







Kolaborasi antara Seni Publik dengan Arsitektur Kota.
Kolaborasi antara Seni Publik dengan Arsitektur Kota.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Sed malesuada viverra nibh, vel faucibus enim ornare vitae. Nullam sollicitudin suscipit est nec vulputate. Donec justo velit, mollis a pellentesque in, lobortis fringilla diam. Vestibulum eu porta tortor. Curabitur faucibus tellus id lacinia dictum. Sed maximus ex a .
Sebelum masuk ke materi genius loci di Jl. braga kita harus tahu terlebih dahulu sejarah Jl braga. Jl. Braga merupakan Salah satu tempt yang sangat ramai dan terkenal di bandung dan sejarahnya Jl. braga yang dulunya bernama karren weg atau pedati weg merupakan sebuah jalan yang sering dilewati pedati untuk akses mobilisasi. Jalan Braga juga mulai berkembang menjadi kompleks pertokoan eropa sampai saat inipun masih banyak bangunan bangunan dengan arsitektur kolonial Belanda yang di pertahankan sehingga Jl. braga terkenal dengan bentuk bangunan tua bergaya Art Deco. Di jalan braga kita tidak di perlihatkan atau dijelaskan sebuah sejarah tempat tersebut, hanya di sebagian orang atau warga asli bandung. Sebagai pendatang kita tidak mengetahui sejarah yang ada di sana sehingga kita tidak menemukan makna tempat itu yang membuat perjalanan kita di suatu tempat tetap terasa biasa saja dan tidak merasakan kesan atau keunikan yang di tempat itu.
Genius Loci merupakan istilah yang berawal dari bangsa Romawi tentang adanya ruh yang menjaga suatu tempat. Berdasarkan pernyataan salah satu pemikir fenomenologi dalam arsitektur Norberg Schult’z kalo di setiap tempat memiliki keunikannya tersendiri, dari sebuah keunikan tersebut kita dapat menemukan sebuah makna di dalam sebuah tempat dan itu dilihat dari sejarah tempat tersebut. Genius Loci suatu tempat dapat diamati dari 3 hal yaitu citra, ruang, dan karakter. Melalui genius loci, kita bisa menangkap jiwa pada suatu tempat yang dapat dijadikan sebagai sumber referensi ilmiah.
Genius loci di jalan braga dapat di temukan dari sejarahnya yang merupakan ruh dari tempat itu sekaligus membawa makna bagi masyarakat bandung maupun pendatang, jalan Braga terdapat banyak bangunan kolonial yang membuat setiap jalannya terasa seperti membawa kita ke masa lalu .jalan Braga memiliki suasananya tersendiri, malam atau siang, hujan ataupun tidak, jalan Braga tetap punya makna tersendiri yang membuat tempat itu lebih hidup.
Cara Norberg Schult’z dalam menemukan Genius Loci suatu tempat dapat diamati dari 3 hal yaitu citra, ruang, dan karakter. Melalui genius loci, kita bisa menangkap jiwa pada suatu tempat yang dapat dijadikan sebagai sumber referensi ilmiah. Framework untuk melihat genius loci yang pertama “Image” kesan yang terlihat, “Space” Ruang yang terbentuk, “Character” aktivitas dan cerita. Setelah itu kita dapat menemukan suatu Genius Loci dari sebuah tempat yang sangat unik yang di hidupkan oleh sejarah. Bagaimana cara nya kita bisa menemukan sebuah genius loci yang dapat di buat dari instalasi berupa miniatur yang akan diletakkan secara acak di jalan. Instalasi tersebut kemungkinan akan berinteraksi dengan objek-objek yang sudah ada. Miniatur terdiri dari orang-orang berukuran kecil dan beberapa properti yang mendukung. Setiap miniatur akan menggambarkan atau me-reka kehidupan manusia saat ini sebagai respons artistik.
Maka dari itu, Jl Braga harus di berikan sedikit sentuhan seni dari instalasi berupa miniatur sebagai suatu gambaran bagaimana kehidupan di braga yang sebetulnya dari jaman dulu sampai sekarang apakah berubah karena sangat terkenal nya jalan Braga dan perkembangan teknologi di kota bandung, jadi bisa di gambarkan atau reka kehidupan manusia di braga dengan miniatur yang akan di buat, tujuannya yaitu menunjukkan dan mempertahankan genius loci di Jl. Braga.
Jalan Braga merupakan sebuah jalan yang menjadi salah satu elemen pembentuk Kota Bandung. Jalan dengan panjang 700 m ini terletak di Kecamatan Sumurbandung, Kota Bandung, Jawa Barat. Dilihat dari peruntukannya, secara sejarah Jalan Braga memiliki arti ngabaraga yang artinya adalah bergaya sehingga di sepanjang jalan ini terdapat toko-toko bernama yang menyediakan kebutuhan gaya hidup masyarakat. Pertokoan dan mall di Jalan Braga membuat tempat ini menjadi hidup baik di siang hari atau malam hari. Kata hidup untuk sebuah tempat sendiri merujuk kepada adanya kegiatan atau aktivitas yang dilakukan di tempat tersebut. Hal tersebut sudah cukup untuk mengatakan bahwa Jalan Braga merupakan sebuah ruang publik.
Seni di ruang publik dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari galeri pameran yang sangat luas, dikunjungi oleh orang-orang dari segala kalangan, dan dinikmati siang hingga malam. Dalam kasus ini, Jalan Braga mengambil peran ‘galeri’ tersebut untuk memamerkan sebuah karya instalasi berupa miniatur. Dengan skala yang sangat luas tentu saja ‘galeri’ tersebut harus memenuhi banyak sekali kriteria terutama dalam memenuhi kebutuhan visual para pengunjung. Dimensi visual di dalam buku Public Places, Urban Spaces (Carmona, 2003) dijelaskan dalam beberapa teori dan salah satunya adalah rumusan requirements for great streets oleh Allan B. Jacobs dalam buku yang berjudul Great Streets: Making Great Streets (1993).
The requirements for great streets dirumuskan oleh Allan B. Jacobs setelah mencoba mengelilingi jalan-jalan terkenal di berbagai belahan dunia dan mencari tahu mengapa jalan tersebut bisa terkenal. Beberapa kriteria yang dirumuskan oleh Allan B. Jacobs untuk membuat sebuah jalan menakjubkan di antaranya adalah: 1. tempat bersantai pengguna jalan, 2. kenyamanan lingkungan fisik, 3. pendefinisian yang jelas, 4. pemanja mata, 5. transparasi, 6. komplementari, 7. perawatan yang baik, dan 8. kualitas desain bangunan di sekitarnya. Selain menjadi pembentuk visual kota, jalan yang baik juga mendukung kegiatan di dalamnya termasuk seni di ruang publik. Jalan menakjubkan adalah jalan yang mudah diingat sebagai simbolik dari sebuah seremoni atau pegelaran (Edhart, 2008).
Seni di ruang publik dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari galeri pameran yang sangat luas, dikunjungi oleh orang-orang dari segala kalangan, dan dinikmati siang hingga malam. Dalam kasus ini, Jalan Braga mengambil peran ‘galeri’ tersebut untuk memamerkan sebuah karya instalasi berupa miniatuJika dinilai secara kualitatif, Jalan Braga dapat dikatakan sebagai Jalan yang menakjubkan karena memenuhi semua kriteria. Pertama, Jalan Braga sebagai tempat bersantai para pengguna jalan dibuktikan dengan kecepatan para pejalan kaki yang relatif lambat. Mereka bahkan sesekali berswafoto atau mengobrol di tempat duduk yang ada. Kedua, Jalan Braga memiliki kenyamanan lingkungan fisik karena memiliki cuaca yang tidak terlalu panas/dingin baik di siang hari maupun di malam hari, dibuktikan dengan banyak para pejalan kaki yang menggunakan jaket di siang hari dan kaos di malam hari. Ketiga, Pendefinisian jalan jelas, pembagian jalan dapat dilihat dari penggunaan material yang berbeda-beda. Keempat, Jalan Braga terlihat sangat cantik ketika malah hari karena ada permainan visual yang ditampilkan oleh papan iklan toko-toko. Kelima, Toko-toko di jalan braga memiliki ukuran bukaan yang besar sehingga kegiatan di dalamnya terekspos. Keenam, Jalan Braga memiliki komplementari di tengah ruas jalan yang digunakan sebagai pajangan lukisan-lukisan di antara toko-toko. Ketujuh, perawatan di Jalan ini sudah cukup baik dilihat dari minimnya sampah berserakan dan material yang rusak. Kedelapan, kualitas desain dari bangunan di sekitarnya memiliki gaya arsitektur yang khas dan memorable karena merupakan peninggalan dari gaya arsitektur kolonial.r. Dengan skala yang sangat luas tentu saja ‘galeri’ tersebut harus memenuhi banyak sekali kriteria terutama dalam memenuhi kebutuhan visual para pengunjung. Dimensi visual di dalam buku Public Places, Urban Spaces (Carmona, 2003) dijelaskan dalam beberapa teori dan salah satunya adalah rumusan requirements for great streets oleh Allan B. Jacobs dalam buku yang berjudul Great Streets: Making Great Streets (1993).
Maka dari itu, Jalan Braga dapat menjadi pilihan ruang publik yang tepat sebagai sebuah galeri untuk pertunjukkan seni. Adanya kesesuaian antara kondisi jalan eksisting dengan kriteria-kriteria yang disampaikan oleh Allan B. Jacobs membuat jalan ini dapat disebut sebagai jalan yang menakjubkan. Pemenuhan kriteria sebagai jalan yang menakjubkan dapat menunjang kegiatan di dalamnya termasuk pertunjukan seni sehingga Jalan Braga dapat digambarkan sebagai kualitas visual dari sebuah ‘galeri’ pertunjukkan/pameran.
Sejarah kota tidak hanya dilihat dalam narasi nostalgik melainkan melalui narasi kritis. Sejarah menjadi tolak ukur waktu yang bergerak secara kronologis meloncat dari satu peristiwa ke peristiwa lain, dan bergerak secara atmosferik mengisi ruang peristiwa.
Rossi menggambarkan kata ‘monumen’ sebagai elemen permanen dari artefak urban yang bertahan di sebuah kota dari waktu ke waktu. Monumen terus bertahan, meskipun elemen kota lain bergerak dan berubah. Sehingga, monumen menjadi simbol dari sebuah fungsi, fungsi yang berkaitan erat dengan waktu. Monumen menjadi elemen penting yang dapat menentukan arah gerak sebuah kota. Monumen akan beraksi sebagai katalis yang mengakselerasi pertumbuhan sebuah kota atau justru memumifikasi sebuah kota.
Jalan Braga berperan sebagai ‘monumen’ yang terus bertahan di Kota Bandung. Braga dibalut dengan nilai historis yang kuat dan menjadi saksi dari perubahan elemen-elemen kota Bandung. Braga lahir di tahun 1910 dan telah melewati masa kejayaannya di zaman hindia-belanda dimana ia menjadi lokasi primadona hiburan di Kota Bandung. Meskipun kondisinya tidak seulung sebelumnya, Braga tetap menjadi simbol dari fungsi hiburan. Terlepas dari silih bergantinya kegiatan perekonomian di dalamnya.
Braga menyimpan lapisan memori. Bukan hanya memori individu, melainkan sebuah memori kolektif dari manusia-manusia yang pernah menjejakkan kakinya di atas tegel yang sama. Braga tidak hanya berperan sebagai objek pasif, melainkan subjek sadar dengan menyimpan memori yang mengisi ruang peristiwa.
Sintesis dari nilai historis dan memori dari Jalan Braga memanifestasi karakter baru, di luar fungsi asalnya. Jalan braga tidak hanya sekedar menjadi simbol fungsi hiburan, melainkan terbentuk proses desain secara analog dimana Braga berkembang secara autonomous (sendirinya). Braga membentuk sebuah romantisme antara tempat dengan memori. Sebuah abstraksi yang tidak hanya dirasakan bagi pengunjung lama, namun juga dirasakan pengunjung yang pertama datang. Sebuah magis yang hanya dapat muncul melalui transformasi kolektif. Namun, yang perlu dikritisi adalah, apakah romantisme Braga menjadi katalis yang mengembangkan kota, atau justru memumifikasi dirinya dalam rigoritas historis?
Braga bertransformasi secara kolektif, merespon sistesis dari lapisan memori orang-orang yang datang dan berlalu. Memori yang melekat dirasakan secara magis, tak serta merta mudah dilihat. Selaras dengan instalasi seni publik berupa manusia-manusia dalam skala kecil. Yang baru terlihat dan ditemukan secara tidak sengaja. Manusia-manusia kecil ini menjadi saksi sifat permanen dan transformatif dari Braga.