
Seven Love Languages
Tujuh Bahasa Cinta: Ungkapan Cinta dari Kehidupan
Rasulullah ﷺ
Sebuah cinderamata pernikahan, Dan sebuah hadiah, to Lovy, a gift of love, from your loving (to be) husband
Penulis : Arif Setya Basuki & Lovy Perdani
Desain Sampul : Gibran Darissalam (ig gibs.illustration)
Penerbit : Ardani Publishing
Cetakan I, 1444 H / 2023
Cintaku padamu, abadi sepanjang zaman
Tak lebih tak kurang oleh alasan
Cintaku tak beralasan kecuali keinginan mencinta
Cintaku tak bersebab yang dimengerti manusia
Jika cintamu tak beralasan selain ia yang kau cinta
Maka ia nyata, tak kan lenyap selamanya
Jika cintamu digerakkan oleh suatu alasan
Maka ia akan sirna bersama sirnanya alasan
- Ibnu Hazm al-Andalusi, dalam Risalah
Cinta
Prakata
Sebuah Hadiah Cinta
Alhamdulillah, alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah ﷻ untuk cinta yang Allah ﷻ berikan. Cinta yang tak lain, adalah salah satu hadiah palingbesardari-Nya.
Bisa saja, Allah ﷻ ciptakan makhluk tanpa emosi, tanpa rasa. Namun Allah ﷻ ingatkan dalam Qur’an, bahwa Dia yang menganugerahkan kasih sayang. Bahwa dengan rahmah-Nya, wa bi Rahmatihi, urusan kitamenjadilebihmudah.
Karena itu ada dalam firman di atas, terkait satu dari tanda kuasa Allah ﷻ. Bahwa Ia menciptakan dari kita dan untukkita,nikmatpasangan.Allah ﷻ bisasaja tak menciptakan itu, tapi Allah ﷻ yang paling mengenaliciptaan-Nya. Untukapa?
Untuk “litaskunuilaiha”. Agar suamimenemukan ketenangan, saat bersama dengan istrinya. Juga, agar istri rasakan nyaman ketika ditemani suaminya. Untuk menemukan ketentraman antara satu dengan yang lainnya.
Sakinah akan muncul saat laki-laki hidup dengan pasangan hidupnya, dan sakinah juga terjaga saat
perempuan bersama dengan pasangan hidupnya.
Karena Allah ﷻ tahu manusia adalah makhluk yang lemah, yang membutuhkan teman untuk hidup
bersama.Itulahmanusia,makhlukyangmembutuhkan cinta.
Maka Maha Pengasih Allah ﷻ, yang menumbuhkan cinta diantara kita. Ialah ar-Rahman, yang meletakkan diantara suami istri mawaddah (cinta). Mawaddah namunbegitu,bukanlahcintayang sembarangan.IbnuQayyimmenyebutkankatacintadi Bahasa Arab ada lebih dari 10 kata. Salah satunya, itulah mawaddah.
Mawaddah, adalah cinta yang menunjukkan kelembutandankasihsayang. Mawaddah adalahjenis cinta,yangmembuatkitamengorbankansesuatudemi kenyamanan yang lainnya. Mawaddah adalah cinta yang nurturing, ia merawat. Karena sifatnya yang
merawat, seseorang perlu berkorban demi kebahagiaan pasangannya. Itulah cinta, yang Allah ﷻ firmankansuamidanistripunya.
Sayangnya, tidak setiap orang bisa menangkap mawaddah pasangannya dengan baik. Bisa jadi
seseorang merasa telah berkorban. Namun cintanya
tidak tersampaikan. Karena, ia tidak memahami bahasa cinta yang dimiliki dan diinginkan pasangannya. Karena ternyata, cara setiap orang
menunjukkandanmenangkapekspresicintasangatlah bervariasi.
SamasepertiorangIndonesiayangmengucapkan
“Aku menyukaimu”, pada orang yang tak mengerti bahasa Indonesia. Bisa jadi “akucinta” terucap ribuan kali, namun pasangannya tidak menangkap apapun. Justru,bisajadipasangannyamembalas, “pasanganku takmencintaiku!” .
Setiap pasangan akan berharap dicinta atau dipuji. Tapi kadangkala mereka tidak berbicara dalam satu frekuensi. Tentu untuk menyamakan frekuensi, butuh ikhtiar dan waktu. Lembaran-lembaran ini, semoga bisa menjadi sedikit ikhtiar tersebut. Bagi
penulis pribadi, menjadi hadiah pertama untuk orang yang akanjadipasanganterbaik,LovyPerdani.
Sekilas, tulisan ini akan membahas terkait tujuh bahasa cinta. Tujuh bahasa yang dari semuanya, tidak ada yang salah. Semuanya adalah cara
mengekspresikancinta.Walaupuntentu,mungkinada yang cenderungpadabahasatertentu.
Apa yang ditulis dalam buku ini bukan hal yang baru. Bahkan, tulisan ini mungkin belum bisa disebut
buku. Lebihtepatnya,tulisaninidapatdisebut booklet.
Sebuah catatan dari kajian-kajian serta buku, dengan satuduatambahan,daridiriyangfakir.Inspirasiutama tulisan ini adalah ceramah dari Da’i berkebangsaan
Amerika, Syaikh Yasir Qadhi. Semoga Allah
memberikan keberkahan dan kebermanfaatan atas ilmubeliau.
Syaikh Yasir menjelaskan “Lima Bahasa Cinta” dalam sebuah ceramah,1 yang diadaptasi dari karya seorang Psikolog Barat.2 Namun Syaikh Yasir mencoba memberikan perspektif lain, dengan mendasarkannya pada Sirah Rasulullah ﷺ . bagaimana Rasulullah menunjukkan cinta kepada istri-istri beliau. Tulisan ini dikembangkandariceramahbeliau,danjugabeberapa catatan penulis dari karya lain yang menjelaskan topik terkait.
Tentu, masih ada banyak kekurangan dari tulisan ini. Pertama, dari kapasitas penulis yang bukan mahasiswa ilmu syar’i. Penulis murni menulis secara otodidak dari hasil mendengarkan kajian dan membaca buku. Kedua, dari segi masih dangkalnya pembahasan. Sesungguhnya, tiap bahasa cinta di tulisan ini berhak mendapatkan bab khusus. Bab yang berisi penjelasan mendalam baik dari segi penjelasan ayat/hadits,atau daripendekatanlain.3
Kekurangan dari tulisan ini, penulis harap dan doakandapatmenjadikelebihan.Pembahasanringkas insya Allah tepat bagi pembaca yang ingin mendapatkan poin-poin penting terkait interaksi
suami-istridarisejarahRasulullah
1 The Languages of Love, Shaykh Dr. Yasir Qadhi. https://www.youtube.com/watch?v=VFRTARyBO-4&t=564s
2 Dapat dilihat dalam buku ‘The 5 Love Languages: The Secret to Love That Lasts’, karya Gary Chapman. Menurut Chapman, setidaknya ada lima ‘bahasa cinta’, yaitu : words of affirmation (kata-kata penegasan), quality time (waktu berkualitas), physical touch (sentuhan fisik), acts of service (tindakan pelayanan), dan receiving gift (menerima hadiah).
3 Pendekatan psikologi, misal. Khususnya pada Bab Tujuh, dimana penulis tidak hanya mengambil teladan dari Rasulullah ﷺ, tapi juga Nabi Ibrahim ‘alaihisallam. Kedua manusia mulia tersebut berhak mendapatkan bagian khusus untuk kita ambil hikmahnya bagi istri dan anak-anak kita.
dan kapasitas penulis semoga juga dapat menjadi pemacu penulis lain dengan waktu dan pendidikan yang memadaiuntukmemperdalambahasanserupa.
Akhirnya, semoga yang sedikit ini dapat jadi hadiah bermanfaat. Membuat pribadi kembali mengintropeksi diri. Menjadi bahan muhasabah, bahasaapayangdiridanpasanganinginkan.Agarrasa tenang, cinta, dan kasih sayang, khususnya dalam keluarga penulis, terus terjaga hingga Allah ﷻ pertemukankitadengan surga.AamiinyaRabb.
Mojokerto,08Juli2023
ArifSetyaBasuki-LovyPerdani
Bahasa Pertama
Bahasa Lisan
Bahasa cinta yang paling awal dan umumnya diamalkan setiap insan adalah dengan lisan.
Mengatakanakucintapadamuadalahcarapalingawal dalammengekspresikancintakita.
EkspresitersebutjugadicontohkanRasulullah ﷺ.
Aisyah berkata pada Rasulullah ﷺ , “Bagaimana cintamu padaku?”, maka Rasulullah ﷺ menjawab, “sepertiikatantali(yangkuat)” .
Hanyasaja,memangkadangsatupihakpasangan (baca : sering oleh suami) belum memahami bahwa cinta mestinya terus diperbarui lewat lisan. Bahasa ini terkadang hanya sering diungkapkan pada awal masa pernikahan semata. Padahal, lisan kita adalah salah satu bagian tubuh yang Allah paling mudah ciptakan untukmencinta.
Mengungkapkan cinta dengan lisan tidaklah sulit dilakukan. Misal, dengan cara Ustadz Fauzil Adhim dalam Agar Cinta Bersemi Indah, yaitu membuat panggilan sayang yang spesial untuk pasangan tercinta.
LayaknyaRasulullah ﷺyangpunyainamajulukan untuk istrinya tercinta, Aisy (Aisyah kecil), Khumairaa
(yang kemerahan pipinya), dan Muwaffaqah (yang mendapatkanbimbingan).
Lisan tersebut bahkan tidak hanya kita gerakkan di dalam rumah, namun juga mungkin di tengah masyarakat. Mungkin kita hidup dengan tradisi yang
menganggap mengucapkan cinta di ruang publik kurang sopan. Namun, bagi pasangan suami istri, hal tersebut adalah hal yang wajar. Terlebih bagi laki-laki, untuk memuji dan mengafirmasi cinta pada istrinya di tengahkoleganya.
BagaimanadenganRasulullah?
Dari ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa orang yang paling engkau cintai?”
Beliau menjawab, “Aisyah”. Ditanya lagi, “Kalau dari golonganlaki-laki?”Beliaumenjawab,“Ayahnya(yaitu AbuBakarAsh-Shiddiq).”4
Padasaathaditsdiatasterjadi,Aisyahtidakhadir di tempat. Rasulullah ﷺ menjawab seperti itu tentu untuk menekankan suatu hal pada para Sahabat. Sebuah hal yang ingin beliau sampaikan di tengah masyarakatyangtabuuntukmembicarakancintapada istri. Ataupun di tengah masyarakat yang tidak biasa dan tidak maskulin bagi seorang suami untuk mengucapkancinta.
Pada masyarakat seperti di atas, Rasulullah ﷺ bersabda di di depan jama’ah Masjid yang mayoritas adalah laki-laki. Bahwa orang yang paling Ia cintai
adalah Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Bahkan saat
Rasulullah ﷺ ditanya kembali, apa jawaban
Rasulullah? Rasulullah kemudian menjawab ayahnya (AbuBakar).
Rasulullah ﷺ menjawab dengan orang yang
berhubungan erat dengan Aisyah Radhiyallahu‘anha.
OrangyangsudahRasulkenallebihdulu,jauhsebelum
Aisyah.. Namun Rasul baru sebutkan kedua, karena
cinta Rasulullah ﷺ pada Aisyah perlu didemonstrasikan. Siapa laki-laki yang paling
Rasulullah ﷺ cintai? Yaitu ayahnya, Abu Bakar
Radhiyallahu‘anhu.
Apa yang terjadi dengan masyarakat Madinah saat itu terjadi? Seperti apa perasaan Aisyah saat mendengarkankejadianini?
Hal tersebut, yang kita dapat namakan cinta.
Cintabutuhpengakuandansaksi.Tidakadayangsalah dengan menunjukkan cinta, untuk mengafirmasi cinta
kita secara verbal pada pasangan kita.
Mengekspresikan rasa cinta dalam lisan tak pernah mengenal masa. Seberapa tua umur miliki, cinta itu akantetapmudaapabilaterusdirawatdandijaga.
Untuk menutup poin ini, berilah selalu kata-kata
yangbaikkepadapasangan.Bahkandalamagamakita, diperbolehkan untuk menggunakan kata-kata
hiperbolis, bahkan “gombal” dalam hal pujian-pujian.
SepertisalahsatuhaditsdariRasulullah ﷺ: “Apayang
dikatakan diantara suami istri, tidak ada dusta (laa kadzib)” .
Disebutkan pula dalam sebuah hadits yang lain, bahwa dahwa dusta itu dimaklumi di tiga tempat.
“Rasulullah ﷺ membolehkan dusta dalam tiga perkara: peperangan, mendamaikan dua orang berselisih, dan pembicaraan suami kepada istrinya.”
(HRAhmad)
Bukan dusta untuk menipu. Bukan pula dusta untuk mengkhianati. Bukan pula untuk menyembunyikanapayangadadihati.Dustatersebut adalah yang memperkuat ikatan, yang bisa jadi berwujudekspresimanja penuhkerinduan. Walaupun hidup terasa sulit, dengan kata-kata yang menenangkan, kata-kata afirmasi, maka dunia akan terasaringan.
Bahasa Kedua
Bahasa Waktu
Bahasa kedua, adalah bahasa yang umumnya perempuan suka untuk dapatkan, tapi laki-laki sulit untuk berikan. Itulah bahasa waktu. Sebuah bahasa yang benar-benar menunjukkan derajat kepedulian.
Semua manusia sama-sama hanya memiliki 24 jam sehari,danapayangdilakukandengan24jamtersebut menunjukkanprioritas.
Setiap hari, pasti ada hal yang menjadi prioritas dalamkehidupan.Bersamaandenganitu,pastiadahal lain yang dikorbankan. Maka karena itu, pasangan tentuakanberharapmendapatkanbahasacintadalam bentukperhatiandan waktu.
Terkadang ada pasangan yang berkata, “Sayasibuk kerja, jadi jarang bisa meluangkan waktu untuk pasangan saya”. Namun, terkadang yang diinginkan pasangan bukanlah waktu yang banyak, namun waktu yang cukup untuk saling berbicara dan memperhatikan. Artinya, quality time yang penting, bukanhanyasecara kuantitas.
Dalam hal ini, suami-istri harus dapat berbicara
secara terbuka antara satu dengan lainnya. Tentu setiap suami miliki kecenderungan sebagai seorang laki-laki, dengan olahraga, dengan menonton bola, dsb. Sebaliknya, setiap istri juga memiliki
kecenderunganyangkhas.Sebagaimanusia,ituadalah
halyangkitapahami.Perbedaanaktivitasiniakanjelas padapasanganyang barumenikah.
Namun laki-laki atau perempuan, memiliki tanggung jawab atas waktu yang berbeda saat sudah memutuskan menikah. Saat sudah menjadi suami ataupun istri, hendaknya saling memahami bahwa pasangan miliki hak atas waktu yang ada. Ada waktu dimana TV dimatikan, HP ditaruh, dan waktu hanya untukberdua.
Ada hal tidak rumit, tapi akan jadi sunnah yang bermanfaat jika suami-istri amalkan. Selepas melaksanakan ibadah sholat Isya, Rasulullah ﷺ biasa masuk ke rumah dan berbincang bersama istrinya sebelum tidur. Ini adalah bentuk Quality Time yang insyaAllah ﷻ bisadilakukansetiappasangan.
Berkata Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, “Aku menginap di rumah bibiku Maimunah (istri Nabi ﷺ ) maka Rasulullah ﷺ berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah) beberapa lama, kemudian beliau tidur.”5
Sedangkan di hadits yang lain, diterangkan
bagaimana batasan tidur malam bagiseorang Muslim, “
Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘allaihi wasallam membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat)
setelahnya.”6
5 HR. Bukhari IV/1665 No. 4293, VI/2712 No. 2014, dan Muslim I/530 No. 763)
6 HR Bukhari no. 568 dan Muslim no. 647
Berdasarkan hadits pendek di atas, dapat kita ketahui bahwa berbincang-berbincang dengan istri adalah hal yang dicontohkan oleh Nabi. Perbincangan antara seorang suami dengan istrinya adalah perbincangan yang harapannya selalu mendatangkan manfaat dan keberkahan dalam kehidupan dunia dan akhirat mereka. Tentu, dari situ dapat kita ambil
pelajaran lain, bahwa adanya pasangan yang mau
berbicara dan ada pasangan yang mau mendengar adalah salah satu syarat penting quality time. Ustadz
Herfi berkata, kebutuhan untuk mendengar dan didengarkan merupakan sesuatu yang penting.7 Manusiamempunyaikebutuhanuntukitu.
Namun dalam hal ini, ada perbedaan umum lakilakidanperempuanyangharusdipahami.Seorangistri umumnya memiliki kebutuhan untuk didengar perasaannya. Ia butuh ada orang yang mau menerima ceritanya, tentang kelelahannya, tentang kecemasannya menunggu suami, dan isyarat-isyarat laindarihatinya.
Sayang, suami adakalanya tidak bisa mendengarkan isyarat-isyarat di atas sebagaimana diharapkan. Ketika istri bercerita betapa lelahnya ia mengurus berbagai kebutuhan rumah tangga, suami mungkin ingin segera menanggapinya sebagai sebuah
persoalan yang perlu segera diselesaikan. Apa yang
terjadi kemudian, istri justru jengkel, karena ia hanya butuhkekasihyang maumendengarkan.
Maka wajar jika Syaikh Yasir Qadhi berkata, bahwaLakilaki adalah solutiongiver.Lebihcenderung inginpraktisdanmencarisumbermasalah.Perempuan di sisi lain, lebih senang mengekspresikan diri dan mencurahkan rasa dengan berbicara. Kadang istri hanya ingin bicara dan butuh didengarkan, dan tidak butuh solusi. Jika laki-laki mengajak bicara orang lain, umumnya mereka ingin mendapatkan solusi, tapi berbedadenganperempuan.Istrimungkinhanyaingin didengarkan, dan perhatian suaminya jadi hal yang lebihmahaldaripadamasalahitusendiri.
Hikmah lain dari hadits di atas, adalah Rasulullah
menunjukkankepadakita,bahwawaktuberkualitas dengan istri tidak harus mewah. Terkadang, ini adalah seni manajemen waktu yang ada, sesibuk apapun amanah di luar rumah. Suatu hari, Aisyah berkata, “Aku keluar bersama Rasulullah dalam sebuah perjalanan. Saat itu aku masih ramping. Lalu kami berhenti. Beliau berkata kepada para sahabatnya, ‘Majulah kalian terlebih dahulu.’ Kemudian beliau berkata kepadaku, ‘Kemarilah, aku berlomba denganmu.’ Beliau berlomba denganku, lalu aku mampumendahuluinya.
Di waktu yang lain, aku keluar bersama beliau dalam sebuah perjalanan. Saat itu badanku sudah gemuk. Lalu kami berhenti di sebuah tempat pemberhentian. Beliau berkata kepada para sahabatnya, ‘Majulah kalian.’ Lalu beliau berkata kepadaku, ‘Kemarilah, kita berlomba lagi.’ Lalu aku
berkata, ‘Bagaimana aku bisa berlomba denganmu sedang keadaanku sudah seperti ini?’ Beliau menjawab, ‘Engkau pasti bisa.’ Beliau berlomba denganku, lalu beliau mendahuluiku. Beliau menepuk bahuku seraya berkata, ‘Ini adalah balasan dari (perlombaan)yangdulu. ”8
Hadis di atas adalah aplikasi praktis bagaimana quality time dilakukan oleh Rasulullah ﷺ . Terkadang, quality time bahkan tidak perlu mengeluarkan banyak kata. Seperti Rasulullah ﷺ yang ‘menyingkirkan’ seluruh distraksi diantara diri Beliau dengan Aisyah. Agar bisa menikmati waktu berdua, diantara tekanan amanah memimpin para Sahabat. Bagaimana perasaan Ibunda Aisyah pada saat itu? Tentu sangat bahagia.
Dalam kesempatan yang lain, Aisyah
Radhiyallahu’anha berkata, “Orang-orang Habsyah (Etiopia) masuk ke adalam masjid dan bermain maka
Nabi ﷺ berkata kepadaku, ‘Wahai yang kemerahmerahan (maksudnya adalah Aisyah), apakah engkau ingin melihat mereka?’ Aku berkata, ‘Iya.’
Nabi ﷺlalu berdiri di pintu, lalu aku mendatanginya dan aku letakkan daguku di atas pundaknya dan aku sandarkan wajahku di atas pipinya. Rasulullah ﷺ berkata, ‘Sudah cukup (engkau melihat bermain).’
Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, jangan terburuburu.’Lalubeliau ﷺ(tetap) berdiri untukku agar aku
bisa terus melihat mereka. Kemudian dia berkata, ‘Sudah cukup. ’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru.’ Aisyah Radhiyallahu’anha berkata, ‘Aku tidak ingin terus melihat mereka bermain, tetapi aku ingin melihat para wanita tahu
bagaimana kedudukan Rasulullah ﷺ di sisiku dan kedudukankudisisiRasulullah ﷺ.”9
Saatitu,parasahabatsedangmengelilingipemain
akrobatdariHabsyahdalamMasjid.Nabikita ﷺ sadar
bahwaparaperempuantidakbisamelihat(perhatikan perhatian beliau pada perempuan), jadi Rasulullah ﷺ masuk Masjid dan menuju ke pintu rumahnya (yang
terhubung dengan Masjid Nabawi) dan berdiri di depanpintunya.
Saat Rasulullah ﷺ berada di depan pintu rumahnya, tentu para sahabat memastikan tidak ada
penghalang pandangan antara Rasulullah dengan
pemain dari Habsyah. Ketika tidak ada yang menghalangi dari menonton, datanglah Aisyah
Radhiyallahu ‘anha. Karena Rasulullah ﷺlebih tinggi
dari Aisyah, Ibunda Aisyah harus jinjit dan meletakkan dagunya pada punggung Nabi ﷺ... Serta saling menyentuhkankeduapipibeliauberdua.
Rasulullah ﷺ dan Aisyah kemudian menonton danterusmenonton,sampailelahmenonton.10 Walau begitu, Aisyah memutuskan tetap berada di tempat.
(HR.