Jurnal Inovasi Juni 2010

Page 22

INOVASI : Vol. 7. No. 2, Juni 2010

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Selanjutnya perlu dikemukakan kelebihan dan kelamahan hukum Islam dalam bentuk perundangundangan. Menurut Satjipto Raharjo yang mengutip pendapat Algra dan Duyyendijk kelebihan dari bentuk perundangan-undangan dibandingkan dengan norma-norma lain adalah : 1) Tingkat prediktibilitasnya tinggi, 2) Perundang-undangan juga memberikan kepastian mengenai nilai yang dipertaruhkan. Sedangkan menurut ulama fikih, sisi positif hukum Islam dalam bentuk perundang-undangan antara lain : 1) Memudahkan para praktisi hukum untuk merujuk hukum sesuai dengan keinginannya, 2) Mengukuhkan fikih Islam dengan mengemukakan pendapat paling kuat, 3) Menghindari sikap taqlid madzhab di kalangan praktisi hukum, yang selama ini menjadi kendala dalam lembaga-lembaga hukum, 4) Menciptakan unifikasi hukum bagi lembaga-lembaga peradilan.

2.

Disamping sisi positif maupun kelebihan-kelebihan di atas, hukum Islam dalam bentuk perundangundangan juga mengandung kelemahan-kelemahan sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Raharjo antara lain : 1) Norma-normanya menjadi kaku, 2) Mengabaikan perbedaan-perbedaan atau ciri-ciri khusus yang tidak dapat disamaratakan begitu saja. Selain itu, untuk mengubah hukum yang berbentuk perundang-undangan memerlukan tata cara tertentu, sehingga membutuhkan waktu, biaya dan persiapan yang tidak kecil.

3.

4.

Sedangkan menurut Ibnu al-Muqaffa, sisi negatif pelembagaan hukum Islam dalam bentuk perundang-undangan adalah sebagai berikut :1) Munculnya kekakuan hukum, sedangkan manusia dengan segala persoalan kehidupannya senantiasa berkembang, dan perkembangan ini seringkali tidak diiringi dengan hukum yang mengaturnya. 2) Mandegnya upaya ijtihad, 3) Munculnya persoalan taklid baru. Kehadiran undang-undang yang mengatur kegiatan ekonomi syariah tidak perlu diperdebatkan, keberadaannya di satu sisi untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, disisi lain secara subtansial akan dijadikan sebagai landasan yuridis bagi hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Selanjutnya diperlukan intervensi negara dalam pembentukan dan pengaturannya karena berhubungan dengan ketertiban umum dalam pelaksanaannya. Adapun pembentukan undangundang yang mengatur kegiatan dibidang ekonomi syariah yang akan datang menurut hemat penulis, seharusnya mempertimbangkan : 1. Mendahulukan pengaturan aspek-aspek ekonomi syariah yang bersifat lex generalls dengan alasan : a) Kebutuhan terhadap undang-

undang yang mengatur masalah ekonomi syariah sifatnya sangat mendesak, karena dasar hukum yang dipakai saat ini, baik oleh para pelaku bisnis dibidang ekonomi syariah maupun Hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah adalah fikih muamalah. b) Untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan yang seluruh kegiatan di bidang ekonomi syariah sesuai kewenangan Pengadilan Agama sebagaimana Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 membutuhkan waktu yang sangat lama, sedangkan kebutuhan hukum sekarang sudah bersifat mendesak, hal ini dipandang tidak efisien dari segi waktu. Dalam penyusunan undang-undang yang mengatur bidang ekonomi syariah juga perlu mempertimbangkan beberapa fatwa yang telah diterbitkan oleh DSN, baik yang terserap dalam PBI dan SEBI maupun yang tidak terserap, karena telah nyata bahwa lahirnya fatwa-fatwa diatas adalah sebagai respon dari beberapa permasalahan riil yang dimintakan fatwa berkenaan dengan kegiatan dibidang ekonomi syariah yang tengah berjalan. Perlu juga mempertimbangkan pengalaman Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) dalam menyelesaikan sengketa antara bank syariah dan nasabahnya, hal ini nantinya dapat dijadikan acuan dan masukan bagi Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah dimasa depan. Perlu juga mempertimbangkan untuk mengkomparasikan dengan pasal-pasal dalam KUHD dan KUHPerdata khususnya yang berkenaan dengan perjanjian, alasannya : Pasalpasal tersebut selama ini telah lazim dipakai dasar untuk mengadakan kontrak dibidang ekonomi di Indonesia, seperti jual beli, sewa menyewa perjanjian kerja, perjanjian usaha dalam bentuk perserikatan perdata, penitipan barang, perjanjian pinjam pakai, perjanjian pinjam habis pakai, dan lain-lain, serta perjanjian-perjanjian lain dengan nama apapun juga, atau bahkan tanpa nama, apabila kaum muslimin menghendaki, maka melalui asas kebebasan berkontrak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, dapat sepenuhnya melakukannya berdasarkan ajaranajaran dan akhlak Islam, sehingga seluruh perbuatannya tersebut akan tunduk kepada dan terhadapnya berlaku hukum Islam. Dengan demikian, maka praktis dalam seluruh kehidupan keperdataan atau muamalah, bagi umat Islam di Indonesia telah dapat diberlakukan hukum Islam, asalkan mereka menghendaki.

Seperti halnya dinyatakan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menganut asas kebebasan berkontrak, ini berarti setiap individu anggota

96


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.