompok hutan Langkat Sekundur (8/8) Tata batas dilakukan pada 12 Agustus 1936

1938 1976 Pembentukan Penunjukkan SM Kappi seluas 150.000 ha (10/12) Kluet seluas 20.000 ha. (26/10) Tata batas dilakukan pada 12 Agustus 1936 SK Menteri Pertanian No. 69/Kpts/Um/12/1976 ZB No.122/AGR

1981

Penetapan Kelompok Hutan Langkat Sekundur, Langkat Selatan, dan Langkat Barat sebagai Suaka Margasatwa Suaka Margasatwa Sekundur dengan nama Wilhelmina Katen, dengan total luas 213.985 ha (30/10) Keputusan Sultan Langkat

1980

Deklarasi TN. Gunung Leuser seluas 792.675 ha (6/3) SK Menteri Pertanian No. 811/Kpts/Um/II/1980

TN Gunung Leuser ditetapkan sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO

1982 Penunjukkan Hutan Wisata Lawe Gurah yang berasal dari sebagian SM Kappi (7.200 ha) dan Hutan Lindung Serbolangit (2.000 ha) (3/3) SK Menteri Pertanian No. 166/Kpts/Um/3/1982

1982

1984 Penunjukan wilayah kerja TN Gunung Leuser, mencakup SM Gunung Leuser, SM Langkat Barat, ŠM Langkat Selatan, SM Sekundur, SM Kappi, SM Kluet, TW Lawe Gurah, TW Sekundur, Hutan Lindung Serbolangit dan HPT Sembabala (11/12) SK Dirjen PHPA No.46/Kpts/VI-Sek/84 Ditetapkan sebagai ASEAN Heritage Park

Penetapan TN Gunung Leuser di Sumatera Utara seluas 213.985 ha, yang merupakan gabungan dari SM Langkat Selatan, SM Langkat Barat, SM & TW Sekundur SK Menteri Pertanian No.923/Kpts/Um/12/1982 TN Gunung Leuser di DI Aceh seluas 588.500 ha, gabungan dari SM Kluet, SM Gunung Leuser, SM Kappi, dan TW Lawe Gurah.

SK Menteri Pertanian No. 924/Kpts/Um/12/1982

1997 2001 Pembentukkan tim dan pelaksanaan kegiatan rekontruksi batas TN Gunung Leuser di Kab. Langkat

2014 Penetapan Kawasan Hutan sebagian Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara (28/5) SK Menhut Nomor SK.4039/MenhutVII/KUH/2014 Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara SK Menhut No. SK.579/Menhut-II/2014 Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Aceh SK Menhut No. SK.865/Menhut-II/2014 Penetapan Kawasan Hutan sebagian Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Selatan, dan Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh (28/10) SK Menteri Kehutanan No. SK. 6589/Menhut-VII/KUH/2014

Penunjukkan TN Gunung Leuser seluas 1.094.692 ha SK Menteri Kehutanan No. 276/Kpts-VI/1997

2004 ditetapkan sebagai Warisan Dunia (Tropical Rainforest Heritage of Sumatra)

2015 Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.865/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan Dan Konservasi Perairan Provinsi Aceh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor SK.103/MenLHK-II/2015

2019 Penataan Zona Pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser Provinsi Aceh Dan Sumatera Utara seluas 830.268,95 ha Keputusan Dirjen KSDAE Nomor SK.193/KSDAE/SET/KSÁ.0/5/2019 tanggal 20 Mei 2019

Rekam Jejak Masalah Perambahan di Taman Nasional Gunung Leuser awal mula terjadinya masalah perambahan secara besar-besaran di kawasan TNGL adalah pada tahun 2000 di wilayah Sei Lepan/Sei Minyak seluas ± 250 ha, oleh 318 KK pengungsi dari Aceh Timur. Melihat kejadian tersebut Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) melakukan Tindakan secara administraif, dan operasi gabungan di berbagai lokasi rawan kegiatan perambahan, & illegal logging di Kabupaten Langkat. Melalui media elektronik, LSM, serta wawancara Bupati Langkat meminta pengungsi harus keluar dari kawasan TNGL paling lambat tanggal 10 Maret 2001.

Februari 2001, ± 600 orang penggarap dengan senjata tajam melakukan unjuk rasa dan mengancam para anggota tim sosialisasi. Pemerintah Pusat memberikan kebijakan untuk memulangkan seluruh pengungsi Aceh di Sumut (TNGL) kembali ke Aceh, BBTNGL memantau kondisi tersebut, sebagian pengungsi Aceh secara bertahap keluar secara swadaya dari wilayah TNGL untuk kembali ke Aceh. Bentuk upaya yang dilakukan untuk menangani pengungsi tersebut adalah dengan melakukan relokasi penduduk dengan pendekatan administratif, operatif, sampai sosialisasi, dengan mengedepankan kepetingan kemanusiaan dan keseimbangan sumber daya alam.

Tidak tuntasnya masalah pengungsi tersebut, ditambah dengan desakan pertumbuhan populasi manusia, pemekaran wilayah, serta pengembangan konektivitas antar wilayah meningkatkan penggarapan, illegal loging, aktivitas pembalakan liar, pemburuan, kebarakaran hutan dan degradasi kawasan TN Gunung Leuser, khususnya yang berbatasan langsung atau berdekatan dengan pemukiman atau jalur aksesibilitas antar wilayah. Jumlah areal garapan lahan, dan areal yang terdegradasi dalam kawasan TN Gunung Leuser adalah seluas sekitar 34.414,11 ha. Adanya penggarapan dalam kawasan TN Gunung Leuser tersebut menciptakan dan memperbesar peluang konflik antara fungsi ekologi kawasan TN Gunung Leuser sebagai wilayah jelajah satwa liar serta daerah resapan air dengan fungsi pemenuhan mata pencaharian masyarakat berupa perkebunan/perladangan. Maka BBTNGL dan Pemerintah Daerah merancang dan melaksanakan strategi penanganan aktivitas illegal logging dan perburuan di kawasan TN Gunung Leuser serta dengan memfungsikan gugus tugas multipihak kemitraan konservasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan pemulihan ekosistem di TN Gunung Leuser.

Dalam rangka mengubah arus paradigma pengelolaan hutan di Indonesia yang lebih mengedepankan masyarakat sebagai subyek pembangunan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan salah satu kebijakan yang mengedepankan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan melalui kebijakan Kemitraan Konservasi. Kemitraan konservasi sendiri dalam Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, dimaknai sebagai kerja sama antara kepala unit pengelola kawasan atau pemegang izin pada kawasan konservasi dengan masyarakat setempat berdasarkan prinsip saling menghargai, saling percaya, dan saling menguntungkan.

Sejak tahun 2000 ancaman degradasi hutan di kawasan TN Gunung Leuser semakin meningkat akibat sejumlah perubahan fundamental.

1

Selama periode awal tahun 2000 hingga tahun 2015, praktis tidak ada satu pun kebijakan yang mampu menjembatani semua variabel pemicu perambahan di kawasan TN Gunung Leuser.

Hadirnya program Kemitraan Konservasi pada tahun 2018 tampaknya menjadi

2

salah satu solusi kebijakan yang ideal. Program Kemitraan Konservasi yang sudah memasuki usia yang ke empat tahun nyatanya memberikan solusi yang saling menguntungkan bagi warga penggarap dan BBTNGL selaku pemangku kawasan.

Kemitraan Konservasi Dalam rangka mengubah arus paradigma pengelolaan hutan di Indonesia yang lebih mengedepankan masyarakat sebagai subyek pembangunan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan salah satu kebijakan yang mengedepankan pengembangan, dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan melalui kebijakan Kemitraan Konservasi. Kemitraan konservasi sendiri dalam Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, dimaknai sebagai kerja sama antara kepala unit pengelola kawasan, atau pemegang izin pada kawasan konservasi dengan masyarakat setempat berdasarkan prinsip saling menghargai, saling percaya, dan saling menguntungkan.

Pemerintah (Pusat dan Daerah)

Sektor Swasta

Lembaga Swadaya Masyarakat

Akademisi

Masyarakat

Hadirnya program Kemitraan Konservasi pada tahun 2018 yang lalu, selain bertujuan untuk menjadi landasan kebijakan baru untuk memulihkan areal hutan yang terdegradasi, juga sebagai bentuk penyelesaian konflik dalam penanganan permasalahan perambahan hutan dengan cara yang lebih humanis. Kemitraan Konservasi dilakukan dengan melibatkan kelompok masyarakat/petani yang (terlanjur) melakukan penggarapan pada kawasan konservasi di Taman Nasional Gunung Leuser. Salah satu target lokasi kegiatan pemulihan ekosistem yang saat ini telah berjalan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser adalah di daerah Seksi Pengelola Taman Nasional Wilayah VI Besitang, Wilayah Resor Sekoci-Lepan, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

Implementasi Program dan Pemberian Akses Kemitraan Konservasi dalam implementasinya terbagi menjadi 2 jenis kegiatan utama

Kemitraan konservasi dalam rangka

Kemitraan konservasi dalam

pemberdayaan masyarakat setempat

rangka pemulihan ekosistem

Adapun bentuk pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Wilayah Resor Sekoci Lepan adalah sebagai berikut :

Adapun bentuk Pemulihan Ekosistem yang telah dilakukan di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Wilayah Resor Sekoci Lepan adalah sebagai berikut :

1. Pelatihan Managemen Organisasi Kelompok; 2. Pelatihan Keuangan Kelompok; 3. Pelatihan Pemetaan Partisipatif; 4. Sekolah Lapang berbasis Komoditi Unggulan; 5. Pelatihan Pengolahan Produk Turunan

1. Pembuatan Pondok Kerja KTHK; 2. Pembuatan tempat Nursery (Pembibitan); 3. Pelatihan pembuatan Pupuk Organik; 4. Pelatihan pembuatan bibit tanaman MPTS berkualitas; 5. Penanaman tanaman MPTS 6. Monitoring dan Pengamanan areal kelola

Bentuk pemberian akses dalam program Kemitraan Konservasi antara lain, yaitu : Budidaya Tradisional Wisata alam terbatas

Pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) Perburuan tradisional untuk jenis yang tidak dilindungi Pemanfaatan tradisional sumber daya perairan terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi

Tata Cara Pendaftaran Kemitraan Konservasi Berikut diagram Tata Cara Pendaftaran Kemitraan Konservasi

2

Berkas usulan diserahkan ke BBTNGL

BBTNGL menindak lanjutin usulan terkait, dengan melakukan identifikasi lahan

Petani Lokal

11

Persyaratan Dokumen : Fotocopy KK; Fotocopy KTP; Surat Pernyataan Pengakuan Kawasan TN Gunung Leuser; SK Kelompok dari Kepala Desa; Berita Acara Pembentuk Kelompok; Struktur Kelompok;

3

4

BBTNGL melakukan pemetaan lahan usulan masing masing anggota

Verifkasi Teknis (Verifikasi Anggota dan Lahan)

Surat Permohonan; AD ART Kelompok; Proposal Usulan.

7

5

Rekomendasi dari Direktorat Jendral KSDAE

6

Penanda tanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS)

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Program (RPP) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT)

Syarat Administrasi Anggota dan Kelompok Petani diharapkan untuk melengkapi persyaratan administrasi anggota dan kelompok

A. Syarat Administrasi Anggota

SURAT PERNYATAAN

Fotocopy KTP

Fotocopy KK

Surat Pernyataan

B. Syarat Administrasi Kelompok Apabila persyaratan administrasi sudah lengkap, maka permohon dapat lanjut ke tahap selanjutnya. Namun, jika terdapat persyaratan yang belum lengkap, pemohon diharapkan melengkapi syarat administrasi baik anggota maupun kelompok. Setelah itu, proses dilanjutkan oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser untuk melakukan identifikasi lahan

C. Pemetaan Wilayah Berkas usulan Kemitraan Konservasi juga ikut melampirkan peta lahan usulan kelompok.

Pemetaan lahan usulan kelompok tersebut hendaknya mengikutsertakan petugas BBTNGL. Pengikutsertaan petugas TNGL dimaksutkan sebagai salah satu tahapan identifikasi awal petugas untuk melihat adakah potensi masalah di lahan yang akan diusulkan.

Verifikasi Teknis oleh Petugas BBTNGL Dalam pengajuan skema Kemitraan Konservasi beberapa teknis tahapan harus dilalui, dimulai dari tahapan pengajuan hingga kepada tahapan Verfikasi Teknis. Proses pengajuan perjanjian kerjasama oleh KTHK yang baru mengusulkan harus telah memiliki draft dokumen pengajuan perjanjian kerjasama yang telah disetujui oleh pihak BBTNGL untuk selanjutnya dilakukan proses Verifikasi Teknis.

Dalam kegiatan Verifikasi Teknis tersebut, petugas BBTNGL melakukan dua jenis kegiatan Verifikasi, diantaranya adalah Verifikasi Subjek dan Verifikasi Objek. Adapun penjelasan mengenai dua jenis verifikasi tersebut adalah sebagai berikut :

Verifikasi Subjek Verifikasi Subjek adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas BBTNGL untuk memverifikasi berkas administrasi usulan dari kelompok. Hal ini menyangkut verifikasi kembali berkas administrasi kelengkapan seperti : Fotocopy E-Ktp Fotocopy Kartu Keluarga Surat Pernyataan yang ditandatangani Materai 10.000 Berita Acara Pembentukan kelompok Struktur Pengurus ADART Kelompok Peta Usulan Setelah dilakukannya verifikasi berkas tersebut, petugas kemudian mengkonfirmasi berkas-berkas tersebut dengan orang yang mengusulkan. Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi ada tidaknya orang yang mengusulkan berkas tersebut, sekaligus menghindari kemungkinan adanya upaya rekayasa.

Verifikasi Objek Setelah verifikasi subjek selesai dilaksanakan, petugas kemudian pergi menuju lahan usulan bersama dengan petani yang mengusulkan tersebut. Dalam verifikasi tersebut, petani diminta menujukkan dimana saja batas lahan yang dia Kelola. Setelahnya, petani juga akan dimintai keterangan mengenai apa saja jenis tanaman yang sudah ditanam selama ini, dan sejak kapan petani tersebut telah menggarap lahan itu. Hal ini penting dilakukan oleh petugas untuk mengetahui latarbelakang petani tersebut menggarap lahannya.

Setelah 2 jenis kegiatan verifikasi teknis tersebut dilakukan, petugas kemudian akan membuat Berita Acara Verifikasi Teknis. Dalam isi Berita Acara tersebut akan memuat kesimpulan tentang apakah kelompok yang mengusulkan Kemitraan Konservasi tersebut bisa dilanjutkan ke tahap penandatanganan Perjanjian Kersa Sama (PKS) atau tidak dapat diteruskan. Berita Acara tersebut akan ditandatangani oleh seluruh petugas yang melakukan Verifikasi Teknis di lapangan.

Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) merupakan tahapan puncak dari pengusulan Kemitraan Konservasi. Pada tahap pandatanganan dokumen PKS ini menjadi penanda bahwa semua tahapan telah dilalui, sehingga sampai lah kelompok pada tahapan pengesahan dari usulan yang telah mereka buat selama ini.

Penandatanganan Perjanjian kerja Sama (PKS) antara KTHK dengan Kepala BBTNGL merupakan kunci keberhasilan program Kemitraan Konservasi, hal ini penting dikarenakan perjanjian tersebut merupakan landasan bagi KTHK dalam pelaksanaan kegiatan di dalam kawasan. Sedangkan untuk pihak BBTNGL hal ini menjadi dasar dalam mengontrol, dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan di tingkat tapak.

Kegiatan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dilaksanakan dengan cara mengundang ketua KTHK yang mengusulkan. Penandatanganan naskah Perjanjian Kerja Sama (PKS) tersebut dilakukan antara Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuaser (BBTNGL) dengan Ketua KTHK yang mengusulkan. Setelah dilaksanakannya penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tersebut, baru lah masing-masing pihak dapat bekerjasama untuk mengelola kawasan lebih efektif lagi.

Penyusunan dan Pengesahan Dokumen RPP dan RKT Penyusunan Dokumen RPP dan RKT Langkah selanjutnya setelah kelompok selesai melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS), adalah dengan menyusun draft Rencana Pelaksanaan Program (RPP) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT). Penyusunan RPP dan RKT untuk KTHK yang baru melaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan pemangku kawasan dirasa sangat penting untuk membantu percepatan pencapaian strategi nasional dalam merestorasi kawasan hutan. Pada sisi lain, penysusunan RPP dan RKT ini merupakan upaya pendekatan, dan sekaligus sosialisasi berbagai kegiatan perhutanan sosial kepada masyarakat petani di tingkat tapak. Adanya penyusunan RPP dan RKT ini juga sebagai kerangka kerja bagi para pendamping dalam membantu masyarakat penerima izin akses kelola kawasan konservasi agar dalam melaksanakan program bisa lebih terarah.

Penyusunan dan Pengesahan Dokumen RPP dan RKT Penandatanganan Dokumen RPP dan RKT Kegiatan pengesahan dokumen Rencana Pelaksanaan Program (RPP), dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Kemitraan Konservasi di KTHK merupakan kegiatan lanjutan setelah dilaksanakannya kegiatan pembahasan, dan perancangan draft RPP dan RKT di tingkat KTHK. Sebelum dilaksanakannya kegiatan finalisasi dan pengesahan dokumen RPP dan RKT ini, para pendamping harus telah melakukan pendampingan di tingkat tapak atau petani untuk membahas dan membuat rencana kerja tahunan yang memang benar-benar mereka (KTHK) butuhkan. Adapun beberapa masukan dan hasil pemantauan lapangan tersebut lalu kemudian dihimpun menjadi sebuah RKT yang disusun secara bersama-sama.

Kegiatan penandatanganan dokumen RPP dan RKT ini dilakukan antara Kepala Balai Taman Nasional dengan Ketua KTHK. Masing-masing kedua bela pihak akan menyimpan dokumen tersebut sebagai rujukan untuk melakukan kegiatan pemulihan ekosistem.

Sementara itu, setelah penandatanganan RPP dan RKT itu selesai, ketua KTHK akan mensosialisasikan RPP dan RKT tersebut kepada masing-masing anggotanya, agar seluruh anggota dapat memahami apa yang mereka harus kerjakan dan apa-apa saja target yang harus mereka capai per tahunnya.

Hak dan Kewajiban sebagai Mitra Kewajiban Mitra Bersama-sama dengan pihak pemangku Kawasan Menyusun RPP dan RKT Menaati kesepakatan dalam perjanjian kerja sama (PKS) dan melaksanakan program/kegiatan yang sudah disepakati oleh para pihak yang tertuang di RPP dan RKT, serta tidak memperluas areal Garapan yang dikerjasamakan.

Berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan, pemulihan ekosistem dan pemanfaatan secara lestari melalui jenis tanaman MPTS (multy purpose tree species) dan atau tanaman hutan asli tempatan Melakukan perlindungan dan pengamanan wilayah dari kegiatan perusakan Kawasan dan perburuan Melaporkan kepada petugas apabila menemukan gangguan di dalam ataupun di sekitar areal kemitraanMenyediakan secara swadaya dukungan bibit tanaman untuk pelaksanaan program pemulihan ekosistem Melaporkan seluruh kegiatan dan pelaksanaan program kepada pemangku Kawasan

Hak Mitra Mendapatkan masukan dan arahan serta partisipasi aktif dari pemangku kawasan dalam setiap pelaksanaan program/kegiatan yang telah disepakati Bersama dalam rangka perjanjian kerja sama ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan; Mendapatkan dukungan fasilitasi dan pendampingan sumber daya manusia dari pihak pemangku Kawasan dalam rangka perjanjian Kerjasama ini, khususnya dalam rangka pemberdayaan masyarakat Mendapatkan dukungan adminstrasi dari pihak pemangku Kawasan untuk pelaksanaan program/kegiatan yang telah disepakati Bersama dalam rangka perjanjian kerja sama agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Larangan Dilarang memperluas areal Kelola Dilarang menebang pohon Dilarang melakukan perburuan satwa liar Dilarang menanam sawit Dilarang membakar lahan Dilarang melakukan aktifitas pertambangan di dalam Kawasan

petai.indonesia

Yayasan PETAI

info@petai.org

petai.org