4 minute read

Kenali Bentuk Pelecehan Seksual di Dunia Maya

Y

ogyakarta - Sepintas, kekerasan seksual dan pelecehan seksual adalah dua istilah yang serupa. Tapi ternyata keduanya memiliki perbedaan.

Advertisement

Komnas Perempuan kemudian menyebutkan bahwa pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik maupun non-fisik, yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang. Tindakan ini termasuk siulan, main mata, komentar atau ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi-materi pornografi dan keinginan seksual, colekan

Kekerasan seksual memiliki cakupan yang lebih luas dibanding pelecehan seksual. Dengan kata lain, pelecehan seksual adalah bagian dari kekerasan seksual.Menurut World Health Organization (WHO), kekerasan seksual adalah segala tindakan yang dilakukan dengan menyasar seksualitas ataupun organ seksual seseorang tanpa persetujuan orang yang bersangkutan, dengan adanya unsur ancaman atau paksaan, termasuk diantaranya perdagangan perempuan dengan tujuan seksual, serta pemaksaan prostitusi.

a i v a t k O W a d n a N : h e l o i s a r t s u l I

Komnas Perempuan kemudian menyebutkan bahwa pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik maupun non-fisik, yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang. Tindakan ini termasuk siulan, main mata, komentar atau ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi-materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual, sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin hingga menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan Di zaman yang serba digital ini, pelecehan seksual di dunia maya semakin marak terjadi. Parahnya lagi, terkadang korban tidak menyadari bahwa dirinya mengalami pelecehan seksual. Ada juga korban yang bingung, harus berbuat apa ketika dirinya dilecehkan?

Mayoritas korban pelecehan seksual adalah perempuan dan anak di bawah umur, namun sebenarnya pelecehan seksual tidak mengenal gender, usia, tempat, pakaian, ataupun waktu. Siapapun bisa saja menjadi korban. Laki-laki, perempuan, anak-anak, maupun orang dewasa.

Pelecehan seksual di dunia maya bukan hanya dalam bentuk pesan rayuan dan obrolan bernuansa seksual saja. Tanpa disadari, hal-hal kecil seperti yang sering kita jumpai pada kolom komentar fans kepada idolanya, atau akun-akun receh di media sosial. Banyak dari mereka yang menormalisasikan komentar yang menjurus kepada pelecehan seksual dengan kedok candaan.

Ilustrasi oleh: Nanda W Oktavia

B

eberapa bentuk pelecehan seksual di dunia maya antara lain sex testing, cyber harassment, cyberstalking, dan body shaming.

Sex Testing

Sex testing merupakan bentuk pelecehan seksual yang banyak terjadi di media sosial. Sex testing adalah aktivitas mengirimkan atau mengunggah konten dan pesan seksual yang dikirimkan kepada seseorang tanpa ada persetujuan dari kedua belah pihak. Jika seseorang menerima pesan seksualitas dari orang lain tanpa persetujuan, bahkan mendapatkan ancaman atau paksaan, maka aktivitas tersebut sudah termasuk kedalam pelecehan seksual.

Cyber Harassment

Cyber harassment adalah aktivitas penggunaan teknologi untuk menghubungi, melecehkan, mengganggu, mengancam, atau menakutnakuti korban. Cyber harassment merupakan salah satu bagian dari sex testing. Misal, jika seseorang dipaksa untuk mengirimkan foto dirinya, dan jika dia menolak maka pelaku mengancam akan membongkar rahasianya. Hal ini sudah termasuk pelecehan seksual.

Cyber Stalking

Cyber stalking adalah pemanfaatan teknologi untuk menguntit dan mengawasi tindakan atau aktivitas korban yang dilakukan dengan pengamatan langsung. Salah satu contohnya adalah memberikan hadiah yang sudah dipasang kamera tersembunyi kepada korban untuk mengawasi segala aktivitasnya.

Body Shaming

Istilah body shaming sudah sering kita dengar, dan ternyata body shaming juga merupakan salah satu dari bentuk pelecehan, seksual karena hal tersebut sudah menyerang aspek seksualitas seseorang. Selain itu, para pelaku body shaming biasanya mengejek, menghina, dan mengomentari bentuk tubuh seseorang. Secara tidak sadar, body shaming adalah bentuk pelecehan yang paling banyak ditemui di dunia maya. Biasanya body shaming terjadi di kolom komentar akun korban, bahkan ada yang mengirimkan pesan secara langsung.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang harus dilakukan ketika kita menjadi korban pelecehan seksual di dunia maya?

Ilustrasi Oleh: Nanda W Oktavia Hal pertama yang harus dilakukan ketika kita menjadi korban adalah dengan memberikan batasan dan bersikap tegas pada pelaku. Jangan takut untuk berkata tidak. Sikap diam sering disalah artikan sebagai jawaban ‘iya ’ oleh para pelaku. Segera ceritakan pada orang terdekat. Jika pelaku tidak berhenti dan sudah sangat mengganggu, kumpulkan bukti sebanyakbanyaknya. Dokumentasikan pesan, foto, atau komentar agar bisa ditunjukkan ke pihak yang berwenang. Catat tanggal, waktu, dan kronologi kejadiannya.

Jangan lupa untuk segera melaporkan ke pihak sosial media yang bersangkutan dengan menggunakan fitur yang tersedia di platform tersebut. Report, block, ignore, dan mute akunakun yang dirasa mengganggu. Fitur ini disediakan agar para pengguna aplikasi tetap bisa menjaga keselamatan dan keamanan. Beritahukan kepada orang-orang terdekat agar kejadian yang sama bisa dicegah.

Jangan hanya diam, jadilah berani dan laporkan. Pantau situasi untuk menilai seberapa bahayanya tindakan pelaku. Sikap diam dalam situasi ini bisa membahayakan. Akan ada korban-korban lain jika pelaku tidak segera dilaporkan. Segera cari bantuan pada orang-orang terdekat, lembaga, organisasi, atau institusi terpercaya yang dapat memberikan bantuan terdekat dari lokasi korban.

Lakukan tindakan-tindakan pencegahan sedini mungkin untuk meminimalisir terjadinya pelecehan seksual. Jangan takut dan ragu untuk melaporkan tindakan pelecehan seksual. Ketakutan korban akan memberikan kesempatan pada pelaku untuk melakukan hal yang sama pada orang lain. Jangan malu menjadi korban pelecehan seksual, pelaku lah yang seharusnya merasa malu.

Penulis: Stevanie Happitasyari, Mariezka Hasna, Rizki Kurnia Putri Editor : Azahra Dita P

This article is from: