
1 minute read
What is inclusive and its relation to women

Building and sustaining a learning environment for inclusive design
Advertisement
Desain inklusif, atau dapat dilihat sebagai lingkungan inklusif, merupakan ruang yang dapat digunakan oleh semua orang tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau disabilitas, serta kondisi lainnya seperti ras, pendapatan, pendidikan (Morrow & Manley, 2002).
The principles of inclusive design. (They include you.)
Desain inklusif memiliki beberapa nilai, antara lain aman, responsif, fleksibel, mudah digunakan, welcoming, realistis, dan mampu mengakomodasi semua kalangan masyarakat (Fletcher, 2006).
Prinsip-prinsip desain inklusif oleh The Commission for Architecture and the Built Environment (CABE), yaitu sebagai berikut: Mengedepankan sustainable community
Mengakui keberagaman dan perbedaan dari penggunanya.
Mengakomodasi semua pengguna tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau keadaan lainnya.
Menerapkan prinsip sustainable dan mampu beradaptasi dalam desain.
Menjadi tempat yang nyaman bagi semua orang serta mudah dipahami oleh penggunanya dalam menemukan arah.
Dalam pembahasan mengenai desain inklusif, pihak-pihak yang seringkali disinggung, atau disebut juga dengan kaum inklusif, mencakup aspek usia seperti anak-anak dan lansia, aspek gender seperti perempuan dan ibu hamil, serta aspek lainnya seperti disabilitas, ras, dan budaya.
Karakteristik perempuan dalam publikasi Gender Equity in Design Guidelines

(The City of Whittlesea, 2017) antara lain:
Lebih cenderung mengasuh anak, disabilitas, dan lansia dibanding laki-laki
Lebih sering merasa tidak aman di ruang publik dibanding laki-laki
Lebih jarang berpartisipasi di ruang rekreasi aktif
World Bank menyatakan terdapat enam isu utama ketidaksetaraan perempuan pada lingkungan binaan, yaitu access, mobility, safety and freedom from violence, health and hygiene, climate resilience, dan security of tenure (Terraza et al., 2020).
Telah dipahami bahwa perempuan, disabilitas, dan minoritas lainnya seringkali mengalami kerugian dalam aspek sosial dan ekonomi. Kaitannya dengan sistem patriarki, perempuan memiliki tingkat kerawanan pelecehan seksual dan kekerasan yang tinggi, sering disebut dengan gender-based violence (GBV).
Atas karakteristik dan kerawanan perempuan terhadap kekerasan, United Nations menggerakkan konsep Women and Girls Safe Spaces (WGSS) untuk membentuk ruang yang aman dan nyaman bagi perempuan sekaligus meminimalisir terjadinya gender-based violence (GBV).
Oleh karena itu, untuk mewujudkan ruang yang ramah perempuan, perlu adanya perhatian khusus terhadap faktor-faktor berikut (Listyaningsih et al., 2018):
Universal utilization, dapat dimanfaatkan oleh laki-laki, perempuan, dan kelompok lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Safety, security, convenience, memberikan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi penggunanya.
Gender equity for basic needs, memberikan kesetaraan aksesibilitas terhadap laki-laki, perempuan, dan kelompok lainnya.
Environmental friendly, bersifat ramah lingkungan sesuai kebutuhan penggunanya.