Warta Kencana

Page 1


Penasehat

KEPALA BKKBN JAWA BARAT

Dewan Redaksi

FAZAR SUPRIADI SENTOSA

FERRY HADIYANTO

KUKUH DWI SETIAWAN

ELMA TRIYULIANTI

Pemimpin Redaksi HERMAN MELANI

Managing Editor NAJIP HENDRA SP

Tim Redaksi

NOVI HIDAYATI AFSARI ROY PRIMERA

IRFAN HANIFUL QOYYIM

BAMBANG DWI NUGROHO

AZIZA AYU NURJANNAH

Foto

IRFAN HANIFUL QOYYIM

Kontributor

ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK)

AKIM GARIS (CIREBON)

AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR)

HENDI WIRYADI (BOGOR RAYA)

ANGGOTA IPKB JAWA BARAT HIKMAT SYAHRULLOH

Tata Letak

LITERA MEDIA PUBLIKA

Sirkulasi

Perwakilan BKKBN Jawa Barat

Penerbit

Perwakilan BKKBN Jawa Barat

Percetakan

LITERA MEDIA PUBLIKA 022 87801235 www.wartakencana.id

Alamat Redaksi

Kantor BKKBN Jawa Barat

Jalan Surapati No. 122 Bandung

Telp : (022) 7207085

Fax : (022) 7273805

Email: redaksi@wartakencana.id

Website: www.wartakencana.id

Redaksi menerima kiriman artikel, tulisan berita, dan foto tentang kegiatan atau dinamika program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga di Jawa Barat. Setiap karya yang dimuat berhak mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi.

Bersama Keluarga, Membangun Bangsa

Kita kembali memperingati Hari Keluarga Nasional atau lebih familiar dengan sebutan Harganas. Sudah 31 tahun kita memperingati hari sakral keluarga ini. Hari yang mengingatkan kita pada peran penting keluarga.

Keluarga memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Keluarga bertanggung jawab dalam pemenuhan hak anak, pengasuhan dan perawatan anak agar anak dapat tercegah dari resiko stunting di semua fase kehidupan.

Keluarga adalah sumber kehidupan yang senantiasa memberikan rasa aman, melindungi serta menjaga setiap anggotanya. Keluarga adalah sumber kebahagiaan cinta dan kasih sayang yang senantiasa menopang semangat kita. Keluarga juga berperan dalam membekali nilai-nilai kehidupan generasi muda yang akan menjadi penerus pembangunan bangsa di masa depan.

Mari Kita Jadikan Harganas menjadi momentum penting bagi kita semua dalam menggalang dan meningkatkan komitmen seluruh unsur dalam masyarakat untuk sama-sama bergotong royong mewujudkan keluarga Indonesia bebas stunting, dengan menjaga calon ibu menkonsumsi makanan bernutrisi dan tablet tambah darah dalam mencegah anemia agar anak-anak kita dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.

Di tengah hiruk-pikuk itu kita tak lupa dengan tugas besar kita dalam upaya mempercepat penurunan stunting. Segala upaya kita lakukan. Hasilnya cukup menggembirakan jika kita melihat hasil inrtevensi serentak yang dilakukan sebulan kemarin. Namun demikian, kabar SKI 2023 tampak kurang menggembirakan. Ada dinamika yang selalu menyertai data. Pada edisi kali ini kita lebih mencermati diskursus itu. Selamat membaca. Selamat Hari Keuarga Nasional!

Herman Melani

Pemimpin Redaksi

BERGERAK SERENTAK TURUNKAN STUNTING

Juni menjadi bulan supersibuk bagi BKKBN. Selain menggelar aneka rupa lomba dan apresiasi penghargaan dalam rangka Harganas, bulan ini bertepatan dengan bulan intervensi serentak pencegahan stunting. Ini tidak lepas dari tugas tambahannya sebagai leading sector percepatan penurunan stunting nasional. Tak sia-sia, hasilnya menggembirakan. Cakupan maupun capaian sama-sama melampaui ambang batas minimum yang ditetapkan sebelumnya.

Naik Turun Angka Survei Stunting

Acuan prevalensi stunting tak pernah ajeg. Meski sejumlah lembaga melakukan pengukuran sendiri-sendiri, adalah hasil survei yang kemudian menjadi patokan utama. SSGBI, SSGI, lalu kini SKI. Mari kita lihat yang terakhir!

WARTA UTAMA

Setia Pada Strategi Nasional

Melesetnya capaian prevalensi stunting pada hasil SKI 2023 tak lantas ikhtiar percepatan penurunan stunting berubah arah. Sebagai Ketua

Pelaksana Percepatan Stunting Nasional, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menegaskan kerja besar menurunkan stunting tetap berpegang pada Strategi Nasional.

Cerita Baik dari Praktik Baik

Provinsi Jawa Barat telah melakukan berbagai upaya untuk memastikan pencapaian target dan percepatan penurunan stunting di tahun 2024. Upaya tersebut terdiri dari penyediaan satu data, berbagai intervensi spesifik dan sensitiF, pendampingan keluarga berisiko stunting (KRS), pemberian makanan tambahan (PMT) dan gizi, hingga monitoring terpadu. Berbagai praktik baik yang terjadi merupakan hasil kolaborasi pentahelix yang didukung oleh semua pihak yang ada di Jawa Barat.

Festival Keluarga Jawa Barat

Hari yang ditunggu keluarga Jawa Barat telah tiba. Kemeriahan Lapangan Pancasila di Simpang Lima Kota Semarang kini bergeser ke titik temu Jawa Tengah-Jawa Barat: Kabupaten Cirebon. Perayaan Harganas ala Jabar pun dikemas berbeda. Tidak lagi berisi parade pidato, melainkan menjadi ruang festival segenap keluarga di Jawa Barat.

Keluarga Kunci Kemajuan Negara

Keluarga. Itulah pesan utama yang disampaikan Menteri Muhadjir saat hadir atas nama Presiden Jokowi pada puncak peringatan Harganas ke-31 tahun ini. Sebagai unit terkecil sebuah bangsa, keluarga menjadi kunci sekaligus penentu kemajuan sebuah bangsa, sebuah negara. Pada keluarga itulah terdapat peran ibu yang teramat vital. Dia berperan sebagai tiang sebuah negara.

Berjaya di Venesia Tanah Jawa

Profesionalisme Tak Bisa Ditawar

Cegah Stunting

Demi Bonus

Demografi

6,8 Juta Keluarga Jabar Berisiko Stunting

Jabar Tulang

Punggung

Pembangunan

Nasional

Penyuluh KB Jadi Manajer?

WARTA UTAMA
WARTA UTAMA
WARTA KHUSUS
WARTA JABAR

TURUNKAN STUNTING JABAR BERGERAK SERENTAK

KUNJUNGAN PRESIDEN

Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi mengunjungi kegiatan intervensi serentak penurunan stunting di Kota Bogor bersama Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Budi

Juni menjadi bulan supersibuk bagi BKKBN. Selain menggelar aneka rupa lomba dan apresiasi penghargaan dalam rangka Harganas, bulan ini bertepatan dengan bulan intervensi serentak pencegahan stunting. Ini tidak lepas dari tugas tambahannya sebagai leading sector percepatan penurunan stunting nasional. Tak sia-sia, hasilnya menggembirakan. Cakupan maupun capaian samasama melampaui ambang batas minimum yang ditetapkan sebelumnya.

Gunadi Sadikin, dan Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin.

Pemerintah sempat bungah mendapati

hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022

lalu. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan kabar baik tersebut dengan senyum merekah saat memberikan sambutan dalam salah satu pertemuan di bilangan Pasteur, Kota Bandung, lebih dari setahun lalu. Prevalensi stunting turun drastis dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 21,6 persen setahun kemudian. Nada optimisme membuncah menuju 14 persen pada 2024.

Indonesia. Dia optimistis angka stunting pada 2024 berada di bawah 20 persen. Menko Muhadjir menyampaikan hal itu saat mewakili Presiden dalam sambutannya pada peringatan puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 Tahun 2024 di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Kota Semarang, Jawa Tengah, pada 29 Juni 2024.

“Alhamdulillah target 95 persen balita seluruh Indonesia yang diukur dan ditimbang (di posyandu) dan diintervensi stunting-nya Insyaallah bisa dilaksanakan dengan baik. Tinggal nanti kita akan melihat triangulasi

Apa lacur, hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 membawa kabar sendu. Kerja keras setahun terakhir hanya mampu menurunkan 0,1 persen menjadi 21,5 persen berdasarkan survei tersebut. Pemerintah merasa perlu melakukan validasi dengan cara mengukur seluruh balita di seantero negeri. Pelaksanaannya serentak. Hasilnya dianggap lebih akurat karena mengukur semua populasi, bukan semata sampel survei.

Tak kurang dari Menteri

Koordinator Pembangunan

Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan apresiasinya atas gerakan intervensi serentak pencegahan stunting yang dilakukan di seluruh

lebih balita yang jumlahnya hampir 18 juta di Indonesia akan menggambarkan kondisi sesungguhnya bagaimana kondisi balita di Indonesia, sekaligus intervensinya.

“Karena dalam sensus by name by address, siapa bapaknya dan siapa ibunya, tinggal di mana, kondisi statusnya apa, jelas sehingga kita bisa minta ke pemerintah daerah untuk menangani,” ujarnya.

Lampaui Target

Di Jawa Barat, intervensi serentak berhasil mengukur 3,1 juta bayi di

data dari SKI dengan hasil pengukuran ini seperti apa,” ujar Muhadjir.

Menko PMK berharap sensus bayi dengan kriteria yang sudah standar dan dilakukan oleh tenaga terdidik dan terlatih memiliki tingkat akurasi lebih baik dari survei. Alasannya, saat ini seluruh posyandu sudah mempunyai alat antropometri standar. Alat ini penting agar pengukuran terhadap bayi seragam. Tenaga relawan juga harus memiliki kemampuan yang sama. Capaian sensus juga harus 95 persen.

Menko Muhadjir juga menjelaskan bahwa survei yang dilakukan pasti ada tingkat kesalahan. Tetapi sensus dengan 95 persen

bawah lima tahun (Balita), tepatnya 3.106.154 balita. Dibanding target sasaran sebanyak 3.128.208 balita, jumlah ini menunjukkan capaian 99,29 persen. Nyaris 100 persen. Capaian ini juga berhasil menjadikan Jawa Barat pada daftar 10 besar provinsi dengan persentase tertinggi jumlah balita yang diukur.

Sistem Informasi Gigi (Sigizi) Terpadu Kementerian Kesehatan mencatat, 16.922.284 balita yang menjadi sasaran. Dari jumlah tersebut, berhasil dilakukan pengukuran sebanyak 16.378.085 balita atau 96,78 persen terhadap sasaran. Terdapat dua provinsi yang berhasil menuntaskan pengukuran seluruh balita sasaran, yaitu Provinsi Gorontalo dan Provinsi Banten.

Dari seluruh balita yang dikur, berapa jumlah kasus stunting di Jawa Barat? Simsalabim, “hanya” 188.989 kasus atau 6,1 persen. Angka ini jauh di bawah hasil SKI 2023. Merujuk hasil SKI 2023 yang dirilis Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi stunting di Jawa Barat masih atas angka psikologis 20 persen. Tepatnya 21,7 persen. Naik lagi dari sebelumnya 20,20 persen berdasarkan SSGI 2022.

Sigizi Terpadu juga mencatat seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat berhasil melampaui

diikuti Kota Banjar 760 kasus. Keduanya merupakan daerah dengan jumlah kasus di bawah 1.000 kasus. Daerah lainnya memiliki kasus di atas 1.000.

Tentu, jumlah kasus tidak berbanding lurus dengan tingkat prevalensi stunting itu sendiri. Dari 27 kabupaten dan kota, Kota Tasikmalaya tercatat memiliki prevalensi paling tinggi, 19,6 persen. Prevalensi tertinggi berikutnya adalah Kota Sukabumi (13,5 persen) dan Kabupaten Garut (11,4 persen). Hanya daerah tersebut yang memiliki prevalensi stunting di atas 10 persen.

target pengukuran 90 persen. Bahkan, 14 kabupaten dan kota berhasil menuntaskan seluruh balita sasaran. Keempat kabupaten dan kota tersebut meliputi Cianjur, Purwakarta, Sumedang, Tasikmalaya, Kota Banjar, Kota Sukabumi, Bandung, Karawang, Kuningan, Kota Bogor, Bekasi, Garut, Cirebon, dan Pangandaran.

Dari 188.989 balita stunting di Jawa Barat, tercatat kasus stunting terbanyak ada di Kabupaten Bandung dengan jumlah 24.435 kasus. Sementara terbanyak berikut adalah Kabupaten Garut sebanyak 22.832 kasus dan Kabupaten Sukabumi sebanyak 17.452 kasus. Sebaliknya, jumlah kasus terendah di Kabupaten Pangandaran sebanyak 621 kasus,

di Jawa Barat. Presentase balita dengan masalah gizi terbanyak terdapat di Kabupaten Sumedang, 52,59 persen. Adapun terendah Kabupaten Bekasi dengan sebanyak 17,34 persen.

e-PPBGM vs SKI

Menyimak data keseluruhan hasil intervensi serentak melalui elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), terdapat selisih mencolok jika dibandingkan dengan hasil SKI 2023. Prevalensi stunting Jawa Barat berdasarkan SKI 2023 sebesar 21,7 persen,

Di kutub sebaliknya, Kabupaten Bekasi berhasil menjadi daerah dengan tingkat prevalensi terendah. Daerah industri ini hanya memiliki 1,3 persen balita stunting. Tetangganya, Kabupaten Karawang, juga rendah. Memiliki prevalensi yang sama dengan Kabupaten Bogor, dua daerah ini memiliki prevalensi 1,8 persen. Tiga daerah ini pula yang sukses mencatatkan prevalensi stunting di bawah 2 persen.

Tak hanya stunting, gerakan intervensi serentak turut mengukur balita dengan gizi bermasalah. Dengan kata lain, tidak semua balita dengan gizi bermasalah dapat dikategorikan stunting. Total ada 1.068.171 balita mengalami masalah gizi

sementara e-PPBGM hanya 6,1 persen. Selisihnya tak tanggungtanggung mencapai 15,6 persen. Seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat menunjukkan prevalensi stunting hasil intervensi serentak lebih rendah dibandingkan hasil SKI 2023.

Kabupaten Bogor tercatat memiliki selisih paling tinggi, 25,8 persen. Bila e-PPBGM mencatat 7.522 kasus atau 1,8 persen, hasil SKI 2023 menunjukkan 27 persen. Sebaliknya, Kota Depok tercatat hanya memiliki selisih 5 persen, dari 9,3 persen e-PPBGM berbanding hasil SKI 2023 sebesar 14,3 persen. Bersama dengan Kota Bekasi, keduanya merupakan daerah dengan prevalensi terendah berdasarkan hasil SKI 2023.

Menanggapi perbedaan data tersebut, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Fazar Supriadi Sentosa menegaskan bahwa adanya selisih sangat mungkin terjadi. Selain perbedaan metode penelitian, selisih hasil juga bisa dipahami dari perbedaan waktu pelaksanaan. SKI 2023 dilaksanakan selama periode survei Agustus hingga pekan pertama Oktober 2023, sementara intervensi serentak dilaksanakan pada Juni 2024.

“Sebagaimana survei, data SKI itu random berdasar sampling data. Tidak semua balita diukur, hanya sampel. Ini berbeda dengan e-PPBGM yang dilakukan melalui

yang menempatkan Jawa Barat pada posisi kesembilan dari 38 provinsi di Indonesia, Fazar menilai hal itu sudah menjadi pencapaian terbaik. Dia berdalih jumlah sasaran balita di Jawa Barat jauh lebih tinggi dari provinsi lain. Total ada 3.128.208 balita Jawa Barat yang menjadi sasaran intervensi. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari Jawa Timur di posisi kedua sebanyak 2.310.305 balita dan Jawa Tengah sebanyak 2.139.086 balita. Apalagi jika dibandingkan dengan provinsi kecil seperti Kepulauan Riau sebanyak 116.821 balita atau Provinsi Papua Pegunungan yang hanya memiliki 24.670 balita sasaran.

sensus, by name by address. Waktunya juga serentak selama sebulan. Saya meyakini hasil intervensi serentak ini lebih akurat dan bisa dipercaya,” ungkap Fazar

Disinggung capaian pengukuran

menjalankan tugas dengan sangat baik,” ujar Fazar.

Dengan hasil e-PPBGM ini, Fazar kini mengaku lebih reugreug. Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) bisa lebih fokus memberikan intervensi kepada 6,1 persen balita yang dinyatakan stunting. Pada saat yang sama, pihaknya terus meningkatkan intervensi sensitif kepada calon pengantindan ibu hamil serta mendorong para pemangku kepentingan lain untuk bahumembahu melakukan pencegahan stunting. [H/N]

“Memang targetnya itu sebenarnya 97 persen, tapi Pak Kepala (BKKBN) berharap seluruhnya 100 persen. Hasilnya alhamdulillah, kita nyaris 100 persen. Ini sudah luar biasa. Kami di BKKBN mengucapkan terima kasih kepada para kader posyandu yang sudah

BERGERAK BERSAMA

Kegiatan intervensi serentak di sejumlah daerah di Jawa Barat berlangsung sepanjang Juni 2024. Tampak kegiatan di Kota Bogor, Kuningan, Kota Cimahi, Sukabumi, dan sejumlah daerah lain di Jawa Barat.

Naik Turun Angka Survei Stunting

Acuan prevalensi stunting tak pernah ajeg. Meski sejumlah lembaga melakukan pengukuran sendiri-sendiri, adalah hasil survei yang kemudian menjadi patokan utama. SSGBI, SSGI, lalu kini SKI. Mari kita lihat yang terakhir!

Stunting bukan kali pertama diukur di Indonesia. Pos pelayanan terpadu (Posyandu) saban tahun mengukur status gizi bayi di bawah lima tahun (Balita). Hasilnya direkam melalui elektronik-Pencatatan

dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) oleh Kementerian Kesehatan. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan Pendataan Keluarga sejak satu dekade silam. Ada banyak data terkait balita kita.

Jauh sebelumnya, Majalah Historia mencatat, stunting di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Sejak masa penjajahan Belanda, perhatian terhadap masalah gizi buruk telah ada. Pada 1934, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Instituut Voor de

Volkvoeding (IVV) untuk mengatasi masalah gizi buruk. Setelah itu, stunting terus menjadi perhatian, terutama sejak krisis ekonomi pada 1930.

Perhatian terhadap stunting tak pernah reda. Dan, gizi diyakini menjadi aspek kunci bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan pembangunan bangsa. Sesuai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) 2.2, segala bentuk malnutrisi diharapkan dapat teratasi, termasuk pemenuhan kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta lansia.

Salah satu permasalahan gizi yang menjadi fokus global adalah mengatasi stunting pada balita. Stunting merupakan kondisi kronis akibat kekurangan gizi pada masa pertumbuhan awal dan berpotensi mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitif anak hingga dewasa. Wajar jika kemudian, pengukuran terhadap status gizi balita terus dilakukan.

Setelah sebelumnya muncul

Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI), kemudian pengukuran gizi balita menggunakan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022. Belakangan, SSGI diintegrasikan dengan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menjadi Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023.

Dalam portal resminya, Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa SKI 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riskesdas dan SSGI. SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan

dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat nasional sampai dengan tingkat kabupaten dan kota.

Kepala Badan Kebijakan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan Syarifah Liza Munira menjelaskan, ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, BKPK bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO), dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.

“Pelaksanaan SSGI yang

Kementerian

dilaksankan Kementerian Kesehatan dasarnya adalah Perpres Nomor 72 tahun 2021. Perpres ini mengamanatkan kepada Kementerian Kesehatan untuk menghasilkan angka stunting setiap tahunnya. Hal itu dalam rangka mendukung dan mengukur upaya percepatan pencapaian penurunan stunting, yaitu targetnya adalah 14 persen pada 2024,” ungkap Liza.

Liza menjelaskan, secara nasional hasil SKI 2023 bisa disimpulkan tingkat prevalensi nasional sebesar 21,5 persen. Turun 0,1 persen dari hasil SSGI 2022 sebesar 21,6. Angka ini bisa dibaca bahwa satu dari lima balita di Indonesia mengalami stunting. Kasus terbanyak muncul pada kelompok usia 2-3 tahun. Angka ini tidak begitu berbeda dengan hasil survei pada 2022. Namun demikian, penurunan stunting di Indonesia sudah terlihat membaik dibandingkan dengan prevalensi stunting pada 2013 sebesar 37,6 persen.

DISEMINASI HASIL SKI 2023
Kesehatan melaksanakan diseminasi hasil SKI 2023 di Jakarta awal Juni 2024.

Tiga provinsi yang memiliki prevalensi stunting paling banyak di Indonesia adalah Papua Tengah (39,4 persen), Nusa Tenggara Timur (37,9 persen), dan Papua Pegunungan (37,3 persen). Sedangkan ada tiga provinsi yang telah mencapai target RPJMN 2024 di bawah 14 persen, yaitu Bali (7,2 persen), Jambi (13,5 persen), dan Riau (13,6 persen).

SKI 2023 juga merekam faktor penyebab stunting meliputi faktor ibu, bayi, dan rumah tangga. Sebagian datanya adalah 16,9 persen ibu hamil memiliki risiko kurang energi kronis (KEK), kunjungan ibu hamil ANC empat kali sebesar 68,1 persen, 68,6 persen bayi mendapat ASI eksklusif, dan 78,9 persen proporsi rumah tangga dengan akses higiene dasar.

Anomali Jawa Barat

Meski turun 0,1 pesen, capaian nasional masih menunjukkan grafik positif. Jawa Barat sebaliknya, alih-alih turun drastis malah kembali naik jika dibandingkan dengan hasil SSGI 2022. Hasil SKI 2023 menunjukkan prevalensi stunting di Jawa Barat sebesar 21,7 persen. Naik 1,5 persen dari hasil SSGI 2022 sebesar 20,2 persen. Meski begitu, sejumlah kabupaten dan kota berhasil menurunkan angka stunting signifikan.

Merujuk hasil SKI 2023, Kabupaten Bandung tercatat memiliki angka stunting 29,2 persen. Bukan hanya mendekati angka 30 persen, prevalensi stunting Kabupaten Bandung mengalami kenaikkan hampir 5 persen dari 25 persen pada SSGI 2022. Kabupaten Bogor mencatatkan angka 27,6 persen, naik dari SSGI 2022 sebesar 24,9 persen. Kota Tasikmalaya mengalami sedikit penurunan, 01 persen dari 27,2 persen menjadi 27,1 persen. Penurunan kecil juga

terjadi pada Kabupaten Sukabumi, dari 27,5 persen menjadi 27 persen.

Tercatat tujuh kabupaten dan kota di Jawa Barat memiliki prevalensi stunting di atas 25 persen. Angka ini bisa dibaca bahwa satu dari empat balita di daerah tersebut dinyatakan stunting. Tujuh daerah tersebut terdiri atas Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Bandung Barat.

Adapun perevalensi stunting terendah di Jawa Barat berdasarkan SKI 2023 adalah Kota Bekasi, sebesar 10,3 persen. Meski terendah, angka stunting Kota Bekasi mengalami kenaikkan signifikan dari hasil SSGI 2022 sebesar 6 persen. Padahal menurut hasil pengukuran serentak e-PPBGM, angka stunting Kota Bekasi turun menjadi 4,3 persen.

Fazar Supriadi Sentosa Kepala BKKBN Jawa Barat

Kabupaten Cianjur terus menunjukkan kinerja positif dalam survei. Hasil SSGI 2022 mencatat 13,6 persen. Angkanya terus membaik menjadi 11,4 persen pada SKI 2023. Penurunan paling tajam berhasil dicatatkan Kabupaten Sumedang, dari semula tertinggi di Jawa Barat sebesar 27,6 persen berdasarkan SSGI 2022 menjadi 14,4 persen pada SKI

2023. Angkanya selisih 6,4 persen dari e-PPBGM serentak sebesar 8 persen.

Daerah lain yang nyaris menyentuh target RPJMN sebesar 14 persen adalah Kota Depok. Hasil SKI 2023 menunjukkan angka prevalensi stunting Kota Depok sebesar 14,3 persen, naik jika dibandingkan dengan hasil SSGI 2022 sebesar 12,6 persen. Adapun Karawang yang pada SSGI 2022 lalu sudah menggenapkan prevalensi pada angka 14 persen kembali mengalami kenaikkan pada SKI 2023 menjadi 17,1 persen.

Menanggapi hal itu, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Fazar Supriadi Sentosa mengaku sudah melaporkan hasil SKI 2023 tersebut kepada Penjabat Gubernur Jawa

Barat Bey Triadi Machmudin. Tak sendirian, Fazar datang bersama Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat Iendra Sofyan, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat Siska Gerfianti, dan Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Vini Adiani Dewi.

“Tempo hari BKKBN bertemu dengan Pak Pj Gubernur Jawa Barat. Kami sampaikan bahwa yang sudah dilakukan BKKBN sudah tinggi, karena BKKBN itu pelayanan KB. Tapi, yang lain-lain itu saya sampaikan masih rendah. Saya tidak sebutkan karena itu menyangkut masing masing, kan,” ujar Fazar.

“Walaupun waktunya pendek, sudah banyak yang kita lakukan. Persoalan stunting itu bukan hanya tentang makanan, gizi, dan pola asuh, tetapi air bersih juga ini berpengaruh. Jadi, kita mencoba menyediakan air bersih yang akan dilakukan oleh Kodam III/Siliwangi nantinya. Itu kita sampaikan,” tambah Fazar.[N]

WARTA UTAMA

Setia Pada Strategi Nasional

Melesetnya capaian prevalensi stunting pada hasil SKI 2023 tak lantas ikhtiar percepatan penurunan stunting berubah arah. Sebagai Ketua Pelaksana Percepatan

Stunting Nasional, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menegaskan kerja besar menurunkan stunting tetap berpegang pada Strategi Nasional.

Pemilihan tema besar peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 “Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas” tidak lepas dari upaya Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) dalam mendekatkan Harganas dengan keluarga Indonesia. Tak kalah pentingnya adalah memberikan penajaman isu stunting agar keluarga menyadari bahwa pentingnya merencanakan keluarga, melaksanakan 1000 hari pertama kehidupan (HPK) bagi pasangan usia subur (PUS), dan mengatur jarak kelahirannya.

Itulah yang kemudian mendorong lahirnya pesan kunci Harganas ke31 “Menuju Indonesia Emas, Bebas Stunting”, di mana anak Indonesia berhasil tumbuh dan sukses berkembang untuk Indonesia Maju. Pesan kunci tersebut merupakan fundamen yang kuat bagi khalayak.

“Setelah mereka memahami dengan baik apa itu stunting, dengan sendirinya mereka akan ‘belajar’ cara pencegahan stunting karena khalayak sasaran merasa tergerak untuk mengetahui cara mencegah stunting. Mereka sudah menempatkan diri sebagai keluarga berisiko stunting karena sudah melihat relevansinya bagi masa depan dan harapan

mereka terhadap anak dan cucu mereka,” ungkap Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat memberikan sambutan pada puncak peringatan Harganas ke-31 di Kota Semarang.

Dia menegaskan bahwa pencegahan sudah menjadi bagian utama dalam Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Penurunan Stunting. Dengan demikian, strategi yang paling tepat untuk menekan angka stunting adalah tetap mengikuti Stranas.

“Ada dua, bagaimana kita mengintervensi faktor sensitif dan spesifik. Keduanya harus simultan dijalankan. Secara khusus, strategi yang paling efisien

adalah mendiagnosis dengan tepat. Sehingga kita tahu keluarga berisiko tinggi stunting yang mana, bayi yang stunting yang mana. Ibu hamil, pranikah menjadi bagian penting untuk mencegah stunting baru,” jelas Hasto.

Sesuai Stranas Percepatan Penurunan Stunting, Hasto melaporkan bahwa semua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang hadir dengan jumlah lebih dari 10 ribu sudah berkomitmen baik. “Kita melakukan sosialisasi dan edukasi, dan juga sudah melakukan pendataan untuk gerakan serentak intervensi dan juga percepatan penurunan stunting,” jelasnya.

STRANAS STUNTING

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo memberikan sambutan pada puncak peringatan Harganas ke-31 di Semarang.

Dengan demikian, perbedaan antara Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) yang dipertanyakan para kepala daerah dapat segera terjawab. “Insyaallah dalam waktu dekat akan dilakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang bapak ibu kepala daerah berikan, dan segera angka tersebut akan diselesaikan,” jelas Hasto.

Strategi Nasional

Lebih jauh Hasto menjelaskan, percepatan penurunan stunting dipandu melalui sebuah Stranas Percepatan Penurunan Stunting sebagaimana tertuang dalam

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Lebih dari sekadar penurunan prevalensi stunting, strategi nasional ini memiliki enam tujuan. Lima tujuan lainnya meliputi peningkatan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, jaminan pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, dan meningkatkan akses air minum dan sanitasi. Kalau sudah begitu, dimensi penanganan stunting meluas hingga menyentuh perluasan ruang dan waktu.

Percepatan penurunan stunting tak lagi melulu urusan ruang domestik keluarga, melainkan turut melibatkan tata kelola ari minum dan sanitasi publik. Sementara perluasan waktu menyangkut panjangnya durasi penanganan mulai penyiapan kehidupan calon keluarga hingga anak berusia lima tahun. Dengan begitu, kelompok sasaran pun meluas, meliputi remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia 0-59 bulan.

Dalam pelaksanaannya, Stranas mengedepankan lima pilar. Pertama, peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota, dan pemerintah desa. Kedua, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif di kementerian/ lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah desa. Keempat, peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat. Kelima, penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi.

Stranas tersebut kemudian diturunkan menjadi rencana aksi

nasional (RAN) melalui pendekatan keluarga berisiko stunting. RAN terdiri atas kegiatan prioritas yang di dalamnya setidaknya mencakup lima aspek. Yakni, penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin atau calon pasangan usia subur (PUS), surveilans keluarga berisiko stunting, dan audit kasus stunting. Kegiatan dilaksanakan oleh kementerian/ lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, dan pemangku kepentingan (stake holders) lainnya.

Pasal 9 Perpres mengatur penyediaan data keluarga berisiko stunting bertujuan menyediakan data operasional melalui penapisan berlapis dan berjenjang. Langkah ini diawali dengan penapisan kesehatan reproduksi bagi calon pengantin/calon PUS selama tiga bulan pranikah yang dilanjutkan dengan penapisan ibu hamil. Selanjutnya, penapisan keluarga terhadap ketersediaan pangan, pola makan, dan asupan gizi.

Kemudian, penapisan keluarga dengan PUS pascapersalinan dan pascakeguguran dan penapisan keluarga terhadap pengasuhan anak berusia di bawah lima tahun (balita). Di luar keluarga, data operasional juga berasal dari penapisan keluarga terhadap kepemilikan sarana jamban dan air bersih. Juga penapisan keluarga terhadap kepemilikan sarana rumah sehat.

Adapun pendampingan keluarga berisiko stunting bertujuan meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan, dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial. Sejalan dengan itu, pendampingan semua calon pengantin dan calon PUS wajib diberikan tiga bulan pranikah sebagai bagian dari pelayanan

nikah. Sebagai pertimbangan pengambilan tindakan yang dibutuhkan dalam percepatan penurunan stunting, maka dilakukan surveilans keluarga berisiko stunting. Sementara audit kasus stunting bertujuan mencari penyebab terjadinya kasus stunting sebagai upaya pencegahan terjadinya kasus serupa.

Toxic People

Sementara itu, dalam penanganan stunting, Hasto menyampaikan hasil intervensi yang dilakukan setiap hari membuahkan hasil yang semakin membaik. “Kita bersyukur ada faktor sensitif, termasuk yang sangat populer, perkawinan usia anak mengalami penurunan secara signifikan yaitu 6,92 persen. Termasuk menurun dispensasi nikahnya, dari hari ke hari faktor yang membuat stunting membaik,” ujarnya.

Namun, di sisi lain, angka perceraian terus meningkat. “Kita perlu prihatin angka perceraian meningkat dan bahkan terakhir mencapai 516.344 kasus perceraian. Saya kira ini perlu

Kegiatan Posyandu

Kegiatan pengukuran dan sosialisasi pencegahan stunting di salah satu posyandu di Jawa Barat.

mendapat perhatian kita semua di Hari Keluarga ini,” ujar Hasto.

Latar belakang perceraian, menurut dokt er Hasto, karena banyaknya toxic people, toxic relationship, toxic friendships yang akhirnya di dalam keluarga terjadi uring-uringan. Sehingga akhirnya bercerai, mayoritas karena perbedaan kecil-kecil yang berkepanjangan.

Bonus Demografi

Di bagian lain, Hasto menjelaskan, makna keluarga berkualitas adalah terciptanya sumber daya manusia (SDM) unggul dan mampu meraih bonus demografi. “Bonus demografi kita maju, puncaknya di tahun 2020 meskipun beberapa provinsi mundur dan beberapa maju,” ujarnya.

Menurut Hasto, bangsa ini pelanpelan sudah meninggalkan

Sasaran, Indikator, dan Target Antara Percepatan Penurunan Stunting

SASARAN INDIKATOR SASARAN

Tersedianya layanan Intervensi Spesifik.

Tersedianya layanan Intervensi Sensitif

Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang mendapatkan tambahan asupan gizi. 90

Persentase ibu hamil yang mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa kehamilan.

Persentase remaja putri yang mengonsumsi TTD.

Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif.

80

58

80

Persentase anak usia 6-23 bulan yang mendapat Makanan Pendamping ASI. 80

Persentase anak berusia balita gizi buruk yang mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk. 90

Persentase anak berusia balita yang dipantau pertumbuhan dan perkembangannya. 90

Persentase anak berusia balita gizi kurang yang mendapat tambahan asupan gizi. 90

Persentase anak berusia balita yang memperoleh imunisasi dasar lengkap.

Persentase pelayanan KB pascapersalinan.

Persentase kehamilan yang tidak diinginkan.

90

70

15,5

Cakupan calon PUS yang memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah (persen). 90

Persentase rumah tangga yang mendapatkan akses air minum layak di kabupaten/kota lokasi prioritas.

Persentase rumah tangga yang mendapatkan akses sanitasi (air limbah domestik) layak di kabupaten/kota lokasi prioritas.

100

90

Cakupan Bantuan Jaminan Nasional. Penerima Bantuan Iuran (PBI) Kesehatan (juta). 112,9

Cakupan keluarga berisiko Stunting yang memperoleh pendampingan (persen). 90

Jumlah keluarga miskin dan rentan yang memperoleh bantuan tunai bersyarat (juta). 10,0

Persentase target sasaran yang memiliki pemahaman yang baik tentang Stunting di lokasi prioritas.

70

Jumlah keluarga miskin dan rentan yang menerima bantuan sosial pangan (juta). 15,6

Persentase desa/kelurahan stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau Open

Defecation Free (ODF) 90

puncak bonus demografi, dan pada 2035 bangsa ini sudah harus menanggung beban para lansia yang jumlahnya tidak sedikit. Yang harus menanggung adalah generasi sandwich (sandwich generation). Hasto berharap mudah-mudahan bukan generasi strawberry yang lembek, tapi generasi yang kuat.

“Semoga dengan waktu 10-15 tahun kita bisa mentransformasikan bonus demografi menjadi bonus kesejahteraan dan kita bisa keluar dari middle income trap (MIT). MIT adalah sebuah kondisi di mana negara-negara berpendapatan menengah sulit meningkatkan posisi mereka ke pendapatan tinggi,“ ujar dokter Hasto.

Sisi lain yang harus menjadi perhatian, sesuai arahan Presiden Jokowi, adalah membangun bangsa dan negara harus dimulai dari keluarga. Begitu juga Kampung Keluarga Berkualitas (KB) harus ada di seluruh Indonesia. Artinya, semua desa menjadi Kampung KB. Ukuran kualitas keluarga ditentukan tiga hal yaitu tenteram, mandiri, dan bahagia.

“Yang paling tercapai adalah kebahagiaan, angkanya 71,86. Ini menunjukan bahwa keluargakeluarga di Indonesia meskipun belum punya kemandirian, alhamdulillah bahagia,” ujar Hasto

“Kemandirian angkanya paling rendah. Ketenteraman lumayan angkanya 59, namun kebahagiaan paling menonjol. Inilah bangsa

kita yang penuh dengan gotongroyong, nilai-nilai Pancasila membawa kita bahagia,” ucapnya.

Hasto menyebut provinsi dengan penduduk besar seperti Jawa Tengah memiliki angka kebahagiaan tertinggi, sebesar 62,9. Adapun kemandirian tertinggi Kalimantan Timur dan Riau. Ini menunjukkan bahwa keluarga-keluarga berkemakmuran dan sejahtera berada di provinsi tersebut.

Oleh karena itu lanjutnya, dari keluarga yang berkualitas diharapkan akan melahirkan anakanak cerdas dan terbebas dari stunting. Stunting membawa dampak tidak cerdas dan pertumbuhan otaknya mengalami defisit sehingga kemampuan intelektual skill-nya tidak optimal. (N)

Cerita Baik dari Praktik Baik

Percepatan Penurunan Stunting Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat telah melakukan berbagai upaya untuk memastikan pencapaian target dan percepatan penurunan stunting di tahun 2024. Upaya tersebut terdiri dari penyediaan satu data, berbagai intervensi spesifik dan sensitiF, pendampingan keluarga berisiko stunting (KRS), pemberian makanan tambahan (PMT) dan gizi, hingga monitoring terpadu. Berbagai praktik baik yang terjadi merupakan hasil kolaborasi pentahelix yang didukung oleh semua pihak yang ada di Jawa Barat.

Sinurmi

Sistem Informasi Monitoring Kesehatan Remaja Putri dan Ibu Hamil atau yang kemudian disingkat “Sinurmi” merupakan terobosan Pemerintah Kabupaten Sumedang untuk membantu optimalisasi pengawasan tumbuh kembang ibu hamil dalam rangka intervensi pencegahan stunting

Sinurmi merupakan aplikasi yang terhubung dengan smart watch dengan fungsi mengidentifikasi dan memonitor kesehatan ibu hamil secara real time. Dari gelang smart watch itu kemudian akan muncul dashboard informasi kondisi detak jantung, tekanan darah dan saturasi, bahkan informasi jumlah langkah dan lokasi keberadaan ibu hamil.

Secara resmi, Sinurmi diluncurkan setahun yang lalu pada Selasa 11 Juli 2023. Kala itu peluncuran dirangkaikan bersamaan dengan Gerakan Bersama (Geber) Lawan Stunting di Kantor Desa Ujungjaya, Kecamatan Ujungjaya yang ditandai dengan penyerahan bantuan telur dan bantuan Sembako dari Presiden RI untuk masyarakat di Ujungjaya, khususnya ibu hamil, balita stunting, dan masyarakat miskin.

Sinurmi
Penyerahan bantuan smart watch Sinurmi dari Mendagri kepada Pemerintah Kabupaten Sumedang.

Dikutip dari sumedangkab. go.id, Sinurmi merupakan hasil kerjasama antara Pemkab Sumedang dengan PT Alita dan PT Indosat. Melalui aplikasi Sinurmi, pengguna dapat mendeteksi dan memonitor secara langsung kondisi ibu hamil. Sehingga ibu hamil dalam kategori berisiko tinggi bisa dimonitor secara real time oleh perangkat desa, perangkat kecamatan, bahkan termasuk bupati di dalamnya.

Memanfaatkan teknologi berbasis Internet of Things (IOT), Sinurmi menghasilkan data berkualitas dengan cepat. Ini sejalan dengan jargon “good data, good decission, good result”. Ibu hamil sehat akan melahirkan anak yang sehat. Dengan begitu, kematian ibu bisa ditekan, kematian bayi bisa ditekan, dan zero new stunting bisa diwujudkan.

Upaya dan karya inovasi Kota Tahu ini lantas mendapat sambutan dan apresiasi pemerintah pusat. Pada November tahun lalu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan apresiasi kepada Pemkab Sumedang yang telah berhasil mengembangkan inovasi Sinurmi.

“Saya apresiasi dan hargai semua pihak, baik Pemda Kabupaten Sumedang maupun Indosat, lembaga pendidikan, dan seluruh masyarakat Sumedang yang telah mengembangkan inovasi Sinurmi. Stunting ini harus ditangani secara gotong royong,” kata Tito usai menyerahkan bantuan 1.000 unit smart watch kepada Pemkab Sumedang.

Buruan SAE

Buruan SAE atau Buruan Sehat, Alami, dan Ekonomis merupakan salah satu inovasi yang tak kalah penting dalam upaya pencegahan stunting. Berawal

dari isu ketahanan pangan kota, Buruan SAE membuktikan sejak digagas pada 2019 silam, Buruan SAE mampu menjadi alternatif solusi intervensi stunting di Kota Bandung, khususnya dalam perbaikan aspek nutrisi makanan dan kesehatan lingkungan.

Terobosan yang digagas Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung Gin Gin Ginanjar ini berawal dari kekhawatiran terhadap tingkat ketergantungan pangan Kota Bandung yang mencapai 96 persen dari supply daerah luar. Pemerintah kemudian mendorong warga untuk memanfaatkan lahan sempit di kelurahan menjadi kebun, perikanan, dan peternakan yang dapat memenuhi kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga.

Cikal bakal Buruan SAE bermula dari program “menanam lingkungan” dari DKPP Kota Bandung di Kelurahan Karasak. Pada 2019, pemerintah terkejut ketika mengetahui jumlah balita stunting yang mencapai 148 anak. Setelah dilakukan validasi bersama petugas UPTD Puskesmas Pelindung Hewan,

Buruan Sae

Panen sayuran di Burua Sae Kota Bandung sebagai upaya memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

didapatkan bahwa jumlah riil balita stunting sebanyak 88 orang. Setahun kemudian, Kelurahan Karasak kemudian ditetapkan sebagai lokus stunting.

Setelah ditetapkan sebagai lokus penanganan stunting, masyarakat dan pemerintahan setempat bergerak melakukan berbagai usaha untuk menurunkan stunting. Puskesmas melakukan pendampingan edukasi kesehatan kepada ibu hamil dan ibu menyusui melalui grup komunikasi WhatsApp. BPJS Kesehatan untuk memastikan agar setiap anak mendapatkan perlindungan kesehatan. DKPP ikut terlibat mengirimkan penyuluh lapangan pertanian untuk mendampingi warga dalam proses penanaman dan pengolahan makanan.

Seiring berjalanya waktu, Buruan SAE di Kelurahan Karasak telah memiliki kebun serta ternak lele. Pemanfaatan hasil Buruan SAE dibagi menjadi dua bagian. Sepertiga hasil panen diberikan kepada kelompok 1000 HPK berupa makanan yang sudah dikonsultasikan kepada petugas gizi setempat setiap satu minggu. Sisanya dijual kembali untuk modal pembelian bibit baru. Saat ini, Karasak memiliki 27 kader posyandu dengan 60 anggota Buruan SAE.

Penjabat Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono menilai

Buruan SAE punya peran strategis dalam upaya intervensi penurunan angka stunting di Kota Bandung. Pada saat yang sama mampu mengendalikan inflasi dengan memperkuat ketahanan pangan dan neraca bahan pangan Kota Bandung.

D’Stunting Menara

D’Stunting Menara atau Depok Sukses Bebas Stunting Mewujudkan Kota Ramah Anak digagas Pemerintah Kota Depok pada 2021 sebagai salah satu upaya mewujudkan zero new stunting. Dalam pelaksanaannya, D’Stunting Menara berkolaborasi dengan para kader masyarakat yang berperan sebagai Ojek Cantik Membawa Makanan Balita Stunting atau Ocan Bananas.

Melalui pemanfaatan dana corporate social responsibility (CSR), D’Stunting Menara dan Ocan Bananas hadir untuk membantu memecahkan masalah bersama dalam upaya mengintervensi stunting yang awalnya menyasar 6.000 balita stunting di Kota Depok. D’Sunting Menara dinilai efektif membantu Pemerintah Kota Depok dalam mengatasi kasus stunting pada balita. Awalnya, program ini dilaksanakan kepada 6.000-an balita stunting. Kini sudah berkurang lebih dari 50 persen atau tersisa 3.000-an balita.

Telur (Penting Lur)

Inovasi lain hadir melalui gagasan Pemerintah Kota Bogor melalaui Program Telur (Penting Lur). Program ini melibatkan 6.717 ASN dan pegawai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk bergerak menyumbang telur ayam kepada keluarga dengan anak berisiko stunting selama enam bulan berjalan.

D’Stunting Menara

Pelepasan ojek pengantar makanan dalam kegiatan D’Stunting Menara di Kota Depok.

Program ini diperkuat Surat Edaran Nomor: 800/1774-DPPKB tentang Himbauan Seluruh PNS dan Pegawai BUMD/BLUD Berkontribusi di Program Pemkot – Penting Lur. Sasaran dari program Penting Lur ini adalah balita stunting dan keluarga risiko stunting. Setiap unit berkontribusi untuk mendistribusikan telur 1,5 kg/PNS/Pegawai BUMD/BLUD per bulan selama enam bulan berturut-turut.

Sistem pengumpulan dan pembelian telur diatur oleh pimpinan unit masingmasing. Telur didistribusikan ke kecamatan setiap Rabu. Kecamatan mendistribusikan telur ke Kelurahan pada Kamis setiap pekan. Kelurahan mendistribusikan telur kepada sasaran sesuai data pada hari Jumat setiap pekannya.

Laporan pelaksanaan Penting Lur disampaikan berjenjang dari Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kelurahan kepada Ketua TPPS Kecamatan dan Ketua

TPPS Kota Bogor pada pekan pertama bulan berikutnya. BKKBN menilai Program Penting-Lur itu merupakan salah satu upaya memenuhi kebutuhan gizi anak secara konsisten.

Dashboard Satgas

PPS Jabar

Dashboard Satgas Percepatan

Penurunan Stunting (PPS) Jawa Barat merupakan rancangan sistem informasi eksekutif atau executive information system (EIS). EIS adalah sebuah sistem informasi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi para eksekutif atau manajer tingkat atas dalam sebuah organisasi.

EIS membantu para pemimpin perusahaan atau organisasi membuat keputusan strategis melalui akses cepat dan mudah menuju informasi penting dalam bentuk yang mudah dimengerti dan disajikan secara visual. Tujuan utama dari diluncurkannya EIS

Dashboard Satgas PPS Jawa Barat ini adalah memberikan informasi yang relevan dan penting kepada para eksekutif dalam organisasi untuk mendukung proses pengambilan keputusan strategis.

EIS membantu para eksekutif dalam memantau kinerja organisasi, menganalisis tren, dan mengidentifikasi peluang atau masalah potensial, khususnya terkait sebaran prevalensi stunting dan data lainnya. Karakter EIS ini mengintegrasikan data dari berbagai sistem informasi internal dan eksternal organisasi. Data ini kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk yang dapat dipahami di tingkat eksekutif.

Dalam Dashboard PPS Jabar ini tidak hanya menyajikan data mentah, tetapi juga berisi olahan data untuk menghasilkan informasi yang lebih bermakna. Hal ini bisa meliputi pemrosesan analitis seperti analisis tren, dan pembuatan proyeksi berdasarkan data historis.

Salah satu fitur utama yang menjadi keunggulan dari EIS ini adalah tampilan visual yang simpel dan mudah dimengerti karena informasi disajikan dalam bentuk grafik dan tabel yang dilengkapi fitur interaktif. Hal ini tentu dibuat untuk memudahkan pengguna dalam memahami dan menganalisis data yang disajikan. Selain itu, dilengkapi juga dengan grafikn yang beragam, seperti diagram batang dan grafik lingkaran yang digunakan untuk menyajikan data yang rumit menjadi mudah dipahami secara visual.

Keunggulan lain Dashboard Satgas PPS Jawa Barat ini sangat feksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan para pengguna. Para eksekutif atau para pengguna data dapat menyesuaikan tampilan informasi sesuai dengan preferensi mereka sendiri. Selain itu, fitur interaktif EIS ini juga memungkinkan pengguna untuk menjelajahi data lebih lanjut atau menyaring informasi berdasarkan kriteria tertentu.

Salah satu keunggulan yang penting, Dashboard Satgas PPS

Jawa Barat ini juga dilengkapi fitur keamanan yang kuat. Hal ini termasuk kontrol akses yang ketat untuk memastikan bahwa hanya pengguna yang berwenang yang dapat mengelola informasi. Hal ini diatur karena EIS berisi data sensitif dan rahasia.

Selain itu, Dashboard Satgas PPS Jawa Barat diintegrasikan dengan aplikasi berbasis perangkat bergerak yang memungkinkan para eksekutif organisasi untuk mengakses informasi penting kapan saja dan di mana saja melalui gadget. Melalui EIS yang satu ini, diharapkan para pemimpin organisasi dapat membuat keputusan yang lebih baik dan lebih tepat waktu berdasarkan informasi yang akurat dan data yang valid. Selain itu, diharapkan juga membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen tingkat atas dalam mengelola organisasi atau membuat keputusan.

Warta Kencana mencoba mengakses Dashboard PPS Jawa Barat. Tampilan antarmuka pada dashboard menyajikan empat layanan dan satu kontak admin. Menu terbaru berupa tautan

untuk mengunggah dokumentasi kegiatan bakti sosial dan donor darah kegiatan peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31. Karena dibuka sebelum bergulirnya Harganas, seluruh folder yang tersedia pada Google Drive seluruhnya masih kosong.

Menu layanan sertifikat luring elektronik siap nikah dan siap hamil (Elsimil) berisi tautan Google Forms. Di sana diterangkan bahwa formulir pada GForm bersifat sementara dalam mengeluarkan sertifikat Elsimil di Jawa Barat.

Dua menu yang tampaknya cukup lama adalah Dashboard Satgas PPS Jabar dan Website PPS Jabar. Dashboard memanfaatkan platform Loker Studio dari Google. Dashboard menyajikan data cukup lengkap, meliputi lokasi program, prevalensi stunting, target capaian, intervensi, keluarga berisiko stunting, RAN PASTI, pemantauan surat keputusan, regulasi pendukung, dan quick wins PPS.

Hanya, saat diklik satu per satu, data yang disajikan sebagian besar belum terbarukan. Sebagian besar masih memanfaatkan data 2021 dan 2022. Khususnya untuk menu target capaian, intervensi, dan jumlah keluarga berisiko stunting. Hanya pada menu prevalensi terselip hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang relatif baru. Selebihnya lebih berupa dokumen dan regulasi.

Bagaimana dengan website Satgas PPS? Nyaris seluruh informasi yang disediakan bersifat statis, bahkan kealuwarsa. Data prevalensi stunting dan KRS masih menggunakan data terakhir 2022. Selebihnya merupakan informasi berupa cuplikan dokumen berupa penjelasan tugas dan alur kerja. Menu galeri yang disediakan juga cenderung kosong. Ada memang foto selfi anggota Satgas PPS pada 2022 lalu. Hmmm.. (H/N)

Hari yang ditunggu keluarga Jawa Barat telah tiba. Kemeriahan Lapangan Pancasila di Simpang Lima Kota Semarang kini bergeser ke titik temu Jawa Tengah-Jawa Barat: Kabupaten Cirebon. Perayaan Harganas ala Jabar pun dikemas berbeda. Tidak lagi berisi parade pidato, melainkan menjadi ruang festival segenap keluarga di Jawa Barat.

Pemerintah Provinsi Jawa

Barat dan Perwakilan

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) ingin memberikan kesan berbeda pada puncak peringatan Hari Keluarga

Nasional (Harganas) ke-31 Tingkat Provinsi Jawa Barat di Kabupaten Cirebon. Dihelat selama tiga hari, 18-20 Juli 2024, panitia menyiapkan 10 paket kegiatan menarik. Seluruhnya ramah bagi keluarga. Inilah Festival Keluarga Jawa Barat!

Kick-off festival keluarga Jawa

Barat ditandai dengan pelayanan kontrasepsi keluarga berencana (KB) pada Kamis pagi, 18 Juli 2024. Pelayanan KB serentak yang dilaksanakan di seluruh fasilitas kesehatan dan praktik mandiri bidan (PMB) di Jawa Barat dengan lokus utama di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Sumber, Kabupaten Cirebon. Pelayanan serentak selama dua hari ini ditargetkan mampu melayani

1.000 akseptor di Jawa Barat.

Pada hari yang sama, bakal dihelat

Mobil Unit Penerangan Roadshow

Atasi Stunting (Mupen Racing) Edisi Ketujuh. Kegiatan ini dirangkaikan dengan Bakti Sosial Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IPeKB) Provinsi Jawa Barat dan Dharma Wanita Persatuan (DWP) BKKBN yang dipusatkan di Kabupaten Cirebon. Diikuti seluruh kabupaten dan kota se-Jawa Barat, Mupen Racing melibatkan sekitar 200 unit kendaraan, baik roda empat maupun roda dua.

Masih hari yang sama, remaja Jawa

Barat bakal turut memeriahkan

hajat Harganas dengan menggelar kegiatan Genre Jabar Stop Stunting. Aksi remaja peduli gizi dan kesehatan mental ini berisi sosialisasi dan edukasi gizi dan pencegahan anemia bagi murid sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Acara yang diiniasi Forum Generasi Berencana (Genre) ini sekaligus screening kesehatan mental secara massal.

Keesokan harinya, BKKBN Jabar bakal mengajak keluarga untuk mengikuti Kelas Orang Tua Hebat (Kerabat). Mengusung tema “Peran Ayah dalam Pengasuhan Balita”, kelas hybrid ini menghadirkan narasumber utama anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Netty Prasetiyani Heryawan dan praktisi parenting Ayah Irwan. Kegiatan dipusatkan di aula Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB)

Kabupaten Cirebon.

Hari kedua perhelatan Harganas Jabar juga bakal dimeriahkan dengan bazar produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga aksektor (UPPKA). Bekerja sama dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jawa Barat dan mitra swasta, bazar menghadirkan sedikitnya 50 stand. Temanya sangat konkret, “Beli dan Bela Produk UPPKA”.

Rangkaian kegiatan berikutnya antara lain seminar kependudukan, kesehatan reproduksi, dan Bangga Kencana. Kemudian dihelat Forum Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dan Satuan Tugas Percepatan Penurunan Stunting Jawa Barat. Juga dihelat gelar karya tim pendamping keluarga (TPK).

Festival hari kedua diakhiri dengan Malam Anugerah Bangga

Kencana Jawa Barat di Ballroom

Hotel Aston Cirebon. Galadinner turut dihadiri Kepala BKKBN, Penjabat Gubernur Jawa Barat, Penjabat Bupati Cirebon, dan para penerima penghargaan. Malam penganugerahan juga dirangkaikan dengan Pengukuhan Forum Genre Jawa Barat 20242027 dan Penggalangan Komitmen Mitra Pembangunan Dalam Pencegahan Stunting (Seruling Asih Centing).

Nah, puncak festival berlansung pada hari ketiga dalam bentuk jalan santai (fun walk) dan family gathering. Jalan santai keluarga dilaksanakan pusat keramaian Kabupaten Cirebon. Turut berlangsung pula Sosialisasi KIE Pencegahan Stunting Bersama Mitra dan Senam Lansia. Family gathering sekaligus edukasi pencegahan stunting.

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa

Barat Fazar Supriadi Sentosa menjelaskan, konsep festival sengaja

dipilih untuk menjadikan Harganas benar-benar milik keluarga Jawa Barat. Fazar tidak memungkiri promosi Harganas belum menemukan relevansinya bagi keluarga Indonesia. Karena itu, tema peringatan Harganas tahun ini dapat dimanfaatkan sebagai pintu masuk untuk mendekatkan Harganas dengan keluarga Jawa barat. Konsep ini untuk meneguhkan pentingnya peran keluarga dalam membangun bangsa.

“Tidak kalah pentingnya adalah isu stunting yang sebetulnya sangat dekat dengan masa depan keluarga. Ini harus dapat disampaikan dengan cara yang lebih tepat, lebih menyentuh, dan lebih memahami sudut pandang khalayak. Ini dilakukan dengan penanjaman isu stunting untuk menyadari bahwa pentingnya merencanakan keluarga, melaksanakan 1000 HPK bagi pasangan usia subur, dan mengatur jarak kelahirannya. Keluarga harus sadar bahwa risiko ini dapat mengindari anak-anak mereka dari gagal tumbuh dan gagal berkembang,” terang Fazar.

Kedua isu tersebut, sambung Fazar, menjadi agenda kampanye Harganas 2024 agar khalayak menyadari adanya Harganas setiap 29 Juni dan menemukan relevansi pentingnya pencegahan stunting untuk menjaga dan merencanakan keluarga. Termasuk masa depan anak dan cucu dalam mewujudkan mimpi Indonesia 100 tahun mendatang

menjadi negara yang memiliki Generasi Emas bisa terwujud.

Secara khusus, peringatan Harganas dilaksanakan untuk menimbulkan rasa kepemilikan dan kebanggaan seluruh pihak yang berpartisipasi dalam upaya percepatan penurunan stunting. Kemudian, meningkatkan peran stakeholders, tokoh masyarakat, dan keluarga dalam pembangunan keluarga. Tidak ketinggalan meningkatkan kinerja pengelola dan petugas Bangga Kencana dalam program Bangga Kencana. Terakhir, meningkatkan kepedulian keluarga Indonesia dalam pencegahan stunting.

“Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Meskipun unit terkecil, namun keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mengapa institusi keluarga sangat penting? Karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama, tempat terbentuknya kepribadian yang mewarnai kehidupan manusia,” jelas Fazar.

“Keluarga memiliki peranan sangat penting dalam pembangunan persemaian nilai-nilai agama, kemanusiaan, kebangsaan,

BAKTI SOSIAL

Pembagian bantuan kepada warga dalam rangka peringatan Harganas Tingkat Jawa barat di Kabupaten Cirebon.

keadilan sosial, dan nilai-nilai moral. Keluarga juga merupakan pranata sosial pertama dan utama yang mengemban fungsi strategis dalam membekali nilai-nilai kehidupan bagi anak manusia yang tengah tumbuh dan berkembang untuk mencari makna dalam perjalanan hidupnya, sehingga terbentuk karakter manusia sejak dini hingga dewasa,” Fazar melengkapi.

Secara terpisah, Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman menekankan bahwa Harganas bukanlah semata acara rutin. Harganas merupakan momen penting untuk menghasilkan perubahan konkret bagi masyarakat.

“Kami tidak hanya merayakan Harganas sebagai seremonial belaka. Lebih dari itu, kami berkomitmen untuk menanggulangi masalah stunting di Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Cirebon,” ujar Herman saat menerima audiensi Panitia Peringatan Harganas ke-31 Tingkat Provinsi Jawa Barat di Gedung Sate pada Rabu, 10 Juli 2024.

Langkah strategis ini, sambung Herman, merupakan momentum krusial untuk memperbaiki kualitas hidup keluarga di Indonesia. Herman percaya, dengan memfokuskan upaya pada penurunan angka stunting dapat menciptakan dampak yang berkelanjutan bagi masa depan bangsa.

“Acara ini tidak hanya menjadi ajang peringatan, tetapi juga panggung untuk menyuarakan komitmen nyata dan aksi konkret dalam menghadapi tantangan kesehatan masyarakat yang krusial. Dengan kerjasama semua pihak, Harganas tahun ini diharapkan dapat menjadi tonggak awal bagi perubahan positif yang lebih luas bagi keluarga Indonesia,” tandas Herman.(N)

Keluarga Kunci Kemajuan Negara

Menko PMK Optimistis Prevalensi di Bawah 20%

Keluarga. Itulah pesan utama yang disampaikan Menteri Muhadjir saat hadir atas nama Presiden Jokowi pada puncak peringatan Harganas ke-31 tahun ini. Sebagai unit terkecil sebuah bangsa, keluarga menjadi kunci sekaligus penentu kemajuan sebuah bangsa, sebuah negara. Pada keluarga itulah terdapat peran ibu yang teramat vital. Dia berperan sebagai tiang sebuah negara.

Hadir di tengah ribuan peserta yang memadati Lapangan Pancasila di jantung kota Semarang, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy tak menyampaikan pidato panjang. Dia merasa cukup dengan membacakan sambutan Presiden Joko Widodo yang dititipkannya

untuk disampaikan pada puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 pada 29 Juni 2024.

“Keluarga merupakan penentu dan kunci dari kemajuan suatu negara. Maka dari itu, pemerintah saat ini tengah bekerja keras untuk menyiapkan keluarga Indonesia yang berkualitas dan memiliki daya saing,” ungkap Muhadjir.

“Dalam melihat masalah-masalah di Indonesia, bisa kita lihat dari unit terkecilnya yaitu keluarga. Keluarga sebagai unit terkecil sebuah bangsa. Kalau keluarganya bagus, maka negara akan bagus. Keluarga menentukan kualitas sumber daya manusia,” dia menambahkan.

Muhadjir menjelaskan, pemerintah tengah menyiapkan keluarga yang

berkualitas dimulai sejak prenatal (masa sebelum kehamilan), masa kehamilan, dan masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK) manusia. Intervensi telah dilakukan terutama pada perempuan.

Tahapan intervensi ini dimulai dari remaja putri dengan memberikan tablet tambah darah (TTD) untuk memastikan mereka betul-betul sehat. Kelak setelah menikah siap hamil, diberikalah bimbingan perkawinan bagi calon pengantin. Langkah ini dilengkapi dengan pengecekkan kesehatan sebelum menikah, Hemoglobin (Hb), dan lingkar lengan. Upaya lanjutannya memberikan intervensi gizi untuk ibu dan bayi sampai 1000 HPK.

Lebih lanjut, intervensi untuk menyiapkan keluarga yang berkualitas juga telah dilakukan dengan menyiapkan fasilitas pemantauan kesehatan dan gizi ibu dan bayi yang terstandar di pos pelayanan terpadu (Posyandu) dan pusat kesehatan mesyarakat (Puskesmas) mulai dari alat timbang terstandar, alat ukur antropometri, dan juga penyuluhan gizi dengan kaderkader yang terlatih.

“Dalam keluarga, ibu menjadi inti dari keluarga. Ibu berperan dalam pembentukan akhlak anak-anaknya. Perempuan

HARGANAS 2024

Menko PMK Muhadjir Effendy didampingi Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dan Pj Gubernur Jateng mengunjungi stand pameran Harganas 2024.

tiangnya negara. Kalau perempuan terpelihara dan dirawat dengan baik, dia bisa memerankan peran dengan baik maka akan kokoh negara,” jelasnya.

Muhadjir menjelaskan, BKKBN memiliki tanggung jawab besar dalam mengawal semua upaya dan intervensi yang dilakukan dalam mewujudkan keluarga Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing. Dia berharap, BKKBN dapat terus mengawal keluarga Indonesia dan mengawal upaya pemerintah dalam percepatan penurunan stunting sesuai target Presiden Joko Widodo.

“Paling tidak mudah-mudahan di 2024 kita di bawah 20 persen sesuai ketentuan SDGs. Alhamdulillah target 95 persen balita seluruh Indonesia yang diukur dan ditimbang (di posyandu) dan diintervensi stunting-nya insyaallah bisa dilaksanakan dengan baik. Tinggal nanti kita akan melihat triangulasi data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dengan hasil pengukuran ini seperti apa,” ujar Menko PMK.

Muhadjir optimistis angka prevalensi stunting bisa berada di bawah 20 persen pada 2024 ini. Dia berharap sensus bayi dengan kriteria yang sudah standar dan dilakukan oleh tenaga terdidik dan terlatih memiliki tingkat akurasi tinggi. Secara teori, sensus akan lebih baik dari survei. Dia mengklaim saat ini seluruh posyandu sudah mempunyai alat antropometri standar. Alat ini penting agar pengukuran terhadap bayi seragam. Tenaga relawan juga harus memiliki kemampuan yang sama. Capaian sensus juga harus 95 persen.

Menko Muhadjir juga menjelaskan bahwa survei yang dilakukan pasti ada tingkat kesalahan. Tetapi sensus dengan 95 persen lebih balita yang jumlahnya hampir 18 juta di Indonesia akan menggambarkan kondisi sesungguhnya bagaimana kondisi balita di Indonesia, sekaligus intervensinya.

“Karena dalam sensus by name by address, siapa bapaknya dan siapa ibunya, tinggal di mana, kondisi statusnya apa menjadi jelas. Sehingga, kita bisa minta ke pemerintah daerah untuk menangani,” ujarnya.

Menko PMK juga menyampaikan bahwa untuk membangun keluarga yang tangguh, kuncinya dua yaitu kasih dan sayang. “Tanpa kasih dan sayang di dalam keluarga tidak mungkin akan terbangun keluarga yang kokoh,” tambahnya.

Menurut Muhadjir, perempuanlah yang akan menentukan nasib bangsa ini. “Kita sudah menemukan polanya di dalam penanganan keluarga. Pertama-tama yang kita perhatikan adalah remaja putri. Remaja putri harus disiapkan betul-betul. Kondisinya harus betulbetul sehat. Karena dialah yang akan menentukan masa depan Indonesia,” ujar Muhadjir. (N)

Berjaya di Venesia Tanah Jawa

Jabar Digdaya Borong 22 Penghargaan Harganas 2024

Provinsi Jawa Barat benar-benar digdaya. Provinsi paling jumbo di Indonesia berhasil membawa pulang 22 penghargaan atas kinerja moncer program Bangga Kencana dari puncak perhelatan Harganas ke-31 di Kota Semarang, daerah yang semasa kolonial Belanda mendapat julukan Venetie van Java atau The Venice of Java alias Venesia Tanah Jawa.

Puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 baru dihelat pada Sabtu pagi, 29 Juni 2024. Sebuah perayaan tepat waktu, mengingat Harganas sendiri dicanangkan kali pertama Presiden Soeharto pada 29 Juni 1993 di Provinsi Lampung. Meski begitu, kemeriahan Harganas 2024 di Kota Semarang sudah berlangsung sejak awal pekan. Sejumlah lomba dan apresiasi penghargaan digelar sepekan penuh, bahkan rangkaian kegiatan lomba dalam rangka peringatan Harganas sudah digelar jauh sebelumnya.

Jika diperhatikan, kondisi geografis Kota Semarang banyak memiliki sungai besar. Semua bermuara ke Laut Jawa di utara Pulau Jawa. Semarang juga punya banyak kanal. Kanal-kanal tersebut sekilas mirip seperti Venesia di Italia. Kondisi itu yang kemudian melahirkan julukan Semarang sebagai Venesia-nya Pulau Jawa. Pemerintah kolonial Belanda kelak menyematkan julukan Semarang seb agai Venetie van Java atau The Venice of Java, Venesia di Tanah Jawa. Konon, penamaan Venetie van Java juga berkaitan dengan letak sebagian Kota Semarang yang berada di dataran rendah dan rawan banjir.

22 penghargaan, tercatat 10 di antaranya menyabet predikat juara pertama, empat juara kedua, dan sejumlah juara ketiga serta juara harapan. Di samping itu, terdapat penghargaan khusus yang tidak diperlombakan, seperti tanda penghargaan Manggala Karya Kencana (MKK), Dharma Karya Kencana (DKK), dan apresiasi lebih spesifik atas kinerja pimpinan daerah. (Daftar penghargaan lihat infografik)

Pada kategori individu misalnya, Jawa Barat tiga tahun berturutturut menempatkan wakilnya dalam barisan terbaik pemilihan

Nah, dari keseluruhan rangkaian lomba dan apresiasi dalam rangka peringatan Harganas, Jawa Barat berhasil memboyong 22 penghargaan. Tanah Legenda Jawa Barat berhasil unjuk kedigdayaannya di kota yang tak kalah historis, Kota Semarang. Jejak historis Semarang terasa sangat kental manakala mampir ke kawasan Kota Lama di pesisir kota. Jaraknya tak jauh dari pusat kemeriahan Harganas di Lapangan Pancasila, kawasan Simpang Lima Semarang. Berkisar 3-4 kilometer yang bisa ditempuh menggunakan ragam moda angkutan.

PENGHARGAAN HARGANAS

Penyerahan apresiasi dan penghargaan kepada insan Jawa Barat dalam rangkaian kegiatan peringatan Harganas di Semarang.

Banjir Penghargaan

Penghargaan atas kinerja moncer program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) yang diterima Jawa Barat sangat beragam. Meliputi penghargaan individu, kelompok, maupun apresiasi pimpinan daerah. Dari

aparatur sipil negara (ASN) berprestasi. Tahun, ini Jawa Barat berhasil menjadi Juara II kategori

ASN Golongan III pada Apresiasi ASN BKKBN Keren dan Berakhlak atas nama Irfan Haniful Qoyyim dan Juara Harapan II Kategori ASN Golongan IV atas nama Imas Rochaeni. Tak hanya itu, Jabar juga mengantarkan Atik Sari Kartika sebagai Juara I Apresiasi Tenaga Lini Lapangan Tingkat Nasional Kategori Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Non PNS.

Pada kategori kelompok, Jabar berhasil menyabet predikat Terbaik I Regional II Lomba

Apresiasi Kelompok Bina Keluarga Balita (BKB) atas nama BKB Seruni dari Kota Depok. Kemudian, Juara I BKR Mandala dari Kabupaten Subang pada Apresiasi Bina Keluarga Remaja (BKR) Percontohan Terbaik. Ada lagi Juara III Kelompok KB Pria Sauyunan 1 dari Kabupaten Bandung Barat (KBB). Pada kategori Kampung Keluarga Berkualitas, Jabar sukses mengantarkan KB Baktijaya dari Kota Depok sebagai Juara I Kategori Kota Regional I Penguatan Kampung Keluarga Berkualitas Tingkat Nasional Tahun 2024.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat Fazar Supriadi Sentosa mengaku bangga atas raihan Jawa Barat pada perhelatan puncak peringatan Harganas ke-31 tahun ini. Terlebih, Harganas menjadi titik awal kepemimpinannya di Jawa Barat mengingat dia ditugaskan kali pertama di Jawa Barat jelang peringatan Harganas 2023 lalu. Meski begitu, Fazar tak lantas jemawa dengan mengklaim deretan penghargaan tersebut sebagai keberhasilannya.

“Tentu sangat bangga sama teman-teman di Jawa Barat. Saya menyampaikan apresiasi setinggi-

Secara khusus, pemerintah memberikan penghargaan kepada Penjabat Wali Kota Cimahi atas kinerjanya dalam penyelenggaraan Kampung KB. Penghargaan serupa juga diraih Penjabat Wali Kota Banjar. Tidak kalah menarik, booth pameran Jawa Barat didapuk menjadi yang terbaik pada Gelar Dagang UPPKA UMKM Harganas Ke-31 Tahun 2024 Tingkat Nasional.

Fazar sumringah.

Bagi Fazar, keberhasilan Jabar dalam berbagai ajang kejuaran dan apresiasi Bangga Kencana merupakan sebuah keniscayaan. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk paling tinggi di Indonesia, Jabar tentu memiliki segudang talenta unggul. Jabar juga dikenal sebagai daerah dengan pusat pendidikan terbaik di Tanah Air.

“Deretan perguruan tinggi terbaik ada di Jawa Barat, mulai ITB, UI, Unpad, dan seterusnya ada di Jawa Barat. Ini menjadi motivasi

tingginya untuk semua yang telah bekerja keras selama setahun terakhir ini. Ini keberhasilan kita semua, bukan hanya saya dan BKKBN, melainkan seluruh pengelola program Bangga Kencana di kabupaten dan kota. Terima kasih juga kepada Pak Gubernur, para bupati dan wali kota, serta seluruh mitra kerja yang telah berkolaborasi menyukseskan penyelenggaraan program Bangga Kencana di Jawa Barat,” ungkap

kita agar pengelolaan Bangga Kencana di Jawa Barat juga menjadi yang terbaik di Indonesia. Saya optimistis. Kalau tahun ini 22 penghargaan, tahun depan akan lebih banyak lagi. Kita punya potensi luar biasa. Tinggal dikelola secara tepat dan optimal,” ujarnya saat ditemui di sela keseruan Harganas di Kota Semarang. (N)

Mereka yang Berjaya di Kancah Nasional

Tim Kepegawaian

» Irfan Haniful Qoyyim (BKKBN Jawa Barat)

Juara II Kategori ASN Golongan III pada Apresiasi ASN BKKBN Keren dan BerAKHLAK Tingkat Nasional Tahun 2024

» Imas Rochaeni (Penyuluh KB, Kota Bandung)

Juara Harapan II Kategori ASN Golongan IV pada Apresiasi ASN BKKBN Keren dan BerAKHLAK Tingkat Nasional Tahun 2024

Tim Lini Lapangan

Atik Sari Kartika (Kabupaten Ciamis)

Juara I Apresiasi Tenaga Lini Lapangan Tingkat Nasional

Kategori PLKB Non PNS

Tim Ketahanan Keluarga

» BKB Seruni (Kota Depok)

Terbaik I Regional II Lomba Apresiasi Kelompok BKB

» BKR Mandala (Kabupaten Subang)

Juara I Apresiasi BKR Percontohan Terbaik Genre Award Tingkat Nasional Tahun 2024

» PIKR SMART Dayeuhluhur (Kabupaten Ciamis)

Juara 2 Apresiasi PIK-R Percontohan Segmentasi

Usia Beraksi Pada Genre Award Tingkat Nasional Tahun 2024

Tim KB

» Kelompok KB Pria Sauyunan 1 (KBB) Terbaik III

» Momentum Pelayanan KB di tempat Kerja

Juara I MKJP

» Aldy Lukmanul Hakim (Kabupaten Sumedang)

Juara 1 Kategori Umum pada Ajang Kespro Kawula

Muda (AkuKaMu) Jingle Dance Creation Challenge Tingkat Nasional Tahun 2024

Tim Dalduk

» Kampung KB Baktijaya (Kota Depok)

Juara I Kategori Kota Regional I Penguatan Kampung KB Tingkat Nasional Tahun 2024

» Pj. Wali Kota Cimahi

Apresiasi Pemerintah Kabupaten/Kota Tahun 2024 terkait Penyelenggaraan Kampung KB

» Pj. Wali Kota Banjar

Apresiasi Pemerintah Kabupaten/Kota Tahun 2024 terkait Penyelenggaraan Kampung KB

» Rumah DataKu Desa Margajaya (Kabupaten Bandung Barat)

Juara II Kategori Digital Apresiasi Rumah DataKu Tingkat Nasional Tahun 2024

» Kampung KB Serumpun (Kota Bandung)

Juara 1 Kategori Kader Kompetisi DASHAT Tingkat Nasional Tahun 2024

» Ibu Desi Wulansari, Kampung KB Wargaluyu (Kabupaten Sumedang)

Juara 5 Kategori KRS, Kompetisi DASHAT Tingkat Nasional Tahun 2024

» SMAN 3 Karawang

Terbaik III Regional I Sekolah Siaga Kependudukan Jenjang SMA Tingkat Nasional

Tim DWP

DWP Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat

Juara I Lomba Kartini Bercerita Tingkat Nasional Tahun 2024

Tim Hubal

» Emma Dety Permanawati (Ketua TP PKK Kabupaten Bandung)

Penghargaan Manggala Karya Kencana

» Dini Zakiyah Zaen Nursyifa (Ketua Forum Genre Kabupaten Bandung)

Penghargaan Dharma Karya Kencana

Tim Perencanaan

» Pemerintah Kota Bandung

Juara I Apresiasi Pengelolaan DAK Subbidang KB Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kota Kategori Pagu Besar 2024

» Jawa Barat

Juara II Apresiasi PIAWAI DAK (Pengawalan

Integritas dan Akuntabilitas Wilayah Selaku Tim

Pengendali DAK Tingkat Provinsi dalam Inovasi

Percepatan Penyerapan Anggaran DAK Subbidang KB dan BOKB

Tim PEK

UPPKA Jawa Barat

Juara I Pemenang Produk dan Stand UPPKA Terbaik

pada Gelar Dagang UPPKA UMKM Harganas ke-31

Tahun 2024 Tingkat Nasional

PELANTIKAN

PPPK Penyuluh KB usai dilantik Kepala

BKKBN Jawa Barat di GOR Saparua Kota Bandung beberapa waktu lalu.

Profesionalisme Tak Bisa Ditawar

Kepala BKKBN Jabar Lantik 377 PPPK Anyar

Tantangan ke depan akan semakin berat. Tak ada pilihan selain terus meningkatkan profesionalisme dalam bekerja, terus belajar, memperbaiki diri, dan mengembangkan potensi diri. Profesionalisme kinerja tak bisa ditawar lagi. Ini berlaku untuk semua insan BKKBN, tak terkecuali pada 377 PPPK yang baru dilantik belum lama ini.

Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat mendapat suntikan tenaga baru. Amunisi baru ini berasal dari 377 aparatur sipil negara (ASN) pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang dilantik di Gelanggang Olahraga Saparua, Kota Bandung, pada Selasa pagi, 30 April 2024. Seluruhnya merupakan penyuluh keluarga berencana dengan penugasan kabupaten dan kota di Jawa Barat.

“Seluruhnya 377 orang yang dilantik merupakan ASN PPPK. Tugasnya sama seperti penyuluh KB yang PNS. Sama-sama ASN. Bedanya hanya yang satu PNS, yang satu lagi berdasarkan perjanjian kerja,” terang Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Fazar Supriadi Sentosa saat ditemui sesaat setelah pelantikan.

Selain penyuluh KB, Fazar juga melantik jabatan fungsional peneliti di lingkungan Perwakilan BKKBN Jabar. Turut menyaksikan pelantikan antara lain para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) yang membidangi pengendalian penduduk dan keluarga berencana kabupaten dan kota, perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, Ketua Perkumpulan Juang Kencana Jawa Barat, dan Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat.

Fazar mengingatkan bahwa tantangan kerja ke depan akan semakin berat. Dia berharap para PPPK dan pejabat fungsional yang baru dilantik agar senantiasa meningkatkan profesionalisme dalam bekerja, terus belajar, memperbaiki diri, dan mengembangkan potensi. Kuasai tugas dan fungsi secara menyeluruh, pelajari hal baru, serta senantiasa tingkatkan prestasi kerja.

“Jadilah ASN yang dapat menjadi panutan lingkungan kerja, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Hindari berbagai bentuk penyimpangan yang akan berdampak negatif bagi diri Saudara, keluarga, lingkungan kerja, bahkan masyarakat secara luas,” tegas Fazar.

Bagi Fazar, pelantikan merupakan momentum sekaligus langkah awal untuk memberikan kontribusi yang terbaik bagi lingkungan kerja kita. Dengan status anyar ini, para penyuluh mampu berperan aktif dalam rangka mewujudkan program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) yang lebih baik.

“Para penyuluh yang dilantik tidak asing lagi dengan program Bangga Kencana karena selama ini mereka

memang menjalankan tugas itu di lapangan. Alhamdulillah pemerintah memperhatikan nasib para petugas kita di lapangan, sehingga bisa naik statusnya dari semula honor menjadi ASN,” ucap Fazar.

Lebih jauh Fazar menjelaskan, mengacu kepada Undangundang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, tepatnya pada Pasal 1 Ayat 5, PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Menurut undangundang yang sama, jabatan fungsional adalah jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

“Karena itu, para pegawai fungsional yang dilantik hari ini, saya harap dapat melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan dan keahliannya. Mengumpulkan angka kredit untuk mengembangkan karir memang penting, namun demikian saya berpesan untuk senantiasa memberi makna dan ketulusan dalam setiap karya dan pekerjaan yang Saudara lakukan,” harap Fazar.

Tantangan Generasi Digital

Sementara itu, Ketua IPKB Jawa Barat Najip Hendra SP menilai salah satu tantangan program Bangga Kencana saat ini adalah tren masyarakat digital. Karena itu, penting bagi penyuluh KB untuk beradaptasi dengan generasi digital. Dalam hal ini, pemanfaatan media digital sebagai tools KIE merupakan sebuah keniscayaan. Penyuluh KB harus siap menghadapi tantangan dunia digital.

“Salah satu indikator bahwa dunia kita makin digital adalah tingginya tingkat penetrasi internet di Indonesia. Pun dengan Jawa Barat. Berdasarkan Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tingkat penetrasi internet Indonesia mencapai 79,5 persen dari total penduduk pada awal 2024. Jumlah itu setara 221.563.479 jiwa dari total populasi Indonesia yang sebesar 278.696.200 jiwa pada 2023,” ungkap Najip.

Yang menarik, sambung Najip, kepemilikan perangkat telepon seluler (Ponsel) di Indonesia sudah sangat tinggi. Bahkan, jumlah ponsel sudah lebih banyak dari jumlah penduduk itu sendiri. Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 278,7 juta jiwa. Adapun populasi ponsel mencapai 353,3 juta atau mencapai 126,8 persen dari jumlah penduduk. Sangat digital.

“Jawa Barat lebih menarik lagi. Hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan bahwa penduduk milenial berusia 20-35 mencapai 24 persen, yaitu 63,4 juta dari penduduk kategori usia produktif (14-64 tahun) sebanyak 179,1 juta jiwa (67,6 persen). Jumlah yang cukup signifikan. Dari 48,27 juta jiwa penduduk Jawa Barat, dua per tiga di antaranya masuk kategori usia milenial atau lahir setelah 1980,” papar Najip.(N)

6,8 Juta Keluarga Jabar

Berisiko

Stunting

Ikhtiar percepatan penurunan stunting tak bisa menafikan keberadaan keluarga berisiko stunting. Di Jawa Barat, sedikitnya tercatat 6,8 juta keluarga berisiko stunting. Tentu saja, berisiko bukan berarti stunting.

Jawa Barat baru saja menuntaskan proses seleksi sasaran keluarga berisiko stunting (KRS) atau verifikasi dan validasi (Verval) Data KRS. Kegiatan berlangsung serentak di 5.957 desa dan kelurahan Jawa Barat. Seluruh desa dan kelurahan berhasil melaksanakan verval. Secara nasional, verval KRS berlangsung di 67.185 desa dan kelurahan. Verval KRS berlangsung mulai 23 April 2024 dan berakhir pada 31 Mei 2024.

Hasilnya, jumlah KRS di Jawa Barat mencapai 6.887.233 keluarga. Ini belum termasuk 34.748 calon pengantin yang juga didata dan divalidasi. Jika dicermati, jumlah KRS memiliki kemiripan dengan jumlah penduduk di kaupaten atau kota bersangkutan. Sebagai contoh, Kabupaten Bogor yang tercatat sebagai kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Jawa Barat memiliki jumlah

KRS paling banyak juga. Hasil verval menunjukkan, Kabupaten

Bogor memiliki 742.290 KRS. Pun dengan Kabupaten Bandung yang tercatat memiliki 617.057 KRS.

Ketua Tim Kerja Pelaporan Statistik dan Pengelolaan TIK Perwakilan BKKBN Jawa Barat Maya Yulia Safitri menjelaskan, mereka yang masuk kategori KRS adalah keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor risiko stunting. Faktor risiko itu terdiri atas keluarga yang memiliki anak remaja puteri/ calon pengantin/ibu hamil/anak usia 0-23 bulan/anak usia 24-59 bulan berasal dari keluarga miskin, pendidikan orang tua rendah, sanitasi lingkungan buruk, dan air minum tidak layak.

“KRS ini merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan sebagai upaya memastikan seluruh intervensi, baik spesifik maupun sensitif, dapat menjangkau seluruh keluarga yang mempunyai risiko melahirkan anak stunting Pendekatan KRS ini sedikitnya memiliki lima kegiatan prioritas, meliputi penyediaan data KRS, pendampingan KRS, pendampingan semua calon pengantin atau calon pasangan usia subur (PUS), surveilans KRS, dan audit kasus stunting,” terang Maya.

Maya menegaskan, data merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan kelima kegiatan prioritas dengan pendekatan KRS. Pendampingan KRS dan calon pengantin atau PUS membutuhkan data sasaran by name by address agar dapat mendampingi sasaran dengan tepat dan memastikan bahwa seluruh sasaran terdampingi.

Prioritas sasaran yang didata pada verval KRS, sambung Maya, meliputi pendataan keluarga sasaran baru atau keluarga yang belum terdata pada Pendataan Keluarga (PK) dan Pemutakhiran PK yang memiliki ibu hamil dan atau anak balita. Kemudian, memutakhirkan dan memverifikasi keluarga dengan ibu hamil dan keluarga dengan balita.

“Pelaksanaan pengumpulan data verval KRS dilakukan langsung oleh tim pendamping keluarga (TPK) dengan supervisi PKB/ PLKB. Pelaksanaannya dilakukan bersamaan dengan kegiatan pendampingan manakala mendapati keluarga sasaran yang

KOMPARASI

Tim Verval KRS 2024 Jawa Barat .

didata memiliki status berisiko,” jelas Maya.

Menurutnya, TPK harus memiliki basis data by name by address untuk setiap kelompok sasaran yang akurat, valid, dan mutakhir. Data ini diperoleh melalui kegiatan pemutakhiran, verifikasi, dan validasi data secara periodik.

Lebih jauh Maya menjelaskan, pemutakhiran, verifikasi, dan validasi KRS juga merupakan kegiatan konvergensi data di tingkat desa yang melibatkan Satgas Percepatan Penurunan Stunting, OPD KB Kabupaten/ kota, Dinas Kesehatan serta TPK maupun kader lainnya. Pengorganisasian verval lapangan dilakukan mulai dari pusat pengendali data stunting di BKKBN Pusat, sampai pada TPK dan TPPS di tingkat desa. “Ini bukan semata-mata pekerjaan BKKBN. Ini pekerjaan kita semua karena data KRS digunakan untuk memberikan intervensi kepada masyarakat. Sebagaimana tertuang dalam Menteri Dalam Negeri, hasil verval KRS dijadikan basis data dalam menentukan kebijakan intervensi percepatan penurunan stunting, program Bangga Kencana, dan program pembangunan lainnya,” papar Maya. (N)

CEGAH STUNTING DEMI BONUS DEMOGRAFI

Bonus demografi yang diproyeksikan bisa dinikmati Indonesia pada 2045 terancam sia-sia jika stunting tidak dicegah dari sekarang. Sebaliknya, bonus pun berpotensi menjadi bencana demografi. Surplus usia produktif bukan tidak mungkin malah menjadi beban negara.

Hal itu disampaikan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Jawa Barat Taufiq Budi Santoso saat Rembug Stunting Jabar 2024 di Kota Bandung, akhir Februari 2024 lalu. Taufiq mengungkap data Bank Dunia bahwa stunting terbukti menyebabkan kerugian negara sebesar 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Taufik menegaskan, ketika 2045 tiba, kerugian akibat stunting tak

boleh dialami. Dengan begitu, mimpi Indonesia Emas tidak terealisasi. Karena itu, stunting menjadi fokus utama Pemdaprov Jabar dalam pembangunan di sektor kesehatan. Hal yang saat ini sedang diupayakan adalah peningkatan kualitas data dan pendampingan keluarga.

“Selain itu, perlu juga peningkatan pemantauan pertumbuhan sebagai bentuk deteksi dini sehingga masalah gizi dapat dicegah secepat mungkin. Tak kalah penting peran aktif semua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dalam mengawal perencanaan hingga memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan,” ujar Taufiq.

Bicara progres penurunan prevelensi stunting, Jabar pada 2021

berada di angka 24,5 persen. Pada 2022 sebesar 20,2 persen, atau melampaui target RPJMD sebesar 21,2 persen. Dengan kata lain terjadi penurunan sebesar 4,3 persen dari 2021 ke 2022. Pada 2021 masih terdapat sebanyak empat kabupaten dan kota yang prevalensi stuntingnya di atas 30 persen.

Namun, pada 2022 seluruh kabupaten dan kota sudah di bawah 30 persen, bahkan terdapat empat daerah telah mencapai target nasional, yakni di bawah 14 persen, di antaranya Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Karawang.

Ketua Harian TPPS Jabar Iendra Sofyan menuturkan bahwa terdapat sejumlah fokus intervensi terhadap penurunan stunting di Jabar. Fokus intervensi,

menurutnya, harus selaras antara pemerintah pusat dan daerah. Misalnya peningkatan akses dan kualitas layanan dasar seperti pemberian tablet tambah darah pada remaja perempuan, pemberian makanan tambahan dan imunisasi dasar lengkap pada balita, serta pemeriksaan ibu hamil dan janin, hingga suplementasi.

Tak kalah penting, tambahnya, mengingatkan masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Kemudian pencegahan diare dan kecacingan, hingga akses air bersih dan jamban sehat.

Kemudian, jelasnya, penguatan ekonomi keluarga melalui jaminan sosial, pelatihan kerja, penyediaan lapangan kerja. Termasuk mendorong akses permodalan, meningkatkan ketahanan pangan, diversifikasi pangan, hingga peningkatan produksi pemerataan distribusi biofortifikasi pangan.

Aksi Konvergensi Percepatan

Penurunan Stunting adalah amanah Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah provinsi untuk memastikan pelaksanaannya di seluruh kabupaten dan kota.

Deputi Bidang Advokasi

Penggerakan dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso menyebut, pihaknya telah melaksanakan dan merencanakan berbagai program dalam percepatan penurunan stunting. “Sebayak 514 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia telah berkomitmen melaksanakan program penurunan stunting di wilayahnya,” kata Sukaryo.

“Stunting masih jadi tantangan serius baik di Jabar maupun di Indonesia. Mari bersama berkomitmen mewujudkan Jabar bebas stunting di Jabar.

Semoga Rembug Stunting ini akan membawa hasil positif,” ucapnya.

Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Fazar Supriadi Sentosa, menyebut pihaknya senantiasa mengawal dukungan kebijakan anggaran terhadap upaya penurunan stunting agar lebih efektif. Ia juga mendorong penguatan terhadap delapan aksi konvergensi penanggulangan stunting.

Untuk mendukung Perpres, diperlukan penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan, pendampingan calon pengantin, surveilans keluarga berisiko stunting, audit, perencanaan penganggaran, pemantauan evaluasi dan pelaporan, hingga kunjungan korban, juga sejumlah aksi lainnya.

Rembuk Stunting, Rembuk Komitmen

Selain di tingkat provinsi, remuk stunting juga berlangsung di seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat. Beberapa yang berhasil direkam antara lain Kota Cimahi, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kota Depok, dan lain-lain.

Kota Cimahi

Rembuk Stunting Tingkat Kota Cimahi 2024 berlangsung pada 3 April 2024. Dihadiri 84 peserta, mereka yang berkomitmen hadir terdiri atas unsur Forkopimda, SKPD terkait, Camat, Lurah, Kepala Puskesmas, TP PKK Kota, TP PKK Kecamatan, dan TP PKK Kelurahan.

Penjabat Wali Kota Cimahi

Dicky Saromi menyampaikan Pemerintah Kota Cimahi berkomitmen dalam percepatan penurunan stunting di Kota Cimahi. Upaya penurunan tingkat prevalensi stunting merupakan tanggung jawab semua pihak.

Penyelesaian penurunan stunting tidak dapat dilaksanakan dalam waktu singkat. Oleh sebab itu, Dicky berharap komitmen dapat dibangun bersama agar penanganan dilakukan terus menerus dan berkesinambungan.

Kabupaten Cirebon

Rembuk Stunting Kabupaten Cirebon terlaksana pada 15 Mei 2024. Wakil Bupati Cirebon Wahyu Tjiptaningsih mengatakan penanganan kasus stunting telah menjadi program prioritas di Kabupaten Cirebon. Terlebih angka prevalensi stunting naik sebesar 4,3 persen selama 2022-2023.

“Ada kenaikan angka stunting, di 2022 awalnya 18,6 persen. Sedangkan pada 2023 naik menjadi 22,9 persen. Pada 2024 ini kita perlu kerja keras untuk menurunkannya,” papar Ayu.

Kota Depok

Kota Depok melaksanakan rembuk stunting pada Selasa 28 Mei 2024. Bertempat di Hotel Santika Depok, acara dibuka Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kota Depok Gandara Budiana. Dalam sambutannya, Gandara menyampaikan rembuk stunting Kota Depok sudah memiliki landasan hukum yang kuat, yakni Peraturan Wali Kota Depok Nomor 99 Tahun 2022 tentang Percepatan Penurunan Stunting di Kota Depok.

Penurunan prevalensi stunting menjadi salah satu indikator keberhasilan mewujudkan Kota Depok yang sehat dan nyaman sesuai dengan visi RPJMD Kota Depok 2021-2026. Gandara juga menyampaikan apresiasi kepada DP3AP2KB Kota Depok dan seluruh anggota TPPS Kota Depok atas peran dan komitmen mereka sebagai garda terdepan dalam upaya percepatan penurunan stunting.(H)

Lebih Dekat Dengan Sekretaris BKKBN Jawa Barat Kukuh Dwi Setiawan

Jabar Tulang Punggung

Pembangunan Nasional

Dalam tempo kurang dari satu tahun, Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa

Barat kedatangan dua bos anyar. Kepala dan sekretaris sekaligus. Kepala tiba di Jawa Barat beberapa saat jelang peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke30 tahun lalu. Awal Juni tahun ini, giliran sekretaris anyar yang mulai berkantor di Surapati. Keduanya benar-benar baru karena belum pernah bertugas di Jawa Barat.

Posisi orang nomor dua di BKKBN

Jabar ini kini diisi Kukuh Dwi

Setiawan yang bertukar posisi dengan Sekretaris BKKBN Jabar sebelumnya, Irfan Indriastono. Giliran Irfan mengisi posisi yang ditinggalkan Kukuh sebagai Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana (Diklat KKB) Malang. Kukuh menilai rotasi ini bagian dari penyegaran sekaligus tour of duty yang dilakukan BKKBN.

Ditemui di sela padatnya kegiatan puncak peringatan Harganas ke31 di Kota Semarang beberapa waktu, Kukuh bercerita panjang perjalanannya sebagai peneliti hingga karir kepegawaiannya di BKKBN. Secara khusus Kukuh

melihat Jawa Barat memiliki posisi strategis dalam lanskap program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) di tanah air. Dengan jumlah penduduk tertinggi di Indonesia, Jawa Barat menjadi faktor determinan dalam denyut nadi pembangunan Indonesia.

“Secara demografis, karakteristik penduduk Jawa Barat juga menarik. Sebagai salah daerah dengan kategori maju di Indonesia, tingkat kelahiran sudah terbilang rendah. Total fertility rate (TFR) bukan lagi isu utama. Dengan demikian, penting bagi BKKBN untuk mulai

menggeser orientasi program dari pengendalian kelahiran menjadi keluarga sejahtera dan pembangunan keluarga. KS (Keluarga sejahtera, red) yang harus diperkuat,” ungkap Kukuh.

Bersama dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur, sambung Kukuh, Jawa Barat merupakan tulang punggung nasional. Jika sederhanakan, menyelesaikan masalah Jawa Barat berarti menyelesaikan seperlima masalah nasional. Dalam konteks BKKBN, dua poin utama yang perlu menjadi perhatian utama. Pertama, memastikan rantai pasok alat kontrasepsi berjalan dengan baik. Kedua, memadukan kebijakan melalui sebuah masterplan pembangunan kependudukan. Bisa berupa grand design atau bentuk lainnya yang memuat perencanaan strategis kependudukan.

Kukuh melihat Jawa Barat dengan sejumlah subkultur berbeda juga patut mendapat perhatian tersendiri. Pimpinan BKKBN perlu memahami dengan baik perbedaan karakter pimpinan daerah di masing-masing wilayah. Pendekatan yang dilakukan kepada kepala daerah di pesisir utara Pulau Jawa akan berbeda dengan kepala daerah di Priangan maupun penyangga ibu kota Jakarta.

“Itu yang kemarin disampaikan pimpinan bahwa Jawa Barat secara keorganisasian OPD-nya sudah kuat. Tinggal kemudian bagaimana kita harus mengelola kabupaten dan kota dengan cara yang humble Itu yang memang dibutuhkan. Kalau berbicara program, capaian indikator sudah cukup baik,” imbuh Kukuh.

Pria kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah, ini mengaku tidak menyangka bakal ditugaskan di Jawa Barat. Meski begitu, dia menganggap tugas barunya itu memberikan tantangan tersendiri. Terlebih secara organisasi saat ini

PELANTIKAN

Sekretaris Perwakilan BKKBN Jawa Barat Kukuh Dwi Setiawan usai dilantik di kantor BKKBN, Jakarta.

BKKBN tengah mengalami transisi, di mana posisi sekretaris perwakilan BKKBN provinsi memiliki peran strategis sebagai orang kedua setelah kepala perwakilan.

“Transisi ini akan berlangsung dalam lima atau bahkan 10 tahun. Setelahnya akan terbiasa. Saat ini, sebagian dari para pejabat eselon, baik eselon III maupun IV, belum terbiasa memerankan diri pada jabatan fungsional. Ada sisa-sisa model kepemimpinan sebagaimana pada struktur organisasi BKKBN sebelumnya. Inilah tantangan seorang sekretaris perwakilan, di mana dia harus mampu menjadi dirigen perubahan budaya organisasi di tingkat provinsi. Kalau pusat masih layer kedua dan sebagian ketiga, di provinsi ini hanya sekretaris perwakilan yang ada di layer kedua. Dia langsung berhubungan dengan para pejabat fungsional ahli muda dan di bawahnya,” papar Kukuh.

Dia mengingatkan bahwa postur program Bangga Kencana sudah berubah jika dibandingkan dengan era sebelumnya. Porsi BKKBN sebagai pelaksana kegiatan ini hanya tersisa sekitar 25 persen. Sisanya sebesar 75 persen sudah menjadi tugas pokok dan

fungsi penyuluh KB. Kalau sudah begitu, pekerjaan rumahnya adalah mengefektifkan kinerja lini lapangan menjadi “padat karya”. Konseling tidak cukup lagi dilakukan melalui pertemuan, melainkan langsung door to door

“Ini menjadi tantangan tersendiri. Jangan lupa, piramida penyuluh KB kita itu kayak apa sekarang? Penyuluh KB Ahli Madya lebih banyak. Jawa Timur sudah kejadian. Itu berdampak langsung terhadap pengelolaan program. Sekarang bayangin saya Penyuluh KB Madya seumpama. Kemudian, madya itu pasti umur senior. Pasti repot kalau harus ngejar-ngejar akseptor. Ini akan memicu gap dengan penyuluh KB di bawahnya,” terang Kukuh.

Terkait itu, Kukuh mendorong para penyuluh KB Madya untuk mengembangkan diri agar bisa berkiprah lebih. Kalau perlu, para penyuluh KB Madya bisa mengikuti seleksi terbuka jabatan struktural atau mencoba tantangan baru di luar BKKBN.

“Contoh, seumpama yang senior dan punya pengaruh, kan bisa ikut diklat kepemimpinan. Mereka bisa ikut melamar jabatan camat misalnya atau jabatan lainnya. Kita persilakan mereka untuk masuk ke sana. Jangan sampai kita menahan karir seseorang, terutama yang senior-senior. Nah, ini yang menurut saya harus dibenahi, bagaimana kita

mengefektifkan itu,” jelas Kukuh.

Ada satu tantangan lain yang menjadi perhatian pria lulusan Sosiologi Universitas Gadja Mada (UGM) ini. Yakni, keberadaan kantor perwakilan BKKBN itu sendiri. Dia menilai kantor BKKBN Jabar saat ini sudah tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi. Selain memiliki keterbatasan lahan parkir, keseluruhan bentuk bangunan juga sudah tidak sesuai dengan citra BKKBN sebagai lembaga pemerintah nonkementerian di tingkat provinsi.

“Saya kalau bicara kantor Jabar itu, dengan menyandang provisnsi besar, sudah gak layak. Kita tuh provinsi besar dengan impact yang besar ke nasional. Dengan kondisi kantor yang seperti itu saya rasa kurang wah gitu. Pride-nya kurang. Dalamnya lebih mirip Benteng Takesi. Kalau mau ke sini tuh harus ke mana dulu. Ini catatan sebagai Sekban, yah,” ujarnya tersenyum.

Periset Ulung

Sementara itu, perjalanan karir

Kukuh seolah tak jauh dari dunia riset dan kajian. Mengawali perjalanan akademik sebagai

Sarjana Sosiologi, Kukuh terlibat aktif di Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) UGM. Bahkan, dia sudah aktif sebelum lulus perkualiahan. Sesuai bidang keilmuan yang digelutinya, dia banyak terlibat dalam riset kebudayaan.

Kukuh masih asyik melakukan riset bersama LPPM UGM saat dirinya dinyatakan diterima sebagai pegawai BKKBN pada 2009. Jeda antara waktu penerimaan pegawai dengan mulai efektif bekerja dimanfaatkan untuk menuntaskan tugasnya di LPPM UGM. Kukuh mengaku dunia riset sosial sudah menjadi passion-nya.

Passion itu yang kemudian membuatnya kurang happy saat kali pertama duduk sebagai pegawai BKKBN. Kala itu dia ditempatkan di Direktorat Ketahanan Keluarga di bawah Kedeputian Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK). Sebagai pegawai baru, Kukuh mendapat tugas receh administrasi seperti mengantarkan surat atau menggandakan dokumen.

“Terus terang tidak begitu berkesan. Sering jadi messenger atau anter-anter surat begitu. Beruntung setelah itu ada restrukturisasi organisasi BKKBN. Saya ditempaykan di Direktorat Analisis Dampak Kependudukan di bawah Kedeputian Pengendalian Penduduk. Ini semacam angin segar untuk kembali mengembangkan passion dalam menulis dan penelitian. Sampai pada akhirnya tidak terasa waktu delapan tahun saya di sana,” kenang Kukuh.

Merasa prlu mengembangkan diri, pada 2016 lalu Kukuh melanjutkan studi Jurusan Sosiologi Universitas Indonesia (UI) untuk peminatan

Perencanaan Pembangunan Sosial. Usai menuntaskan pendidikan magisternya, Kukuh kembali ke Halim. Dia pindah kamar ke Direktorat Perencanaan Kependudukan (Ditrenduk). Di sana dia banyak berkutat dengan Grand Design Pembangunan Kependudukan. Dalam benaknya, Ditrenduk tidak boleh hanya berkutat dengan angka, tetapi mengawal impact sebuah program untuk sampai ke masyarakat.

Pada 2021, Kukuh resmi pindah kantor ke Malang. Dia mendapat tugas anyar sebagai Kepala Balai Diklat KKB Malang. Pada saat yang sama, dia mendapat tugas tambahan sebagai koordinator lapangan Kalimantan Utara (Kaltara). Dia harus pandai membagi waktu mengelola double job yang diembannya. Dalam pelaksanaanya, Kukuh lebih banyak menghabiskan waktu di Kaltara. Selama pandemi Covid-19, kegiatan pelatihan dilaksanakan secara daring. Tugastugas itu bisa dilakukannya sambil tetap mengelola program Bangga Kencana di provinsi rintisan tersebut.

Sebagai provinsi rintisan, infrastruktur BKKBN sama sekali belum memadai. Untuk melaksanakan tugas sehari-hari, Kukuh hanya dibantu dua orang staf. Praktis dia harus melaksanakan banyak tugas administratif dan berhubungan dengan BKKBN Kalimantan Timur yang menjadi induk kantor rintisan tersebut.

Rupanya tugas-tugas administratif itu yang kemudian menjadikannya familiar dengan pekerjaan baru sebagai sekretaris perwakilan. “Kerjaan koordinator di Kaltara itu mirip-mirip Sekban juga. Ini menjadi modal berharga bagi saya dalam menjalankan tugas sebagai Sekban di Jabar,” ujar Kukuh.

Selamat datang di Jawa Barat, Mas Sekban! (H)

Penyuluh KB Jadi Manajer?

Salah satu kunci sukses program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) dan percepatan penurunan stunting adalah kekuatan advokasi dan KIE di lini lapangan. Hal ini karena advokasi dan KIE yang tepat sasaran mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap program. Pihak utama yang menjadi garda terdepan dalam advokasi dan KIE di lini lapangan adalah penyuluh keluarga berencana (KB).

Seiring tantangan program Bangga Kencana dan percepatan penurunan stunting di Provinsi Jawa Barat dengan target cukup besar, peran penyuluh KB menjadi semakin strategis. Mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20192024, target prevalensi stunting sebesar 14 persen. Ini menjadi tantangan besar mengingat hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan adanya kenaikkan prevalensi dari 20,2 persen menjadi 21,7 persen.

Tantangan tersebut tentunya

dibarengi langkah pemerintah dengan meluncurkan berbagai program dan kegiatan di lini lapangan. Dampaknya penyuluh KB dihadapkan dengan berbagai kegiatan yang muaranya kembali lagi ke penyuluh KB, mulai pelayanan KB, pembinaan kelompok kegiatan (Poktan), berbagai program percepatan penurunan stunting, pembinaan Pos KB (PPKBD) dan Sub Pos KB (Sub PPKBD), mekanisme operasional (Rakor-rakor dan minilokakarya), pelaporan Sistem Informasi Keluarga (SIGA), dan berbagai kegiatan lainnya. Ini belum termasuk kegiatan lomba

yang mengharuskan penyuluh KB terlibat aktif dalam melakukan persiapan dan pembinaan. Wah, pastinya semakin menguras waktu dan energi penyuluh KB.

Rasio penyuluh KB terhadap jumlah desa atau kelurahan menjadi tantangan tersendiri. Saat ini, jumlah penyuluh KB di Jawa Barat sebanyak 2.046 (Juni 2024). Adapun jumlah desa dan kelurahan di Jawa Barat mencapai 5.957 desa dan kelurahan. Dengan rasio ini, penyuluh KB terpaksa harus membina dua sampai tiga desa. Ini tentu sangat berat. Apalagi jika kelurahan binaan terdapat di perkotaan yang padat penduduk. Bisa jadi satu kelurahan di kota sama dengan tiga desa di perdesaan.

Berbagai kegiatan di lini lapangan tersebut menyebabkan penyuluh KB tidak sempat melakukan seluruh tugas utamanya, yaitu merencanakan, mengorganisasikan, mengembangkan, melaporkan, dan mengevaluasi Program Bangga Kencana. Bahkan, mencari akseptor pun sudah tidak sempat lagi. Apalagi sampai rutin melalukan

KIE door to door ke masyarakat. Rasa-rasanya waktunya sudah tak memungkinkan. Apalagi dengan kewajiban melaporkan program Bangga Kencana dalam aplikasi SIGA dengan bayang-bayang “kalau tidak seluruhnya terlaporkan, maka akan ditandai sebagai penyuluh KB yang kurang berkinerja”.

Beban kerja penyuluh KB makin overload manakala yang bersangkutan setia menjalankan mekanisme operasional yang dikenal sebagai 10 Langkah PLKB. Merujuk pedoman ini, penyuluh KB memiliki kewajiban pendekatan tokoh formal, pendataan dan pemetaan, pendekatan tokoh informal, pembentukan kesepakatan, pemantapan kesepakatan, KIE oleh tokoh masyarakat, pembentukan grup pelopor, pelayanan KBKS, pembinaan peserta KB, sampai evaluasi pencatatan dan pelaporan.

Hal ini tentu jangan sampai dibiarkan berlarut-larut karena dampak jangka panjangnya adalah dapat menimbulkan demotivasi penyuluh KB. Jika itu terjadi, maka

Ketua Tim Kerja Hubungan Antar Lembaga, Advokasi, KIE dan Kehumasan Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat

program Bangga Kencana semakin jauh dengan masyarakat.

Nah, salah satu langkah strategis yang harus dilakukan adalah dengan pendelegasian sebagian tugas dan fungsi penyuluh KB kepada institusi masyarakat perdesaan (IMP), seperti PPKBD, Sub PPKBD, Poktan, dan Kader. Misalnya, penyuluhan kepada masyarakat bisa disampaikan oleh PPKBD atau Sub PPKBD. Begitu juga dengan menggaet akseptor juga bisa memerankan IMP atau peran lain yang berhubungan dengan masyarakat.

Penyuluh KB berperan sebagai manajer di tingkat wilayah binaannya. Dia bertugas mengorganisasi IMP dan memastikan pendelegasian tersebut dipahami dan dijalankan. Ini menjadi tantangan tersendiri karena penyuluh KB harus memiliki kemampuan mumpuni dalam manajerial. Sebagai menuju ke sana, BKKBN perlu meningkatkan pelatihan manajerial bagi penyuluh KB. Porsi pelatihan sebaiknya lebih banyak tatap muka. Penulis menilai

pelatihan menggunakan metode online efektifitasnya masih belum optimal.

Tantangan Penyuluh

KB di Era Digital

Selain semakin banyaknya program dan kegiatan yang dilaksanakan, penyuluh KB juga dihadapkan pada tantangan era digital. Digitalisasi menuntut penyuluh KB mampu mengimbanginya dengan penguasaan teknologi informasi berbasis digital. Ini penting karena penyuluhan atau KIE atau penyampaian informasi program melalui tatap muka membutuhkan biaya besar, baik itu konsumsi ataupun transpor atau biaya fasilitas lainnya. Transfer informasi akan lebih cepat jika disampaikan melalui media sosial atau melalui media online lain.

Selain itu, program Bangga Kencana dan percepatan penurunan stunting kini lebih banyak menggunakan aplikasi. Sebut saja misalnya aplikasi SIGA sebagai media pencatatan

Herman Melani, S.H., M.H.

dan pelaporan program Bangga Kencana. Tantangannya, penyuluh KB harus memiliki kemampuan dan pengetahuan mengoperasikan perangkat dan program yang berbasis digital tersebut. Sementara itu, penyuluh KB di Jawa Barat memiliki keberagaman dalam hal penguasaan teknologi berbasis digital.

Penyuluh KB senior dengan segudang pengalaman namun diidentikkan kurangnya pemahaman terkait penggunaan program berbasis digital. Sebaliknya, penyuluh KB muda dianggap minim pengalaman, namun memiki penguasaan program berbasis digitalnya mumpuni. Tentunya ini menjadi tugas bersama bagaimana BKKBN mampu “mencerdaskan” para penyuluh KB dalam penggunaan program berbasis digital dengan

strategi peningkatan kompetensi para penyuluh KB. Salah satunya dengan mengadakan pelatihan khusus penggunaan program berbasis digital bagi penyuluh KB. Cara lainnya, pada saat pelatihan atau orientasi perlu disisipkan mengenai pengetahuan tentang penggunaan program berbasis digital.

Berdasarkan analisa tersebut, tentunya kita berharap penyuluh KB ke depan adalah penyuluh KB yang mampu mengorganisasi kader-kader IMP di wilayah binaannya. Dengan begitu, program-program pemerintah, khususnya Bangga Kencana dan percepatan penurunan stunting dapat dipahami dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Juga mampu menjembatani mitra kerja dan lintas sektor lainnya untuk terus mendukung program-

program BKKBN.

Penyuluh KB juga diharapkan mampu mengimbangi tuntutan perkembangan zaman yang serba digital dengan kemampuan mengelola media sosial atau media online. Kompetensi digital diperlukan untuk mengedukasi masyarakat maupun menguasai program-program BKKBN berbasis digital.

Akhirnya, harapan agar sukses program Bangga Kencana dan percepatan penurunan stunting di Jawa Barat mampu mendukung sukses pembangunan di Jawa Barat bisa tercapai. Salah satunya dengan didukung SDM penyuluh KB yang andal dan profesional.

Jayalah Terus Penyuluh KB! Sehat, Semangat, Luar Biasa!!!

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.