Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUASI BERBASIS LITERASI SAINS UNTUK SISWA SMK Herwidhi Tri Prabowo SMKS NU Ma’arif 2 Kudus Jalan Siliwangi Gg.1 no.99 Jekulo Kudus Pos-el : herwidhi13@gmail.com ABSTRACT The purpose of this study is to develop scientific literacy evaluation instrument that tested its validity, reliability, and characteristics to measure the skill of student’s scientific literacy used four scientific literacy, categories as follow:science as a body of knowledge, science as a way of thinking, science as a way of investigating, and the interaction between science, technology, and society.The subjects of this developing study were 12th grade student of vocational school in Kudus on 2018/2019 period who had been received physics material.Validity test is done by the content, construct, concurrent validation, and alignment validation toward PISA’s instrument. Reliability testing and items characteristic instrument is done by using QUEST program in classical test theory (CTT) and items respons theory (IRT) approach. Profile of scientific literacy ability is determined by measuring students' mastery of scientific literacy. The result of reliability test defined that the instrument is very valid. The coefficient of reliability at CTT approach is 0,94 and IRT approach is 0,91. Items characteristics of evaluation instruments developed shows that the instrument has proportional level of difficulty, good discrimination power, good distractor quality, and comparison of scientific literacy category is 2: 1: 1: 1. Profile of literacy skills mastery of science good enough with the lowest percentage is interaction of science, technology, and society categories.

Keywords : evaluation instrument, scientific literacy, skill of scientific literacy ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen evaluasi yang telah teruji validitas, reliabilitas, dan karakteristiknya guna mengukur kemampuan literasi sains siswa. Kemampuan literasi sains yang diukur terdiri atas empat kategori, yaitu sains sebagai batang tubuh pengetahuan, sains sebagai cara untuk berpikir, sains sebagai cara untuk menyelidiki, dan interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat. Subjek penelitian pengembangan yaitu siswa kelas XII SMK di Kudus tahun ajaran 2018/2019 yang telah mendapatkan materi pelajaran sesuai SKL fisika. Uji validitas meliputi aspek materi, konstruksi, bahasa, dan kesejajaran terhadap soal literasi sains PISA. Uji reliabilitas dan karakteristik butir instrumen menggunakan program QUEST dengan pendekatan teori tes klasik (CTT) dan teori tes modern (IRT). Profil kemampuan literasi sains siswa ditentukan melalui penguasaan literasi sainsnya. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa instrumen yang dikembangkan dalam kategori sangat valid. Koefisien reliabilitas tes diperoleh 0,94 pada CTT dan 0,91 pada IRT. Uji karakteristik butir instrumen menunjukkan bahwa instrumen memiliki tingkat kesukaran proporsional, daya pembeda dan kualitas distraktor baik, dan komposisi kategori literasi sains sebesar 2 : 1 : 1 : 1.

Profil kemampuan literasi sains siswa cukup baik dengan persentase terendah yaitu pada kategori interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat.

Kata kunci : instrumen evaluasi, literasi sains, kemampuan literasi sains

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 57

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019) A. PENDAHULUAN Sains dan teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat di berbagai negara pada abad 21 (Rusilowati, Kurniawati, Nugroho, & Widiyatmoko, 2016, pp. 5718–5727).

Sains menjadi salah satu fondasi dalam kehidupan manusia (Suma, Sadia, & Pujani, 2018, pp.

163–172). Hal ini menjadikan sains sangat penting untuk dipelajari dalam pembelajaran di sekolah, terutama pada jenjang sekolah menengah. Sains tidak lepas dari setiap kegiatan manusia dan berbagai peristiwa yang terjadi di alam sekitar (Sujana, Permanasari, Sopandi, & Mudzakir, 2014, pp. 5–11). Secara khusus, istilah sains dimaknai sebagai Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan upaya memahami berbagai fenomena alam secara sistematis (Rahayuni, 2016, pp. 131–146). Sains merupakan salah satu studi yang berusaha untuk memahami sesuatu yang ada di alam berdasarkan data empiris (V, Michael, & Janusa, 2010). Ide-ide pokok yang terdapat dalam sains sesuai dengan fakta-fakta yang dapat diverifikasi.

Literasi selama ini memang dimaknai hanya sekadar kemampuan “membaca” saja.

Bahkan, dari hasil penelitian baik dari UNESCO, atau pun Programme for International Student Assessment (PISA), bahkan juga Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) menilai literasi hanya sekadar kemampuan membaca. Lebih tepatnya, literasi di sini adalah membaca yang menjadi kunci dari aspek kemampuan bahasa yang lain sains (Ahmadi; Ibda, 2018: 6). Pendidikan sains membangun cara berpikir siswa untuk memahami fenomena atau kejadian alam dengan metode ilmiah seperti yang dilakukan oleh para ilmuan (Councilii, 1996). Tujuan utama pendidikan sains adalah mengajarkan konsep dan proses ilmiah, sehingga membantu siswa mengembangkan pemahaman yang kuat tentang temuan ilmiah serta keterampilan dan proses yang digunakan dalam sains (Sadler & Zeidler, 2009, pp.

909–921). Pendidikan sains bertujuan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup dalam berbagai situasi (Toharudin, Hendrawati, & Rustaman, 2011). Studi terkait dengan pendidikan sains telah banyak dikembangkan, salah satunya melalui Program for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Pendidikan sains mengembangkan berbagai kemampuan dalam bidang sains, salah satunya adalah literasi sains.

Literasi sains saat ini telah menjadi perhatian secara luas bagi para ilmuwan, dosen, dan pemegang kebijakan publik (Impey, 2013), karena sangat diperlukan masyarakat modern untuk menghadapi berbagai permasalahan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Turiman, Omar, Daud, & Osman, 2012, pp. 110–116), serta menunjang pembangunan berkelanjutan (Udompong & Wongmanich, 2014, pp. 5091–5096). Literasi sains merupakan kapasitas untuk menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2006, p. 12).

Literasi sains merupakan unsur kecakapan hidup yang harus menjadi hasil kunci (key outcome) dari proses pendidikan hingga anak berusia 15 tahun. Dengan alasan itu, anak usia 15 tahun (menjelang akhir wajib belajar) dipandang perlu untuk memiliki tingkat literasi sains yang memadai, baik yang akan melanjutkan studi dalam bidang sains maupun tidak (Wardhani & Rumiati, 2011, p. 15). Kemampuan literasi sains terbagi dalam 4 kategori, yaitu sains sebagai batang tubuh pengetahuan, sains sebagai cara berpikir, sains sebagai cara untuk menyelidiki, dan interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat (Chiappetta & Fillman, 1991, pp. 713–725). Pengembangan literasi sains sangat dibutuhkan dalam rangka menyiapkan peserta didik yang berliterat dalam bidang sains (Udompong, Traiwicitkhun, & Wongmanich, 2014, pp. 1581–1586).

Akan tetapi, perangkat pembelajaran berbasis sains yang tersedia di sekolah masih sangat terbatas (Adeleke & Joshua, 2015, pp. 28–43). Instrumen evaluasi berbasis literasi sains hanya dikembangkan untuk materi pembelajaran dan jenjang pendidikan tertentu (Naganuma, Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 58

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019) 2017, pp. 1–22). Sebagian besar pengembangan perangkat pembelajaran terfokus pada jenjang pendidikan dasar. Pada jenjang menengah atas dan kejuruan, literasi sains belum banyak diterapkan (Rusilowati et al., 2016, pp. 5717–5728). Kondisi inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dan pengembangan instrumen evaluasi berbasis literasi sains yang valid, praktis, dan efektif untuk siswa SMK. Sudah seharusnya sekolah kejuruan mengintegrasikan pembelajaran berbasis literasi sebagaimana basis pembelajaran SMK sebagai sekolah vokasi. Penelitian ini diharapkan mampu membangun budaya literasi dalam proses pembelajaran, sehingga mampu meningkatkan kemampuan literasi sains siswa SMK. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan produk berupa instrumen evaluasi berbasis literasi sains. Instrumen evaluasi hasil pengembangan diberikan perlakuan uji validitas, reliabilitas, dan karakteristik butir soal.

Instrumen evaluasi yang telah dinyatakan valid dan reliabel diuji cobakan pada tahap implementasi produk terhadap subjek penelitian sejumlah 250 siswa kelas XII SMK NU Ma’arif 2 Kudus. Penelitian dan pengembangan dilakukan pada bulan Februari hingga April 2019. Instrumen evaluasi yang dikembangkan berupa soal pilihan ganda berbasis literasi sains yang dilengkapi dengan kisi-kisi dan rubrik penilaian. Instrumen tersusun sesuai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran fisika jenjang SMK. Soal yang dikembangkan disesuaikan dan dipadukan dengan soal literasi sains PISA dan soal literasi sains yang telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya yang telah terbukti valid dan reliabel. Hasil pengerjaan soal oleh siswa dianalisis untuk mengetahui tingkat kemampuan literasi sains siswa.

B. HASIL DAN BAHASAN Produk yang dihasilkan dalam penelitian berupa instrumen evaluasi berbasis literasi sains digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa SMK. Penelitian dilaksanakan di SMK NU Ma’arif 2 Kudus pada bulan Februari hingga April 2019.

Berdasarkan tahapan penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan, selanjutnya disajikan hasil penelitian yang mencakup bentuk produk, kevalidan produk, reliabilitas produk, dan profil kemampuan literasi sains siswa.

1. Bentuk Instrumen Evaluasi Bentuk instrumen evaluasi yang telah dikembangkan yaitu instrumen evaluasi berbasis literasi sains sesuai SKL Fisika SMK. Instrumen evaluasi berbasis literasi sains yang dikembangkan mengacu pada empat kategori literasi sains yakni sains sebagai batang tubuh pengetahuan (a body of knowledge), sains sebagai cara berpikir (a way of thinking), sains sebagai cara untuk menyelidiki (a way of investigating), dan interaksi sains, teknologi, dan masyarakat (interaction of science, technology, and society). Adapun komposisi tiap kategori literasi sains dalam instrumen yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi Kategori Literasi Sains dalam Soal

Kategori Literasi Sains Sains sebagai Batang Tubuh Pengetahuan Sains sebagai Cara Berpikir Sains sebagai Cara untuk Menyelidiki Interaksi Sains, Teknologi, dan Masyarakat

Uji Coba Awal Jumlah Persentase Butir Soal

Implementasi Produk Jumlah Persentase Butir Soal

22

40%

16

40%

11

20%

8

20%

11

20%

8

20%

11

20%

8

20%

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 59

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

Tabel 1 menunjukkan bahwa soal yang dikembangkan memiliki komposisi kategori literasi sains sebesar 2:1:1:1. Komposisi sebesar 2 bagian dimiliki oleh kategori sains sebagai batang tubuh pengetahuan. Proporsi kategori literasi sains yang seimbang memenuhi kriteria literasi sains dengan perbandingan 2:1:1:1 atau dengan persentase 40%: 20%: 20%: 20% untuk masing-masing kategori literasi sains (Wilkinson, 1999, pp. 385– 399). Contoh soal kategori sains sebagai batang tubuh pengetahuan yang telah dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 1. Sebagai perbandingan, contoh soal kategori sains sebagai batang tubuh pengetahuan yang dikembangkan oleh PISA dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1 Soal Literasi Sains yang Dikembangkan

Gambar 2 Soal Literasi Sains PISA

Pada produk akhir instrumen evaluasi yang telah dikembangkan, sebanyak 25% atau 10 soal merupakan soal berbasis literasi sains yang diadopsi dari soal PISA, sedangkan sebanyak 75% atau 30 soal merupakan soal hasil pengembangan. Soal PISA tersebut dialihbahasakan dalam bahasa Indonesia dan dilakukan perubahan seperlunya menyesuaikan kondisi peserta didik. Soal PISA yang diadopsi merupakan soal PISA yang sesuai dengan materi pada SKL fisika SMA. Soal PISA tersebut memiliki komposisi kategori literasi sains sebesar 3:2:2:3. Komposisi sebesar 3 bagian dimiliki oleh kategori sains sebagai batang tubuh pengetahuan dan interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat.

Komposisi tersebut tidak sesuai dengan proporsi kategori literasi sains yang seimbang (Wilkinson, 1999, pp. 385–399). Hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah soal PISA yang sesuai dengan materi pada SKL fisika SMK.

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 60

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

2. Validitas Instrumen Evaluasi Uji validitas meliputi validitas isi dan validitas kriteria. Uji validitas isi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif oleh ahli evaluasi dan ahli fisika.

Validitas kriteria diperoleh secara statistik menggunakan koefisien korelasi.

Pengujian validitas isi dilakukan sebelum instrumen evaluasi berbasis literasi sains diterapkan pada uji coba awal. Validitas isi dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan berdasarkan hasil telaah butir soal oleh ahli melalui angket validasi. Hasil validasi oleh validator ahli disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Validasi Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains oleh Ahli

Kode Validator V-1 V-2 V-3 Rata-rata Kategori

Materi Skor % 75 75% 100 100% 100 100% 91,67 91,67%

Konstruksi Skor % 90 90% 90 90% 80 80% 86,67 86,67% Sangat Valid

Bahasa Skor % 100 100% 80 80% 80 80% 86,67 86,67%

Analisis dilanjutkan secara kuantitatif dengan menggunakan formula Aiken’s V yang didasarkan pada hasil penilaian ahli ditinjau dari aspek materi, konstruksi, dan bahasa. Setelah dilakukan analisis data, maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Uji Validitas menggunakan Aiken’s V

Nomor Soal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 27, 28, 29, 30, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 48, 49, 51, 53, 55 7, 10, 17, 24, 26, 31, 33, 39, 46, 47, 50, 52, 54

Jumlah

Keterangan

42 item

Validitas isi memadai

13 item

Validitas isi kurang memadai

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 2 dan 3 dapat disimpulkan bahwa instrumen evaluasi berbasis literasi sains yang dikembangkan telah memiliki validitas isi yang memadai.

Pengujian validitas kriteria dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product-Moment. Pengujian validitas kriteria dilakukan pada tahap uji coba awal dan tahap implementasi produk. Pada analisis data uji coba awal diperoleh hasil uji validitas kriteria pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Uji Validitas Kriteria Instrumen pada TahapUji Coba Awal

N 70

rxy hitung 0,8003

rxytabel (Îą=5%) 0,235

Kriteria Sangat Valid

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hipotesis alternatif diterima, yaitu terdapat korelasi yang tinggi antara soal PISA dengan soal berbasis literasi sains

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 61

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

yang dikembangkan. Indeks korelasi (rxy hitung) tersebut berarti korelasi mempunyai arah positif.

Pengujian validitas kriteria juga dilakukan pada tahap implementasi produk. Berdasarkan analisis data pada tahap implementasi produk diperoleh hasil uji validitas kriteria seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil Uji Validitas Kriteria Instrumen pada Tahap Implementasi Produk

N 250

rxy hitung 0,935

rxytabel (Îą=5%) 0,125

Kriteria Sangat Valid

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hipotesis alternatif diterima, yaitu terdapat korelasi yang tinggi antara soal PISA dengan soal berbasis literasi sains yang dikembangkan. Indeks korelasi (rxy hitung) hampir mendekati +1,00 yang berarti korelasi mempunyai arah positif.

3. Uji Reliabilitas Tes Uji reliabilitas dilakukan setelah diperoleh data uji coba instrumen berbasis literasi sains terhadap 70 subjek uji coba. Hasil uji reliabilitas disajikan pada Tabel 6. Reliabilitas tes diperoleh dari uji coba awal instrumen yaitu sebanyak 55 butir soal berbasis literasi sains yang telah divalidasi oleh ahli.

Tabel 6 Hasil Analisis Data Uji Reliabilitas pada Uji Coba Awal

n 70

rhitung 0,91

Kategori Sangat Reliabel

Tabel 6 menunjukkan bahwa tes yang dilakukan menggunakan instrumen evaluasi berbasis literasi sains termasuk pada kategori sangat reliabel.

Pada tahap implementasi produk, instrumen evaluasi berbasis literasi sains diuji cobakan kepada 250 subjek penelitian. Analisis data menggunakan QUEST dengan pendekatan IRT dan CTT diperoleh nilai reliabilitas tes yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil Analisis Data Uji Reliabilitas pada Implementasi Produk

Pendekatan IRT CTT

N 250 250

Konsistensi 0,91 0,94

Kategori Sangat Reliabel Sangat Reliabel

Tabel 7 menunjukkan bahwa tes yang dilakukan menggunakan instrumen evaluasi berbasis literasi sains termasuk pada kategori sangat reliabel. Koefisien reliabilitas tersebut menunjukkan bahwa tes yang dilakukan pada tahap uji coba awal dan tahap implementasi produk sangat reliabel. Tes dengan menggunakan instrumen evaluasi berbasis literasi sains yang dikembangkan mampu mengukur dan mengevaluasi secara reliabel. Besarnya nilai koefisien reliabilitas dapat diartikan bahwa hasil tes yang diperoleh oleh siswa adalah konsisten (Sujarwanto & Rusilowati, 2015, pp. 780–787).

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 62

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

4. Karakteristik Instrumen Evaluasi Karakteristik instrumen evaluasi berbasis literasi sains yang dikembangkan mencakup taraf kesukaran, daya pembeda, dan kualitas distraktor.

4.1 Taraf Kesukaran Soal Instrumen yang diuji cobakan pada tahap awal dapat diklasifikasikan berdasarkan taraf kesukarannya untuk mengetahui proporsinya. Hasil analisis taraf kesukaran butir soal pada uji coba awal disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Proporsi Taraf kesukaran Hasil Uji Coba Awal

Taraf Kesukaran Soal

Nomor Butir Soal

Jumlah

0.00 ≤ TK ≤ 0.30 (Sukar) 0.30 < TK ≤ 0.70 (Sedang)

14, 15, 16, 19, 31, 32, 36, 48, 49, 53 2, 10, 11,17,22, 26, 28, 33, 35, 37, 39, 41, 42, 45, 50 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 18, 20, 21, 23, 24, 25, 27, 29, 30, 34, 38, 40, 43, 44, 46, 47, 51, 52, 54, 55

10 (18%) 15 (27%)

0.70 < DP ≤ 1.00 (Mudah)

30 (55%)

Data hasil uji pada tahap implementasi produk juga dianalisis taraf kesukarannya dengan menggunakan QUEST. Taraf kesukaran butir soal dinyatakan dalam bentuk percent. Hasil analisis taraf kesukaran instrumen evaluasi berbasis literasi sains pada tahap implementasi produk dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Proporsi Taraf kesukaran Hasil Uji Tahap Implementasi Produk

Taraf Kesukaran Soal

Nomor Butir Soal

Jumlah

0.00 ≤ TK ≤ 0.30 (Sukar) 0.30 < TK ≤ 0.70 (Sedang)

12, 15, 36 4, 8, 11, 13, 18,22, 25, 28, 31, 32, 35, 37, 39 1, 2, 3, 5, 6, 7, 9, 10, 14, 16, 17, 19, 20, 21, 23, 24, 26, 27, 29, 30, 33, 34, 38, 40

3 (7,5%) 13 (32,5%)

0.70 < DP ≤ 1.00 (Mudah)

24 (60%)

Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan bahwa proporsi taraf kesukaran soal belum sesuai dengan proporsi yang ideal. Sejumlah siswa tidak dapat mengerjakan soal-soal hasil pengembangan pada butir soal tertentu. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil analisis taraf kesukaran butir soal yang mana terdapat beberapa butir soal termasuk dalam kategori sukar. Wawancara tak terstruktur yang dilakukan oleh peneliti terhadap siswa saat ujicoba awal diperoleh fakta bahwa soal-soal tersebut dianggap sukar karena beberapa faktor, diantaranya (1) siswa kurang memahami maksud pertanyaan dalam soal, (2) siswa terbiasa mengerjakan soal konsep dan hitungan praktis, dan (3) siswa kurang memahami materi yang pernah mereka dapatkan dari guru. Butir soal pada uji coba awal dianalisis taraf kesukarannya untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan soal yang dipakai dan dibuang. Analisis taraf kesukaran pada tahap implementasi produk digunakan hanya untuk mengetahui taraf kesukaran setiap butir soal dengan memperhatikan kategori literasi sains pada butir-butir soal tersebut.

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 63

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

4.2 Daya Pembeda Dalam menganalisis kualitas butir soal serta menentukan butir soal yang dibuang dan dipakai, peneliti memadukan hasil analisis taraf kesukaran dengan daya pembeda. Analisis hasil uji coba awal diperoleh daya pembeda butir soal seperti pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal pada Uji Coba Awal

No Soal 2, 7, 10, 17, 24, 26, 31, 33, 46, 47, 54 39, 50, 52 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 12, 13, 14, 18, 20, 21, 23, 25, 27, 29, 30, 36, 38, 40, 43, 44, 55 11, 15, 16, 19, 22, 28, 32, 34, 35, 37, 41, 42, 45, 48, 49, 51, 53

Keterangan Soal Dibuang Diperbaiki Diterima dengan perbaikan Diterima

Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat 11 butir soal yang tidak terpakai atau harus dihilangkan. Analisis daya pembeda butir soal juga dilakukan pada tahap implementasi produk. Soal yang diuji daya pembeda pada tahap implementasi produk berjumlah 40 butir, sesuai jumlah soal yang dinyatakan valid pada tahap uji coba awal dan hasil validasi ahli. Hasil analisis daya pembeda pada tahap implementasi produk dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Tahap Implementasi Produk

No Soal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40

Keterangan Soal Dibuang Diperbaiki Diterima dengan perbaikan Diterima

Hasil analisis daya pembeda butir soal pada Tabel 11 menunjukkan bahwa semua butir soal pada tahap implementasi produk termasuk dalam kategori diterima.

4.3 Kualitas Distraktor Perhitungan kualitas distraktor dimaksudkan untuk mengetahui keberfungsian distraktor pada tiap butir soal. Pada tahap uji coba awal dilakukan analisis kualitas distraktor dengan menghitung jumlah jawaban pada tiap pilihan jawaban dalam butir soal. Pada tahap implementasi produk, kualitas distraktor dapat dilihat pada hasil analisis menggunakan QUEST. Jumlah siswa yang menjawab tiap pilihan jawaban pada masing-masing butir soal, baik yang benar maupun salah dapat diketahui. Berdasarkan hasil analisis menggunakan QUEST, tiap pilihan jawaban pada masing-masing butir soal dipilih sedikitnya oleh 15 siswa. Jumlah tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat kualitas distraktor yang baik, yakni dipilih oleh minimal 5% dari jumlah sampel.

5. Hasil Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa Kemampuan literasi sains siswa dapat diukur dengan menganalisis penguasaan materi pada masing-masing kategori literasi sains. Penguasaan literasi

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK â&#x201D;&#x201A; 64

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

sains siswa diukur dengan mengolah data hasil uji tahap implementasi produk.

Penguasaan literasi sains siswa diukur dengan melihat hasil tes soal berbasis literasi sains hasil pengembangan dan soal tes PISA pada masing-masing kategori literasi sains. Analisis soal hasil pengembangan menunjukkan bahwa penguasaan kompetensi sains sebagai batang tubuh pengetahuan adalah sebesar 68,85%, sains sebagai cara berpikir sebesar 65,00%, sains sebagai cara menyelidiki sebesar 70,65%, serta 63,90% untuk penguasaan kompetensi interaksi sains, teknologi, dan masyarakat. Penguasaan literasi sains siswa secara diagram disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Penguasaan Literasi Sains Siswa pada Soal Hasil Pengembangan

Hal yang sama juga dilakukan dengan menggunakan soal PISA. Kemampuan literasi sains siswa dilihat dari penguasaan literasi sains menggunakan soal PISA. Analisis hasil tes menggunakan soal PISA menunjukkan bahwa penguasaan kompetensi sains sebagai batang tubuh pengetahuan adalah sebesar 70,80%, sains sebagai cara berpikir sebesar 72,80%, sains sebagai cara menyelidiki sebesar 78,20%, serta 60,93% untuk penguasaan kompetensi interaksi sains, teknologi, dan masyarakat. Penguasaan literasi sains siswa secara diagram disajikan Gambar 4.

Gambar 4. Penguasaan Literasi Sains pada Soal PISA

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK â&#x201D;&#x201A; 65

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

Gambar 3 dan gambar 4 menunjukkan bahwa penguasaan pada kategori sains sebagai batang tubuh pengetahuan kurang maksimal. Hasil ini mengindikasikan kemampuan siswa SMK dalam memahami konsep-konsep, hukum-hukum, serta prinsip-prinsip dalam mata pelajaran fisika belum optimal.

Beberapa faktor yang menyebabkan belum maksimalnya kemampuan literasi sains pada kategori ini yakni guru lebih sering mengajarkan rumus-rumus praktis dibandingkan dengan konsep dasar, sehingga siswa tidak memiliki pengetahuan fakta, peristilahan dan konsep sains yang cukup. Pengetahuan dapat dibangun sendiri oleh siswa melalui pengalaman pada pembelajaran sebelumnya atau melalui pengetahuan awal (Astawan & Rati, 2016, pp. 330–338). Kemampuan literasi sains siswa berada pada kategori nominal yaitu siswa setuju atau tidak setuju terhadap suatu pernyataan atau permasalahan tetapi tidak dapat memberikan penjelasan secara ilmiah (Odja & Payu, 2014, pp. 40–47).

Penguasaan literasi sains pada kategori sains sebagai cara berpikir masih cukup rendah. Hal ini dapat dilihat pada grafik yang ditunjukkan pada gambar 3 dan gambar 4. Dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa dalam berpikir kritis, berpikir deduktif-induktif, menganalisis hubungan sebab akibat dan menganalisis data ilmiah masih kurang. Pemahaman materi yang cenderung rendah mengakibatkan siswa kekurangan input untuk mengembangkan materi yang dimilikinya dan mengurangi daya kritis siswa dalam berpikir (Prilanita & Sukirno, 2017, pp. 244–256). Hasil penelitian (Suyanto, 2018, pp. 1–9) menyatakan bahwa mayoritas siswa Indonesia hanya mampu berpikir pada tingkat apa, dimana, dan kapan (what, where,when). Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan berpikir tingkat tinggi.

Sains sebagai cara untuk menyelidiki menjadi kategori yang paling dikuasai oleh siswa, meskipun capaiannya masih dibawah 80% seperti ditunjukkan pada gambar 3 dan gambar 4. Kemampuan siswa dalam melakukan percobaan dan kerja ilmiah menjadi faktor penunjang dalam penguasaan literasi sains pada kategori ini. Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah, siswa memiliki jadwal rutin untuk melakukan praktikum terkait materi-materi fisika.

Sarana dan prasarana laboratorium fisika yang memadai juga menunjang berkembangnya kemampuan dalam melaksanakan kerja ilmiah. Selain pelaksanaan praktikum di laboratorium sekolah, tak jarang siswa melaksanakan tugas proyek dari guru untuk memecahkan suatu permasalahan. Hal ini tentunya dapat melatih keterampilan siswa dalam melaksanakan kerja ilmiah. Siswa pada jenjang sekolah menengah atas harus sudah mampu menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan menarik kesimpulan secara sistematis (Hartono, Setyawan, & Edie, 2013, pp. 8–11; Wiyanto, Nugroho, & Usrotin, 2013, pp. 49– 54). Siswa pada jenjang menengah atas memiliki kemampuan yang cukup dalam melaksanakan prosedur ilmiah, tetapi belum memiliki kemampuan mengomunikasikan hasil praktikum dengan baik (Odja & Payu, 2014). Pelajaran sains sebaiknya lebih menekankan pada aktivitas siswa, mengurangi kegiatan mengingat pengetahuan, lebih menekankan pada keterampilan proses sains untuk mendapatkan konsep, dan sebagian besar waktu siswa dihabiskan di laboratorium atau kerja lapangan (Maturradiyah & Rusilowati, 2015, pp. 17–20). Pembelajaran

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 66

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

sains selayaknya berorientasi pada kegiatan laboratorium dan percobaan (Sarwi, Rusilowati, & Khanafiyah, 2013, pp. 123–131; Sumintono, 2017, pp. 459–471).

Kegiatan laboratorium dan percobaan membuat pembelajaran menjadi bermakna dan membuat keterkaitan antara pengalaman hidup nyata dan informasi baru, sehingga siswa mampu memahami konsep secara utuh (Muskania & Wilujeng, 2017, pp. 34–43).

Kategori literasi sains dengan penguasaan terendah seperti ditunjukkan pada gambar 3 dan gambar 4 yaitu kategori interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat. Hasil tersebut sesuai dengan jawaban siswa saat wawancara tidak terstruktur yang menyatakan bahwa mereka kurang memahami penerapan ilmu sains dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat kemampuan literasi sains yang rendah pada kategori tersebut mengindikasikan kurangnya wawasan siswa dalam bidang sains, teknologi, dan kehidupan bermasyarakat (Yunita, 2014, pp. 10–16). Belajar merupakan sebuah hasil interaksi antara manusia dan lingkungannya (Taufiq, Amalia, & Parmin, 2017, pp. 1472–1479). Kelancaran teknologi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari literasi sains (Tobin, 2015). Untuk menghasilkan dan menerapkan pengetahuan ilmiah, mengenali persoalan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti, seseorang harus mampu mengikuti perkembangan teknologi (Widodo, Rochintaniawati, & Riandi, 2017, pp. 522–528). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sains, teknologi, dan masyarakat saling berkaitan dan penting bagi siswa untuk menguasai interaksi ketiganya. Tanpa pengetahuan sains yang baik, kita akan menjadi pengguna teknologi yang lemah dan tidak mampu mengaplikasikan seluruh kecanggihan teknologi yang ada (Ibrahim & Aspar, 2011, pp. 102–112).

Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa SMK secara keseluruhan sudah cukup baik dengan perolehan persentase penguasaan diatas 50%. Namun, rata-rata persentase penguasaan yang diperoleh siswa belum mencapai 80%. (Ridwan, Mardhiyyah, & Rusilowati, 2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kemampuan literasi sains siswa yang diteliti berada pada level fungsional yang tergolong dalam kemampuan literasi sains relatif baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan literasi sains pada soal PISA lebih tinggi dibandingkan soal hasil pengembangan. Fakta ini diperkuat dengan hasil wawancara tak terstruktur terhadap beberapa siswa yang menyatakan bahwa soal PISA dirasa lebih mudah dibandingkan soal hasil pengembangan. Hal ini sesuai dengan ranah studi PISA yang dirancang untuk anak usia 15 tahun yang notabene berada pada awal masa sekolah menengah atas.

C. PENUTUP Pengembangan instrumen evaluasi untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa SMK telah dilakukan. Hasil penelitian dalam bentuk instrumen evaluasi yaitu soal pilihan ganda berbasis literasi sains pada materi fisika SMK dengan perbandingan muatan literasi sains sebesar 40% untuk kompetensi sains sebagai batang pengetahuan (a body of knowledge), 20% untuk kompetensi sains sebagai cara berpikir(a way of thinking), 20% untuk kompetensi sains sebagai cara untuk menyelidiki (a way of investigating), dan 20% untuk kompetensi interaksi

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 67

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

antara sains, teknologi, dan masyarakat (interaction of science, technology, and society). Instrumen evaluasi memiliki daya pembeda baik, tingkat kesukaran proporsional, dan kualitas distraktor baik serta telah dinyatakan valid dan reliabel.

Instrumen evaluasi berbasis literasi sains hasil pengembangan dapat digunakan untuk mengidentifikasi profil kemampuan literasi sains siswa SMK. Penerapan di SMK NU Maâ&#x20AC;&#x2122;arif 2 Kudus tahun 2019 menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains pada kategori sains sebagai cara untuk menyelidiki (a way of investigating) memiliki persentase penguasaan tertinggi yaitu sebesar 70,65%. Adapun persentase penguasaan terendah sebesar 63,9% ditempati oleh kategori interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat (interaction of science, technology, and society).

Pengembangan yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat dilanjutkan melalui pengembangan instrumen-instrumen evaluasi serupa dengan tema dan materi yang lebih luas. Lebih lanjut, instrumen juga dapat dikembangkan dalam bentuk soal uraian, sehingga mampu menganalisis kemampuan siswa lebih mendalam. Analisis profil kemampuan literasi sains siswa juga dapat dilanjutkan hingga tahap levelling seperti metode yang digunakan oleh PISA.

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK â&#x201D;&#x201A; 68

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

DAFTAR SUMBER Adeleke, A. A., & Joshua, E. O. (2015). Development and Validation of Scientific Literacy Achievement Test to Assess Senior Secondary School Students ’ Literacy Acquisition in Physics, 6(7), 28–43.

Astawan, I. G., & Rati, N. W. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Kuantum dan Teknik Merangkum Terhadap Penalaran Mahasiswa. Cakrawala Pendidikan, 35(3), 330–338.

Chiappetta, E. L., & Fillman, D. A. (1991). A Method to Quantify Major Themes of Scientific Literacy in Science Textbooks. Journal of Research in Science Teaching, 28(8), 713–725.

Councilii, N. R. (1996). National Science Education Standards. Washington DC: The National Academies Press.

Hartono, Setyawan, D. N., & Edie, S. S. (2013). Implementasi Pendekatan Multiple Intelligences dalam Metode Praktikum untuk Melihat Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa. Unnes Physics Education Journal, 3(2), 8–11.

Ahmadi, Farid; Ibda, Hamidulloh. 2019. Media Literasi Sekolah (Teori dan Praktik). Semarang: CV. Pilar Nusantara.

Ibrahim, M. A., & Aspar, N. H. M. (2011). Tahap Literasi Sains Di Kalangan Pelajar Tingkatan Empat. Journal of Science & Mathematics Educational, 2, 102–112.

Impey, C. (2013). Science Literacy of Undergraduates in The United States.

Departement of Astronomy, University of Arizona.

Maturradiyah, & Rusilowati, A. (2015). Analisis Buku Ajar Fisika SMA Kelas XII di Kabupaten Pati Berdasarkan Muatan Literasi Sains. Unnes Physics Education Journal, 4(1), 17–20.

Muskania, R. T., & Wilujeng, I. (2017). Pengembangan Perangkat Pembelajaran PjBL untuk Membekali Foundational Knowledge dan Meningkatkan Scientific Literacy. Cakrawala Pendidikan, 36(1), 34–43.

Naganuma, S. (2017). Communication and Public Engagement An assessment of civic scientific literacy in Japan : development of a more authentic assessment task and scoring rubric An assessment of civic scientific literacy in Japan : development of, 8455(May), 1–22. http://doi.org/10.1080/21548455.2017.1323131 Odja, A. H., & Payu, C. S. (2014). Analisis Kemampuan Awal Literasi Sains Siswa pada Konsep IPA. In Prosiding Seminar Nasional Kimia (pp. 40–47).

Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Retrieved from https://docobook.com/analisis-kemampuan-awal-literasi-sains-siswa-padakonsep-ipa.html OECD. (2006). Assessing Scientific, Reading and Mathematical Literacy. OECD Publishing.

Prilanita, Y. N., & Sukirno. (2017). Peningkatan Keterampilan Bertanya Siswa Melalui Faktor Pembentuknya. Cakrawala Pendidikan, 36(2), 244–256.

Rahayuni, G. (2016). Hubungan Keterampilan Berpikir Kritis dan Literasi Sains Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 69

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

pada Pembelajaran IPA Terpadu dengan Model PBM dan STM. Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran IPA, 2(2), 131–146.

Ridwan, M. S., Mardhiyyah, L. A., & Rusilowati, A. (2013). Pengembangan Instrumen Asesmen dengan Pendekatan Kontekstual untuk Mengukur Kemampuan Literasi Sains Siswa. In Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan.

Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Rusilowati, A., Kurniawati, L., Nugroho, S. E., & Widiyatmoko, A. (2016).

Developing an Instrument of Scientific Literacy Asessment on the Cycle Theme. International Journal of Environmental and Science Education, 11(12), 5718–5727.

Sadler, T. D., & Zeidler, D. L. (2009). Scientific Literacy , PISA , and Socioscientific Discourse : Assessment for Progressive Aims of Science Education. Journal of Research in Science Teaching, 46(8), 909–921. http://doi.org/10.1002/tea.20327 Sarwi, Rusilowati, A., & Khanafiyah, S. (2013). Implementasi Model Eksperimen Gelombang Open- Inquiry untuk Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Ilmiah Mahasiswa Fisika. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 9, 123–131.

Sujana, A., Permanasari, A., Sopandi, W., & Mudzakir, A. (2014). Literasi Kimia Mahasiswa PGSD dan Guru IPA Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 3(1), 5–11.

Sujarwanto, & Rusilowati, A. (2015). Pengembangan Instrumen Performance Assessment Berpendekatan Scientific pada Tema Kalor dan Perpindahannya.

Unnes Science Education Journal, 4(1), 780–787.

Suma, K., Sadia, I. W., & Pujani, N. M. (2018). Investigating 12th Grade Students’ Prior Knowledge of Static Electricity Concepts. International Journal of Enviroment and Science Eucation, 13(2), 163–172.

Sumintono, B. (2017). Science Education in Malaysia: Challenges in The 21st Century. Cakrawala Pendidikan, 36(3), 459–471.

Suyanto, S. (2018). The Implementation of The Scientific Approach Through 5Ms of The Revised Curriculum 2013 in Indonesia. Cakrawala Pendidikan, 37(1), 1–9.

Taufiq, M., Amalia, A. V., & Parmin. (2017). The Development of Science Mobile Learning Conservation Vision Based on Android App Inventor 2.

Unnes Science Education Journal, 6(1), 1472–1479.

Tobin, K. (2015). Handbook Pengajaran dan Pembelajaran Sains. Bandung: Nusa Media.

Toharudin, U., Hendrawati, S., & Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Turiman, P., Omar, Daud, & Osman. (2012). Fostering The 21st Century Skills Through Scientific Literacy and Science Process Skills. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 59(1), 110–116.

Udompong, L., Traiwicitkhun, & Wongmanich. (2014). Causal Model of Research Competency Via Scientific Literacy of Teacher and Student.

Procedia-Social and Behavioral Sciences, 116(1), 1581–1586.

Udompong, L., & Wongmanich. (2014). Diagnosis of The Scientific Literacy

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 70

ASNA: Jurnal Kependidikan Islam dan Keagamaan Vol. 1 No. 2 (2019)

Characteristics of Primary Students. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 116(1), 5091–5096.

V, G., Michael, L., & Janusa. (2010). Chemistry:The Core Concepts. North California: Kona Publishing and Media Group.

Wardhani, S., & Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian: Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional.

Widodo, A., Rochintaniawati, D., & Riandi. (2017). Primary School Teachers’ Understanding of Essential Science Concepts. Cakrawala Pendidikan, 36(3), 522–528.

Wilkinson, J. (1999). A Quantitative Analysis of Physics Textbooks for Scientific Literacy Themes. Research in Science Education, 29(3), 385–399.

Wiyanto, Nugroho, S. E., & Usrotin, D. (2013). Penerapan Pembelajaran Melalui Kegiatan Laboratorium Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Berkomunikasi, dan Bekerjasama. Unnes Physics Education Journal, 2(2), 49–54.

Yunita. (2014). Pola Pembinaan International Junior Science Olympiad (IJSO) IPA di Tingkat Nasional. Edusains, 6(1), 10–16.

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Siswa SMK │ 71