Majalah edisi Maret-April 2013

Page 10

LAPORAN UTAMA

Dilema Antara Dua Kebijakan LIMA puluhan mahasiswa berbagai program studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau (FKIP UR) masuk ke ruang micro teaching. Awal September lalu, Unit Pelaksana Teknis Program Pengalaman Lapangan (UPT PPL) melakukan pembekalan untuk mahasiswa yang melaksanakan PPL. Sebelum dimulai, UPT membagikan sebuah buku bersampul hijau dengan gambar gedung FKIP di bagian depan. Ini buku panduan untuk mahasiswa PPL. Buku ini berisi landasan, tugas dan peraturan terkait PPL. Tercantum pula format laporan yang harus diserahkan usai PPL. Sebenarnya buku dengan tebal 91 halaman ini tak dibagikan gratis. Mahasiswa sudah membayar Rp 300 ribu saat mendaftar PPL, termasuk untuk biaya buku panduan. Hanya tak ada rinciannya dalam kuitansi bukti pembayaran. Selain buku, mahasiswa juga mendapat lima lembar kertas blanko penilaian PPL. Tak ada mahasiswa PPL yang tahu detail peruntukan uang Rp 300 ribu yang dibayarkan ke UPT PPL. Setelah membayar, mahasiswa hanya diberikan selembar kuitansi berbentuk persegi berukuran 12 sentimeter. Tulisannya tanda terima untuk pembayaran PPL senilai Rp 300 ribu. Tertera pula nama, NIM dan Prodi mahasiswa bersangkutan. “Rincian dana ini memang tak diinformasikan ke mahasiswa yang daftar PPL,” kata Nursal, Ketua UPT PPL. Sebagian mahasiswa mempertanyakan transparansi dana ini. Ditambah lagi saat PPL akan berakhir, mahasiswa mendapat kabar bahwa guru pamong—guru pembimbing di sekolah tempat mahasiswa melaksanakan PPL—dan kepala sekolah wajib diberi insentif (uang lelah) oleh mahasiswa PPL. Kabar itu benar adanya. Setiap

10

BAHANA MAHASISWA Edisi Maret-April Tahun 2013

Persoalan utama pada insentif untuk kepala sekolah dan guru pamong. Untuk mengatasinya, sempat ada wacana menaikkan biaya PPL, namun tak jadi dengan alasan tak mau memberatkan mahasiswa.

Suryadi BM

Oleh Suryadi

Dekan FKIP UR M. Nur Mustafa, pengambil kebijakan tertinggi PPL

mahasiswa yang sudah selesai PPL memang harus memberikan insentif untuk guru pamong dan kepala sekolah. Nursal menjelaskan bahwa biaya insentif tersebut sudah termasuk di dalam anggaran Rp 300 ribu yang dibayar mahasiswa saat mendaftar PPL. Jadi, ketika mahasiswa hendak memberikan insentif, mereka harus minta lagi dana dari UPT PPL sebesar peruntukan guru pamong dan kepala sekolah. Ditemui kru Bahana di ruangannya, Nursal menjelaskan rincian dana Rp 300 ribu tersebut. Untuk dosen pembimbing Rp 100 ribu, guru pamong Rp 50 ribu, kepala sekolah Rp 10 ribu, pembuatan buku panduan Rp 20 ribu, sertifikat mahasiswa PPL Rp 10 ribu, blanko penilaian Rp 5 ribu. Sisanya untuk uang pengelolaan dan pengurusan mahasiswa PPL. MASALAH uang kembali mencuat saat UPT PPL menyarankan agar mahasiswa memberikan insentif kepada kepala sekolah sebesar Rp 200 ribu. Persoalan timbul saat mahasiswa yang PPL di sekolah tersebut tak sampai 20 orang. Logikanya, dengan biaya insentif

untuk kepala sekolah hanya Rp 10 ribu per orang, otomatis mahasiswa tersebut harus menambah uang lagi untuk memberikan insentif pada kepala sekolah. Tak hanya kepala sekolah, hal serupa juga terjadi pada pembayaran insentif untuk guru pamong. Dengan anggaran dari UPT PPL sebesar Rp 50 ribu per mahasiswa, tak jadi soal bila satu guru pamong menangani 4-6 mahasiswa PPL. Namun bagaimana bila satu guru pamong hanya menangani satu mahasiswa PPL? “Tak mungkin lah pamong cuma dikasih Rp 50 ribu, setidaknya genapilah Rp 200 ribu,” kata Jaiz, staf UPT PPL. Seperti yang dialami Gusheri, mahasiswa FKIP Matematika angkatan 2009. Ia PPL di SMK Muhammadiyah 2 Pekanbaru dan diberi satu guru pamong. Dana untuk memberikan insentif sebesar Rp 50 ribu. “Sedangkan pihak UPT bilang minimal Rp 200 ribu,” ujarnya. Gusheri pun cari cara supaya guru pamong tidak kecewa karena hanya dibayar Rp 50 ribu setelah lima bulan mereka dididik di sekolah. Akhirnya Gusheri memberikan guru pamong-


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.