Keliling Dunia Dengan Cerita

Page 1

“Kemampuan kita untuk mencapai kesatuan dalam keragaman akan menjadi keindahan dan ujian peradaban kita."

- Mahatma Gandhi

- 2 -
DAFTAR
………………...…..
………………………………...……
…………………………...…
…………………………...
……………………………….
…………………………
…………………...
…………………………….
………………….
…………….
……………..
………………………………………..
……………..
………………………………..
……………………………..
…………………………
………...
.................................. 5 6 7 14 23 31 38 47 55 63 74 84 92 101 110 118 124 132 - 3 -
ISI Tentang Antologi Cerpen Ini
Cerita Pendek
Lost in Egypt
Mengejar Harta
Pahit Manis
Jauh dari Rumah
Malam di Amsterdam
Akibat Sambal
Tersesat di Toko Ramen
Pekerjaan, Ketinggalan Jauh
Pengalaman yang Berharga
Pilih
Pergi ke Negara Bollywood
Cape Town
Membawa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Mengalami Italia
Dino Dino Kemana Dino Pergi?
Rusia Indah, Bukan?

Jembatan Menuju Kedewasaan

Sabuk Pengaman Pemakan 800 Dolarku

Tentang Penulis..………………………………….. Achmad Gabriel Fernanda Bachtiar

Alisha Kara Deana Simanjuntak

Anargya Firjatullah Omar

Eufrasia Cicero Siswan

Evan Belvadra Gunawan

Innocenzio Dyant Handoko

Kenichi Rafael Harlan

Muhammad Abyan Afa Al Bana

Syafiq Raihan

Sandya

..………..
...….
...……... Alya Karina Sanjaya .…………………….
………………
141 148 156 157 157 158 159 159 160 162 162 164 165 166 167 167 169 169 170 171 172 - 4 -
.…………….……
.…………….…
……………
..………………….
………. Muhammad
...…………… Pradipta
Adipramana ...……...… Qylan Luth Ghofran .………………...….. Radhiya Adelio Irgi ..…………………..... Rafael Kenneth .………………………...... Sarah Nadine.…………………………..... Sultan Muhammad ...………………..…... Zavier Naafi Rahmansyah ...………..…... Ziva Zenobia Erawan ..…………..………

Tentang Antologi Cerpen Ini

Budaya adalah cara hidup. Budaya akan terus berkembang. Budaya adalah hal milik bersama, baik itu pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat, ataupun kebiasaan. Dengan 195 negara di 1 bumi ini, hadirlah ribuan budaya dari segala penjuru dunia. Disaat seluruh dunia bisa saling terhubung di era global ini, budaya bisa menjadi jembatan yang membuka satu hati negara ke hati negara yang lainnya. Dalam buku ini, 18 penulis muda menuliskan cerita mereka untuk menangkap esensi kebudayaan dunia melalui lensa kacamata mereka masing-masing.

Penasaran dengan isinya? Ikutlah bersama kita dalam mengelilingi dunia dengan cerita. Baca buku ini terus, ya!

- 5 -

Lost in Egypt

Oleh Achmad Gabriel Fernanda Bachtiar Bingo, seorang remaja berumur 21 tahun berencana bersama keluarganya untuk pergi jalan-jalan ke Mesir. Tanggal dan waktunya sangat tepat sekali karena Bingo baru saja libur sekolah.

“Aduhh, Bingo kamu ngapain bawa PS? Kan kita ke sana mau jalan-jalan tidak cuma di hotel saja,” keluh ibunya.

“Kan jaga-jaga aja bu, siapa tahu punya waktu buat main PS di hotel,” ucap Bingo.

“Sudah, nurut aja apa kata Ibu, lagian kan kita ke sana tujuannya buat jalan-jalan setiap hari,” jawab ibunya.

“Ok bu, aku tidak akan bawa PS aku,” jawab Bingo.

Liburan ini termasuk liburan musim dingin karena mereka akan pergi ke Mesir itu bulan Desember nanti dan juga liburan ini sudah direncanakan berbulan-bulan lalu. Bingo dan keluarganya sudah bersedia dan mempersiapkan segalanya untuk liburan

- 7 -

ini dikarenakan Bingo sendiri sangat ingin sekali ke Mesir, ada juga faktor bahwa dia suka sejarah negeri perbatasan Asia dan Afrika itu. Dia memang sangat ingin pergi ke sana. Terus dia juga mau melihat binatang unta serta ingin melihat piramida, dan dia juga mau bermain di Gurun Pasir, merasakan betapa panasnya Mesir itu. Setelah semuanya sudah siap, Bingo dan keluarganya bergegas ke bandara. Setelah sampai di Bandara, mereka langsung melakukan check-in terhadap koper maupun barang-barang berat. Setelah itu mereka melakukan security check point. Terakhir mereka tinggal menunggu pesawat datang ke bandara dan juga mereka sangat lega dan senang karena sampai tepat waktu di bandara karena takeoff jam 7 pagi. waktu masih pukul 6 pagi dan mereka masih memiliki jeda waktu 1 jam, mereka memutuskan kalau akan makan dulu di bandara biar ada energi soalnya mereka belum makan sarapan.

“Pah, aku sudah kenyang ni,” ucap Bingo. “Ok nak,” balas bapaknya.

“Go, kamu makannya banyak juga ya sampai abis 2 Ayam krispi dan kentang goreng, ” kata ibunya.

- 8 -

“Iya bu, aku lapar banget hehe,” ucap Bingo.

“Jangan lupa itu habiskan sprite nya ya, ” ibunya berkata.

“Iya bu, aku tidak akan lupa, kan sprite juga kesukaanku,” balas Bingo.

“Ok semuanya, siap-siap pesawat kita bentar lagi nyampe, jangan sampai ada barang yang ketinggalan,” kata ayahnya.

“Siap pah,” sahut Bingo.

Bingo dan keluarganya siap untuk naik pesawat dan tiket sudah diberikan ke petugas. Setelah sampai di pesawat Bingo bersama keluarganya berdoa dulu semoga selamat sampai tujuan. Waktu perjalanan menempuh 14 jam dan pesawat akan melakukan takeoff. Pesawat sudah melakukan take off dan selama di pesawat Bingo menghabiskan waktunya dengan tidur dan menonton film.

Sudah selama 14 jam berlalu, pesawat sudah landing di Maṭār al-Qāhirah al-Duwaliyy, Mesir. Bingo dan keluarganya bergegas keluar pesawat dan mengambil barang-barang mereka. Langkah Bingo terhenti di tengah lobi bandara. Ia mendongak terpesona melihat plafon tinggi, mewah, dan megah di bagian

- 9 -

lobinya. Tak terasa mulutnya menganga, meski tak ada orang melihatnya karena ia memakai masker. Kota Kairo sendiri penuh dengan sejarah yang sangat bagus dan tua, tempat wisata di sana juga sangat banyak sekali. Keindahan dan pyramid ikonik of Giza setelah itu mengunjungi Egypt museum, pergi ke masjid Al-Azhar, mengunjungi Coptic History Museum di Kairo Tua, menghabiskan waktu menjelajahi Saqqara dan Dahshur, dan banyak lagi. Setelah itu Bingo dan keluarganya akan menginap di hotel yang telah mereka pesan. Hotel yang telah mereka pesan itu hotel bintang 5 dan berada di dekat piramida Giza. Setelah beberapa menit, Bingo dan keluarganya telah sampai di hotel dan mereka akan beristirahat terlebih dahulu. Setelah beristirahat beberapa jam, mereka siap untuk berjalan-jalan. Tujuan pertama dari Bingo itu piramida Giza karena dia pengen sekali melihat piramida dari dulu, dan dia juga bilang kalau piramida itu salah satu bangunan yang langka di dunia dan juga piramida ini dekat sekali dari hotel. Belum sempat ia menyelesaikan 1 lagu di earphone-nya, Bingo sudah harus turun. Ya, secepat itu perjalanan menuju Sang Agung Khufu, salah satu dari 7 keajaiban dunia yang

- 10 -

masih utuh dan terawat. di sana banyak sekali orang, ramai untuk mau masuk ke piramida. Bingo itu tidak terlalu suka keramaian dan banyak orang soalnya bisa berdesak-desakan masuk. Bingo juga bilang kalau melihat banyak orang dia mudah pusing, tapi pada saat yang bersamaan Bingo sudah tidak sabar pengen masuk ke dalam piramida, maka dengan itu Bingo dan keluarganya siap masuk ke dalam piramida. Sesampai di dalam piramida Bingo terkejut melihat keindahan piramid Giza yang penuh sejarah, di dalam piramida itu terdapat pemakaman. Tidak cuman itu saja seni pemakaman terdapat pemandangan indah dari setiap aspek kehidupan di Mesir Kuno. jadi, ini bukan hanya tentang bagaimana orang Mesir meninggal, tetapi juga cara bagaimana mereka hidup. Prasasti-prasasti juga ada di sana dan juga hampir semua subjek tentang peradaban Firaun tercatat di dinding Piramida Giza. Bingo pun sangat senang dapat melihat semua barang-barang ini.

Beberapa jam kemudian setelah Bingo melihat-melihat keindahan dari Piramida Giza ini, Bingo pun kebingungan karena sama sekali tidak bisa melihat orang tuanya dimana, Bingo berusaha untuk

- 11 -

tidak panik dan mulai mencari keberadaan orang tuanya. Bingo sampai menemui security untuk mengasih tahu kalau dia itu tersesat, Bingo pun bilang seperti ini ke security nya

“Pak, saya tersesat dan tidak tahu orang tua aku kemana,” Bingo meminta bantuan.

“Tolong kasih tahu kalau bisa pakai speaker ya pak,” ucap Bingo.

“Ok nak, saya berusaha sebisa mungkin agar bisa mengingatkan orang tuamu,” sahut Security. “Terima kasih pak security, ” kata Bingo. Bingo pun sedikit mulai lega karena mendapatkan bantuan tapi pada saat yang bersamaan dia masih panik. Beberapa menit kemudian orang tua Bingo masih belum bisa ditemukan padahal sudah dipanggil oleh security melalui speaker, Bingo pun menangis karena tidak bisa menemukan orang tuanya dan security pun juga cukup sedih untuk Bingo. Dia tidak mau kehilangan orang tua nya, sang security pun menasehati dia dan bilang.

“Nak, yang sabar ya, ini itu ujian jadi,” security menasihati.

- 12 -

“Pasti orang tua mu bakal balik nak, mereka juga pasti lagi mencari mu, ” ucap security.

Sang security pun membawa Bingo ke hotel agar bisa diistirahatkan dulu dan agar Bingo bisa sabar menerima keadaan tersebut. Ternyata orang tuanya ada di hotel dan juga cemas melihat anaknya yang hilang. Bingo dan orang tuanya akhirnya bisa menyatu lagi. Dan dua-duanya senang melihat satu sama yang lainnya lagi.

- 13 -

Mengejar Harta

Oleh Alisha Kara Deana Simanjuntak

“Sekarang untuk pengumuman khusus tentang perayaan 17 Agustus mendatang!” Suara penyiar terdengar ceria dari layar proyektor.

“Akan diadakan pameran khusus tentang sejarah Indonesia sejak masa penjajahan hingga kemerdekaan! Suatu harta karun tersembunyi akan dipamerkan oleh pemerintah untuk waktu terbatas pada pameran ini saja! Jadi para pecinta sejarah dan budaya Indonesia, tunggu dan saksikan pada tanggal 17 Agustus nanti!” Dengan itu video pengunguman dari pemerintah selesai dimainkan.

Dosen kami pun menjelaskan bahwa nanti pada saat pameran tersebut, kelas kami akan datang berkunjung untuk melihat ‘harta karun’ baru ini. Semua murid dikelompokkan menjadi lima kelompok beranggotakan 4 orang masing-masing kelompok harus menuliskan suatu laporan tentang kunjungan tersebut.

“Kelompok kalian sudah ditentukan.” Dosen berbicara dengan menunjuk ke arah layar proyektor

- 14 -

yang menayangkan berbagai nama mahasiswa-mahasiswi di ruangan. Melihat ke arah layar, aku melihat bahwa kelompokku terdiri dari orang-orang yang sudah kukenal dekat. Irfan, bisa juga dipanggil Fana, teman dekatku, anak jurusan sejarah dan arkeologi. Memiliki tujuan untuk menyelam ke masa lalu demi masa depan yang lebih baik. Mal atau Malya, sesama anggota BEM yang bercita-cita ingin menjadi pengelola museum demi menjaga serta melestarikan sejarah Indonesia. Dan terakhir Ornella atau lebih dikenal sebagai Ella, teman dekat dari SMA yang ingin bekerja di kedutaan besar. Kami berempat berkumpul untuk membuat kerangka laporan yang akan dibuat dan harus dipresentasikan kepada dosen. Tidak lama setelah mengerjakan bagian masing-masing dan menggabungkannya, kerangka laporan kami pun selesai. Dosen kami pun menyetujuinya setelah presentasi kami. Hampir saja lupa, nama aku Heru. Mahasiswa jurusan geografi dan arkeologi. Di saat ini, belum ada di antara kami yang mungkin tahu. Apa saja yang dibawa oleh kejadian yang mengikuti pembuatan laporan ini.

- 15 -

Setelah presentasi selesai, semua murid dipulangkan. Kami bertiga berjanji untuk bertemu di perpustakaan kampus untuk menyusun pendahuluan dari laporan ini. Dengan mencari berbagai informasi dari media online maupun media buku. Namun saat aku dan Irfan sampai di perpustakaan, Malya atau Ornella tidak terlihat di manapun. “Mereka salah tempat kali ya, Ru?” Tanya Irfan kepadaku. “Nggak mungkin, Ella kagak pernah nyasar. ” Kujawab sambil mengirim pesan kepada Ornella dan Malya.

Tiba-tiba kami berdua didatangi oleh seorang staf pustakawan dan mengikutinya tersebut ke suatu ruangan di dalam perpustakaan. Malya dan Ornella sudah menunggu di situ. Setelah saling menyapa Ayahnya Ornella sekilas menatap kami semua lalu lanjut menjelaskan bahwa harta karun tersebut sebenarnya belum ditemukan karena diincar oleh suatu individu yang membahayakan pemerintah. Beliau lanjut menjelaskan bahwa kami berempat telah dipilih untuk menemukan harta karun tersebut. Kami pun menyetujui dan mulai bekerja untuk menemukan harta karun

- 16 -

tersebut, Irfan mencari tahu lebih dalam tentang rumah keluarga Beschermen dan anggota keluarganya, Ornella meminta semua bahan yang diperlukan ke pihak pemerintah, Malya menyelidiki ‘individu’ yang mengincar harta karun ini dan aku mempelajari tata letak rumah tersebut untuk menentukan lokasi harta karun. Seminggu pun berlalu dan kami berkumpul untuk mencari harta karun tersebut, hanya tersisa waktu 3 hari lagi sebelum perayaan 17 Agustus.

Setelah perjalanan yang cukup panjang, kami akhirnya sampai di rumah keluarga Beschermen. Rumah tersebut sudah tua namun tetap indah dan kekayaan keluarga Beschermen pada masa lalu tetap terlihat hingga masa kini.

“Kita mau mulai dari mana, Ru?” Tanya Irfan sambil membantu Ornella menurunkan semua barang dari mobil.

“Dari ruang lukisan, dari bacaan sepertinya mereka melukis harta karun tersebut.” Kujawab dengan membuka pintu rumah tersebut.

Kami berempat berjalan menuju ruang lukisan dengan bantuan tata ruang rumah tersebut. Sebuah pintu kayu besar dengan berbagai ukiran indah berdiri

- 17 -

di depan mata kami. Kami membuka pintu tersebut dan lorong yang lumayan pendek dan dipenuhi oleh lukisan di setiap sisi kini terlihat. Kami masing-masing membawa senter dan masuk ke lorong tersebut.

“Lukisan yang kita cari itu ada semua anggota keluarga Beschermen dan memiliki rangkaian bunga ya, ” kata Irfan sambil memantau berbagai lukisan yang ada di sisi kanan lorong tersebut.

“Ini ada! Rangkaian bunga warna warni gitu terus semua anggota keluarga hadir!” Sahut Ornella dari ujung lorong tersebut.

Kami semua bergegas ke lokasi dia dan melihat tanda-tanda kerusakan di lukisan tersebut yang tidak natural. Dibalik lukisan tersebut ada sebuah pintu menunggu. Aku jalan maju dan membuka pintu tersebut dan satu lukisan menyambut kami.

“Atalia Ernma Dayl? Siapa tuh?” Tanya Irfan kepada kami sambil membaca ukiran di bawah lukisan tersebut.

“Nggak tau, aku belum pernah dengar nama itu terkait dengan keluarga Beschermen.” Jawab Ornella dengan bingung.

- 18 -

“Nama Dayl adalah keturunan dari keluarga Beschermen di masa kini,” kata Malya dengan mengambil kertas tersebut dari tangan Irfan.

“Wah, keturunan Beschermen, keren banget! Pasti dia tahu harta karun nya dimana!” Sahut Ornella dengan semangat.

“Tapi mikir-mikir balik, harta karun nya apa sih?” Tanya Irfan dengan memerhatikan ruangan tersebut.

“Anak itu adalah harta karun nya, ” jawab Malya dengan menunjuk ke arah lukisan di ruangan tersebut. Suatu anak kecil berambut pirang, mata hijau dan senyum yang manis.

“Hah? Tahu dari mana ya Mal?” Tanya Ornella dengan memerhatikan lukisan tersebut.

Tanpa menjawab Malya menuju lukisan tersebut dan membukanya untuk menunjukan suatu surat yang diukir ke dinding. Surat tersebut berisi pengakuan bahwa keluarga Beschermen telah melakukan banyak kejahatan demi kesejahteraan keluarga mereka. Tertulis disitu bahwa pada masa itu kebenaran tersebut tidak bisa diungkap tetapi telah diramalkan bahwa kejahatan tersebut akan terlahir ulang dalam bentuk kebenaran.

- 19 -

“Berarti anak itu ‘kebenaran yang terlahir kembali’ itu?” Tanya Irfan ke Malya.

“Iya, lukisan itu anak dalam ramalan tersebut, dilukis untuk mengingatkan keturunan keluarga Beschermen untuk membunuhnya sebelum Ia mengungkap kebenaran keluarga ini.” Jawab Malya dengan memerhatikan lukisan tersebut dengan seksama.

“Yaudah, berarti kita ambil foto lukisan ini aja! Biar pemerintah yang mencari anak ini.” Jawab Ornella dengan mengeluarkan kamera yang Ia simpan.

Ornella memotret lukisan tersebut lalu kami meninggalkan ruangan tersebut dan keluar dari rumah yang indah itu. Kami akhirnya kembali ke kampus dan berjanji bertemu dengan Ayahnya Ornella di ruangan yang sama di perpustakaan kampus. Namun Malya tidak muncul pada waktu yang dijanjikan.

“Mal kemana ya? Kok nggak ngabarin,” kata Ornella sambil menelepon Malya namun tidak dijawab.

Tiba-tiba Ayahnya Ornella bergegas masuk ke dalam ruangan tersebut.

“Apakah kalian berkontak dengan Atalia?” Ayahnya bertanya dengan marah dan cemas.

- 20 -

“Hah? Apasih Yah? Atalia siapa?” Ornella bertanya dengan bingung.

“Atalia adalah individu yang mengincar harta karun tersebut! Setelah beberapa hari tanpa gerakan, kami mendapatkan kabar bahwa dia sudah mempersiapkan diri untuk beraksi!” Jawab Ayahnya dengan panik.

“Tunggu dulu Om, Atalia adalah nama anak keturunan keluarga Beschermen, Atalia Ernma Dayl, anak yang diramalkan untuk mengungkap semua kejahatan keluarga Beschermen.” Kujelaskan dengan pelan.

“Iya, itu masalahnya nak Heru, keluarga Beschermen bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan membantu membawa Indonesia ke kemeredekaan.

Jika kejahatan mereka diungkap maka siapa lagi yang akan percaya pada pemerintah?” Kata Ayahnya Ornella dengan putus asa.

Tiba-tiba TV di ruangan kecil itu menyala dan muka yang kami kenal dengan baik muncul.

“Loh? Itu bukannya Mal?” Tanya Irfan dengan bi ngung saat melihat layar TV tersebut.

- 21 -

“Halo semuanya, selamat hari kemerdekaan pada hari ini yaitu 17 Agustus. Perkenalkan nama saya Malya Aila Tandre seorang mahasiswi dari Universitas Arlandre. Tetapi saya memiliki identitas yang berbeda yang sudah di sembunyikan sejak dulu kala,” Kata Malya lalu melepas wig dan membuka lensa mata berwarna yang Ia kenakan. Rambut pirang yang panjang dan mata hijau pekat menunjukan diri kepada Indonesia. Malya tersenyum lebar lalu mengatakan “Nama saya Atalia Ernma Dayl, keturunan keluarga Beschermen dan saya hadir disini untuk mengungkapkan kejahatan keluarga tersebut dan mengembalikan kebenaran kepada warga negara ini,”

- 22 -

Pahit Manis

Oleh Alya Karina Sanjaya

Laeya. Gadis remaja berumur 15 tahun yang tidak tau akan masa depannya. Dari kecil, Laeya dididik kedua orangtuanya untuk pantang menyerah dan selalu bangkit setelah apapun yang terjadi. Laeya mempunyai ciri khas yang cukup aneh. Nilai sekolahnya selalu menurun satu tahun dan di tahun setelahnya nilainya naik. Kalu digambarkan, nilai Laeya seperti gelombang air ombak di lautan.

“Cepat bangun Ley! Nanti kamu telat untuk hari pertama!” Teriak ibunya Laeya dari dapur. Membuka matanya dan disambut terangnya matahari pagi, Laeya bangun dari tempat tidurnya dan menyiapkan diri untuk hari yang akan mendatang.

“Kamu mau sarapan?” Tanya Ibunya yang berdiri di depan pintu.

Ley mengangguk kepalanya untuk menunjukkan tidak. Ibunya mengangguk balik dan kembali ke dapur.

- 23 -

Menggenggam tas dan handphone, Ley beranjak keluar kamar, turun tangga, dan pamit kepada Ibunya. Sepanjang perjalanan, Laeya melihat keluar jendela dengan tatapan kosong, menunggu mobil berhenti di sekolah. Perjalanan dari rumahnya ke sekolah tidak terlalu jauh, tetapi cukup berjarak. Matanya mulai terasa berat, badannya mulai lemas. “Laeya, bangun. Kita sudah sampai sekolah.” Sahut sopirnya. Laeya terbangun dan melihat keluar jendela. Terang. Mobilnya parkir di tengah terik matahari pagi. Ia menyiapkan tasnya dan beranjak keluar mobil. “Terimakasih pak.” Celetuk Laeya sebelum menutup pintu. Supirnya menjawab dengan mengangguk kepalanya. -

Aku menutup pintu mobil dan jalan menuju pintu sekolah. “Laeya!” Mendengar namaku dipanggil dari belakang, aku memutar badan dan mencari sumber teriakan.

- 24 -

Mataku bertemu dengan gadis berambut coklat dengan senyuman yang lebar. Gadis itu lari menujuku dan memeluk badanku dengan erat.

“LAEYA! AKU TAKUT!” Teriak gadis tersebut sembari menggenggam lenganku.

“Apasi Rania. Lepaskan aku.” Kelihatan kan? Aku bukan orang penyayang.

“Yang penting kita tidak sendirian. Kita berdua, pasti semuanya akan baik-baik saja.” Kataku dengan senyuman tipis. Rania tidak tahu, tetapi, aku pun takut. Hari ini hari pertama kita di sekolah baru ini.

Sekolah Parahi Indonesia. Sekolah menengah atas yang terkenal akan prestasi tinggi para muridnya. Aku dan Rania memilih untuk pindah karena menurut orang tua kami keputusan ini akan mendukung kami di masa depan.

“Eh ayo Ran, Jangan sampai kita terlambat!”

Ini baru hari pertama. Aku tidak mau memalukan diriku jika datang terlambat.

Kami jalan cepat menuju teater sekolah dimana ratusan murid berkumpul untuk orientasi hari pertama. Saat masuk ke dalam ruangannya, terlihat puluhan kursi berderet seperti bioskop. Aku berjalan menuju

- 25 -

barisan paling atas dengan Rania yang mengikutiku dari belakang. -

Dua minggu sudah berlalu, aku dan Rania masih belum terbiasa dengan kebudayaan sekolah ini.

“Sekian dari saya hari ini, silahkan melanjutkan tugas kalian di rumah,” sahut guru IPA kami. Sekolah ini memberikan para muridnya kebebasan dan kepercayaan untuk menyelesaikan tugasnya masing masing, di waktu mereka tersendiri. Sekolahku yang sebelumnya sangat ketat akan tanggung jawab tugas para muridnya. Aku sering sekali melihat teman temanku di teriakin oleh guru karena belum memulai tugasnya yang harus dikumpulkan minggu depan.

“Laeya, ayo ke kelas berikutnya,” kata Rania sembari menarik tanganku dan menyeretku keluar kelas.

“Ran! Sabar! Buku dan tasku masih di kelas!” Kataku.

“Oh… maaf, aku gatau” Jawab rania.

Ia melepaskan genggamannya dan mengikuti ku kembali ke kelas untuk mengambil barang-barangku.

- 26 -

Kita beranjak naik tangga untuk ke kelas kita selanjutnya; Sejarah Indonesia. Aduh, rasa malas sudah mulai menyelimutiku. Sejarah Indonesia, pelajaran yang tidak diinginkan.

“Rania, aku malas,” kataku dengan nada datar.

“Ayolah Lae. ya aku juga malas si, tapi kita harus giat belajar dong!” Jawab Rania dengan nada yang tidak yakin.

Aku tahu, dia juga malas.Empat minggu sudah berlalu, sekarang aku paham dengan pentingnya mempunyai kepemimpinan dalam diri sendiri. Di sekolah lamaku, aku sudah terbiasa dengan diingatkan guruku untuk mengerjakan tugas, mengumpulkan proyek, dan belajar.

Sekarang, semua itu harus diriku sendiri yang bertanggungjawab. Lama kelamaan, aku dan rania sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan ini “Dàjiā hǎo! Zài jīntiān de kèchéng zhōng, wǒ jiāng xiàng dàjiā jièshào zhōngguó de shíwù, ” Aku terguncang dari pikiran saya oleh guru mandarin kami yang menyapa kami dan menjelaskan apa yang akan kita pelajari hari ini.

- 27 -

“Nǐ hǎo lǎoshī. ” jawab kita semua.

Di kelas mandarin ini, aku terpisah dengan Rania. Aku memilih untuk mengikuti pelajaran Mandarin sebagai pelajaran bahasa asing, melainkan, Rania memilih pelajaran berbahasa Jepang.

Kelas ini berjalan dengan cukup lancar, ada beberapa waktu dimana ada miskomunikasi dimana aku berbicara mengenai makanan, dan temanku menjawab dengan nama nama binatang.

“Āiyā, zhè mén kè hǎo nán a. ” kataku kepada temanku, Daniel.

“Lái ba Laeya, bùyào fàngqì. ” Jawabnya kepada ku. Kelas kita selesai pas jam makan siang mulai. Aku dan Daniel beranjak keluar kelas dan menuju kantin.

“Lái yà, nǐ xiǎng chī shénme?” Tanya Daniel.

“Daniel. Cukup. Aku sudah tidak kuat mendengarkan bahasa itu.” Jawabku kepada Daniel.

“Heh Laeya, kamu ga boleh ngomong begitu. Aku tahu arti yang kamu ingin sampaikan, tetapi pilihan katamu kurang tepat.” ceramah Daniel kepadaku.

“Eh oiya, maaf.” Kataku sambil mengangkat kedua tanganku sebagai permintaan maaf.

- 28 -

Daniel. Sosok lelaki yang tinggi, berambut hitam, dan pintar. Ia anak kelas 11 yang terkenal akan kecerdasannya. Awalnya, aku juga mengagumi kecerdasan Daniel, tetapi setelah aku berbincang dengannya, dan sudah mengenaknya cukup lama, aku menyadari sesuatu. Daniel, seorang yang digemari banyak orang, adalah anak yang pecicilan dan iseng. Karena Daniel sudah sekolah di sini setahun lebih lama dari diriku, aku menganggapnya sebagai seorang mentor. Daniel membantuku untuk beradaptasi di lingkungan baru ini dan berusaha mendorongku untuk selalu belajar dan menyelesaikan tugas dengan baik.

Sesampainya kami di kantin, sudah ada Rania yang menunggu kita di salah satu meja. Rania duduk sendiri selagi menggenggam ponselnya dengan makanan dan minuman di mejanya.

“Rania!” Aku menyahut namanya. Rania mencari sumber teriakan namanya dan saat matanya melihat aku dan Daniel, ia langsung berdiri dan jalan menuju kami.

Rania memiliki kebiasaan buruk. Ia mencengkram pergelangan tangan kami dan menarik

- 29 -

kami menuju mejanya; seperti yang dia lakukan pada hari pertama kepadaku.

“Sebentarlah Rania, aku dan Laeya mau membeli makan dulu.” Kata Daniel dengan nada yang sabar.

“Oh iya… hehe maaf.” Rania melepaskan genggamannya dan Aku bersama Daniel jalan menuju makanan.

Setelah kami sudah membeli makanan dan minuman yang kami inginkan, kita kembali ke meja dengan Rania yang gelisah dengan penuh ketidak sabaran ingin menghabiskan makanannya dengan lahap.

“Makan saja Rania, kamu ga harus selalu menunggu kami,” mendengar kata-kata itu keluar dari mulutku, rania langsung mengambil peralatan makanannya dan mulai makan.

- 30 -

Jauh dari

Rumah

Oleh Anargya Firjatullah Omar Malam yang selalu terasa sepi, gelap dan tidak banyak aktivitas yang harus dilakukan. Akan tetapi, malam ini terasa sibuk. Baju berantakan di mana-mana, buku-buku berhamburan di lantai, dan dokumen penting yang harus dibereskan. Jujur saja, malam ini adalah malam yang sangat berat bagiku, karena malam ini akan menjadi malam terakhirku di Indonesia, esok aku akan pergi meninggalkan negeri ini dan akan mengenyam pendidikan di Belanda. Sedari dulu, aku memang ingin sekali pergi ke Belanda untuk belajar di sana. Aku diperkenalkan ke Belanda oleh kedua orang tuaku. Ya, karena mereka adalah diplomat, aku sering pergi bolak-balik ke luar negeri. Tetapi hanya satu negara yang menarik perhatianku, yaitu Belanda. Selain karena keindahan pemandangan dan bangunan bangunan ala eropa yang megah, pendidikan di sana terbilang sangat bagus. Semua sudah kupersiapkan untuk hari ini, aku susah payah dan bekerja keras untuk berada di tahap

- 31 -

ini. Keesokan paginya, aku bangun pagi buta menuju bandara bersama orang tua dan teman-teman dekatku yang mengantarku. Orang tuaku sangat khawatir kepadaku karena aku adalah anak semata wayang mereka. Mungkin di mata mereka aku masih dilihat sebagai anak kecil, karena itu mereka sangat khawatir aku kenapa-kenapa dan selalu mengecek berkas berkas penting yang akan kubawa ke sana. Perpisahan ini disertai dengan kesenangan dan kesedihan. Orang tua dan teman-temanku sedih karena aku akan pergi lama meninggalkan mereka. Tetapi, untuk masa depanku, kenapa tidak?

Waktu telah menunjukkan waktu untuk aku naik ke pesawat karena sebentar lagi pesawat akan berangkat, Aku memberikan pelukan perpisahan kepada orang tua dan teman-temanku dan aku kira aku tidak akan meneteskan air mata. Tetapi ternyata air mataku menetes sendiri ketika memeluk orang tuaku, Terlebih saat aku memeluk ibuku. Mungkin terdengar berlebihan, namun aku tak kuasa menahan sedihnya perpisahan ini karena seumur hidupku aku selalu bersama orang tuaku kemanapun aku pergi. Dan ini pertama kalinya aku pergi dan hidup seorang diri di

- 32 -

negara lain. Aku mempunyai banyak waktu di pesawat karena lama perjalanan dari Indonesia menuju Belanda kurang lebih 15 jam. Di pesawat aku menghabiskan sebagian besar waktuku untuk tidur sebab kurang tidur yang aku dapatkan kemarin malam saat mempersiapkan barang barangku. Selain itu aku juga menonton film dan mendengarkan musik. Tidak terasa, langit sudah terang tanda memakai sabuk pengaman telah dinyalakan pilot sudah memberikan pengumuman bahwa sebentar lagi pesawat akan mendarat di Schiphol Airport, Amsterdam, Belanda. Puji Tuhan, pesawat berhasil mendarat dengan selamat. Sesampainya aku di Belanda aku langsung disuguhkan dengan pemandangan bangunan bangunan Eropa dan alam yang indah. Tidak menunggu lama, aku pun langsung menuju ke kampus ku, yaitu University of Amsterdam. Aku pergi ke kampus menggunakan moda transportasi bus umum. Dalam perjalananku menuju kampus aku melewati banyak pemukiman warga Belanda, fasilitas dan tata kota mereka sangat tertata rapi dibandingkan di negeri asalku. Namun tiba tiba, di tengah jalan bis itu mogok dan sopirnya mengatakan sesuatu yang samar-samar aku mengerti

- 33 -

karena dia berbicara Bahasa Inggris dicampur dengan bahasa Belanda.

“Mohon maaf semuanya, bis ini tiba-tiba mogok dan sedang saya cari tahu penyebabnya.” Ucap sang sopir. Tiga Puluh menit berlalu, tetapi belum ada kabar dari sang sopir. Para penumpang pun banyak yang komplain sambil marah-marah.

“Hey bagaimana ini sudah 30 menit kami menunggu, saya bisa terlambat masuk kerja kalau begini!“ Ujar salah satu penumpang Lalu setelah penumpang tersebut mengatakan hal itu sang supir akhirnya masuk dan mengatakan semua sudah baik baik saja, ternyata penyebab bis itu mogok adalah mesinnya yang bermasalah. Bus itupun mulai berjalan lagi menuju pemberhentian bus terdekat dari kampus ku yaitu 1 kilometer dan aku pun harus menaiki trem kota. Sesampainya di halte bus perutku sudah lapar karena belum makan siang, akupun pergi mencari tempat makan terdekat yang bisa aku lihat. Akhirnya setelah berjalan sekitar 5 menit aku menemukan tempat makan tradisional Belanda. Akupun memasuki tempat makan tersebut dan langsung disambut oleh pelayan tempat makan tersebut

- 34 -

“Selamat datang! Mau pesan apa?“

Aku pun langsung melihat menu dan tertarik dengan makanan yang bernama Kibbeling. Akupun menanyakan apa makanan itu kepada pelayan nya dan dia menjelaskan bahwa itu adalah potongan ikan yang digoreng lalu disajikan bersama dengan mayones, bawang putih, dan saus tartar. Dan aku memesan satu lagi makanan yaitu Bami fried, yang secara umum sama saja dengan mie goreng di indonesia. Tidak perlu menunggu lama setelah aku memesan makanannya 5 menit kemudian makanannya datang. Ya rasanya sih enak mungkin karena aku lapar saja sih jadi langsung habis dengan sekejap. Tibalah saat membayar makanan dan aku menanyakan pelayannya berapa harga makanannya. Akupun shock saat mendengar bahwa total harga makanannya adalah 25 euro jika dirupiahkan sekitar 400 ribu rupiah.

“Ternyata makanan disini mahal ya. ” aku berpikir dalam hati Lanjut setelah makan aku pun pergi menuju kampus menggunakan taksi karena aku malas berjalan jauh dan transportasi publik yang ada hanyalah bus atau trem kota dan aku harus menunggu lama untuk

- 35 -

menaiki nya. Kurang lebih perjalanan menuju kampus memakan waktu sekitar 10 menit. Sesampainya aku di kampus aku langsung pergi menuju bagian informasi untuk menanyakan dimana asrama ku berada. Ternyata asramaku ada tepat di sebelah gedung kampus ku. Untuk fasilitasnya sih lumayan oke satu tempat tidur,meja, dan lemari. Tetapi yang membuat aku lebih kaget adalah biaya hidup di Belanda ternyata lebih mahal berpuluh-puluh kali lipat dibanding Indonesia.

Jika di Indonesia tempat tinggal biasanya menghabiskan 2-5 juta untuk kos-kosan tetapi di belanda harganya bisa mencapai 20 juta sebulan! Aku yang selalu hidup enak di Indonesia makan apa-apa serba murah dan kemana mana bisa naik kendaraan pribadi, tetapi sekarang tidak bisa karena di belanda kemana mana harus memakai transportasi umum dan makanan serba mahal.

Tetapi aku tidak patah semangat aku akan terus berjuang dan bertahan hidup di Belanda karena aku sudah bertekad ingin menjadi orang sukses seperti orang tuaku. Walaupun orang tua ku sanggup membiayaiku dan bisa dibilang uang saku perbulan lebih dari cukup untuk bertahan hidup di negeri ini.

- 36 -

Namun aku tetap mengambil kerja paruh waktu untuk belajar mandiri dan lebih menghargai uang. karena aku sadar aku tidak bisa selalu hidup di zona nyaman dan aku harus keluar dari zona nyaman ku. Perjalananku di dunia perkuliahan ini masih panjang dan aku tidak sabar apa yang menantikanku di kehidupan kuliah ini!

- 37 -

Malam di Amsterdam

Oleh

Eufrasia Cicero Siswan

Malam ini adalah malam terakhirku di Indonesia. Telah ku telan dalam-dalam pikiran untuk tidak menaiki pesawat itu yang akan membawa ku 1,1925 km dari rumah. Angin dari AC yang semakin lama rasanya semakin keras menopang tubuhku ke tempat tidur, mendorongku untuk semakin lama memejamkan mata, tak sabar untuk hari esok. Malam ini adalah malam terakhir aku bisa merasakan, tempat tidur yang telah aku tiduri untuk sekian lamanya, dinding rumahku ini yang sudah mulai memudar warnanya, dan jendela di samping ruangan itu yang selalu membangunkanku karena posisinya yang menatap ke arah timur.

Aku bangun sebelum matahari terbit, dan langit masih gelap. Terbangun oleh suara dering handphone, aku langsung mematikan alarm yang dari tadi berbunyi. Aku langsung beranjak dari tempat tidur dan bergegas bersiap-siap untuk pergi menuju bandara. Berjalan menuju arah pintu kamar, aku perlahan menuruni anak

- 38 -

tangga utama rumah tua ini. Setiap langkah yang kuambil, semakin jelas kenangan yang kupegang dari rumah ini, memori berlarian naik turun tangga yang terasa sangat baru.

“Sudah mau pergi dek?” Tanya Eyang tidak kusadari sudah duduk di sofa depan TV.

“Sudah,” jawabku. Kaos putih yang selalu ia pakai itu tersiram sinar matahari pagi yang baru saja muncul lewat jendela lebar di ruang tamu kita.

“Sudah dipesan taksi nya?” Tanya eyang.

“Sudah, sebentar lagi sampai,” jawabku. Ia mengangguk sambil minum kopi yang sudah ada ditangannya sejak tadi.

Eyang adalah satu-satunya keluarga yang sampai saat ini masih berada di sampingku, satu-satunya orang yang bisa aku andalkan pada masa dimana aku tidak tau harus berbalik ke siapa.

Bepergian ku ke Belanda adalah arahan dari kakekku yang satu-satunya ini. Mengingat masa mudanya di Belanda, menularkanku akan keinginan pergi ke Belanda dengan cerita-cerita panjangnya yang sering didampingi dengan teh sambil menikmati tetesan air hujan di teras rumah.

- 39 -

“Kamu harus ke Belanda,” katanya pada hari itu.

“Je zult plezier hebben, ”1 tambahnya. Pada saat itu, aku hanya menatap matanya yang penuh harapan. Perkenalan terhadap rencanaku untuk pergi ke Belanda adalah ketika aku diterima di salah satu universitas di Belanda. Tapi rasanya meninggalkan Eyang sendirian di Indonesia, adalah hal yang sangat sulit untuk diterima. Tapi takdir membawaku kesini, jam 4 pagi, tangan kananku membawa tas tenteng, dan tangan kiriku membawa paspor. Berdiri di ruang tamu aku menatap ke semua sudut rumah.

‘Aku siap,’ 2 kata yang kuucapkan dalam hati sambil setengah tersenyum dan rambutku yang tidak kupedulikan, dan wajahku yang masih kusam layaknya orang bangun tidur.

“Hati-hati di jalan ya, ” kata Eyang sudah berdiri di depan mataku sambil tersenyum. Aku mengangguk perlahan dan berjalan menuju arah pintu utama rumah. Dari jauh mobil biru berjalan mendekat dengan pintu jendela mobil yang terbuka dan seseorang mengeluarkan tangannya dan melambai ke arahku. Aku 1 “Kamu akan bersenang senang,” dalam bahasa Belanda.

- 40 -

melambai balik sambil berbalik untuk permitan dengan eyang.

“Aku pergi dulu ya, ” kataku padanya.

“Iya,” Eyang menjawab dengan suaranya yang lembut seperti biasanya, pada wajahnya ia tersenyum. Aku tahu, dari matanya aku pun tahu. Campur aduk perasaan dalam hatinya yang terpancarkan jernih di mata eyang.

“Selamat tinggal eyang, ” 3 kata yang tidak bisa dikeluarkan pada saat itu. ***

“Sudah sampai, Mbak,” sopir taksi membangunkanku yang ketiduran dalam perjalan ke bandara.

“Oh, iya, Pak,” aku terbangun mengucek mata masih setengah sadar.

“Makasih ya pak,” aku beritahu sopir taksi dan turun sambil membawa barang-barang masuk. Sesaat pesawatku terbang dan aku melihat ke bawah, Jakarta terlihat sangat kecil dari atas, perlahan aku memejamkan mataku, membanyakan hidup yang akan aku jalani saat aku sampai di Belanda.

- 41 -

“Bapak, Ibu yang terhormat sesaat lagi kita akan mendarat di Bandara Internasional Amsterdam, Schipol, Netherlands,” terdengar bunyi pengumuman pilot pesawat.

Aku mulai bangun dan menyadari diri. ‘Aku sampai,’ kataku dalam hati. Keluar dari pesawat rasa semangatku meningkat, angin dingin musim gugur melaluiku dengan sangat kuat. Aku langsung menyilangkan tanganku lebih erat, dan mencoba agar cuaca amsterdam bulan oktober ini tidak membuatku mati kedinginan. Aku melihat ke depan melihat beberapa mobil bergantian berantri menjemput dan menurunkan beberapa orang. Aku melihat ke sekeliling karena aku memutuskan untuk menaiki kereta yang berhubung dengan station central amsterdam. Amsterdam tidak seperti yang kubayangkan. Ternyata kota ini cukup gelap, musim dingin yang menutupi sinar matahari membuat kota amsterdam lebih terasa abu-abu. Kanal yang menelusuri kota itu seperti mengajakku untuk menaiki satu perahu kecil yang terlihat terapung diatas air yang tenang. Aku menyukai kota ini. Aku suka dengan udara disini. Dengan jalan kota yang basah,

- 42 -

baru saja terkena hujan. Dengan angin musim gugur yang kencang meneropong masuk ke dalam jaketku yang kukira sudah cukup tebal. Aku tidak sabar. Dari kereta aku langsung menuju kota central Amsterdam. Aku sudah dititipkan oleh Eyang untuk tinggal bersama keluarga kenalannya saat dia juga tinggal disini. Lokasi rumah mereka juga cukup strategis, dekat dengan sekolahku, seperti sangat tepat aku tinggal bersama mereka. Dikereta aku duduk sambil membawa semua barang bawaan. Laju kereta ini semakin lama semakin cepat, dengan pemandangan kota amsterdam dari dalam kereta. Dalam kotak gerbong kereta ini aku dibawa menjauh dari bandara menuju kota. Sambil menunggu aku menghabiskan waktu sambil membaca buku dan mendengarkan lagu. Sesekali aku melihat kearah jendela kaca didepanku, melihat kalau langit sudah semakin mencerah dan matahari mulai menyinari kota ini. Turun dari kereta, langsung menuju rumah keluarga Jannsen.

“Permisi,” aku setengah berteriak sambil mengetuk pintu. “Sebentar,” terdengar suara dari dalam rumah. Mengikuti instruksi suara tersebut, aku menunggu di

- 43 -

depan pintu rumah. Beberapa menit kemudian keluarlah lelaki bertubuh besar dan tinggi dengan setengah mukanya yang ditutupi oleh jenggot tebal. “Hoi, ” ucapnya.

“Ini rumah keluarga Jannsen?” Kataku dengan suara yang sedikit lantang, ragu kalau ia tidak mengerti Bahasa Indonesia. Eyang memberitahuku kalau keluarga Jannsen memang fasih dalam berbahasa Indonesia, belajar bahasa ini sewaktu mereka menghabiskan waktu di Semarang. Sampai saat ini Eyang masih dekat dengan keluarga Jannsen, dan seringkali mengirimkan kabar mereka kepada sesama melalui Email. Tidak mengerti kenapa mereka tidak menggunakan Whatsapp untuk berkomunikasi dengan sesama.

Aku terdiam sejenak, menunggu jawaban dari bapak yang bahkan kepalaku harus mendongak sedikit untuk bertatapan langsung dengannya.

“Oh Iya, kamu cucuknya Eyang Tito?” Jawabannya mengejutkanku sedikit. Tidak tahu mengapa, aku berharap orang yang ada di depanku ini adalah sebatas orang asing yang tidak mengerti apa

- 44 -

yang aku katakan barusan, mungkin karena sebenarnya aku terlalu gugup untuk bertemu mereka.

“Iya,” jawabku.

“Iya ayo, masuk silahkan,” iya menjawab sambil mengarahkan tangannya menyuruhku untuk masuk. Seharian aku menghabiskan waktu bersama mereka.

Berbincang tentang topik sana sini, bertukar kabar tentang Eyang, dan mereka pun menunjukan hal-hal yang aku harus lihat disini. Hingga larut malam cerita kita tidak pernah habis, topik yang kita bicarakan tidak pernah usai. Akhirnya aku mendapatkan perasaan pasti yang belum ada sebelum aku datang ke Amsterdam.

Besoknya, aku sibuk dengan mata pelajaran kuliah. Lari-lari di kampus, mencari beberapa kelas di gedung yang seperti berbentuk sebuah labirin ini. Kewalahan menanya kesana-kesini, “Ada yang tau ini kelas dimana?” Dalam bahasa belandaku yang masih kurang bagus. Hari pertama aku sudah dihadapi oleh setumpuk tugas yang harus aku selesaikan, rasanya sangat melelahkan. Malam itu juga aku pulang dengan rasa ingin bersenang-senang. Aku mengajak Pieter, anak satu-satunya keluar Jannsen. “Apakah kamu sibuk sekarang?” Aku bertanya.

- 45 -

“Tidak kenapa?” Ia menjawab.

“Mau makan malam diluar sambil jalan-jalan?” Tanyaku lagi. “Umm,” gumamnya. Pieter lalu menjelaskan bahwa orang Belanda tidak bisa diajak secara spontan bepergian. Mereka harus melihat kalender mereka terlebih dahulu sebelum membuat janji, ini juga karena orang-orang belanda sangat tepat waktu.

“Ohhh begitu,” jawabku. Baru kali ini aku mendengar hal yang seperti itu, tidak menyangka bahwa budaya lain mempunyai cara yang berbeda dalam membuat janji hanya untuk keluar. Malam ini adalah salah satu malam paling kuingat dalam waktuku di Belanda. Terasa sangat seru belajar hal baru tentang negara ini. Aku tidak sabar untuk menghabiskan waktu aku di sini

- 46 -

Akibat Sambal

Oleh Evan Belvadra Gunawan

“Ma, Ma! Aku mau ke Italia mau tonton pertandingan bola, boleh tidak?” Ujar Udin dengan semangat. “Iya, nak, tapi lihat nilai kamu dulu ya, kalau bagus ayo kita pergi ke sana, ” Kata Ibu Udin kepada anaknya. Udin adalah anak remaja berusia 15 tahun yang sangat suka bermain bola. Tim bola yang ia suka adalah AC Milan karena gaya permainannya yang sangat baik apalagi pemain depannya yang bernama Jordi Almat asal Italia. Karena AC Milan memasuki final dalam seminggu ke depan, Udin ingin pergi ke sana untuk menonton pertandingan AC Milan melawan Ajax di Lapangan San Siro, Italia. Sedangkan Ibunya adalah pekerja rumah tangga yang sayang dengan anaknya, dia ingin anaknya gembira di masa SMA nya. Walaupun itu, dia juga salah satu orang tua yang ketat dan nilai Udin harus di atas 80 di setiap pelajaran.

- 47 -

Udin dan ibunya pergi ke sekolah Udin di SMA negeri 99 dekat pom bensin untuk terima rapor. Setelah sampai di sekolah, Udin langsung mengambil rapornya dan melihat nilai yang ia dapatkan.

“Ma, aku dapat nilai 90 di setiap pelajaran! Berarti kita langsung jalan ya ke Italia.” Kata pria ramping itu dengan semangat ke ibunya.

“Iya, nak, nanti ibu beli tiketnya dulu ya. Karena nilai kamu bagus yuk langsung packing. ” Kata Ibu Udin. Udin dan ibunya langsung pulang ke rumah untuk menyiapkan barang ke Italia. Sebelum ke rumah, Udin meminta ibunya untuk membeli saus sambal karena di Italia tidak ada yang menjual saus sambal. Tidak ragu-ragu, Udin membeli 3 botol saus sambal untuk dibawa ke sana. Setelah sampai di rumah, Udin langsung pergi ke kamarnya dan mulai menyiapkan barang yang ingin dibawa ke Italia. Sedangkan ibunya, membeli tiketnya terlebih dahulu, baru mulai menyiapkan barangnya.

Udin dan ibunya langsung menuju bandara dan pergi ke Italia. Setelah sampai di kota Milan, Italia; Udin dan ibunya menuju hotel untuk menaruh koper dan barang-barang lainnya. Karena mereka baru sampai ke

- 48 -

Milan pada siang hari, mereka segera ke tempat makan di dekat hotelnya.

“Ma, aku laper ni di pesawat makanannnya dikit banget,” ujar Udin yang sedang kelaparan.

“Iya ni, ibu juga lapar, coba kita cari tempat makan italia yang dekat dengan hotel,” kata Ibu Udin.

“Oke, Ma,” balas Udin. Mereka berdua langsung turun dari hotel dan mencari tempat makan Italia yang enak. Saat mencari, mereka menemukan restoran bernama “Buon Ristorante.”

“Wshh, kayaknya enak nih kesini aja ya nak,” kata Ibu Udin.

“Boleh juga Ma, pizzanya terlihat enak,” kata udin yang sudah kelaparan.

Mereka berdua masuk ke restoran tersebut dan mulai pesan makanan. Karena Udin kelaparan, Ia memesan 2 pizza, dan 1 spageti carbonara. Sementara itu, Ibu Udin hanya pesan 1 spageti aglio olio dan 1 roti garlic. “Banyak sekali pesanan kamu,” kata pegawainya.

“Hehehe, saya lapar pak,” kata Udin.

- 49 -

“Siap, mohon ditunggu 30 menit ya untuk makanannya,”

“Oke pak.”

Udin dan Ibunya menunggu makanan nya selama 30 menit ke depan. Setelah makanannya sudah sampai, Udin dan ibunya mulai mencicipi makanannya.

“Hmm, sepertinya ada yang kurang nih,” ucap Udin.

“Apa yang kurang nak, perasaan makanannya enak enak aja,” kata ibu Udin yang kebingungan.

“TADA!” Kata Udin yang sedang mengangkat botol sambalnya, “Ini dia yang kurang, coba aku tuang saosnya ke pizza siapa tahu semakin enak.”

Saat Udin makan pizza dengan saus sambal, salah satu koki di restorannya keluar dari dapurnya dan menatap ke mata Udin. Udin tidak tahu apa yang terjadi kepadanya dan dia ketakutan saat salah satu koki disana menatapnya dengan tajam kepadanya.

“Che cosa! Cosa ci fai con la salsa al peperoncino!”

Kata kokinya dengan ekspresi marah.

“Kenapa kamu marah kepada ku, aku salah apa?” Kata Udin yang ketakutan mendengar salah satu Koki marah dengan bahasa Italia.

- 50 -

“Kamu kenapa menggunakan saus sambal di masakanku, apa kamu tidak menghargai apa yang saya buat!?”

Udin sangat terkejut setelah koki tersebut marah kepadanya. Setelah kokinya balik ke dapur, ada orang Indonesia dengan menggunakan kaca mata hitam dengan topi koboi yang sudah lama tinggal di Italia mendatangi Udin.

“Halo dek, nama kamu siapa?”

“Halo kak, nama aku Udin kak nama kakak siapa.”

“Namaku Julian salam kenal ya. Kamu tadi habis dimarahin ya sama koki?”

“Iya kak, kenapa ya saya kan cuman makan pizza doang kak, tiba tiba dimarahin sama kokinya.”

“Hahaha, dek, di Italia kita tidak boleh makan pakai sambal maupun saus sambal karena, jika kita makan pakai saus sambal disini, artinya kita tidak menghormati makanan yang dia buat. Kata orang italia kalau makanan kita campur dengan sambal, rasa makanannya akan hilang dan kita hanya merasakan rasa pedas saja. Jadi kita dilarang deh menggunakan sambal di Italia.”

- 51 -

“Oh gitu ya kak, pantesan aja aku dimarahin sama kokinya.”

“Hehehe gapapa dek, yang penting kita belajar dari kesalahan, berarti jangan diulangi lagi ya. ”

“Oke kak,” aku mengucapkan dengan terimakasih.

Setelah itu, Udin dan ibunya segera menghabiskan makanannya dan pergi ke hotel untuk istirahat karena, besok Udin ingin melihat tim sepak bolanya yang Ia suka.

Keesokan harinya, Udin dan ibunya pergi ke tempat makan dekat stadion untuk makan siang. Karena Udin tidak ingin mengulang kesalahannya, dia tidak membawa saus sambal ke dalam restoran.

“Coba menu yang lain kali ya ma, ” kata Udin.

“Boleh nak, coba kita makan risotto deh katanya ini termasuk khas makanan italia yang enak ni,” ucap Ibu Udin.

“Oke ma, ” kata udin.

Akhirnya makanannya sudah datang dan mereka makan dengan cepat karena pertandingannya sudah mau mulai.

- 52 -

“Hmm, enaknya makannya Italia jadi pengen nambah ni, tapi pertandingannya sudah mau mulai jadinya nanti aja deh pesan makanannya,” kata Udin. Setelah selesai makan Udin dan Ibunya segera ke stadion bola dan menyaksikan pertandingan final AC Milan melawan Ajax di Stadion San Siro. Mereka duduk di panggung paling depan dekat pemain bolanya. Udin senang sekali melihat Idolanya bermain di depan matanya. 90’ Menit berlalu, skor imbang 2-2 dan Ajax mendapatkan kesempatan untuk menendang penalti. Muka Udin yang senang menjadi ketakutan karena dia tidak ingin tim bolanya kalah. Saat bolanya ditendang ke gawang, kiper dari AC milan berhasil menangkap bola dan langsung lempar ke pemain depan AC milan yaitu Jordi Almat, pemain kesayangan Udin. Dengan lari yang kencang dan melewati 2 pemain Ajax lalu menendang bola dengan sangat kencang ke gawang Ajax.

“GOALLLL!” Suara yang sangat keras dari sisi Udin. Dengan goal di menit-menit akhir membuat penggemar AC Milan senang termasuk Udin.

- 53 -

GOLAZO, mantap idolaku!” Expresi yang senang dari Udin saat melihat idolanya mencetak gol. Setelah nonton pertandingan tersebut, Udin dan ibunya langsung pulang ke bandara karena takut terkena macet saat keluar dari stadion. Ketika di bandara, mereka langsung menuju pesawat dan pulang ke Jakarta. Pengalaman ini sangat menyenangkan bagi Udin dan pastinya akan dikenang selama hidupnya.

- 54 -

Tersesat di Toko Ramen

Oleh Innocenzio Dyant Handoko

“Bismillah, semoga saya bisa menggapai impian yang saya inginkan,” ucap seorang remaja yang bernama Yuzul. Yuzul, seorang remaja yang memiliki impian untuk melakukan traveling ke seluruh dunia. Ia memiliki ketertarikan dengan budaya di luar sana karena ia sering melihat budaya luar di berbagai film internasional. Yuzul paling suka dengan film-film yang menonjolkan budaya dari daerah atau negara tersebut. Ia sangat suka dengan film-film tersebut sampai membuatnya tertarik untuk melihatnya secara langsung. Namun, impiannya sangat susah digapai untuk saat ini karena ia mempunyai banyak tugas sekolah yang belum ia selesaikan. Yuzul sering dimarahi oleh gurunya karena tidak pernah mengerjakan tugas sekolah, hal tersebut menghambatnya untuk menggapai impian yang ingin ia gapai. Senin pagi hari, Yuzul bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah sambil menyelesaikan sarapan

- 55 -

yang telah disiapkan oleh ibunya. Sembari Yuzul menghabiskan sarapannya, Ibunya bertanya kepada Yuzul.

“Dek, kamu kalau sudah dewasa, mau pergi kemana?” Tanya Ibu.

“Sebenarnya aku punya mimpi Bu, mimpi yang aku ingin wujudkan,” balas Yuzul.

“Apa tuh?” Tanya Ibu lagi.

“Aku ingin pergi traveling ke banyak negara, Ma,” kata Yuzul.

“Wahh! Semangat yaa kamu pasti bisa,” ucap Ibu.

Yuzul bergegas menuju sekolah karena ia tidak mau terlambat lagi seperti di hari-hari sebelumnya. Setibanya Yuzul di sekolah, kelas pertamanya membicarakan mengenai meraih sebuah impian. Satu per satu murid ditanyakan impian apa yang ingin diraih, sampai gilirannya Yuzul untuk ditanya.

“Selanjutnya, Yuzul. Yuzul, mimpi apa yang ingin kamu raih?” Tanya Bu Guru.

“Mimpi saya adalah pergi traveling ke seluruh dunia,” jawab Yuzul.

- 56 -

“Wow! Semoga tercapai ya impian mu, ” kata Bu Guru.

“Terima kasih Bu,” balas Yuzul. Yuzul merasa hanya disemangati oleh Bu gurunya, teman-teman lainnya menertawakannya diam-diam. Hal tersebut cukup menyakitkan hati Yuzul tetapi Ia tetap optimis di masa yang akan datang, Ia bisa meraih mimpinya tersebut. Seusai sekolah, Ia sampai dirumah dengan muka yang begitu lesu dan merasa sangat lelah. Kedua orang tua Yuzul menghampirinya dan memberitahu sesuatu kepada Yuzul. Saat orang tuanya memberi tahu Yuzul, Ia sangat senang kegirangan. Yuzul ditawari oleh kedua orang tuanya untuk pergi liburan ke luar negeri bersama. Selama hidupnya, Ia tidak pernah merasakan pergi liburan ke luar negeri, dan Ia sudah lama tidak merasakan naik pesawat.

“Memangnya kita mau pergi kemana?” Tanya Yuzul ke kedua orang tuanya.

“Kitaa.. Mauu… pergii… ke… Jepang!” Ucap kedua orang tuanya.

“Hah! Seriuss?!?!” Jawab Yuzul dengan reaksi terkejut.

- 57 -

“Iya Nak, kamu bukannya pernah bilang mau ke Jepang ya, ” ucap Ibu.

“Oh iya ya, Ibu inget aja nih,” balas Yuzul. Perlahan rasa lelah yang dirasakan oleh Yuzul mulai memudar dan berubah menjadi kebahagiaan. Hari telah berganti, Yuzul bangun dengan ekspresi yang begitu bahagia karena ia akan pergi keluar negeri bersama keluarganya, tetapi sebelum ia pergi liburan, ia harus tetap melakukan kegiatan sekolah beberapa hari kedepan sebelum sekolah diliburkan. Tiga minggu telah lewat, sekolah diliburkan, Yuzul dan keluarganya pergi liburan ke Jepang, perjalanan awal Yuzul dalam meraih mimpinya telah dimulai. Perjalanan dari Indonesia ke Jepang memakan waktu 8 jam, waktu yang cukup lama sampai membuat Yuzul tertidur pulas. Setelah 8 jam terlewat, Yuzul sampai di bandara Haneda. Yuzul melihat sekeliling bandara dengan sangat terkejut karena teknologinya yang sudah sangat maju. Yuzul senang kegirangan karena akhirnya ia mengunjungi ke negara yang ia sangat ingin kunjungi dari kecil. Yuzul dan keluarganya mencari taksi untuk menuju ke tempat penginapannya di Tokyo.

- 58 -

Saat sudah sampai di tempat penginapan Tokyo, mereka istirahat sejenak dan melakukan persiapan untuk belanja makanan. Ibu Yuzul masih merapikan koper-koper sedangkan Yuzul dan Ayahnya pergi beli makanan. Mereka berdua berjalan cukup jauh untuk bisa mencari makanan. Akhirnya mereka melihat ada jalanan yang penuh dengan jualan makanan ramen. Yuzul melihat banyak sekali toko ramen yang jualan di pinggir jalan dan penasaran dengan rasa makanan khas Jepang tersebut. Akhirnya mereka memutuskan untuk membeli ramen terlebih dahulu karena tidak banyak menjual makanan selain ramen. Kebetulan toko ramen yang mereka hampiri merupakan salah satu yang terenak di jalanan tersebut dan banyak sekali pengunjung yang ingin membeli ramennya. Keramaiannya bagaikan orang-orang yang berjualan di pasar membuat Yuzul dan ayahnya terpisah secara tidak sengaja karena banyak orang yang mendesak antriannya. Ayahnya mencari-cari Yuzul tapi tidak terlihat karena terlalu ramai di tempat antrian itu, sama juga dengan Yuzul yang mencari ayahnya tapi tidak dapat terlihat. Yuzul tidak kuat berada di tengah-tengah antrian itu dan bergegas keluar. Akhirnya Yuzul

- 59 -

terpaksa harus menunggu ayahnya keluar dari antrian tersebut.

Hampir satu jam Yuzul menunggu duduk sendirian di pinggir jalan, antrian juga sudah mulai mengurang, tetapi ia tetap tidak melihat ayahnya di antara sisa-sisa orang yang sedang mengantri. Yuzul menangis kebingungan karena tidak tahu harus kemana. Lalu, tiba-tiba ada seseorang bapak-bapak yang menghampiri Yuzul duduk sendirian. Orang mengajak bicara kepada Yuzul tetapi Yuzul tidak paham dengan apa yang dibicarakan oleh orang tersebut. Sontak Yuzul membalas orang tersebut, “Aku tidak tau.”

Orang tersebut terkejut dan mengucapkan sebuah kalimat.

“Halo adek, kamu orang Indonesia ya?” Ucap bapak-bapak tersebut.

“Bapak bisa bahasa Indonesia?” Balas Yuzul dengan muka kebingungan.

“Iya saya bisa bahasa Indonesia, saya sering sekali bertemu dengan orang Indonesia dan orang-orang tersebut, mengajari cara ngomong bahasa Indonesia,” jawab bapak tersebut.

- 60 -

“Ohh, untung aja ada yang bisa bahasa Indonesia disini,” ucap Yuzul kepada bapak tersebut.

“Nama adek siapa, nama bapak Murata,” ucap bapak tersebut atau bisa dipanggil juga dengan Bapak Murata.

“Nama aku Yuzul pak. Pak, aku aku boleh minta tolong ngga?” Tanya Yuzul ke Pak Murata.

“Boleh, mau minta tolong apa dek?” Jawab Pak Murata.

“Aku kebetulan lagi tersesat, aku juga lagi cari ayah aku tapi ngga ketemu,” ucap Yuzul dengan muka lesu.

“Ayah kamu emang pakai baju apa?” Tanya Pak Murata kepada Yuzul.

“Ayah aku tadi pakai baju biru lengan pendek dan celana panjang warna hitam,” jawab Yuzul kepada Pak Murata.

“Hmmm… Ohh sepertinya saya lihat Ayah kamu tadi,” ucap Pak Murata.

“Dimana pak,” ucap Yuzul.

“Itu Ayah kamu sedang menunggu di depan toko saya, ” kata Pak Murata.

“Ayahhh,” teriak Yuzul dengan muka senang.

- 61 -

Akhirnya Yuzul dan Ayahnya bersama kembali berkat bantuan Pak Murata. Ayah Yuzul membeli 4 bungkus ramen sebagai rasa unjuk terima kasih Ayah Yuzul kepada Pak Murata. Pada akhirnya mereka berpisah, Yuzul dan Ayahnya membawa 4 bungkus ramen balik ke penginapan. Hari-hari selanjutnya Yuzul gunakan waktu kebersamaan dan kebahagiaan bersama keluarganya. Liburan bersama keluarganya ini membuat Yuzul memiliki antusias yang cukup kuat dalam merencanakan kegiatannya saat bisa mencapai mimpinya nanti, yaitu menjadi seorang traveler.

- 62 -

Pekerjaan, Ketinggalan Jauh

Oleh Kenichi Rafael Harlan

Jam digital di kantor Aldi menunjukkan pukul lima sore, waktunya pulang bagi karyawan-karyawan PT Lendino. Sebelum Aldi bisa mengemas barang-barangnya yang berserakan di meja kerjanya, terdengar suara manajer utama PT Lendino cabang Jakarta Pusat di speaker intercom lantai 53. Sore semuanya. Pertama, saya berterima kasih atas kerja sama kalian semua, karyawan Lendino. Sudah kira-kira tiga tahun sejak saya pertama kali diangkat sebagai manajer PT Lendino dan tahun ini adalah tahun, bisa saya bilang dengan senang hati, adalah tahun terbaik PT Lendino sejak dibangunnya perusahaan ini sembilan tahun lalu. Berkat produktivitas kalian, nilai saham Lendino melaju tinggi, menunjukkan peningkatan sebesar 65%.

Mendengar semua ini, Aldi tersenyum jelita mengetahui bahwa ia adalah faktor besar dalam kesuksesan PT Lendino pada tahun ini. Dengan rasa bangga ia pun membersihkan sekutil debu dari bingkai salah satu sertifikat ‘Employee of The Month Award’ yang

- 63 -

diberikan kepada Aldi selama sembilan bulan berturut-turut. PT Lendino adalah sebuah perusahaan e-commerce yang sedang perlahan-lahan menyaingi kompetitor-kompetitor luar negeri. Aldi, karyawan dengan 2 tahun pengalaman di Lendino, ditugaskan sebagai pemimpin operasional dari sisi logistik pengiriman barang pelanggan. Pengelolaan gudang dan struktur perpindahan barang terjual ditangani sepenuhnya oleh Aldi. Sejak Aldi menemukan sebuah metode baru untuk menyalurkan barang dengan efisien, PT Lendino mengalami pergolakan dalam tingkat produktivitas dan keuntungan kantor secara keseluruhan. Tanpa rasa ragu, ia merasa sangat betah untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai pemimpin operasional PT Lendino.

“Wah, ini mah gara-gara lu ya, Di?” ujar Glen, rekan kerja Aldi dari departemen Marketing yang sedang berdiri, memperhatikan pengeras suara interkom dengan senyuman di mukanya.

“Hadeh, ga nyesel sih gua ngebuat sistem itu buat Lendino,” jawab Aldi.

“Denger-denger sih, mau ada pembukaan cabang internasional sih Di. Asli nih, gue denger dari

- 64 -

anak-anak di kantor dirut Lendino. Kayaknya lu sih yang diminta buat jadi kepala cabang di sana, ” ucap Glen.

Hati Aldi langsung berdebar-debar mendengar rumor itu

“Hah?! Serius lu?” Aldi tanya kembali.

“Ini gue serius! Gue nggak pernah seserius ini dalam hidup gue! Tapi belum tau sih negara apa. Nanti kalo lu yang kepilih, jangan lupain gua ya. Gua udah yakin sih, tapi pasti lu yang dapet posisinya,” jawab Glen.

“Ahh engga, pasti posisinya bukan dikasih ke gue. Nggak nolak sih, tapi ya baru dua tahun kerja, masa udah dikirim ke luar negeri?”

Pada saat itu pun, telepon genggam Aldi tiba-tiba berdering. Melihat layar telepon genggamnya, Aldi pun terkejut.

“Aduh enggak bohong, Glen, ini Pak Sadi menelepon gua secara pribadi. Jangan-jangan lu bener lagi,” ucap Aldi dengan terkejut, Glen menjawab dengan cengar-cengirannya.

“Sore, Aldi. saya sebagai kepala manajer Lendino mengucapkan terima kasih atas jasa anda

- 65 -

sebagai salah satu figur penting dalam kenaikan tingkat produktivitas kita pada tahun ini. Saya sungguh-sungguh salut kepada anda,” ucap Pak Sadi, Manajer Utama PT Lendino kepada Aldi.

“Iya Pak, terima kasih. Saya sangat senang Lendino bisa mencapai tingkat kesuksesan seperti ini. Ini semua berkat kerjasama yang kompak, Pak,” Jawab Aldi. “Nah berhubung suasana kabar baiknya masih berjalan, saya ingin mengajukan suatu tawaran yang sangat bagus untuk anda Aldi. Direktur PT Lendino sudah berbulan-bulan merancang perencanaan akan perluasan perusahaan ini ke jenjang internasional. Sejak mengenal anda, saya melihat anda sebagai karyawan dan pemimpin yang dapat menempuh tantangan ini, dan saya rasa gelar asisten manajer PT Lendino internasional sangat cocok untuk anda. Jadi gimana Di, setuju?”

“Oh, ya. Saya hampir lupa. Arigato Aldi, karena ekspansi kita mengarah ke negara Jepang! Siap-siap ya, kita sudah menemukan kandidat-kandidat untuk pengganti anda di sini. Kamu akan berangkat 3 minggu lagi dan langsung ditempatkan di kantor yang

- 66 -

terintegrasi dengan beberapa perwakilan Jepang yang sudah diutus oleh Dewan direksi PT Lendino.”

Dengan spontan, Aldi menjawab pertanyaan tersebut, dengan tidak ada ragu sama sekali. “Iya, Pak saya terima tawaran Papak. Arigato.” Aldi jawab, bergegas langsung membersihkan mejanya dan pulang dengan hati yang gembira. Ini adalah sebuah kesempatan yang ditunggu-tunggu oleh Aldi. Sampai rumah, Aldi langsung mengabari semua orang yang ia ketahui, keluarganya, saudaranya teman-teman kuliahnya tentang promosi besar yang ia dapat. Aldi pun akhirnya menyelesaikan semua urusannya malam itu, dan menyisakan waktu untuk dirinya sendiri. Waktu itu digunakan untuk berkhayal dan bermimpi, apa saja yang bisa datang dari kesempatan ini. Keesokannya ia menandatangani kontrak untuk kerja selama 3 bulan di Jepang dengan opsi untuk melanjutkan pekerjaannya di Jepang atau pulang kembali untuk bekerja ke Indonesia. Hanya dengan tanda tangan itu, kehidupan Aldi akan berubah selamanya. Ia menggunakan sisa waktunya di Jakarta mengemas semua baju yang ia punya serta membeli peralatan yang ia butuh untuk tinggal di jepang seperti

- 67 -

long johns dan jaket termal untuk menandingi musim dingin di Jepang. Desember 2 pun tiba, hari keberangkatan Aldi ke Jepang. Aldi ke Jepang dengan Pak Sadi, sebagai pendampingnya di Jepang selama 2 minggu. Ia menyampaikan salam jumpa kepada semua keluarganya dan teman-temannya di Bandara Soekarno-Hatta. Perjalanan yang membutuhkan tujuh jam tentunya baru untuk Aldi yang belum pernah menaiki sebuah pesawat yang mempunyai waktu penerbangan selama itu. Tiba di Bandara Udara Internasional Tokyo, Aldi langsung kebingungan akan simbol-simbol bahasa jepang yang berada di dinding-dinding bandara tersebut. Ia menyadari kesalahan pertamanya, tidak mempelajari bahasa Jepang.

“Aduh. Maaf Pak Sadi, tapi ini toilet dimana ya?” tanya Aldi dengan cemas.

“Hadeh Dii, itu toiletnya ya. Saya kebetulan sudah beberapa kali ke sini beruntung anda saya bisa bahasa Jepang dikit-dikit” Jawab Pak Sadi serta menunjuk jarinya ke arah toilet Bandara.

- 68 -

Untuk beberapa hari kedepan, Aldi mengalami banyak hal seperti itu. Membeli peralatan rumah saja seperti sangat susah baginya. “Excuse me sir, do you speak english?” tanya Aldi kepada pegawai Muji di Tokyo. “すみません、私は英語を話せません。何をお探し ですか?” jawab pegawai Muji, . Dengan ini Aldi mengandalkan penggunaan Google Translate untuk memudahkan komunikasi dengan orang Jepang yang tidak bisa berbahasa Inggris. Minggu pertama Aldi di Jepang bisa dibilang tidak dinikmatinya. Ia berinisiatif untuk mengikuti les privat bahasa Jepang yang dibiayai oleh kantornya. Datang pun waktunya untuk mulai kerja di kantor PT Lendino di Jepang. Pak Sadi mengabari Aldi akan mayoritas pekerja di kantor Lendino Tokyo adalah orang Jepang. “Aldi, siap-siap ya. Orang-orang jepang ini bukan main. Intensitas mereka tinggi kalau kita berbicara pekerjaan. Mereka sangat ekstrim, saya ingin melihat anda beradaptasi dengan kultur kerja seperti mereka.” saran Pak Sadi kepada Aldi. “Siap pak. Saya akan melakukan yang terbaik.” Jawab Aldi dengan nada cemas.

- 69 -

“Ini saya kenalkan Hiro, manajermu di kantor ini. Kau akan mendampinginya untuk mengelola Lendino di Jepang,” ucap Pak Sadi sembari memegang pundak Hiro. “Kon'nichiwa, 私の名前はヒロです. Perkenalkan nama saya Hiro dan saya sangat senang bisa bekerja dengan kamu di tiga bulan ini di Lendino.” ucap Hiro, memperkenalkan dirinya kepada Aldi dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.

“Halo Hiro! Wah untung saja kau bisa berbahasa Indonesia. Perkenalkan saya Aldi, senang menjadi asistenmu di Lendino” jawab Aldi, melanjutkan kecemasannya akan bagaimana ia akan berkomunikasi di kantor Lendino dengan mayoritas karyawan tidak berbicara bahasa Indonesia. Untuk beberapa minggu kedepan terjadilah banyak miskomunikasi antara Aldi dengan karyawannya. Berbagai hal seperti salah penggunaan produk di salah satu iklan yang dirangkai oleh tim pemasaran Lendino Jepang. “先生、この商品で十分ですか?”

Tanya salah satu anggota dari tim pemasaran Lendino Jepang,

- 70 -

mengenai apakah tingkat kualitas produk yang ingin dipasarkan cukup.

“いいえ、結構です。” jawab Aldi. Aldi menyetujui penggunaan produk tersebut. Namun karena intonasi dalam penyampaiannya di kalimat tersebut, ia malah menolak penggunaan produk tersebut. Beberapa jam kemudian Aldi ditegur oleh Hiro akan keterlambatannya untuk menyetujui produk yang ingin dipasarkan. Bingung, ia tanya langsung ke tim pemasaran yang bertanggung jawab atas kesalahan ini.

“Why haven’t you sent the product to the client? Even though I’ve already approved the product.” tanya Aldi dengan tegas.

“You rejected the product that I proposed, sir. Remember?” jawab salah satu anggota tim pemasaran.

Ini membuat kesal akan dirinya sendiri. Suatu masalah yang menggagalkan kerjasamanya dengan klien tersebut. Permasalahan yang ia rasa bisa di atasi, tetapi dengan batas waktu yang menumpuk serta bahasa Jepang yang sangat rumit, membuatnya merasa bahwa ia sangat tidak cocok untuk bekerja di Jepang.

- 71 -

Seketika ia menjalani sebuah sesi les dengan gurunya Beni, seorang mahasiswa jepang yang fasih dalam bahasa Indonesia.

“Beni, saya merasa saya tidak cukup. Saya tidak pantas untuk bekerja di sini. Semuanya berjalan dengan sangat cepat, dan saya tidak nyaman dengan semua ini. Mungkin saya harus kembali ke Indonesia.” curhat Aldi kepada Beni.

“Pak Aldi, saya faham betul situasinya. Namun, ini semua sangatlah wajar untuk semua pekerja internasional yang pertama kali kesini. Saya sudah mengajari sangat banyak orang yang ingin bekerja di sini. Namun, ya memang seperti itu pak. ” jawab Beni dengan tenang.

“Hmm. Iyasih Ben. Makasih ya sudah mau mengajarkan bahasa Jepang kepada saya, tidak salah saya memilihmu.” ucap Aldi.

Perkataan itu adalah sebuah pencerahan baginya. Sepatah kata-kata yang ia akan pegang selama ia di Jepang. Ia pun menjalani semua pekerjaan di 4 minggu terakhirnya dengan prospek tinggi. Semua batas waktu dan pekerjaan ia lewati dengan perlahan-lahan dan optimis. Serta dengan bantuan les

- 72 -

bahasa Jepangnya, Ia dapat menjalani kehidupan di Jepang dengan sangat efisien. Kontrak perpanjangan Lendino pun ia tanda tangan, dengan rasa semangat dan percaya diri.

- 73 -

Pengalaman yang Berharga

Oleh Muhammad Abyan Afa Al Bana

Elkan Al Bana seorang remaja dari desa Sidomulyo yang mempunyai bakat bermain bola sejak usia dini. Skill yang berpotensial ini sering terlihat oleh pelatihnya saat ia sedang bermain bola di samping rumahnya. Suatu hari, saat Elkan sedang bermain bola dengan temannya, ia mendengar sebuah suara yang cengang memanggil nya “Elkan!” Sebuah teriakan oleh pelatihnya kepada dia.

“E…..iya coach!” Elkan menyahut dengan terbata-bata seketika ia tersadar dari lamunannya.

“Kamu nyadar tidak, selama ini saya sedang menilai permainan kamu?” Ucap Pelatih

“Tidak coach, sebagai pemain saya focus bermain saja, tidak memikirkan yang lain, ” kata Elkan

“Jawaban kamu tepat!” Ucap pelatih.

“Saya suka dengan gaya permainan kamu, kamu adalah pemain yang tidak egois, tau waktu yang tepat untuk umpan dan tau kapan untuk shooting ” Ujar pelatih

- 74 -

“Alhamdulilah itu adalah pandangan orang melihat saya bermain bola, saya pikir selama ini saya adalah pemain yang kurang cocok untuk posisi tengah ini.” ucap Elkan

“Tidak Elkan, kamu adalah pemain yang berbakat jangan lah merendahkan diri sendiri, karena semua orang akan mempunyai gaya bermain yang berbeda, dan kamu telah menunjukan nya kepada-ku.” balas pelatih.

“Dengan itu, maukah ikut saya pergi ke Jakarta untuk mengikuti summer camp Asiop Apacintii ini selama 15 Hari dan di sana kamu akan melakukan latihan intensif, latihan physio dan drill. ” pelatih menanya

“Wah serius coach, saya dengan senang hati mengikutinya!” Balas Elkan

“Iya dengan ini saya memasukan nama kamu di dalam daftar pemain, tapi ingat tetaplah jaga dedikasi kamu ya, “ ucap pelatih

“Siap coach!, terima kasih” balas Elkan.

2 Minggu kemudian

- 75 -

Setelah sekian perdebatan untuk melepaskan Elkan ke Jakarta, kedua orang tuanya pun mengizinkan dia untuk mengikuti Summer Camp.

“Ayah dan ibu abang berangkat dulu ya ke Jakarta, Mohon doanya,” ucap Elkan.

“Hati-hati ya nak, semoga semua diberi kemudahan dan jangan meninggalkan ibadah” balas ayah.

“Assalamualaikum,” ucap Elkan.

“Walaikumsalam nak, dadahh,” ucap keluarga Elkan.

Elkan dan pelatihnya pun berangkat menggunakan bus, setelah lima jam, mereka telah sampai di Jakarta dan menginap malamnya di Hotel Mulia Senayan. 5 jam kemudian, Elkan telah sampai di Jakarta, dan menginap malamnya di Hotel Mulia Senayan.

“Elkan istirahat yang cukup ya, besok akan ada test fisik,“ ucap pelatih.

“Baik coach, selamat malam,” ucap Elkan. “Tingggg, ” suara alarm berdering.

Sudah pukul 5 pagi dan waktunya Elkan sholat subuh dan bersiap-siap peralatan yang harus dibawah

- 76 -

untuk latihan di pagi hari. Setelah sarapan, Elkan dan pelatihnya berjalan ke lapangan C (tempat latihan Asiop Apacinti) yang berada di Gelora Bung Karno.

“Waaah ini lapangan nya banyak sekali, bagus semua lagi,” Elkan terpesona. “Ini selamat datang di Gelora Bung Karno!, Di sini terdapat fasilitas untuk semua olahraga,” balas pelatih.

“Enak ya disini, semua terfasilitasi,” ucap Elkan.

“Betul, tempat ini juga terbuka untuk publik, jadi kamu bisa ajak keluarga kamu untuk berolahraga disini.” ucap pelatih. Mereka pun telah sampai di base camp Asiop Apacinti, dan kedatangan mereka disambut dengan ceriah.

“Halo, kamu yang namanya Elkan ya?” Manajer Asiop menyabut.

“iyaa betul, nama saya Elkan Al Bana bisa di panggil Elkan.” balas Elkan.

“Mantap, ini dia semua pemain kita dari Sidomulyo,” ucap mereka.

“Haloo semuaa!” Elkan menyaut dengan gugup.

“Yaudah kamu kenalan gihh sama team-teman kamu ini, and be nice karena kalian adalah satu team,” ucap pelatih.

- 77 -

“Siap coach, ” balas Elkan.

“Oke semua silahkan memperkenalkan diri sendiri di depan,” ucap manajer. Satu persatu pemain maju kedepan, dan saatnya Elkan.

“Halo nama saya… ” ucap Elkan.

“Oh ini jagoan kitaa,” suara dari belakang terdengar.

“Eh kita itu harus saling respect kesemua, tidak membandingkan satu dengan lain, lanjut Elkan,” ucap manager.

“ aaa… halo nama saya Elkan… Saya adalah pemain… Ini adalah tim pertama saya. ” ucap Elkan.

“Apaan nih, masa dia bisa masuk sini coach” Ucap roger (Team Captain).

“Ehh mulut kamu dijaga yaa, bukan berarti kamu yang paling jago kalo jadi captain !” Ucap manajer dengan tegas.

“Iya maaf coach” roger menyaut balik. “silahkan balik ke tempat Elkan” ucap manajer.

“Baik,” balas Elkan.

“Siapkan diri kalian untuk melakukan tes seleksi fisik,” ucap manager.

- 78 -

“Priiiiit” suara peluit dari manajer. Setelah suara peluit itu berbunyi semua pemain mulai melakukan Beep-test yang berjalan sekitar 20 menit.

“Beep, round 12.” Suara dari speaker itu berulang kali terdengar. Elkan sudah terlihat lelah menjalani beep test ini dan ingin menyelesaikannya nya di ronde 13. Tetapi sebelum Elkan mengundurkan diri dalam beep test nya, team captain Asiop menyindir Elkan “Ciah begini doang jogoan kita!” Roger menyindir. Elkan tetap terdiam dan menahan diri agar tidak terjadi keributan dalam tim. Setelah beep test berakhir, semua pemain mendapatkan istirahat 30 menit dan lanjut melakukan fitness test. setelah semua pemain melakukan tes fisik untuk seleksi. Manajer menyebut nama satu persatu yang telah lolos.

“Sore semua, terima kasih telah mengikuti tes seleksi Summer Camp Asiop Apacinti 2022. Kalian semua hebat tetapi dari ini saya harus memilih 20 pemain saja,” dengan tegang Manajer Asiop memberi pernyataan itu.

“Bismillah bismillah masuk bismilah!” Elkan dengan takutnya menjawab di Hati

- 79 -

Satu persatu-satu nama pemain disebut

“Muhammad Rizky.” suara tepuk tangan dari pemain terdengar membuat Elkan gelisah menunggu panggilan nama dia.

“Dan pemain terakhir yang akan mengikuti summer camp 2022 ini adalah Elkan Al-bana,” manajer menyebut kata terakhir dengan enthusiasme.

“Alhamdulillah ya Allah” Elkan menjawab dengan bersyukur .

“Selamat untuk 20 pemain yang sudah lolos seleksi dan untuk yang lain jangan merendahkan diri karena kalian semua hebat” Manager mengucapkan apresiasi kepada semua pemain.

“Beruntung sekali lu Elkan bisa di pilih,” terjadi sindiran lagi dari team captain kepadanya.

“Oke, gua buktikan besok pas latihan,” Elkan menjawab balik sindiran Roger.

“Hahaha, silahkan dicoba saja,” dengan ketawa Roger menyaut balik. Semua pemain pun dibubarkan dari sesi hari ini dan dipersilahkan untuk beristirahat di kamar masing-masing.

“Elkan, istirahat lah yang benar, supaya kamu bisa menampilkan yang terbaik untuk lima latihan

- 80 -

kedepannya agar bisa lolos seleksi team utama di Asiop Apacinti.” ucap coach baik-baik

“Siap coach, Insyallah saya akan selalu berikan yang terbaik untuk masa depan saya!” Dengan giat Elkan menjawabnya. Keesokan harinya, Pemain akan melakukan latihan perdananya.

“Bismillah yallah, semoga semua dilancarkan,” Elkan berdoa.

Di dalam latihan perdana ini, Elkan masih terlihat untuk beradaptasi bermain dengan tenang dikarenakan tekanan yang dia dapatkan dengan ekspektasi yang harus dia raih. Masih terjadi banyak kesalahan yang dibuat oleh Elkan

“Elkan! Passing ke siapa itu?” Ucap coach Asiop. Dan masih terjadi berulang kali kesalahan yang sama itu

“Elkan, Elkan, Elkan!” Coach Asiop menegur Elkan

“Main itu simple ya, dapet bola tenangkan diri baru melakukan passing, tidak usah terburu-buru” Coach Asiop mengasih masukan untuk Elkan

“Siap coach” Elkan menerima masukan itu dengan rasa malu

- 81 -

“Yah, bener kata gua kan, Elkan gitu-gitu saja.” Ucap Roger dengan keras untuk menurunkan moral Elkan. Kejadian ini sering terjadi pada sesi latihan, membuat Elkan ingin mengundurkan diri.

Tetapi sebuah kata yang selalu dia pegang untuk bekal dia kesini adalah kata yang diucapkan oleh coach dia sendiri yaitu “tetaplah jaga dedikasi kamu ya ” . Kata ini selalu menjadi motivasi terbaik dia, motivasi yang dia pegang agar ia bisa mambanggakan kedua orang tuanya. “Apa pun tantangnya, kamu harus selalu melewatkannya nak.” Ucap pelatih saat Elkan sedang sedih.

“Dan saya tau, kamu sekarang sedang merasa kecewa atas permainan kamu tadi, tetapi masih ada empat latihan lagi yang bisa kamu perbaiki, ayo semanggat Elkan, masih ada banyak sekali peluang yang kamu bisa dapatkan!”. Kata-kata motivasi yang keluar dari hatih pelatihnya.

“Siap coach, saya akan tetap memberikan yang terbaik!” jawab Elkan dengan semangat.

Setelah mencoba memberikan yang terbaik untuk latihan berikutnya, perjalanan Elkan menjadi

- 82 -

team utama Asiop terhenti disini sebab masih banyak skill yang harus ditingkatkan untuk kedepannya. Elkan pun bersyukur dengan pengalaman ini dan berterima kasih kepada pelatihnya yang sudah mendukung dia sejak awal.

- 83 -

Pilih

Oleh Muhammad Syafiq Raihan

Di Pagi hari yang cerah, bangun lah joko. Tanpa mengetahuinya joko sudah telat, yang diakibatkan alarm yang rusak. Dengan paniknya Joko dengan lari terburu-buru karena takut telat. Sambutlah Ibu yang sudah menyiapkan sarapan buat Joko. Tetapi karena terburu-burunya joko mengabaikan ibunya dan lari untuk memanggil taksi terdekat. Dalam taksi menuju kantor Joko tidak bisa berhenti untuk memikirkan apa yang akan Pak Kumis lakukan jika joko telah telat untuk kedua kalinya minggu ini. Waktu sudah pukul 9, Joko lupa untuk mengenakan pakaian nya dengan rapi, tali sepatu belum terikat, dasi masih berhamburan, dan baju masi berantakan. Joko lari untuk menangkap lift yang menutup untuk menemui Ruben, Ruben adalah pekerja di bawah pak Kumis tetapi hubungan Joko dan Ruben susah untuk dipanggil berteman, tetapi lebih masuk akal jika hubungan mereka dipanggil “saigon.” “ohhh, hahaha telat lagi Jo,” ucap Ruben. “lah kamu juga baru naik lift,” jawab Joko.

- 84 -

“loh iyalah aku sudah sampai dari jam 8, aku hanya mengambil kofi kesayangan Pak Kumis,” jawab lagi oleh Ruben.

Dengan rasa kesalnya Joko mengabai Ruben, dan terus berjalan mengarah kantor Pak Kumis. Dengan rasa takutnya joko menunggu di depan pintu kantor Pak Kumis dan memikirkan alasan untuk telat kedua kalinya minggu ini. 15 menit telah lewat, dan Mina menyambut joko. Mina adalah satu-satunya perempuan yang bekerja di kantor Bersama Joko dan Ruben. Joko dan Mina mempunyai hubungan yang sangat rumit yang dikarenakan Joko, dan Ruben mempunyai perasaan buat Mina tanpa ia mengetahuinya.

“Jo, kenapa kamu kok di depan kantor Pak Kumis?” Mina bertanya.

“ohh nggak Min, ini aku lagi istirahat soalnya bangun telat,” jawab Joko.

“ok istirahat yahh, nanti kerjanya nggak maksimal loh kalau nggak istirahat,” jawab lagi Mina.

“ok Minn,” ucap Joko.

Tak lama setelah Mina berjalan, pintu kantor Pak Kumis terbuka yang diakibatkan Joko bersandar di

- 85 -

depan pintu pak kumis. Dengan nada tinggi Pak Kumis berteriak;

“JOKOOOO!! Ngapain kamu sudah telat, sekarang kamu tidur di depan pintu saya ” teriak pak kumis.

“ohh nggak pak, saya baru saja mau mengambil barang yang jatuh di depan pintu bapak,” jawab Joko.

“haha nggak pak, itu joko sudah begitu dari 20 menit yang lalu pasti lagi mikirin alasan kenapa dia telat lagi pak” jawab Ruben dengan nada mengejek Joko “dasar lo Ben!” Teriak joko.

“ ya ilah salah lo sendiri Jo,” jawab Ruben.

“diam kamu berdua! Ruben kamu balik ke meja mu dan selesaikan tugas mu, Joko kamu masuk kantor bapak sini,” perintah Pak Kumis.

“SIAP PAK!” Jawab Ruben dan Joko. Pak Kumis lanjut untuk memarahi Joko akibat daftar keterlambatan joko untuk minggu ini. Bisa dilihat bahwa Joko adalah pekerja yang bersifat pemalas, dan tidak cerdas. Tak lama setelah Joko dibubarkan dari kantor. Ketiga Joko, ruben, Dan Mina telah dipanggil oleh pak kumis untuk membicarakan mengenai perusahaan mereka. Pak Kumis membicarakan bahwa

- 86 -

perusahaan mereka adalah dalam kondisi yang tidak baik. Joko, Ruben, dan Mina telah diberi tugas untuk mencari cara agar perusahaan ini dapat berkembang. Mereka ditugaskan untuk membuat proposal. Joko, Ruben, dan Mina bercepat-cepat untuk mencari rencana. Waktu berjalan, sudah pukul 12 siang. Joko dan Ruben menuju sepen. Setelah mereka bertemu mereka melanjut untuk mengejek, “Aduhh, hari ini Mina menyapa gw lagi berturut-turut dari hari pertama aku dan dia bertemu,” berkata Ruben dengan egoisnya.

“Apaansi ben, jelas-jelas mina nggak suka sama lo,” balas Joko.

“Haha, yang ada Mina kasihan sama lo soalnya lo ga ada mencapai apa-apa dari hari pertama kerja disini. Aku terkejut bahwa Pak Kumis tidak pecat kamu,” jawab Ruben.

“diam lo Ben, gue ga terima lo ngomong gini ke gw Ben dasar lo orang egois,” ucap Joko.

“ok deh, ayo kita selesaikan ini, gue tantang lo Jo buat siapa yang proposalnya diterima Pak Kumis bahwa lo layak untuk mendapati hati Mina,” Ruben menantang Joko.

- 87 -

Joko menerima tantangannya diberi oleh Ruben, dan mereka berlanjut untuk bekerja keras dalam waktu seminggu ini. Mina baru menyadari bahwa Joko dan Ruben tidak banyak berbicara dalam waktu seminggu ini, ini mengakibatkan Mina untuk mencari tahu apa yang menginspirasi Joko dan Ruben untuk bekerja sangat keras. Pada hari kamis Mina mendekati Joko untuk mengetahui jika Joko mempunyai tujuan. Dan sudah siang hari Joko dengan tidak sengaja membicarakan soal tantangan mereka. Mina mendengar bicara Joko, dan memanggil kedua Joko dan Ruben untuk bertemu saat hari sudah selesai. Saat Mina melihat kedua Joko dan Ruben, Mina mendiskusikan mengenai tantangan mereka, “Apa-apaan maksudnya yang proposal diterima duluan bakal menang hati mina?” Tanya mina. “Hah? Kamu ngomongin apa sih?” Jawab Joko “Gausa pura-pura gatau, aku sudah dengar bicaranya dari mulut mu Jo,” jawab lagi mina.

“Iya itu Joko emang ga jelas dia bilang mau tentang aku untuk hatimu Min,” Ruben berbohong. “Hah orang kamu yang mulai,” ucap Joko.

- 88 -

“Udah deh Jo, gausa salahin orang lain karena kesalahanmu sendiri,” teriak Mina. Karena Ruben berbohong dengan siapa yang memulai tantangan itu Mina dengan rasa kesal hatinya menghindari Joko pada esok harinya. Joko dengan frustrasinya memanggil ruben ke tempat kosong untuk menanyai dia mengapa dia berbohong. Ruben tidak banyak berbicara tetapi ruben mengakui bahwa dia telah bohong kepada Mina terhadap siapa yang memulai tantangannya. Dengan rasa kecil hatinya Ruben mengetawai Joko dan meninggalkannya, tetapi apa yang Ruben tidak mengetahui Joko telah membawa Ruben ke tempat dimana terdapat CCTV terletak diatas dimana mereka mempunyai pembicaraan tersebut. Pada hari libur Joko mengajak Ruben untuk bertemu di depan kantor untuk membicarakan mengenai tantangan mereka, tetapi apa yang Ruben temukan sangat mengejutkan, “Oi ben sini deh coba tebak video in apa ” ucap Joko. Ruben menonton video soal pembicaraan mereka kemarin.

- 89 -

“Mohon jo, maafin gw tolong jangan beritahu Mina tentang video ini,” bilang Ruben.

Dengan rasa kecil hatinya Joko memberi Ruben kesempatan untuk mendapatkan video tersebut, dan itu jika salah satu proposal mereka diterima. Jika proposal Joko diterima makah joko mempunyai hak untuk memberi tahu Mina soal video tersebut, dan jika Proposal Ruben diterima makah video tersebut akan dihapus. Mereka sepakat kepada peraturan baru tantangan mereka. Hari menuju senin telah mendekat, Joko, dan Ruben sedang bekerja keras untuk membuat proposal yang baik untuk perusahaan mereka. Joko dengan rasa percaya dirinya mengerjakan proposal tersebut dengan semangat, dan di sisi lainya Ruben sedang bingung dan stress karena memikir bahwa apa yang Mina akan bilang jika video tersebut terlihat oleh dia. Waktu berjalan dengan cepat, senin sudah tiba. Joko dan Ruben telah memberi proposal mengenai apa yang dapat mereka lakukan untuk membuat bisnis berjalan dengan lancar, hasil sudah keluar dan pada akhirnya proposal yang diterima adalah proposal Joko. Ruben memohon untuk memaafkan dia, tetapi Joko sudah sepakat kepada peraturan tantangan mereka. Dan

- 90 -

akhirnya Mina melihat video tersebut, setelah hari itu Mina dan Ruben tidak pernah berbicara lagi.

- 91 -

Pergi ke Negara Bollywood

Oleh

Pradipta Sandya Adipramana

Malam ini terlihat cantik, bintang-bintang bertaburan dengan kerlap-kerlipnya, dan bulan yang begitu menawan, waktunya untuk membuka laptop dan bekerja.

“Pal, mau live bareng gak?” kata Jordi dengan semangatnya di malam hari.

“Yuk Jor. Gas kita live bareng,” kata Nopal yang juga semangat untuk live streaming bareng dengan teman dekatnya.

Jordi adalah youtuber berusia 23 tahun yang berasal dari Jakarta. Dia mulai menjadi youtuber sejak ia berusia 19 tahun. Dengan membuat video bermain game dengan temannya, ia membuat 60 juta per bulan. Walaupun gaji yang ia raih sangat besar namun, menjadi youtuber bukan hal yang mudah. Dia harus membahagiakan penontonnya dengan cara melakukan apa yang disuruh olehnya.

“Halo semua, kembali lagi di channel Jrot2, hari ini yaitu hari rabu kita mau bermain game bernama

- 92 -

legenda seluler. Hari ini kita bersama teman lama saya bernama Nopalgaming123.”

“Halo semua, ” kata Nopal kepada penonton Jordi. Saat bermain, Nopal dan Jordi bermain sangat baik pada ronde pertama tersebut dan mereka menyelesaikan semua tugas yang ada di permainnya yang ia mainkan.

“Victory, ” suara dari permainan yang mereka memainkannya.

“Mantap Nopal kita bermain bagus sekali hari ini,” kata Jordi dengan senyum yang lebar.

“Iya nih, tumben banget kita bermain bagus,” balas Nopal.

Setelah selesai bermain di ronde pertama, Jordi membaca kolom komentar dari salah satu penonton “Bang, buat challenge dong! Abang pergi ke India sambil ngevlog.”

“Wah, ide yang menarik tuh,” kata Jordi membalas pertanyaan dari penonton.

Setelah Jordi dan Nopal selesai siarang langsung, mereka mulai memikirkan ide untuk video selanjutnya.

“Besok buat video apa lagi ya Jor,” kata Nopal.

- 93 -

“Tadi gua lihat di kolom komentar ada yang suruh kita pergi ke India sambil ngevlog,” kata Jordi yang sedang dalam pikiran.

“Bisa tuh bro, coba aja kali ya sekalian liburan gitu loh,” kata Nopal yang mempunyai impian untuk keliling dunia.

“Hehehe, siap aku booking tiketnya ya, kita akan berangkat sabtu ini,” ucap Jordi.

“Siap, aku mulai siap siap ya untuk berangkat.” Saat sabtu siang tiba, Jordi dan Nopal bertemu di bandara dan mulai untuk berangkat ke India. Saat ia tiba di India, Mereka pergi ke hotel untuk beristirahat sejenak.

“Wahh, enaknya liburan ke India, dilihat lihat banyak makanan yang enak nih,” kata Nopal.

“Laper aja kali, kalau begitu kita turun yuk cari makanan khas India,” jawab Jordi.

Mereka berdua akhirnya turun dari hotel dan mencari makanan. Jordi mulai menyalakan vlognya dan mulai merekam.

“Halo semua, kembali lagi di vlog kita bersama Nopalgaming123, hari ini pukul 7 malam kita berada di India untuk mencari makan malam. Kebetulan, di sini

- 94 -

banyak sekali Jajanan di pinggir jalan. Saya dan Nopal akan coba makanan khas India yaitu biryani,” kata Jordi kepada penontonnya.

Saat Jordi dan Nopal mencicipi nya, mereka terpesona dengan rasanya.

“Enak banget teman teman, makanan India cocok dengan seleraku,” kata Nopal.

“Iya nih, enak banget, coba kita cari makanan lain,” kata Jordi yang kelaparan.

Setelah selesai makan biryani, mereka berdua ingin makan makanan ringan. Setelah keliling selama 5 menit, Jordi melihat banyak orang antri untuk membeli makanan Jhal Muri. Jhal Muri adalah makanan India yang bahan utamanya menggunakan puffed rice yang dicampur dengan mentimun, bawang bombay, dan aneka lauk berbumbu kari. Karena mereka penasaran, Jordi dan Nopal masuk antrian untuk membeli makanan tersebut. Tidak lama kemudian, mereka sampai ke antrian paling depan.

“Sir, can I order 2 Jhal Muri please?” Kata Nopal menggunakan bahasa inggris kepada kokinya.

“Yes, 2 Jhal Muri coming up, ” kata kokinya kepada Nopal.

- 95 -

Nopal dan Jordi menyaksikan cara pembuatan Jhal Muri makanan khas India. Saat mereka melihat nya, pembuatan Jhal Muri menggunakan tangan telanjang tanpa menggunakan sendok. Mereka yang tadinya lapar menjadi kenyang.

“Ini kita sudah antri sangat lama dan mereka memasaknya menggunakan tangan? Engga kotor tuh makanan?” Kata Jordi yang jijik melihatnya.

“Iya, aku juga bingung, kenapa makanan ini banyak yang minat ya? Kita aja nggak tahu kalau dia udh cuci tangan apa belum,” jawab Nopal kepada Jordi. Setelah makanannya sudah jadi, penontonnya membuat tantangan, siapa yang bisa menghabiskan makanannya menjadi pemenangnya. Mereka berdua juga susah membuat perjanjian diantara mereka yaitu siapa yang menghabiskan makanannya terlebih dahulu akan mendapatkan tiket gratis ke wahana ternama di India. Tetapi karena Jordi sedang live dan tidak ingin kehilangan penonton dia mencoba untuk mengikuti tantangannya.

“Ayo Nop, 3,2,1 Go!” Kata Jordi. Mereka mulai berlomba untuk menghabiskan makanannya.

Setelah 10 menit berlalu mereka berdua masih

- 96 -

berusaha menghabiskan makanannya, karena tanpa mereka ketahui porsi makanan di India itu sangat berbeda dengan porsi di Indonesia. 1 porsi di India sama dengan 3 porsi Indonesia sedangkan mereka memesan 2 porsi India, jadi mereka harus menghabiskan semua makanannya berdua.

“Eh, ini kenapa porsinya banyak banget ya Nop? Ucap Jordi yang sudah kenyang

“Iya ni Jor aku juga baru tahu kalau porsi di India ini lebih banyak dari pada porsi di Indonesia,” kata Nopal.

Akhirnya setelah hampir 1 jam mereka pun akhirnya menghabiskan makanan, mereka berdua terlihat terlihat tidak berdaya karena terlalu kenyang setelah makan, makanan sebanyak itu. Mereka berdua pun balik ke hotel untuk beristirahat sejenak. 2 jam telah berlalu, Jordi bangun dengan perut yang kenyang dan Nopal masih tergeletak di kasur.

“Nop, Nop bangun udah mau sore hari,” kata Jordi. “Hmmm, apa? Apa?” ucap Nopal yang kekenyang dah masih setengah tidur.

“Ayo bangun kita sekarang keliling untuk lihat

- 97 -

kuliner malamnya India,” ucap Jordi.

“Iyaa.. sebentar lagi, kasih aku 5 menit lagi untuk rapih-rapih,” ucap Nopal.

Jordi yang sangat tidak sabar untuk melihat kuliner malamnya India pun langsung ganti baju dan cuci muka, sedangkan Nopal masih di tempat tidur.

Akhirnya mereka berdua pun sudah siap untuk keliling-keliling. Saat mereka tiba di lobi hotel, sudah ada kerumunan orang di depan lobi hotel.

“Nop ini kenapa ada banyak banget orang di depan lobby?” Tanya Jordi ke Nopal.

“Aku juga gak tahu kenapa, coba kita tanya ke orang hotel,” jawab Nopal.

“Halo sir, may I ask what’s going on, ” tanya Nopal ke orang hotel.

“Tonight we ’ re having a tradition festival, ” jawab orang hotel ke Nopal.

Mereka berdua keluar hotel untuk mengikuti festival malam ini, ada banyak sekali makan-makanan tradisional yang berjualan di pinggir jalan. Setelah berjam-jam mereka mengikuti festivalnya, tanpa disadari sudah jam 12 pagi sedangkan penerbangan mereka adalah hari ini jam 2 siang. Mereka bergegas

- 98 -

balik ke hotel untuk istirharat malam. Jam udah menyentuh pukul 8 pagi, alarmnya berbunyi “kring… kring…” Nopal pun yang bangun untuk mematikan alarmnya dan menbangunkan Jordi.

“Jor, Jor bangun udah jam 8 kita harus beres-beres barang kita,” ucap Nopal.

“Iya sebentar lagi,” ucap Jordi yang baru bangun. Nopal langsung bangun dan mandi. Setelah selesai mandi Ia membangunkan Jordi untuk bangun dan mandi, Jordi pun bangun dan mandi. Jam 10 pun tiba mereka berdua di jemput oleh sopir jam 10.30 untuk ke bandara, mereka berdua turun ke lobi untuk check out dari hotel, setelah itu langsung ke bandara. Setibanya di bandara mereka menyalakan kameranya untuk penutupan vlog.

“Halo selamat pagi semuanya, hari ini cuacanya sejuk ya Nop,” ucap Jordi.

“Iya nih pagi ini cuacanya enak tidak panas tidak dingin jadinya pas, ” jawab Nopal.

“Oke semuanya jadi ini adalah penutupan dari perjalan aku dan Nopal di negara bollywood ini atau India, sekian terima kasih atas dukungan dan doanya

- 99 -

dari kalian semua, Nopal pun juga sama berterima kasih,” ucap Jordi.

“TERIMA KASIH SEMUANYA!” Teriak Nopal kepada viewers. Kamera pun di matikan dan mereka berdua masuk ke bandara untuk melakukan cek bagasi, tiket dan lain-lain. Jam 2 telah tiba dan mereka pun pulang ke Indonesia.

- 100 -

Cape Town

Oleh Qylan Luth Ghofran

Aku menatapnya tajam, tidak menunjukan sedikitpun rasa takut. Aku coba mengusap keringat di dahi, dan memasang kuda-kuda yang mantap. Malam itu sangat hening, hanya suara gemerisik daun di pohon-pohon tinggi yang bergesekan satu sama lain karena angin yang kencang. Aku juga tidak tahu bagaimana aku bisa berada di situasi ini, terdampar sendiri di hutan rimba, berhadapan dengan beruang buas. Situasi hidup atau mati.

Ini semua terjadi karena ide impulsif yang konyol yang aku pikirkan saat mengopi pagi ini. Rokok di tangan kanan dan secangkir kopi di tangan kiri. Pagi yang sempurna. Tetapi entah mengapa aku merasa jenuh dengan rutinitas yang sama setiap harinya. Aku tinggal di salah satu penthouse di kota New York. Menyetir Porsche 911 untuk mobil harian, dan bekerja sebagai detektif papan atas. Semua orang bermimpi-mimpi untuk mempunyai hidup sepertiku, tapi memang benar kata orang, manusia tidak akan

- 101 -

pernah puas. Bukannya tidak bisa bersyukur, tetapi memang sifat manusia untuk selalu ingin yang lebih, selalu ingin yang berbeda. Itu memang pola pikir yang kuterapkan hingga bisa sukses seperti ini. Aku besar di suatu desa kecil di Afrika bernama Cape Town. Kriminalitas dan kemiskinan yang merajalela membuat kehidupan di sana tidak nyaman. Dan keinginan untuk mempunyai hidup yang lebih baik membuat ku kerja keras sampai sukses. Meskipun sudah sukses sekarang, mereka hanya melihat manisnya saja, tidak tahu kerja keras dan pengorbanan untuk sampai titik ini sekarang. Belakangan ini aku sedang sibuk menangani kasus kekerasan gang, Tepatnya gang crips. Pusing memutar otak untuk mengalahkan dan memusnahkan gang crips ini.

Aku menghisap rokok, menyeduh kopi dan menghela napas.

“Im so tired of this crap, ” aku mengeluh bosan ke asistenku James selagi ia menuangkan kopi ke cangkirku yang sudah setengah penuh.

“Apa yang membuatmu berpikir seperti itu, tuan?” Ia bertanya

- 102 -

“Ntalah James, aku merasa seperti robot. Hidup seperti tidak ada sensasinya lagi, mengejar hal yang sama selama berbulan-bulan, menjalankan hari yang begitu-begitu saja,” aku menjawab.

“Aahahaha, terkadang saya bingung sama tuan. Kebanyakan orang bahkan tidak bisa membayangkan mempunyai hidup seperti tuan, tapi saya mengerti kok, memang sifat manusia seperti itu, normal untuk terkadang merasa jenuh,” ia jawab.

Aku hanya berdiam, menatap batang rokok yang perlahan terbakar menjadi abu.

“Istirahat tuan,” James lanjutkan

“Istirahat? Saya baru saja bangun james, hari baru mulai”.

“Hahaha, Bukan itu yang ku maksud tuan, pergi berlibur, cari tempat yang jauh dan bersantailah sampe tuan siap untuk kembali,” Ia jawab lagi.

Aku balik menundukan kepala, dan menyeduh kopi. Aku sudah mengunjungi hampir setiap negara, dan begitu-begitu saja, tidak ada esensinya lagi. Aku membutuhkan suatu hal yang baru.

“Cape town, tuan,” James berkata memecahkan heningnya ruangan

- 103 -

Aku menatapnya, hanya mematung, memikirkan tentang ide James itu yang datang entah darimana.

“Kota asal tuan, siapa tau seru bisa bernostalgia dan bertemu dengan kerabat lama”

“Tidak ada yang indah disana james, tapi itu tepat sekali yang saya butuhkan, suasana baru, kamu genius, James! Baiklah, pesankan satu tiket pesawat untuk siang ini juga, Business class” .

“Baik tuan”. Ia jawab. Perjalanan dari NYC ke Cape Town memakan waktu sekitar 14 jam, aku mendarat di Cape Town International Airport jam 4 pagi, langsung mengambil koper dan keluar mencari taksi. Terbit matahari sudah mulai terlihat sedikit, mewarnai langit dengan warna biru yang indah. Terlihat mobil kuning berjalan mengarah ke lobi bandara, gerimis membuat jarak pandang sedikit berkurang. Aku mengacungkan tangan menandakan sedang membutuhkan taksi. Mobil tersebut berhenti persis di depan ku.

“Hello sir, come in, ” pengemudi di dalam mobil itu menyapaku

- 104 -

Aku menaruh koper di bagasi dan memasuki mobil sembari menutupi kepala dengan jas karena gerimis.

“Where are you headed sir?” Ia menanyakan tujuanku.

“Ek is van hier, die naaste hotel asseblief, ” aku jawab dengan bahasa lokal disini, menjelaskan bahwa aku berasal dari sini dan sedang ingin mencari hotel terdekat untuk beristirahat.

“Wahahaha, Sawubona sir! Welcom,” ia tertawa seperti tidak percaya, menyapaku dengan sapaan daerah dan menyambutku dengan hangat.

“Sawubona!” Aku balas sapaannya.

Tiba di hotel, aku langsung mengganti baju dengan pakaian tidur, dan beranjak ke kasur untuk beristirahat. Hotel ini bukan seperti hotel bintang lima yang biasa aku kunjungi jika ke dubai, monaco, atau paris. Sangat sederhana, ukuran sekitar 9 meter persegi dengan kamar mandi kecil berisi shower, wastafel dan WC. tapi memang ini lah yang ku cari, suasana baru. Aku mematikan lampu di sebelah kasur dan memejamkan mata.

- 105 -

Esok paginya, aku mencari sarapan di toko swalayan dekat Hotel, roti selai coklat dan kopi kaleng. Memang bukan sarapan mewah, tetapi cukup untuk mengisi perut di pagi hari. Tidak ada yang berubah dari kota ini, bangunan yang berjejer di cat dengan warna mencolok. Kuning, pink, hijau. Anak-anak kecil yang bermain bola di jalan raya tertawa dan bersorak-sorak.

Hari itu aku memutuskan untuk mengunjungi salah satu tempat wisata di Cape town, yaitu Newlands Forrest. Hutan rimba yang indah, suasana yang baru, tepat sekali apa yang aku cari disini. Setelah bersantai di siang hari berjemur di pantai, Aku mencari taksi terdekat dan memberi tahu destinasiku.

Sampai disana aku melihat antrean untuk tour guide sangat panjang.

“Ah, mantap sekali, tepat sekali apa yang kubutuhkan sekarang,” aku sarkas mengeluh.

Karena antrean yang panjang, dan kesabaranku yang sudah mulai menipis, aku nekat memberanikan diri untuk memasuki hutan tersebut sendiri dengan peralatan minim. Hanya senter dan GPS dari HP. 15 menit berjalan mengikuti jalur, melihat pemandangan hutan yang, dengan udara yang sejuk dan suasana yang

- 106 -

sunyi. Terbawa suasana, tidak terasa aku melihat HP menunjukan jam 8 malam, saya harus balik untuk makan siang. Aku menatap kebawah untuk melihat arah jalur, tetapi tidak bisa terlihat jelas. Gawat, aku disini sendiri di tengah hutan dan tidak tau arah balik. aku membuka HP untuk melihat GPS, tetapi tidak dapat sinyal. Berpikir cepat, aku menekan tombol emergency di bagian bawah samping HPku, ini akan mengirim sinyal ke james agar ia bisa mengirim bantuan ke lokasi HP ini berada segera. Aku sedikit lega, menghela napas. Tetapi bantuan akan datang paling cepat satu jam, aku mengatur daun-daun sedemikian rupa untuk membuat bantalan agar aku bisa beristirahat. Rasa panik, cemas, takut, dan lelah campur aduk menjadi satu. Tetapi aku tetap mencoba untuk tenang. Memejamkan mata dan mencoba untuk istirahat sambil menunggu bantuan.

Aku berhasil melakukan itu sampai raungan beruang terdengar dari jarak sekitar 20 meter. Mataku langsung terbuka lebar, tetapi badanku mematung, tidak bergerak satu CM pun. Raungan tersebut terdengar lebih dekat dan dekat, aku bisa mendengar langkah kakinya memijak daun dan ranting. Hatiku

- 107 -

berdebar kencang sampai akhirnya aku memutuskan untuk berdiri. Aku tidak bisa menunggu bantuan james, aku harus mengambil aksi sekarang juga, ini situasi hidup atau mati. Aku mengambil ranting dari kananku, lumayan tajam seukuran stik bisbol, lalu memasang kuda-kuda yang mantap.

Beruang itu berjalan lebih kencang mengarahku, meraung lebih keras. Ia lompat ke arahku, aku sempat menghindar, tetapi cakar tangan kanannya mengenai bagian dadaku, aku terbanting ke pohon cukup keras. Entahlah, mungkin karena adrenalin sedang tinggi, aku tidak merasakan apapun saat itu. Aku kembali berdiri dan mengambil ranting tadi. Beruang itu berlari lagi ke arahku, siap untuk serangan ke dua. Ia lompat, aku menghindar ke arah kiri, dan ranting di tangan kananku menikam bagian leher beruang tersebut. Monster 120kg itupun tumbang di hadapanku. Aku pun juga terjatuh karena rasa sakit di dada. Aku dan beruang tersebut terbaring di tengah hutan, yang satu tak bernyawa yang satunya hampir tidak selamat. Tak lama pun bantuan dari James pun datang dan aku dilarikan ke rumah sakit terdekat sebelum dipulangkan ke New york.

- 108 -

Satu minggu berlalu, saya masih belum bisa bekerja. Masih hanya bisa berbaring. Kekerasan gang di NYC bertambah banyak dengan salah satu detektif inti NYC hanya berbaring di kasur. Tulang rusukku mengalami patah minor, tidak fatal tapi memang belum bisa digunakan untuk beraktivitas, tetapi satu hal yang saya dapat dari kejadian itu adalah, “hit them when they expect it least” . “Serang mereka saat mereka tidak menduga”. Saya langsung kepikiran sesuatu.

“James!, sini!” aku menyaut

“Ya tuan” ia menjawab

“Perintahkan serangan ke basecamp crisp, ke NYPD, libatkan SWAT, dan siapapun lah itu. Bilang perintah dari saya ” .

“Maaf tuan, bukannya saya ingin ikut campur, tapi apakah itu sungguh keputusan yang paling tepat?” james bertanya

“You gotta hit them when they least expect it james, ketua detektif sedang sakit, mereka berpikir mereka bebas bisa melakukan apa saja di luar sana, sekarang adalah waktu yang sempurna jika kita ingin membuat perlawanan, mereka tidak akan menduganya.

“Baik tuan, akan saya sampaikan segera ” .

- 109 -

Membawa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Oleh Radhiya Adelio Irgi

Perang. Tidak ada yang siap untuk pergi melalui perang. Bahkan saya, yang bekerja untuk organisasi respon kemanusiaan PBB (OCHA) Divisi Indonesia, belum siap ketika tiba di depan pintu kami di Kyiv. Pada 24 Februari, ketika Pasukan Rusia menyerang beberapa kota di Ukraina, suami saya membangunkan saya pada pukul 6 pagi dan berkata, “Mereka menyerang kami.” Saat itu, saya tidak terbiasa mendengarkan ledakan atau sirene, jadi saya entah bagaimana tidur melalui semua kebisingan. Sisa hari itu adalah pengepakan yang kabur, dan sore itu kami melintasi negara dengan mobil, mengemudi selama lebih dari 20 jam dan berakhir di oblast Chernivitsi.

Tidak seperti saya, ibu saya yang tinggal di oblast Zaporizhzhia di Selatan-Timur Ukraina, memutuskan untuk tidak pergi. Seperti ratusan ribu orang lainnya, dia berkata:

- 110 -

"Miy dim tut, i ya nikudy ne pidu. Rumah sakhya di syi-ni." Kata dia dengan apa yang tersisa dari bahasa indonesianya.

“Mama, my mozhemo stukaty. Pulang ke Indoneziya! Pulang. ydy dodomu. ”

Dia sempat mempertimbangkan untuk melarikan diri ketika rudal menghantam pusat perbelanjaan di sebelah gedung apartemennya pada bulan Mei, menghancurkan jendelanya. Sebaliknya, dia menutupi jendela dengan terpal plastik.

“Tidak laghi, miy sonyashnyk. ”

"Saya tidak melihat intinya, mereka bisa pecah lagi, zlamanyy!" Katanya, dan melanjutkan hidupnya.

Sejak awal, saya menyaksikan dengan ngeri ketika tentara Rusia maju menuju Zaporizhzhia mengambil kota-kota kecil di sepanjang jalan. Akhirnya kemajuan berhenti sekitar 50 kilometer dari kota. Setelah berminggu-minggu memohon ibu saya untuk

- 111 -

pergi, saya akhirnya menyerah, mengikuti dia melalui panggilan telepon yang cemas sebagai gantinya.

Sirene udara telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Ukraina.

Kemudian, pada bulan September, tujuh bulan setelah dimulainya perang skala penuh, saya akhirnya memiliki kesempatan untuk pulang ke Zaporizhzhia dalam tugas bersama OCHA untuk mengumpulkan cerita dari orang-orang yang terkena dampak perang.

Kota menyambut kami dengan pawai Zaporizhian tradisional, melodi energik yang kuat yang disiarkan di pengeras suara di stasiun kereta api, persis seperti sebelum perang. Tapi detektor logam dan pemeriksaan paspor masih baru. Setelah selesai dan selesai, kami berkendara ke pusat kota, dan saya terkejut melihat berapa banyak pejalan kaki memenuhi jalan-jalan.

Kami menuju ke pusat kolektif yang sekarang menjadi rumah bagi sekitar 35 orang telantar, terdiri dari keluarga dan beberapa guru yang mengungsi. Di sana, saya bertemu Anna, seorang guru dari sebuah

- 112 -

desa dekat kota Berdiansk, yang telah diambil oleh militer Rusia.

Anna berkata bahwa dia punya pilihan – bekerja sama dengan otoritas baru dan mulai mengajar anak-anak kurikulum Rusia, atau pergi.

Dia pergi.

Dia sekarang mengajar anak-anak telantar di Zaporizhzhia dan mengatakan beberapa mantan muridnya diam-diam bergabung dengan kelasnya secara daring. Dia mendapatkan kekuatannya dari membantu anak-anak, katanya. Dan mereka membutuhkan dukungan emosional. Sebagian besar merindukan rumah mereka, rasa normal.

“Saya meminta anak-anak untuk menggambar tempat favorit mereka. Saya terkejut, karena biasanya anak-anak menggambar taman air dan pusat hiburan, tetapi di sini anak-anak hanya menggambar rumah mereka.”

Salah satu anak yang tinggal di sana adalah Yehor, berusia 11 tahun, yang melarikan diri bersama

- 113 -

keluarganya dari Orikhiv, sebuah kota yang terletak 60 kilometer dari Zaporizhzhia, dan yang telah dihancurkan dalam serangan hampir setiap hari sejak Maret. Yehor tampak hampir hancur meskipun secercah anak riang yang mungkin pernah dia pancarkan.

“Sulit untuk mendapatkan teman baru di sini –banyak anak datang, tetapi banyak juga yang segera pergi,” katanya kepada saya. Siang itu, kami menuju ke tempat bus datang setiap setengah jam dengan pengungsi baru, beberapa hari membawa sebanyak 2.000 orang. Kedatangan disambut oleh LSM, termasuk World Central Kitchen, yang memberi mereka makanan panas, dan lainnya termasuk ADRA dan Proliska, Posmishka yang membantu dengan beberapa barang dasar sebelum mendukung mereka dengan rencana selanjutnya. Beberapa pekerja kemanusiaan di sana mengatakan kepada saya bahwa banyak orang pergi dengan tergesa-gesa sehingga mereka tiba tanpa membawa apa-apa – tanpa pakaian, tanpa makanan atau uang.

- 114 -

Kami menghabiskan waktu berjam-jam berbicara dengan orang-orang dan mengumpulkan setiap jenis cerita – beberapa ditandai dengan harapan, yang lain ketakutan dan kehancuran. Pengungsi transit melalui Zaporizhzhia, di mana mereka dibantu oleh organisasi lokal untuk mencapai tujuan yang lebih aman di Ukraina barat, atau di luar negeri.

Saat di sana kami bertemu Vasyl, berusia 60 tahun, dari sebuah desa di oblast Khersonska yang sekarang berada di bawah kendali Pasukan Rusia. Vasyl pada awalnya enggan untuk berbicara, tetapi setelah beberapa saat dia mendekati kami untuk menceritakan kisahnya yang mengganggu setelah pengambilalihan desanya.

“Para prajurit membawa penduduk desa satu demi satu dan membawa mereka ke ruang bawah tanah,” katanya kepada saya.

"Begitu di ruang bawah tanah, seorang pria tidak punya pilihan bekerja sama dan melakukan apa pun yang mereka minta dan mencoba melarikan diri, atau mati."

- 115 -

Seorang warga desa memperingatkan Vasyl bahwa dia mungkin akan diculik berikutnya, jadi dia melarikan diri dengan bantuan seorang teman pada hari yang sama. Vasyl tidak tahu perhentian berikutnya – dia hanya bisa berpikir satu hari pada satu waktu.

Tapi sebelumnya, kami memiliki satu perhentian terakhir - untuk mengunjungi ibu saya, yang terakhir saya lihat pada Natal pada bulan Januari tahun ini. Kami duduk di dapur, dan dia terus memberi tahu saya bahwa dia baik-baik saja.

"Povnyy, shaya miyliki semua yang saya boutuhkan," desaknya. “Saya mencoba prohulyuyuchysʹ , berjalan-jalan, ke Dubovka [taman besar di dekatnya]. Disana sanghat tenang dan menyenangkan.”

Ketika saya pergi, dia memberi saya sweater yang telah dia kaitkan untuk saya. Merajut membantunya tetap tenang, katanya, di tengah trauma perang. Dari jendela, saya bisa melihat mal tempat saya biasa berbelanja dan pergi ke bioskop, kini atapnya tertiup angin.

- 116 -

Satu minggu setelah kunjungan kami, Zaporizhzhia diserang oleh rentetan misil. Banyak gedung apartemen rusak atau hancur, dan sebuah misil mendarat di taman tiga blok dari rumah ibu saya. Saya menghabiskan banyak hari dengan kecemasan bahwa dia mungkin dalam bahaya. Sekali lagi, saya berharap bisa membujuknya untuk tinggal bersama saya di Kyiv. Dan kemudian, seminggu setelah serangan Zaporizhzhia, Kyiv sendiri dibombardir oleh drone dan rudal yang menyerang pembangkit listrik tetapi juga taman, gedung apartemen, dan persimpangan yang sibuk. Namun, ada perbedaan kali ini.

Saya tidak lagi takut. Saya telah terbiasa dengan ketakutan yang tak ada habisnya.

Tapi saya tidak bisa terbiasa dengan kekhawatiran tanpa akhir tidak hanya tentang ibu saya yang terjebak di tengah kekerasan, dan semua orang di negara saya yang hidupnya telah dijungkirbalikkan oleh perang ini.

- 117 -

Mengalami Italia

Oleh Rafael Kenneth

Keluarga adalah sebuah konsep yang sangat penting bagi warga-warga Italia. Mereka menjaga solidaritas bukan hanya dengan keluarga utamanya, tetapi juga dengan keluarga besarnya. Joni adalah seorang pengusaha yang pergi ke Italia untuk mengembangkan bisnis toko rotinya. Ia awalnya hanya bekerja di negara asalnya, Indonesia. Dia lulus sekolah kuliner pada tahun 2004. Sekarang dia sudah lumayan puas dengan kehidupannya. Sudah 13 tahun dia berjuang keras dalam toko rotinya. Tetapi ia merasa bahwa bisnisnya tidak berkembang sama sekali saat masih di Indonesia. Dia sangat bosan dan ingin pergi berlibur ke tempat lain di luar negara Indonesia, seperti Italia mungkin? Untungnya, Joni memiliki koneksi dalam bentuk teman dekatnya dari kuliah kuliner, yang bernama Marco, seseorang dari Italia.

“Weh Marco, udah lama ga ketemu ya, kamu lagi ngapain di Indo lagi?” Kata Joni.

- 118 -

“Hei Joni, kan kamu tahu saya itu sudah buka restoran di Italia, kamu mau ke sini ga? Buat belajar ini itu? Kan, sudah lama ga ketemu, lagian juga keliatan bosan sekali kamu,” ucap Marco.

Joni berpikir singkat. “Yaudah deh, memang benar saya lagi bosan di sini, udah lama ga berkembang bisnis saya ini.”

Setelah itu, Joni pergi bersiap untuk berkunjung ke Italia.

“Woi Joni, kamu sudah siapin belum barang kamu? Kan aku udah tahu kamu suka lupa ini itu, inget ga dulu pas pergi touring ke korea kamu lupa bawa sepatu, kita ketawain kamu pas waktu itu, ngakak,” kata si Marco.

“Hahaha. Lucu banget ya, yaudah, sini, bantuin aku kalo aku lupa ini itu lah ya, biar aku ini ga diketawain lagi.” jawab si Joni, dengan sangat tidak antusias.

“Yaudah, sini, aku bantuin kamu biar ga ketinggalan apa-apa, ” kata Marco sambil menahan ketawanya, mengingatkan masa lalu dimana si joni lupa bawa ini itu.

- 119 -

Setelah marco bantu si Joni menyiapkan barang barang yang dia perlu pake untuk ke Italia, dia sendiri juga mulai menyiapkan barang dia sendiri yang dia sendiri akan pakai untuk ke Italia.

Setelah keduanya Joni dan Marco selesai bersiap siap ke Italia, mereka beli tiket pesawat untuk ke Italia.

Marco sudah dari awal sejak lulus dari kuliah pergi bekerja di Italia sebelum lulus pun dia sudah lahir di Italia. Tetapi setelah lulus, ia mendirikan bisnis restoran yang sukses, walaupun menghadapi banyak halangan dan tantangan dalam perjalannya. Joni menerima pendapat dari temannya Marco yang memberitahu Joni bahwa dia dapat bekerja di tokonya di Italia agar bisa mendapati pengalaman bekerja di luar negeri. Untungnya, Joni sudah belajar untuk berbicara bahasa Italia.

Joni mulai bekerja di tempat temannya, Marco, setelah dia belajar tentang beberapa hal yang perlu diketahui saat bekerja di dalam restorannya. Hal-hal yang dianggap kecil seperti jika ada roti di meja makan, roti tersebut tidak boleh dimakan sebelum makanan utama. Hal lain yang diberi tahu oleh Marco ke Joni adalah bahwa minum kebanyakan itu nggak boleh.

- 120 -

“Oh, makasih ya Marco!” Kata Joni

“Sst. ga boleh berisik banget, ga sopan juga,” jawab Marco

“Lah? Itu juga nggak boleh ya? Baru tahu, padahal aku pikirin mereka gak ada masalah sama sekali kalau aku ini berisik…,” kata si Joni.

“Selain itu, kamu juga perlu ganti baju, pakai baju kayak yang lagi kamu pakai itu nggak sopan, paling enggak pake celana panjang ato apa begitu,” kata si Marco

“Btw, kalau lagi beli ini itu, harus sabar, kalau udah ada orang yang di depan ga boleh motong, nanti diomelin,” kata si Marco.

“Ohh, ada apa lagi ya yang aku perlu pikirin kalo aku pengen kerja di sini?” Tanya si Joni.

“Yahh, yang penting tau sopan aja lah ya? Pasti udah tahu dong gimana caranya buat begitu…,” jawab Marco.

“Oke, Marco!” Jawab Joni.

Walaupun sudah dikasih tau, si Joni masih belum mengerti perbedaan di antara kultur dan sopan santun di Italia.

- 121 -

Suatu hari si Joni bangun telat karena jam alarm si Joni habis baterai dan tidak berbunyi atau bekerja saat diperlukan. Jadi dia tidak sempat makan sarapan di dalam rumahnya, dia terpaksa pergi keluar dan makan sekalian dia jalan.

Ternyata, hal yang dilakukan si joni itu sangat tidak sopan dan beberapa orang Italia meneriaki si Joni karena dia makan dengan tidak benar dengan makan sambil berjalan.

“Dasar kamu turis tidak benar! Mana ada coba yang makan sambil jalan, betapa menjijikan kamu ini!” (atau “La tua base turistica non va bene! Come osi mangiare in viaggio, quanto sei disgustoso!” Dalam bahasa Italia) kata orang Italia yang ngamuk itu. Walaupun bingung, Joni minta maaf dengan orang Italia itu.

Si Joni pun terkejut karena respon yang dia tidak mengerti ini. Ia tidak mengerti bahwa orang Italia melihat hal kecil seperti saat seseorang makan sambil jalan itu sangat tidak sopan dalam kultur Italia.

Joni pun menyadari seberapa bedanya kultur Italia dibanding kultur Indonesia. Dia tidak tahu tentang musik-musik ataupun hal-hal lain yang sedang

- 122 -

tren pada saat itu. Walaupun si Joni sudah di Italia beberapa hari, ia masih mengalami masalah dengan berkomunikasi dengan warga-warga yang tinggal di Italia. Joni akhirnya mulai hari pertamanya bekerja di restoran temannya di Italia, dimana dia menggunakan hal-hal yang dia alami dalam waktu singkat dimana si Joni tinggal di Italia, hal-hal yang Joni sebelumnya tidak tahu, seperti menggunakan pakaian yang rapi dan sopan saat keluar, tidak boleh makan sambil jalan, dan hal lain-lain seperti itu

- 123 -

Dino Dino Kemana Dino Pergi?

Oleh

Sarah Nadine

Dino terbangun di suatu pagi karena mimpi buruknya, yang membuat dirinya berpikir bahwa ia adalah dinosaurus yang sudah punah beberapa abad lalu. Walaupun namanya memang Dino, Dino adalah lelaki yang rupawan, berkacamata, tinggi, atletis, dan berprestasi. Setelah terbangun dari mimpinya yang aneh, Dino segera turun ke dapur untuk sarapan bersama Ibunya, Ayahnya sudah tidak ada sejak Dino berumur 12 tahun. Dino tinggal hanya berdua bersama Ibunya. Setelah sarapan Dino merapikan tasnya dan mandi untuk berangkat ke sekolah. Dino adalah seorang yang perfeksionis segalanya harus rapi dan terorganisir. Kalau tidak rapi pasti ia akan langsung pusing dan melihatnya kalau secara psikologis itu disebut OCD. Dino sekarang adalah siswa SMA kelas 12. Setelah bersiap siap ia mengeluarkan mobilnya dari garasi dan berangkat. “Dadah Mah, aku berangkat dulu ya, ” ucap Dino.

- 124 -

“Iya, Nak, Hati-hati ya!” Ucap Ibu Dino. Sesampainya Dino di sekolah, ia langsung masuk ke kelas yang berada di lantai 4 dan memulai pelajaran. Di sekolahnya Dino kerap dipanggil “kutu buku ganteng” karena walaupun Dino tidak belajar malam hari sebelum ujian, ia tetap mencapai nilai tertinggi di sekolahnya. Murid lain juga kebingungan kenapa bisa gitu, apakah Dino menggunakan sihir? Atau santet? Entahlah yang pasti Dino adalah anak yang cerdas.

“Pagi semua!” Saut Dino pada teman teman kelasnya.

“Eh Dino,” balas Vinan. Vinan adalah sahabat Dino sejak kelas 6 SD.

“Eh Dino, itu ada anak baru katanya sih pindahan dari Jepang, jauh amat ya, ” kata Vinan.

“Hah? Jepang? Buset ngapain dia pindah ke sini padahal enakan di Jepang,” kata Dino. “Gatau coba samperin yuk,” kata Vinan.

“Halo, namanya siapa?” Tanya Vinan yang sedang mendatangi anak baru. Anak barunya hanya terdiam karena malu.

- 125 -

“Oh ga ngerti Bahasa Indonesia dia rupanya, ” kata Dino.

“Ngerti, sedikit kalau pelan-pelan,” kata anak Jepang. “Bisa ternyata dia Vinan,” kata Dino “Nama saya Hirotaka.”

“Eh, kebetulan aku sama Vinan mau ke Jepang ni akhir Tahun,” kata Dino.

“Bareng aja gimana, soalnya aku juga mau pulkam ni!” Sambung Hirotaka. “Boleh!” Kata Vinan. Akhirnya memasuki akhir tahun, di Jepang sudah bersalju banyak. Dino, Vinan, dan Hirotaka sudah menyelesaikan semua tugas dan ujian akhir semester, akhirnya mereka dapat berlibur ke Jepang tanpa ada beban. Mereka berangkat hanya bertiga tanpa orang tua karena di Jepang akan ada orang tua Hirotaka yang menjadi pengawas mereka.

“Dingin banget! sedingin dia,” keluh Vinan.

“Ah, bisa aja ni orang, galau kah?” Keluh Dino. “Di sini banyak perempuan cantik kok, tinggal pilih, bukan,” sebut Hirotaka. “Iya juga,” sebut Vinan

- 126 -

“Eh, itu koper kita barisin dong ga enak diliatnya,” sebut Dino.

“Elah orang OCD gini amat yak,” sebut Vinan.

“Iya iya ini dirapihin,” sebut Hirotaka.

Setelah merapikan koper, mereka bertiga dijemput oleh kakek Hirotaka, badan kakeknya yang masih kekar dan dipenuhi oleh tato, katanya sih disebut “Yakuza”.

“Baru tau ada organisasi kriminal yang diakui oleh pemerintah, coba di Indonesia ada pasti gue jadi pemimpinnya,” sebut Vinan.

“Diem aja deh,” kata Dino.

“Yakuza ikut direkrut oleh pemerintah Jepang dalam aksi pendudukan di Manchuria dan Tiongkok oleh Jepang tahun 1930-an,” penjelasan dari Hirotaka.

“Gue kira lu pendiam, ternyata bisa juga ngejelasin sejarah asal muasalnya ya, ” kata Dino.

“Kenapa? Kalian mau jadi seperti saya?” Tanya Kakek Hirotaka dengan muka menyeramkan.

“Enga!” mereka bertiga secara bersamaan membalas.

- 127 -

“Bercanda aja, jangan seperti saya yang ada kalian langsung mati, kalian ikut saya sekarang bisa aja tiba tiba ada kecelakaan.” sebut kakek Hirotaka.

“Jangan takutin gitu dong,” sebut Dino ketakutan.

Dalam perjalanan yang singkat dari bandara menuju rumah Hirotaka itu dipenuhi tawa, mereka melewati beberapa toko yang belum pernah mereka lihat sebelumnya bahkan tidak ada di negara-negara lain.

Sesampainya di rumah Hirotaka, mereka dikejutkan oleh berita bahwa nenek Hirotaka saat itu meninggal akibat orang yang dendam dengan kakeknya Hirotaka. Berita ini membuat kakek Hirotaka sangat marah, tatapannya yang memberi kesan ingin membunuh seluruh orang di ruangan tersebut. Kakeknya memberontak dan mulai memecahkan seluruh hal dalam ruangan tersebut dan lari memanggil bawahannya untuk menangkap orang orang yang telah membunuh istrinya.

“Eh, kita ga usah ikut campur, ” bisik Dino. “Iya, takut nih kalau urusannya ginian,” bisik Vinan.

- 128 -

“Hirotaka? Lu ga apa-apa?” Tanya Dino.

Tanpa disadari, air mata Hirotaka sudah mengalir setelah mendengar bahwa neneknya meninggal.

“Duduk dulu,” bisik Hirotaka pelan sambil ia jalan ke arah kakeknya.

“Ah, gamau ni kena juga ni nanti kena bunuh gimana ya, ” khawatir Vinan.

“Tidak kok, udah jangan terlalu dipikirin kita cukup duduk diam manis aja,” kata Dino.

“Iya siapa tau ada sodara Hirotaka yang cantik hehe,” kata Vinan.

“Elah pikirannya perempuan mulu,” kata Dino.

“Ya, dari pada mikirin mati,” kata Vinan.

Melihat keadaan di rumah Hirotaka, Dino, dan Vinan mulai khawatir dengan Hirotaka, sudah 1 jam mereka menunggu Hirotaka kembali.

“Maaf nunggu lama, kalian harus nya bersenang-senang di sini malah jadi gini,” kata Hirotaka.

“Enga kok, apapun itu kita siap membantu!” Kata Dino.

“Khawatir dikit sih,” kata Vinan.

- 129 -

“Gimana tadi?” Tanya Dino.

“Iya, tadi ketemu orang yang dibunuhnya dengan cara dihajar langsung sama kakek bukan sama anak buahnya, biasanya dia suruh anak buahnya, tapi karena sekarang keadaannya berbeda. Jadi dia turun tangan sendiri. Itu sampe babak belur orangnya, ” penjelasan dari Hirotaka.

“Kalian mau makan?” Tanya kakek Hirotaka yang tiba-tiba datang.

“Ga apa- apa, nunggu urusan kalian selesai aja,” jawab Dino.

“Iya santai aja,” kata Vinan.

“Tadi Hirotaka ikut berantem loh, itu babak belur setengahnya karena Hirotaka,” kata pria tua bertato itu.

“Gila banget!” Dino dan Vinan terkejut.

“Habis ini mau ada upacara kremasi nenek, ikut?” Tanya kakek dan Hirotaka.

“Ikut dong!” Jawab Dino.

Upacara kremasi pun dimulai, Dino dan Vinan hanya melihat dari jauh sampai upacara selesai. Setelah upacara selesai, mereka makan bersama anak buah kakek Hirotaka juga, karena hari sudah malam mereka

- 130 -

akan mulai perjalanan menjelajahi Jepang esok paginya saja.

- 131 -

Rusia Indah, Bukan?

Oleh Sultan Muhammad

“Ring … Ring … ” alarm weker Tito berdering di meja sebelah kasurnya. Tito mencoba untuk membuka matanya, dan akhirnya Ia berhasil membaca jam wekernya. 6:47. “Astaga…,telat lagi dong aku!” Kata Tito dengan kesal dalam hatinya. Tito merupakan seorang remaja berumur 17 tahun yang sedang duduk di bangku SMA dan tinggal di Jakarta. Ia gemar berpergian, dan sering diajak jalan ke luar negeri oleh orang tuanya.

“TITOO!!” Teriak bundanya dari luar kamarnya.

“Yaa, Buu…,” jawab Tito sambil keluar dari kamarnya.

“Udah jam segini kok belum mandi? Sarapan udah siap nih, makan dulu deh!” Ujar Bundanya.

Setelah Tito usai mandi dan makan sarapannya, ia berangkat ke sekolah. Seperti biasa, perjalanannya ke sekolah selalu macet kalau pergi kesiangan. Tapi yaa, namanya juga Tito. Pada saat ia sampai di sekolah ia

- 132 -

bertemu dengan sahabatnya yang bernama Borin di kelas matematika. Borin merupakan sahabatnya sejak SD. Ia sudah kenal sekali dengan orang yang bernama Tito, dan ia sangat menyayanginya.

“Bor, duduk sebelah gua deh,” ujar Tito sambil menarik kursi dari bawah meja.

“Ada apa,To?” Tanya Borin.

“Gua lagi seneng banget nih, nyokap gua ngajakin pergi lagi,” jawab Tito.

“Wah yang bener,To? Diajak ke mana lagi?” Tanya Borin lagi.

“Gua diajak pergi ke Rusia nanti bulan Januari,” jawabnya dengan muka tersenyum.

“Waahh, keren banget To. Rencana mau kemana aja nih?” Kata Borin.

“Belom tau sih, tapi insyaallah seru dehh,” ujarnya. Selepas dari sekolah, Tito pergi ke warung langganannya untuk membeli gorengan untuk sorenya. Setelah itu, Tito pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, ia disambut oleh Bundanya yang memegang tiga lembar tiket pesawat dalam genggamannya. Mata Tito terpaku ke tiket tersebut. Ia ingin mengucapkan

- 133 -

sesuatu, tetapi tidak ada sepatah kata pun yang terlepas dari lidahnya.

“Surprise…!” Ujar Bundanya dengan nada yang senang.

“Bunda … itu tiket apa?” Tanya Tito.

“Ini tiket pesawat kita bertiga untuk ke Rusia, Sayang,” jawab bundanya.

“La … lah! Bukannya ke Rusia masih bulan Januari ya!?” Kata Tito terkaget-kaget.

“Iya, Sayang, kita akhirnya dimajuin tanggalnya biar ga kena musim dinginnya,” jawab Bundanya.

“Wah, yang bener Bun! Kita jalannya tanggal berapa dong?” tanya Tito

“Jadinya bulan Juni, sayang. Tanggal 23,” jawab bundanya.

“Wah, oke deh Bunda! Makasih banyak!” Kata Tito sambil lari ke pelukan Bundanya.

*Tiga bulan kemudian*

Alarm weker Tito berdering dengan keras, membangunkan Tito. Ia bersusah payah membuka matanya, dan akhirnya ia melihat jam di wekernya, 7:40.

- 134 -

“Astaga! Aku telat banget!” Kata Tito dalam hati sembari terkejut.

Ia langsung bergegas keluar dari tempat tidur, membereskan tempat tidur, sholat subuh, dan bergegas mandi. Dengan kondisi rambut yang basah, dasi yang tidak rapi, dan kemeja yang masih lecek, Ia duduk di meja makan dan melihat tidak ada makanan yang tersedia disana. Lalu, Ia berjalan ke dapur untuk bertemu Bundanya, namun Ia tidak ada disana. Akhirnya, Ia jalan ke kamar Bundanya dan membuka pintunya pelan-pelan. Di dalam kamarnya, Ia melihat Bunda dan Ayahnya yang tertidur pulas.

“Lah, kok masih pada tidur ya?” Kata Tito ke dirinya.

“Bun … Bun,” kata Tito sambil menyolek Bundanya. Bundanya Tito langsung kebangun dan kaget melihat Tito berseragam dan sudah terlihat siap berangkat sekolah.

“Bun, kok sarapan belom ada di meja makan?” Tanya Tito dengan suara yang pelan.

- 135 -

“Astagfirullahaladzim Tito, hari ini kan hari minggu, kamu ngapain udah rapih banget?” Jawab Bundanya dengan heran.

“Loh … beneran bu?” Kata Tito dengan nada yang kaget dan sedikit kecewa.

Ia melihat kalender yang terpaku ke dinding kamar Bundanya. Minggu, 22 Juni, 2022. Di sebelah tanggal hari itu, tanggal 23 dilingkari dengan spidol merah yang tebal, dengan tulisan “Russia Trip”. Pada saat itu, Tito baru saja ingat, besok adalah hari keberangkatannya ke Rusia!

Siangnya, Bundanya menyuruh dia untuk packing semua baju yang dia akan pakai selama di Rusia. Ia membawa kaos, jaket, sweter, hoodie, celana jeans, dan masih banyak jenis pakaian lagi. Ia tidak mau salah kostum pada saat dia di Rusia, makanya ia ingin membawa baju terbaiknya. Ia memiliki ekspektasi yang sangat tinggi untuk Rusia, Ia ingin bertemu dengan warga lokal setempat dan mengalami semua budaya yang terdapat disana.

“Tito … Udah rapih?” Tanya Bundanya.

“Iya, sudah Bunda,” jawab Tito.

- 136 -

Ia mengemas semua barang bawaannya untuk di pesawat ke dalam sebuah tas ransel hitam. Ayahnya memesan taksi untuk berangkat ke bandara. Bunda sendang mengemas semua barang bawaan, dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Jam dinding sudah menunjukkan jam 8:29; karena penerbangan mereka jam 2 siang, mereka segera berangkat. Sesampainya di bandara, Tito, Bunda, dan Ayah langsung menuju baggage check-in untuk menaruh koper-kopernya. Tito sangat rindu dengan suasana ini; Ia sudah lama sekali tidak ke bandara dan berjalan-jalan. Sinar matahari yang hangat bersinar ke mukanya, harum bandara yang begitu unik, dan dering speaker pengumuman yang mengiringi suasana bandara.

“Ayo nak, kita bentar lagi udah mau boarding,” ujar bundanya.

“Oke bun,” jawab Tito.

Tak lama kemudian, roda pesawat berputar dan mereka pun lepas landas.

“Bismillah … ” Kata Tito kepada dirinya. Enam belas jam kemudian, Tito terbangun dari tidurnya yang ketiga itu. Ia telah mendarat di Moscow, ibukota negara Rusia. Pada saat itu, Tito menyadari

- 137 -

bahwa satu minggu kedepannya akan menjadi minggu yang paling berkesan baginya. Ia memang bercita-cita bepergian ke Rusia karena selain kegemarannya dalam bepergian, Ia juga sudah mempelajari budaya Rusia di berbagai artikel dan menonton banyak video tentangnya, dan Ia sangat tertarik dengannya. Sesampainya di hotel penginapannya, Bunda dan Ayahnya Tito naik ke lantai ruangan mereka menginap untuk meletakkan barang bawaannya. Seusai itu, mereka bareng-bareng pergi lagi untuk mencari makan malam di restoran. Ayahnya memesan taksi untuk ke restoran tersebut, dan mereka pun berangkat. “Spasiba … ” Ujar Tito kepada sopir taksi tersebut. Ia telah belajar beberapa kata yang dasar dalam bahasa Rusia untuk berkomunikasi ke warga lokal setempat. Arti kata yang dia telah ucapkan berarti “terima kasih”, namun sopir taksi itu tidak menjawabnya. “Aneh, kok dibilang terima kasih tapi ga jawab ya?” Tanya Tito kepada dirinya. Ia memikir bahwa mungkin sopir taksi tersebut tidak mendengarnya, atau sedang memiliki hari yang buruk.

- 138 -

Sesampai di restoran tersebut, Tito dan keluarganya duduk di kursi yang beralas tebal, dengan motif restoran tradisional di Rusia. Menurut Tito, restoran tersebut terlihat tua dan tidak layak untuk digunakan. Selain itu, makanan yang Ia pesan tidak sesuai ekspektasinya, makanannya kering dan tidak berbumbu.

“Dih, kok kayak gini banget ya? Ga sesuai harapan aku nih,” kata Tito. “Titoo, gaboleh gitu. Kita harus bersyukur sama makanan yang kita punya sekarang,” jawab bundanya. Akhirnya, mereka kembali ke hotelnya untuk beristirahat. Pada keesokan harinya, mereka memutuskan untuk pergi ke tengah kota untuk mengeksplorasi kehidupan Moscow. Namun, pada saat Tito berkeliling dan melihat warga setempat, Ia melihat tampak muka yang kosong dan tidak ada satu orang pun yang memiliki ekspresi. “Zdravstvuy..” ujarnya kepada salah satu pedagang makanan di pinggir jalan. Pedagang tersebut hanya menjawab dengan alis mata yang dinaikkan.

“Orang-orang disini kok jutek semua ya… ” Kata Tito kepada dirinya.

- 139 -

“Bunda, Ayah, kok aku jadi kurang betah ya disini; Rusia ga hidup sama sekali, ga mirip banget sama yang aku tahu,” kata Tito.

“Yaa, mungkin emang beda kali To, kan namanya juga narasi dibandingin sama realita. Coba enjoy aja waktu kita disini,” jawab Ayahnya.

Tentunya, Tito tidak bisa menikmati waktunya di Rusia. Ternyata, ekspektasi yang dia miliki untuk Rusia sangat beda dengan realita, sementara ia masih ada enam hari lagi di sana …

Bersambung……

- 140 -

Jembatan Menuju Kedewasaan

Oleh Zavier Naafi Rahmansyah

Bergabung dalam kehidupan universitas, bukan merupakan masalah bagi sebagian orang. Meski demikian, banyak orang yang mengalami kesulitan karena tidak siap dalam menghadapi perubahan dari remaja ke dewasa. Hal ini juga dialami oleh Ari, salah satu mahasiswa jurusan teknik mesin, Universitas Indonesia, yang mengalami kesulitan dalam kehidupannya di universitas. Seperti yang diketahui banyak orang, ia merupakan anak yang sangat berprestasi pada masa SMA nya. Memenangkan banyak kejuaraan serta olimpiade tidak membuatnya sebagai mahasiswa yang dikhususkan dalam universitas tersebut.

“PROJEK KAMU DIMANA!!!” Teriak seorang dosen kepada Ari.

“Maaf Pak, agak susah ini pak sebe…,” Ari mencoba membela diri.

- 141 -

“GAK

ADA KAYAK GITU DALAM KERJA TAU

GAK!!! Gak ada nilai buat kamu. KELUAR!” Dosen tersebut melanjutkan amarahnya.

Ari keluar dengan rasa campur aduk. Ini baru semester pertama dalam kuliah dan ia sudah mengacaukan sebagian hal dalam hidupnya. Ia pulang ke kamar asramanya. Dengan frustrasi, ia membanting pintu kamarnya.

“Kriiing…Kriiing…Kriiing…Kriiing…Kriiing,” suara bel pintu berbunyi. Ari segera membuka pintu.

“Pagi, dengan Mas Ari dari Lombok ya?” Tanya seorang pengantar surat.

“Iya benar. Saya Ari,” ucap Ari.

Surat tersebut dikirim oleh ibunya yang tinggal di kampung halaman Ari. Ari duduk di atas kasur. Sambil beristirahat, ia perlahan membuka surat kiriman tersebut.

“Assalamu’alaikum. Halo nak, gimana kabarnya nih? Ibu sama adek alhamdulillah baik di sini. Ayah masih dinas, bentar lagi pulang kok. Kalo kamu udah punya uang lebih, sempetin buat pulang ya nak, kita udah kangen. Nanti kita bisa kumpul lagi insyaallah.

- 142 -

Sama, kalo ada apa-apa, kabarin kita ya. Insyaallah kita bisa bantu. Salam hangat, ibu,” bunyi surat tersebut.

Ari tidak bisa memikirkan apa-apa setelah membacanya. Pikirannya masih campur aduk karena kejadian yang ia alami pagi ini. Setelah sedikit beristirahat, ia memutuskan untuk tidak masuk dalam kelas lain hari ini. Ari beristirahat selama satu jam. Ia merasa bahwa ia membutuhkan hiburan atau melakukan sedikit jalan-jalan dalam kampus yang terasa besar baginya.

Ari memutuskan untuk berjalan dalam cuaca yang berawan. Hawa sejuk serta tidak adanya terik matahari menjernihkan pikirannya. Ia terus berjalan mengelilingi universitas yang besar.

“ALLAHU AKBAR. ALLAHU AKBAR,” tanpa ia sadari, azan zuhur berkumandang.

Ari yang baru saja mendengar azan zuhur segera berjalan menuju masjid untuk melaksanakan salat zuhur berjamaah. Dalam cuaca yang mulai agak mendung, melaksanakan salat di masjid besar yang terbuka benar-benar membantunya melupakan tekanan yang ada. Seusai salat, Ari merasa ingin berjalan lagi. Saat tengah memakai sepatu, seseorang menyapanya.

- 143 -

“Mahasiswa UI?” tanya seorang pria yang menghampirinya sambil memakai sepatu.

“Eh, iya. Saya mahasiswa baru beberapa bulan di sini,” jawab Ari.

“Saya Hasyim, pengusaha asal Malaysia. Kebetulan lagi main ke sini,” balas Hasyim.

“Ooh, saya Ari, mahasiswa baru di sini. Sudah berapa lama anda tinggal di Indonesia?” Ari bertanya penasaran.

“Alhamdulillah, ini tahun kedua saya, sudah lancar bahasa Indonesia,” ungkapnya.

Hasyim mengajak Ari membeli makan di kantin UI. Ia adalah orang yang mudah bergaul dengan orang lain.

“Jadi, gimana nih kehidupan kuliah?” Tanya Hasyim.

“Yaaa begitulah hehe, jadi orang dewasa ternyata susah juga ya, ” ungkap Ari sambil mengeluhkan keadaannya.

Mereka asyik makan sambil mengobrol mengenai berbagai hal. Ketika hendak selesai makan, Ari bertanya perihal nasihat yang dapat diberikan oleh Hasyim mengenai masalah yang dialaminya.

- 144 -

“Hmmm, menurut saya, tentu kamu bisa buat banyak perbaikan,” ujar Hasyim.

“Aduh, bagaimana ya Pak? Saya dulu itu orang berprestasi. Banyak penghargaan saya menangkan. Karena itulah, saya diterima kuliah di UI,” balas Ari.

“Benar, dulu prestasi kamu banyak, tapi lihat apa yang kamu udah kerjain sejauh ini. Sejak selesai dari dunia SMA, kamu belum siap untuk memasuki kehidupan perkuliahan, kehidupan yang lebih dewasa. Kamu harus belajar dari semua pengalaman ini. Mulailah beradaptasi dengan budaya yang lebih dewasa,” Hasyim tersenyum memberi jawaban sambil berlalu.

“Ooh, baiklah. Terima kasih pak,” balas Ari.

Ari pada awalnya tidak terlalu mempercayai hal tersebut. Ia kemudian pulang ke asramanya.

“Aaaah, mungkin dia bener juga. Aku emang gak siap, tapi setidaknya masih bisa belajar,” gumam Ari dalam hati.

Pada hari itu, Ari memutuskan untuk beristirahat. Sorenya, ia menemui salah satu mentornya dalam universitas. Ia bercerita tentang kehidupannya yang hancur berantakan sejak bergabung dalam dunia

- 145 -

perkuliahan. Tidak lupa, ia juga bertanya perihal resep kemudahan hidup yang diberikan oleh Hasyim.

“Hmm, tentu saja yang ia katakan adalah benar Ari. Kamu harus ingat bahwa kamu ini manusia. Kita semua manusia. Gak ada namanya manusia yang benar-benar sempurna. Meski begitu, tentu kita semua mengetahui bahwa kita akan menuai apa yang kita tanam. Untuk meraih kehidupan yang lebih baik, kita harus berusaha mengorbankan diri kita. Kita terkadang harus berusaha untuk keluar dari zona nyaman yang dapat menjerat kita karena hal tersebut dapat meneggelamkan diri kita, kamu paham Ari?” Tanya mentornya tersebut.

“Sepertinya anda benar Pak, terima kasih banyak,” balas Ari sambil beranjak pergi. Keesokan harinya, barulah ia bangun dengan motivasi baru. Sebuah motivasi yang lebih kuat untuk memperbaiki apa yang salah dari masa lalunya. Ia selalu mengingat pesan Hasyim untuk terus maju tanpa memandang ke belakang sedikit pun, yang maksudnya adalah tetap fokus pada tujuannya serta menjadikan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran yang berharga, yang dapat membuat seseorang menjadi lebih kuat

- 146 -

secara mental. Sejak saat itu, kehidupannya mulai berubah ke arah yang lebih baik seperti pada masa lalunya.

- 147 -

Sabuk Pengaman Pemakan 800 Dolarku Oleh Ziva Zenobia Erawan

“Kalau kakak bisa nyetir di Jakarta, artinya kakak sudah bisa nyetir di mana saja. Di jalur tikus pun juga bisa,” kata Ayah, di hari pertama aku belajar cara menyetir mobil. Saat itu, aku sedang menduduki kelas 3 SMA, dan aku belajar menyetir karena aku akan pindah ke Australia untuk melanjutkan pendidikanku. Dari yang selalu menggunakan Grab dan Gocar di Jakarta, selama masa persiapan kuliah, aku mulai menggunakan mobil ayahku untuk pergi ke manapun. Selama satu tahun, aku membiasakan diriku untuk menyetir, sebelum aku pergi ke Australia. Akhirnya, aku menjadi cukup pandai dalam menyetir. Aku bisa menguasai lika-liku jalanan di Jakarta, termasuk jalan-jalan kecil.

Tidak terasa, hari aku berangkat ke Australia pun tiba. Orang tuaku ikut menemaniku ke Melbourne untuk membantu proses perpindahanku.

Sesampainya di Melbourne, kami cepat melewati imigrasi dan mengambil bagasi untuk pergi keluar dan merasakan dinginnya angin Melbourne di bulan Mei.

- 148 -

“Kak, pakai jaketnya. Udaranya sudah lumayan dingin nih, ayah khawatir kamu kedinginan dan jatuh sakit,” kata Ayah.

“Iya Yah, ini kakak sudah pakai dua lapis kok,” sebutku. Aku, ayah, dan ibu pun segera memasuki taksi untuk pergi ke apartemen di kota yang akan kutinggali selama tiga tahun kedepan.

“Gedungnya tinggi-tinggi juga ya Bu, di kota,” kataku selagi ku melihat pemandangan di luar sepanjang perjalanan.

“Iya ya, Kak. Kotanya seperti daerah Sudirman dengan tambahan arsitektur klasik Inggris,” sebut Ibu. Awalnya aku tertawa, mendengar ibuku membandingkan kota yang sangat jauh dari rumahku ini ke Sudirman yang letaknya hanya 10 menit dari rumah kami di Jakarta. Namun, seiring kami lewati jalanan Melbourne dan melihat gedung-gedungnya, aku mulai paham akan perkataan ibuku. Ini sungguh menarik.

Saat kami sampai di apartemen, kami langsung menaiki lift untuk pergi ke lantai kamarku. Aku membunyikan bel di depan pintu kamarku, menunggu munculnya seseorang dari sisi lain pintu.

- 149 -

Ding Dong.

Pintunya pun terbuka. Aku tersenyum lebar saat ku melihat siapa yang membuka pintu kamar apartemenku ini.

“Welcome, my lovely kak Annabel!” sahut Tanteku selagi ia memelukku.

“Hi, Tante Dyah! It’s so lovely to see you again, ” kataku. Tante Dyah adalah adik dari ibuku yang sudah tinggal di Melbourne selama 10 tahun. Ia telah membantuku pindah ke Melbourne bahkan sejak ku masih di Jakarta. Urusan pencarian apartemen, penyewaannya, serta perabotannya sudah ditangani Tante Dyah. Dia sungguh orang yang baik.

Aku, ayah, dan ibu pun memasuki apartemenku dan merapikan barang-barang kami. Setelah itu, kami duduk dan berbincang bersama Tante Dyah.

“Kak Annabel, I have a surprise for you. Besok, aku akan ke sini jam 12 siang ya, ” sebut Tante Dyah sambil tersenyum.

“Hah, Surprise? Masa iya, Tan?” Tanyaku. “Hahaha, kok kamu kaget sekali sih. I’ll see you tomorrow, ” jawab Tante Dyah.

“See you, Tan,” kataku.

- 150 -

Keesokan harinya, Tante Dyah datang sesuai dengan janjinya. Setelah kami makan sarapan bersama ayah dan ibu, Tante Dyah mengajakku untuk pergi ke basement. Pada saat itu, aku tidak memikirkan apa-apa. Kukira, Tante Dyah hanya ingin menunjukkanku bagian-bagian dari apartemen yang belum kutelusuri. Tiba-tiba, ia berhenti di depan suatu mobil.

“Kak Annabel, do you know what this is?” Tanya Tante Dyah kepadaku.

“Ini mobil Tante bukan? Yang sering ada di insta story Tante?” Jawabku.

“Yes… This is Gertie, my Toyota Corolla!” sebut Tante Dyah dengan penuh antusiasme.

“Oh wow! Ini pasti surprisenya ya… Apakah kita akan jalan-jalan bersama Gertie hari ini?” kataku.

“Yes! Tapi, bukan itu saja surprisenya…, ” lanjut Tante Dyah.

“Hah? Ada kejutan apa lagi, Tan?” tanyaku.

“Belakangan ini, tante sudah jarang jalan bersama Gertie… Ia sudah lama menganggur di garasi tante. Tadinya, tante mau jual. Tapi, tante tiba-tiba teringat bahwa kamu akan tinggal di sini selama beberapa tahun…,” kata Tante Dyah.

- 151 -

“Iya, Tan. Memangnya kenapa, Tan?” tanyaku dengan penuh perasaan.

“Karena itu, tante memutuskan untuk memberi Gertie kepadamu… Gertie akan memiliki pemilik baru, tidak hanya tidur di garasi saja…” kata Tante Dyah. Aku terdiam di tempat dan tidak bisa menuturkan satu kata pun. Jujur, aku sangat terkejut dengan kejutan sebesar ini dari Tante Dyah. Aku sungkan untuk menerimanya. Masa iya aku menerima mobil? Di kota yang asing pula? Ini tidak terasa nyata bagiku.

Ternyata, Tante Dyah sudah membicarakan hal ini sebelumnya bersama ayah dan ibu. Mereka membuat persetujuan ini tanpa sepengetahuanku. Setelah aku berbicara dengan tante Dyah, ayah, dan ibu, sekarang, aku bisa katakan bahwa Gertie adalah mobilku.

Saat pertama-tama aku memegang Gertie, aku masih sangat canggung. Pada tiga hari pertama, aku belum berani membawa Gertie sendirian tanpa tante Dyah. Tante Dyah selalu duduk di kursi di sampingku, memberiku arahan rambu lalu lintas selagi ku menyetir. Di hari pertama aku membawa Gertie tanpa Tante

- 152 -

Dyah, mobilku membawa dua tamu spesial, yaitu ayah dan ibu. Bisa dibilang bahwa perjalanan itu cukup lancar, karena jalanan-jalanan yang aku lewati sudah tidak terlalu asing lagi. Pada momen itu, aku pun berpikir bahwa aku akan bersahabat dengan Gertie. Aku sungguh bahagia.

Tidak terasa, aku sudah bersama Gertie selama dua minggu. Orang tuaku sudah kembali ke Jakarta, jadi hanya ada aku dan Gertie di apartemen ini. Kring Kring. Aku ternyata ditelfon resepsionis.

“Ms. Annabel, you have a letter addressed to you. Please come to the ground floor to collect it from our receptionist, ” sebut resepsionis tersebut.

Aku tidak ingat memesan apa-apa, jadi aku sangat bingung saat diberi kabar tersebut. Apakah mungkin itu kiriman dari temanku?

Saat aku masuk ke kamarku, aku membuka surat tersebut. Aku sangat terkejut saat aku membaca isi suratnya.

Aku telah didenda $800 AUS oleh pemerintah

Australia karena penumpang Gertie yang duduk di kursi belakang tidak mengenakan sabuk pengaman.

- 153 -

Dalam surat itu, tercantum nama lengkapku, pelanggaranku, serta foto ayah dan ibu yang sedang duduk di kursi belakang Gertie tanpa sabuk pengaman. Memang ya, saat ada rotan, ada duri. Awalnya, aku tidak mempercayai isi surat itu karena aku tidak pernah ditilang atas hal tersebut sebelumnya. Selama aku di Jakarta, jika aku duduk di kursi belakang di mobil, aku tidak pernah mengenakan sabuk pengaman. Aku juga tidak pernah dikenakan denda karena hal tersebut. Apalagi didenda $800 AUS. Tidak mungkin.

Aku pun bertanya kepada Tante Dyah dan melakukan riset tentang peraturan lalu lintas di Melbourne untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Aku ingin tahu apa yang membuat diriku didenda. Dan ternyata, memang benar, aku melanggar aturan di Melbourne.

Aku terpikir, bagaimana pihak keamanan lalu lintas di Melbourne bisa tahu penumpang mobilku tidak mengenakan sabuk pengaman? Padahal, sisi belakang mobil tidak terlalu bisa dilihat dari luar mobil.

Aku juga tidak pernah diberhentikan polisi mengenai hal ini. Aku benar-benar langsung dikirimkan surat

- 154 -

denda. Awalnya, aku sangat bingung. Namun, kebingunganku terjawab saat ku sadar bahwa Melbourne memiliki banyak kamera lalu lintas yang canggih, yang mampu menangkap pelanggaran lalu lintas kapan pun dan di mana pun. “Melbourne memang ketat mengenai hal ini. Ada kamera di mana-mana untuk mengawasi setiap mobil di sini…,” sebut Tante Dyah. Kejadian ini menjadi suatu pelajaran penting bagiku. Dengan denda sebesar itu, aku sungguh kapok tidak mengetahui peraturan lalu lintas Melbourne. Sejak saat itu, aku jadi rajin memperhatikan peraturan lalu lintas di Melbourne untuk menghindari kesalahan yang sama. Aku membutuhkan pengetahuan tersebut jika aku ingin menjalankan masa depan yang lancar bersama Gertie. Sejauh ini, Gertie sudah mengambil 800 dolar dariku. Aku sungguh berharap ia tidak akan mengambil uangku lagi di kedepannya.

- 155 -

Achmad Gabriel Fernanda Bachtiar

Halo semuanya! Nama saya Achmad Gabriel Fernanda Bachtiar, biasa dipanggil Ariel. Aku berasal dari major Business and IT. Umur aku 17 tahun dan saya hobinya bermain game, berenang, bermain badminton, menonton bola dan lain-lain. Saya memilih untuk menulis cerpen ini karena saya tertarik melihat kehidupan Trinity.

Alisha Kara Deana Simanjuntak

Alisha Kara Deana Simanjuntak lahir di Kota Medan pada 10 Januari 2006. Menulis cerpen merupakan salah satu keterampilan yang terus diasahnya sejak menduduki bangku SD hingga kini di bangku SMA. Berbagai cerpen yang telah ditulisnya masing-masing memiliki visi dan kreativitas yang unik kepada projek sekolah yang ditugaskan

- 157 -

kepadanya. Cerpen berjudul 'Mengejar Harta’ hanyalah salah satu karya dari puluhan lainnya dari penulis ini. Cerpen ini terinspirasi dari berbagai memori menyenangkan pada perayaan 17 Agustus dan cintanya kepada cerita misteri dan petualangan. Penulis pun memuaskan keinginan nya untuk mengungkap misteri melalui cerpen ini.

Alya Karina Sanjaya Halo semua! Perkenalkan saya Alya Karina Sanjaya, siswi kelas 12 di Sekolah Highscope Indonesia. Saya menulis cerita "Pahit Manis." Cerita ini terinspirasi dari berbagai cerita teman-temanku yang berpindah sekolah. Aku sendiri belum pernah pindah sekolah, dan mendasarkan cerita ini dari pengalaman orang lain.

- 158 -

Anargya Firjatullah Omar

Nama saya Anargya Firjatullah Omar, saya lahir 29 Mei 2005 di kota Jakarta. Ibu saya bernama Vivin Indriaty Isman, sedangkan bapak saya bernama Wisnu Sudirman. Saya bersekolah di HighScope TB Simatupang, Jakarta Selatan, dan sedang berada di kelas 3 SMA. Jurusan yang saya pilih adalah Business Integrated With Technology. Hobi saya adalah otomotif dan pelajaran yang kusukai adalah semua pelajaran yang mengandung unsur Bisnis.

Eufrasia Cicero Siswan

Hai semuanya, nama saya Eufrasia Cicero Siswan, tapi biasa dipanggil Cicero. Saat ini saya duduk di kelas 12, dan mengambil jurusan Math and Science. Menurut saya sebuah cerita adalah salah satu bentuk saya mengekspresikan diri dan

- 159 -

perasaan saya. Dengan menulis sebuah cerita fiksi saya juga sekaligus mengembangkan keterampilan saya dalam menulis dalam bahasa indonesia dan menjadikan puisi media untuk mengasah kreatifitas saya. Semoga kalian juga ikut terinspirasi dengan cerita-cerita yang sudah kita buat. Evan Belvadra Gunawan Perkenalkan nama saya, Evan Belvadra Gunawan, bisa dipanggil Evan. Saya lahir di Jakarta pada tanggal 4 Mei 2005. Hobi saya adalah bermain bola, berenang, dan bermain game bersama teman-teman saya. Bukan hanya itu, saya juga suka rebahan di rumah dengan cemilan. Kini saya berumur 17 tahun dan bersekolah di Sekolah Highscope Indonesia TB Simatupang, di SMA, mengambil jurusan Math and Science. Saya merupakan murid yang malas. Walaupun saya malas, kemalasan saya tidak menghalang diri saya untuk menjadi orang yang lebih baik. Saya juga tidak

- 160 -

suka menulis dan membaca buku, tetapi saya suka berkhayal atau berimajinasi tinggi. Imajinasi saya dapat membuat orang terhibur seperti membuat cerpen ini. Dari pengalaman saya dari kelas 4 SD, saya sudah membuat banyak sekali cerita pendek dan juga karya ilmiah. Salah satu karya yang pernah saya buat adalah “Hutan Hujan Merah.” Dengan membuat cerita saya berjudul “Akibat Sambal,” saya sangat berharap orang yang membaca cerita pendek saya akan terhibur. Cerita ini terinspirasi dari pengalaman sendiri saat saya berada di Italia. Dimana, saya membawa saus sambal ke Italia dan saya dimahari oleh koki di Italia. Walaupun saya merasa malu namun, ini menjadi kenangan yang tidak terlupakan. Sehingga, dengan membuat cerita pendek ini, saya dapat menghibur orang dan berguna untuk semua.

- 161 -

Innocenzio Dyant Handoko

Halo, nama saya Innocenzio Dyant Handoko. Saat ini, saya bersekolah di Sekolah HIghScope Indonesia dan duduk di bangku kelas 12. Hobi saya adalah bermain games, bermain bola dan bermain bulu tangkis. Cerita yang saya tulis berjudul “Tersesat di Toko Ramen.”

Kenichi Rafael Harlan

Halo semuanya! Nama saya Kenichi Rafael Harlan, lahir di Jakarta pada 6 Maret, 2005. Saat ini, saya sedang menempuh pendidikan di SMA Highscope Indonesia, menduduki bangku kelas 3 SMA. Saya memiliki beberapa hobi seperti bermain, menonton film, serta berkumpul dengan teman-teman. Beberapa kali, saya mencoba untuk menjadikan membaca dan menulis sebagai salah satu hobinya.

- 162 -

Namun, upaya saya untuk membaca buku dan menulis dengan konsisten tidak berhasil, dikarenakan kesibukan lain yang harus ditempuh. Namun itu tidak menghentikan semangat saya untuk terus berusaha untuk menekuni kedua aktivitas tersebut. Cerpen “Pekerjaan, Ketinggalan jauh” adalah hasil dari sekian karya yang saya sudah buat. Cerpen ini menceritakan tentang seorang pekerja yang diberi suatu kesempatan yang sangat bagus untuk melangkah ke tahap berikutnya dalam karirnya, dengan berpindah ke cabang kantornya di Jepang. Namun, kesempatan ini tentunya tidak mudah untuk sang Aldi. Cerpen ini terinspirasi dari salah satu dokumenter yang saya tonton di Youtube tentang kehidupan serta kultur kerja di Jepang.

- 163 -

Muhammad Abyan Afa Al Bana

Halo, nama saya Muhammad Abyan Afa Albana, bisa dipanggil Afa. Saya lahir pada tanggal 20 September 2005 di Jakarta. Hobi saya adalah berolahraga dan bermain game. Kini saya berumur 17 tahun dan bersekolah di Highscope Indonesia. Saya merupakan siswa jurusan BIT atau bisa dikenal business and information technology. Dan kali ini saya menulis sebuah cerpen. Melalui cerita berjudul “Pengalaman yang berharga” saya menjelaskan bahwa ada seorang remaja bernama Elkan Al Bana yang mendapatkan tawaran untuk bermain bola di Jakarta. Namun ada beberapa rintangan yang harus ia lewati untuk mendapatkan spot dalam team utama.

- 164 -

Muhammad Syafiq Raihan Nama saya Muhammad Syafiq Raihan. Saya lahir di Balikpapan pada tanggal 14 Januari 2005. Bersekolah di Highscope TB Simatupang, kini sedang menjalani kelas 12 sedang dalam perjalanan untuk lulus SMA. saya mengambil jurusan bisnis dan teknologi. Saya adalah tipe orang yang sangat mudah untuk berbicara. Saya mudah akur dengan orang-orang baru. Hobi saya adalah bermain bola, saya beraktifitas bermain bola di sekolah dalam klub Blueshark, saya pun sempat berkompetisi bola diluar sekolah. Saya dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan baik ini sebab saya sempat mengikuti event HSMUN, dan berkompetisi dalam VE (virtual enterprise).

- 165 -

Pradipta Sandya Adipramana Nama Saya Pradipta Sandya Adipramana lahir di Jakarta pada 26 November 2005. Saat ini, saya sedang duduk di bangku kelas 3 SMA, mengambil jurusan IPA dan menempuh pendidikan di SMA Highscope Indonesia. Saya tidak hanya rajin dalam akademik, tapi juga suka mengikuti lomba atau pertandingan di luar sekolah. Cerita yang saya tulis berjudul “Pergi ke Negara Bollywood.” Cerita ini menceritakan tentang dua sahabat yang sedang traveling ke Negara Bollywood atau India. Saat mereka tiba di India mereka terkejut karena budaya di sana dan di Indonesia sangat berbeda dari segi makanan, sosialisasi, pergaulan, dan lain-lain. Disana mereka membuat vlog yang diunggah ke Youtube agar penontonnya juga ikut tahu bagaimana budaya di India dan bisa dibandingkan dengan budaya Indonesia.

- 166 -

Qylan Luth Ghofran

Halo, nama saya Qylan Luth Ghofran. Saya adalah murid kelas 3 SMA Highscope Indonesia. Saya lahir pada tanggal 14 November 2004 di Jakarta, kini berumur 18 tahun. Di masa SMP dan SMA saya, saya senang mengikuti organisasi dan juga kegiatan non-akademik yang bisa menambah pengalaman saya dan mengasah keterampilan saya. Prestasi terbesar saya saat ini adalah menjadi CEO Virtual Enterprise tahun lalu dan mengikuti kompetisi VE di New York city.

Radhiya Adelio Irgi

Halo. Nama saya Radhiya Adelio Irgi. Saya adalah seorang siswa kelas 12, SMA Sekolah Highscope Indonesia. Saya mengambil jurusan Business and Information Technology karena

- 167 -

jurusan tersebut memang sesuai dengan ketertarikan saya dalam menjelajah dunia Akuntansi dan Politik. Cerita yang saya buat sebenarnya terinspirasi dari keterkaitan saya terhadap dunia geopolitik dan situasional. Saya telah menjadi pengikut setia dalam perbedaan ekonomi dunia dan lingkungan geopolitik.

Dan saya tidak asing untuk menulis artikel yang tepat dan panjang, atas hal tersebut adalah hobi saya. Lebih tepatnya kecanduan. Karena salah satu pencapaian utama saya adalah mendaftar di Yayasan Wikimedia sebagai sukarelawan penuh. Dimana pekerjaan saya adalah menambah, mengulas, dan memperluas balai-balai ilmu jauh di dalam Ensiklopedi Wikipedia. Belum lagi keterlibatan saya selama bekerja di Departemen Product Development dalam sebuah perusahaan Virtual Enterprise, yang telah mengikuti dan memenangkan berbagai kompetisi, yang memberi saya kemampuan untuk menyelesaikan sebuah karya sastra dan numerik secara maksimal.

Dengan terjadinya perang Ukraina, saya menuliskan cerpen ini untuk mengingatkan dan menyebarluaskan kejadian-kejadian di sana di kalangan masyarakat Indonesia, dengan harapan meningkatnya

- 168 -

aktivisme generasi muda dan tua terkait topik ini. Semoga pembaca dapat menikmati konten cerita ini serta mendapatkan amanat yang baik. Selamatkan Ukraina, hentikan perang.

Rafael Kenneth

Halo, nama saya Rafael Kenneth. Saya seorang murid SMA di Highscope. Saya menulis cerita ini untuk proyek term ini dalam kelas Bahasa Indonesia. Semoga pembaca menyukai isi ceritanya. Sarah Nadine Halo nama saya Sarah Nadine, kelas 12 di Highscope Indonesia Cilandak. Saya yang menulis cerita “Dino Dino Kemana Dino Pergi?” Saya sendiri suka membuat karangan

- 169 -

cerita yang ada dalam pikiran saya, jika ada waktu senggang saya pasti membuat cerita pendek. Saya puas dalam pembuatan cerita ini karena asli buatan sendiri dan saya dapat menggabungkan cerita saya dengan budaya luar negeri agar pembaca dapat mengetahui bagaimana menghormati budaya lain.

Sultan Muhammad Halo semua! Perkenalkan, nama saya Sultan Muhammad. Saya murid berumur 17 tahun di Sekolah Highscope Indonesia yang sedang duduk di kursi kelas 3 SMA. Saya sangat gemar berolahraga, memimpin, dan berbicara. Cerita yang berjudul “Rusia indah, bukan?” ini terinspirasi oleh pengalaman pribadi saya. Dalam cerita ini, saya menceritakan tentang pengalaman saya pada saat berjalan-jalan ke Rusia dengan ekspektasi yang tinggi terhadap negara tersebut. Namun, pada saat saya sampai disana, saya tidak mendapatkan ekspektasi yang sesuai terhadap Rusia, sehingga saya sangat

- 170 -

kecewa. Cerita ini ditujukan untuk melampiaskan dan sekalian menceritakan kisah yang mirip dengan pengalaman saya pada saat berjalan-jalan ke sana. Sekian, terima kasih, dan selamat membaca!

Zavier Naafi Rahmansyah Halo. Nama saya Zavier Naafi Rahmansyah. Saya adalah seorang siswa kelas 12, SMA Sekolah HighScope Indonesia. Saya mengambil jurusan matematika dan IPA karena jurusan tersebut memang sesuai dengan ketertarikan saya dalam menjelajah dunia teknologi. Cerita yang saya buat sebenarnya terinspirasi dari masa lalu saya sendiri yang sulit beradaptasi di SMA ketika pandemi menerjang pada 2020. Semoga pembaca dapat menikmati konten cerita ini serta mendapatkan amanat yang baik.

- 171 -

Ziva Zenobia Erawan Halo semua! Perkenalkan, nama saya Ziva Zenobia Erawan. Saya lahir di Jakarta pada 30 Juli 2005. Saat ini, saya duduk di bangku kelas 3 SMA di SMA Highscope Indonesia. Bukan hanya rajin memenuhi kewajiban akademis, saya juga sering berorganisasi dan berpartisipasi di berbagai kegiatan luar sekolah. Cerita yang kutulis, berjudul “Sabuk Pengaman Pemakan 800 Dolarku,” adalah cerita yang terinspirasi oleh kehidupan nyata. Temanku yang tinggal di Melbourne pernah menceritakan kepadaku bahwa ia pernah didenda ratusan dolar perkara sabuk pengaman. Sebagai orang Jakarta, aku terkejut saat mendengar denda dengan jumlah sebesar itu. Aku pun menulis cerita ini untuk menangkap dan mengabadikan momen mengejutkan tersebut, dan juga menunjukkan pentingnya adaptasi budaya dalam kehidupan kita. Selamat membaca!

- 172 -

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.