RESENSI
Judul
: Pemaafan, Rekonsiliasi & Restorative Justice
Penulis
: Afthonul Afif
Penerbit
: Pustaka Pelajar
Cetakan I
: Februari 2015
Pemaafan, Rekonsiliasi & Restorative Justice Diskursus Perihal Pelanggaran di Masa Lalu dan Upaya-Upaya Melampauinya " Penegakan hukum saat ini dinilai masih menggunakan paradigma konvensional yaitu peradilan yang berperspektif kepada pelaku dan bagaimana ia dijerat. Akibatnya, kepentingan dan nasib korban pasca terjadinya tindak kejahatan serasa dipinggirkan. Hal inilah yang melahirkan sebuah gagasan baru dalam sistem peradilan yang dinamakan Restorative Justice. "
R
estorative justice merupakan sebuah gagasan tentang sistem peradilan pidana yang melihat bahwa tindak kejahatan lebih sebagai sesuatu yang telah mencederai orang dan hubungan-hubungan. Oleh karena itu, tujuan utama dari peradilan adalah memfasilitasi pihak-pihak yang berperkara untuk memulihkan kembali hal-hal yang rusak. Menurut Howard Zehr1, ada tiga kebutuhan dasar korban yang harus dipenuhi yang cenderung ditampik oleh peradilan kriminal konvensional dan harus dipenuhi bagi terselenggaranya peradilan restoratif. Tiga kebutuhan dasar tersebut adalah kebutuhan akan ganti rugi yang adil (restitution), Kebutuhan akan mekanisme yang memberdayakan (empowerment), dan kebutuhan akan dibukanya kebenaran (truth-telling). Restorative justice mengharapkan kedua belah pihak
30| MAJALAH MAHKAMAH
melakukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi merupakan tujuan yang hendak dicapai dari restorative justice. Sedangkan pemaafan merupakan syarat utama dalam sebuah rekonsiliasi. Hal mengenai pemaafan inilah yang paling banyak dibahas dalam buku ini. Pemaafan adalah sejenis kebajikan, sebuah pemberian yang dilandasi ketulusan dan kesungguhan hati, melalui uluran kasih sayang yang sengaja ditujukan kepada pihak yang paling pantas untuk dibenci dan dimusuhi. Pemaafan hendak melawan sesuatu yang terlanjur diterima sebagai “yang sewajarnya”, atau membuat mungkin sesuatu yang sudah dianggap sebagai “yang mustahil”. Dengan kata lain, pemaafan adalah sebuah pemberian untuk pihak yang justru tidak pantas menerimanya, atau pihak yang tak termaafkan (forgiveness is always as forgiving the unvorgivable). Memaafkan tidak dapat kita pa-
hami sebagai sikap pasif hanya menerima kenyataan bahwa kita telah dilanggar oleh orang lain. Ia berbeda dengan sikap pasrah atau pembiaran. Sebaliknya, orang yang telah sungguh-sungguh memaafkan secara sadar akan melibatkan dirinya dalam upaya mencari resolusi psikologis yang dapat membebaskan dari luka-luka batin serta membantu proses perbaikan hubungan. Buku ini mengupas hakikat pemaafan dengan tuntas dalam dimensi psikologis, kemudian memberikan kategori-kategori pemaafan disertai dengan tindakan yang menyerupainya, buku ini turut menjelaskan tentang rekonsiliasi dan syaratsyarat yang dibutuhkannya secara utuh. Pemaafan menjadi haluan untuk mencapai rekonsiliasi, yang merupakan tujuan dan komponen utama dari re-