“Analisis Yuridis Terhadap Konsep Childfree Dalam Sudut Pandang hukum Islam di Indonesia ”
A. Heading
(1) Kepada : ALSA Local Chapter Universitas Andalas
(2) Dari : Researcher ALSA Local Chapter Universitas Andalas
(3) Perihal : Analisis Yuridis Terhadap Konsep Childfree Dalam Sudut Pandang hukum
Islam di Indonesia
(4) Tanggal : 20 Febuari 2023
B. Statement of Assignment
Kami sebagai mahasiswa hukum ditunjuk untuk menyiapkan Legal Memorandum yang
membahas mengenai Analisis Yuridis Terhadap Konsep Childfree Dalam Sudut Pandang hukum
Islam di Indonesia.
C. ISSUES
Indonesia tercatat sebagai negara dengan penduduk paling banyak nomor empat di dunia hal ini menandakan tingkat kelahiran penduduk indonesia yang tinggi membuat peningkatan
penduduk semakin bertambah setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan sebanyak 275,77 juta jiwa pada tahun 2022. Jumlah
tersebut naik 1,13% dibandingkan pada tahun lalu yakni sebanyak 272,68 juta jiwa. Masyarakat
Indonesia memandang bahwa anak adalah anugerah, keturunan, dan sebagai penerus. Masyarakat
juga meyakini bahwa keberadaan anak dalam pernikahan adalah hal yang vital dan sangat
dinantikan karna dianggap sebagai bonding antara istri dan suami yang mampu meningkatkan
komitmen dalam perkawinan. Namun seiring berkembangnya zaman pola pikir masyarakat
indonesia terus berubah, tak semua pasangan bisa atau ingin punya anak dalam kehidupan
pernikahan mereka. Banyak yang mengambil keputusan untuk tidak memiliki anak atau dikenal
juga dengan istilah childfree.
Berkembangnya pemikiran mengenai childfree dikalangan masyarakat memberikan
dampak dalam pertumbuhan angka kelahiran di Indonesia. Dalam kamus Cambridge, istilah
childfree digunakan untuk orang yang memilih atau memutuskan tidak mempunyai anak, atau
tempat dan situasi tanpa anak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya childfree merupakan suatu kondisi dimana seorang pasangan suami dan istri memutuskan untuk tidak memiliki anak ataupun tidak ingin mendapatkan keturunan, hal ini dilakukan dengan kesadaran dan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Adanya suatu pemikiran yang melandasi konsep
childfree ini hadir seiring dengan kampanye politic of body atau politik tubuh yang beranggapan
bahwa tubuh perempuan adalah miliknya sehingga tidak ada satupun orang yang berhak
memaksakan sesuatu atasnya, termasuk mengandung dan memiliki anak.
D. Brief Answer
Pemikiran mengenai konsep childfree merupakan suatu keputusan yang beranggapan
untuk tidak memiliki anak dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Pemikiran
mengenai childfree awalnya bermula dari negara maju terutama negara bagian eropa yang
memutuskan untuk tidak memiliki anak dalam suatu pernikahan dengan sukarela, pemikiran ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya keinginan untuk tidak menambah populasi manusia di dunia yang telah over populasi hal ini dilakukan dengan childfree.
Pemikiran konsep childfree yang berkembang dimasyaraat indonesia mendapat berbagai respon baik negatif maupun positif. Secara hukum keputusan untuk childfree bukanlah hal yang berlawanan dengan peraturan ataupun kebijakan suatu negara, dalam pandangan hukum adat dan islam memililiki anak merupakan suatu hal ynag dianjurkan karena dianggap membawa berkah serta dengan adanya anak dapat melanjutkan keturunan ataupun alih waris.
E. Statement of Facts
Berdasarkan pemaparan tersebut maka ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:
(1) Bahwa frasa childfree merupakan suatu frasa dalam bahasa Inggris yang telah ada sejak akhir abad kedua puluh. Tahun 1900-an merupakan tahun yang menjadi perkembangan
puncak dari sejarah childfree. Hal ini dibuktikan dalam data yang berasal dari biro sensus
Amerika Serikat bahwa pada tahun 1961 dan 1971 persentase pasangan tanpa anak terjadi
peningkatan sebanyak 3 kali lipat. Kata childfree awalnya digunakan oleh organisasi nasional untuk non orang tua pada tahun 1972 di California. Organisasi ini memiliki misi
sebagai pendukung bagi orang tua yang memilih untuk tidak memiliki anak.
(2) Bahwa Childfree memiliki arti tidak memiliki anak yang didasarkan oleh keinginan
seseorang. Selain itu menurut Agrillo dan Nelini childfree merupakan suatu istilah yang digunakan untuk individu-individu yang secara sadar memilih untuk tidak memiliki anak atau yang lebih dikenal dengan sukarela tanpa anak.
(3) Bahwa terdapat beberapa faktor alasan seseorang memilih untuk childfree diantaranya
tidak adanya keinginan untuk menjadi orang tua, terdapat ketakutan untuk melahirkan, adanya kekhawatiran bahwa anak akan tumbuh dengan intelektual yang buruk.
(4) Bahwa setiap pasangan memiliki hak menentukan untuk memiliki anak atau tidak. Akan
tetapi perlu dikaji lebih dalam dengan menggunakan aturan islam khususnya bagi yang
beragama islam. Al-Qur’an menyebutkan bahwa salah satu tujuan penciptaan manusia
ialah untuk menjadi khalifah dimuka bumi. Untuk melanjutkan fungsi kekhalifahan maka
hanya dapat dilakukan dengan pernikahan dan melahirkan keturunan. Al-Qur’an sendiri telah menganjurkan untuk memiliki anak melalui Surat Al-Furqan Ayat 74. Selain itu
terdapat hadist yang secara implisit menyampaikan bahwa dianjurkan untuk memiliki keturunan yaitu HR. al-Nasā‟i No.3227.
(5) Apabila dipandang dari sudut pandang kebijakan negara khusus Indonesia, UndangUndang tidak mengatur secara langsung wajib atau tidaknya memiliki anak. Akan tetapi
menurut kompilasi hukum islam tujuan dari pernikahan adalah untuk menaati perintah Allah. Memiliki anak atau keturunan merupakan salah satu perintah yang Allah berikan kepada manusia.
F. Analysis
a. Tinjauan Umum tentang Pengertian Childfree
1. Sejarah munculnya istilah childfree
Childfree adalah frasa bahasa Inggris yang diciptakan pada akhir abad kedua puluh. Rachel Chrastil, profesor sejarah di Universitas Xavier menjelaskan bahwa ada wanita atau pasangan yang belum memiliki anak sejak jaman dahulu. Faktanya, jutaan wanita di seluruh dunia akan mencapai usia 45 tahun tanpa memiliki anak di abad ke-21. Entah karena alasan kesehatan seperti kemandulan, nilai filosofis, maupun pilihan hidup1. Jauh sebelum istilah childfree ada, pada masa sebelum revolusi Prancis, 15% - 22% orang dewasa memutuskan lajang dan mungkin tidak memiliki anak. Sejarah puncak childfree terjadi pada tahun 1900-an. Hal ini sesuai data biro sensus AS bahwa persentase pasangan tanpa anak meningkat tiga kali lipat antara tahun 1961 dan 1971, naik dari 1,3% menjadi 3,9%.
Istilah childfree pada awalnya digunakan pada tahun 1972 oleh Organisasi Nasional untuk Non-Orang Tua yang didirikan oleh Ellen Peck dan Shirley Radl di Paolo Alto, California. (National Alliance of Optional Parenthood). Organisasi ini pertama kali diterbitkan dalam artikel
Time pada 3 Juli 1972, dengan misi sebagai kelompok pendukung untuk orang yang memilih untuk tidak memiliki anak dan sebagai kelompok advokasi memerangi pronatalisme2. Dan pada tahun 1992 seorang penulis buku yakni Leslie Lafayette membentuk sebuah organisasi bebas anak yaitu Jaringan Childfree. Dan akhirnya istilah childfree ini eksis di kalangan publik hingga sekarang.
2. Pengertian Childfree
Secara bahasa Childfree ialah “having no childfren, childless, especially by choice” yang artinya childfree adalah tidak memiliki anak, yang berdasarkan oleh pilihan. Menurut Cambridge dictionary, childfree: used to refer to people who choose not to have children, or a place or situation without children” yang artinya adalah childfree merujuk pada orang yang memilih untuk tidak memiliki anak atau situasi tanpa adanya anak3. Sementara menurut Agrillo dan Nelini, childfree adalah istilah yang digunakan untuk individu-individu yang secara sadar
1 Rachel Chrastil, How to Be Childless: A History and Philosophy of Life Without Children, Oxford University Press, 2020, 19.
2 Christian Agrillo & Cristian Nelini, “Childfree by choice: a review”, Journal of Cultural Geography Vol. 25, No.3, Oktober 2008, 347.
3 https://dictionary.cambridge.org/amp/english/child-free
memilih untuk tidak memiliki anak atau yang lebih dikenal dengan sukarela tanpa anak.Menurut Suryanto, istilah childfree muncul disebabkan adanya starus dan eksistensi perempuan yang hanya dilihat dari jumlah keturunan yang dihasilkan sehingga seiring perkembangan zaman perempuan memiliki kebebasan secara personal untuk memilih keputusan tidak memiliki anak.
Selain childfree ada banyak istilah lain yang dapat mendefinisikan pernikahan tanpa anak seperti voluntary childless. Mereka yang menganut paham voluntary childless memang secara sadar dan sengaja tidak ingin memiliki anak. Hal ini berbeda dengan involuntary childless, karena involuntary childless adalah mereka yang tidak memiliki anak bukan karena kehendaknya sendiri atau sengaja melainkan ada sebab-sebab lain dan keadaan tertentu misalnya karena faktor yang berkaitan dengan masalah kesehatan seperti infertilitas, sehingga mereka tidak bisa memiliki anak. Dengan demikian terdapat perbedaan antara childfree dan childless.
3. Faktor yang mempengaruhi Childfree
Menurut hasil penelitian, faktor yang melatarbelakangi seseorang untuk memilih childfree atau tidak memiliki anak adalah:
1. Kurangnya keinginan untuk menjadi orang tua.
2. Adanya rasa tidak suka terhadap anak-anak.
3 Adanya rasa traumatis masa kecil.
4. Tidak ingin mengorbankan privasi/ruang dan waktu untuk anak.
5. Adanya rasa takut untuk mengandung dan melahirkan.
6 Pertimbangan untuk membesarkan anak dengan kapasitas intelektual yang buruk.
7. Kekhawatiran bahwa anak akan mewarisi penyakit keturunan.
8. Anak dilihat sebagai additional burden (beban tambahan) yang mengakibatkan terjadinya overpopulation (kepadatan populasi).
9 Adanya kekurangan pada finansial.
10 Adanya rasa khawatir pada keharmonisan perkawinan.
Menurut hasil studi oleh CBOS childfree umumnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain yaitu kondisi keuangan yang rendah, sulitnya mencari pekerjaan yang layak, kurangnya sarana dan prasarana perumahan yang layak, adanya kebijakan pemerintah terkait keluarga, meningkatnya karakter individualisme dan non religius masyarakat, adanya perubahan cara pandang terhadap anak dalam keluarga. Sedangkan untuk faktor internal yaitu kematangan dalam pengambilan keputusan, pengalaman keluarga, serta sikap pasangan terhadap pilihan pasangannya4 .
4. Dampak Childfree
Salah satu perubahan paling dramatis yang mempengaruhi pasangan tanpa anak adalah perubahan cara pandang masyarakat. Sudah jelas diketahui bahwa individu atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak menimbulkan stereotip negatif dari masyarakat. Mereka di cap sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri, melanggar norma sosial, egois, dingin, dan tidak bertanggung jawab serta adanya keterasingan dan kritik dari masyarakat. Selain dampak negatif, beberapa penelitian menemukan hasil yang bertolak belakang. Individu yang memilih untuk tidak memiliki anak menilai kehidupan pernikahan mereka sangat berkualitas dan bahagia, mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan pasangan, keluarga, dan teman. Adanya perasaan “kita” dalam sebuah pernikahan membuat pasangan menganggap dirinya sebagai satu kesatuan. Adanya perasaan inilah yang digunakan untuk mengatasi ketidakhadiran anak. Adanya rasa keuntungan finansial juga menjadi alasan seseorang memilih tidak memiliki anak.
Childfree adalah pemahaman yang berhubungan dengan pemahaman gender pada etnis
tertentu, yakni untuk tidak memiliki anak. Childfree disebut juga dengan sikap otonom, rasional
4 J. Szymanska, “Yang Tidak Memiliki Anak Karena Pilihan Dalam Persepsi Orang Dewasa Muda”, Forum Keluarga, 2011, 79-95
b. Tinjauan Umum tentang Childfree Berdasarkan Perspektif Islamdan bertanggung jawab dari masing-masing individu sebagai suatu identitas yang ada. Ada pandangan tradisional yang menilai bahwa tidak memiliki anak atau childfree adalah sebuah hal yang negatif. Paham tentang childfree ini awalnya berasal dari negara-negara barat dan lama kelamaan paham tersebut menyebar ke Indonesia. Padahal di negara maju dan berkembang. kehadiran anak adalah hal yang baik, terlebih pada usia tua. Pandangan negatif tersebut hadir dari orang sekitar, yakni rekan sejawat dan juga keluarga. Sedangkan di Indonesia, pandangan itu juga akan diberikan oleh masyarakat secara umum. Konsep pemikiran terkait childfree disebabkan karena pemahaman tersebut banyak mendapatkan pro dan kontra baik dari segi syariat maupun norma yang melekat pada masyarakat setempat.
Keputusan untuk childfree merupakan hak setiap orang dan kita harus menghormati setiap keputusan tersebut. Namun setiap keputusan tersebut harus ditinjau kembali apakah sesuai dengan hukum atau ketentuan yang ada5, sehingga perlunya untuk diluruskan dan diperbaiki kembali. Al-Qur’an menyebutkan bahwa Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Khalifah adalah wakil Allah SWT untuk mewujudkan kebaikan di alam semesta. Salah-satu jalan yang dapat ditempuh untuk menjamin kelestarian fungsi kekhalifahan serta mengandung manfaat yang banyak ialah dengan perkawinan. Di samping itu, anjuran untuk melaksanakan pernikahan diharapkan untuk dapat memperoleh anak-anak saleh dan solehah yang kelak akan meneruskan tugas menjadi khalifah di bumi ini serta pengembangbiakan manusia agar mereka saling mengenal satu sama lain, bekerja sama, bergotong-royong dalam memenuhi kebutuhan, dan saling menasehati dalam kebaikan, ketakwaan dan kesabaran, agar tugas kekhalifahan yang mereka emban lebih mudah untuk dilaksanakan.
Adapun di dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat yang menganjurkan untuk memiliki anak sebagai penerus keturunan sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al Furqan ayat 74 yang terjemahannya sebagai berikut:
5 Almunawarah Burhanuddin.Childfree Dalam Perspektif Al Qur’an(Jakarta:Institut Ilmu Alquran,2022)hlm,5.
“Dan orang-orang berkata, “wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orangorang yang bertaqwa.” (QS. Al-Furqān [25]: 74).
Jika dilihat dari hukum pernikahan, ada 4 hukum yang bersangkutan tentang pernikahan diantaranya:
1. Wajib, Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang memiliki kemampuan untuk membangun rumah tangga atau menikah serta ia tidak dapat menahan dirinya dari hal-hal yang dapat menjuruskannya kepada perbuatan zina.
2. Sunnah, jika seseorang memiliki kemampuan untuk menikah atau sudah siap untuk membangun rumah tangga akan tetapi ia dapat menahan dirinya dari sesuatu yang mampu menjerumuskannya dalam perbuatan zina. Dengan kata lain, seseorang hukumnya sunnah untuk menikah jika ia tidak dikhawatirkan melakukan perbuatan zina jika ia tidak menikah.
3. Haram, jika dilaksanakan oleh orang yang belum memiliki kemampuan atau tanggung jawab untuk memulai kehidupan yang baru.. selain itu jika menikah diniatkan untuk menyakiti orang lain.
4. Makruh, jika seseorang telah menikah tetapi tidak mau untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh suami istri maka hukumnya makruh.
5. Mubah, jika seseorang menikah hanya untuk memenuhi keinginan syahwatnya saja bukan bertujuan untuk niat beribadah maka hukumnya mubah.
Berdasarkan 5 hukum diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pemahaman tentang childfree masuk pada kategori makruh. Makruh berarti jika dilakukan tidak berdosa dan jika
ditinggalkan lebih baik. Namun, sebagai seorang muslim, ada baiknya mengutip salah satu nasihat Nabi Muhammad SAW yang berpesan bahwa, untuk laki-laki pilihlah wanita yang subur
untuk dinikahi. Sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh hadist Al-Nasa’I yang berbunyi:
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur, karena aku berbangga dengan banyaknya
ummatku” (HR. al-Nasā‟i No.3227)
Dari hadist tersebut secara implisit mengatakan bahwa pernikahan akan semakin lengkap ketika
memiliki keturunan-keturunan yang baik dan di dalam hadist tersebut Rasulullah menyarankan
untuk seorang lelaki menikahi wanita yang subur sehingga dapat memberikan keturunan.
Pada awalnya Islam tidak mengenal istilah childfree sehingga pada saat itu belum ada ketentuannya di dalam hukum Islam. Orang-orang jahil di Jazirah Arab pada zaman dahulu
melakukan praktik mengubur bayi perempuan karena dianggap aib dan menyusahkan orang tua.
Kemudian Islam datang dan melarang praktek tersebut. Dengan demikian, childfree memang
menjadi hal baru dalam kajian hukum Islam dan perlu dikaji lebih dalam lagi. Maqashid alsyari'ah adalah dasar dan tujuan hukum Islam, dengan ketentuan melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda. Maqashid al-syari'ah ini dinilai mampu menentukan posisi anak bebas dalam konteks hukum Islam. Maqashid al-syari'ah menjamin hifz al-nasb (menjaga keturunan). Keturunan jika diartikan secara singkat merupakan anak dari buah perkawinan.
Sedangkan dalam arti secara luasnya keturunan adalah keturunan anak manusia sejak Nabi
Adam6
Sebelum mengasuh keturunan, seseorang yang sedang hamil hendaknya menjaga jiwanya
terlebih dahulu (hifz al-nafs), baik saat hamil maupun setelah melahirkan. Untuk menempatkan posisi childfree dalam hukum Islam, terlebih dahulu perlu ditentukan illat hukumnya. Posisi illat yang berbeda akan menghasilkan hukum bebas anak yang berbeda pula. Jika illat hukumnya
6 Ahmad Fauzan.Childfree Perspektif Hukum Islam(Lampung:Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung,2022)hlm,7
telah memenuhi kategori dharuriyat, maka bebas anak dapat dianggap sebagai kebolehan.
Misalnya, jika seorang ibu hamil dan dengan kehamilan tersebut mengancam nyawanya, maka ia
diperbolehkan untuk childfree. Atau jika terjadi kekacauan di suatu negara yang kekurangan
sumber sandang, pangan, papan, dan keamanan, maka childfree juga diperbolehkan karena
mengandung manfaat darurat (maslahah dharuriyyat). Sebaliknya, jika seseorang khawatir
kondisi tubuhnya akan berubah setelah hamil dan memiliki anak, kemudian ia memutuskan
untuk bebas anak, maka alasan ini tidak dapat dibenarkan. Atau dia ingin mengejar karir yang
membuatnya tidak ingin punya anak karena anak dianggap bisa mengganggu aktivitasnya.
Kehadiran anak hanya dianggap sebagai hal yang merepotkan.
Dalam Al-Qur'an telah menjelaskan berbagai kedudukan anak, antara lain: Anak sebagai
Penyejuk Hati (Surat al-Furqan [25]: 74), Anak sebagai Permata Dunia (Surat al-Kahfi [18]: 46),
Anak-anak sebagai Ujian atau Fitnah (Surat at-Taghabun [64]:15. Seseorang yang khawatir tidak
memiliki cukup ekonomi untuk memenuhi kebutuhan anak atau khawatir menjadi miskin karena
memiliki anak adalah orang yang lemah dalam pengetahuan. Allah swt telah berfirman dalam
Q.S. Al-Isra' (17):31 bahwa setiap anak memiliki rezekinya masing-masing yang telah dijamin.
c. Tinjauan umum menurut kebijakan negara
Ditinjau secara yuridis, Undang-Undang tidak pernah menyebutkan secara langsung
mengenai wajib atau tidaknya sepasang suami istri untuk memiliki anak. Merujuk pada Undang-
Undang Pernikahan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di dalam
Pasal 1 disebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa7.[2] Dalam Pasal 1 UU tersebut menyatakan
bahwa tujuan utama dari pernikahan ialah untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Maka apabila merujuk pada Pasal 1 ini tidak
disebutkan secara jelas apakah suami dan istri wajib memiliki anak.
Selain itu di dalam Kompilasi Hukum Islam juga menyebutkan mengenai pengertian dari
pernikahan dan tujuannya dalam Pasal 2 dan 3 mengenai pengertian yaitu Perkawinan menurut
hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzanBah untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Serta Pasal 3 yaitu Perkawinan
bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah8
Sakinah merupakan kata yang berasal dari bahasa arab yang artinya adalah ketenangan hati.
Dalam kamus bahasa Indonesia Sakinah berarti damai atau tempat yang aman. Dapat dimaknai
bahwa keluarga yang Sakinah berarti hidup dalam ketenangan dan ketentraman. Selanjutnya
yaitu mawaddah memiliki arti keluarga yang hidup dalam suasana kasih mengasihi, saling
membutuhkan, hormat menghormati antara satu dengan yang lain. Sedangkan Rahmah berarti kasih sayang.
Maka menurut kompilasi hukum islam tujuan utama dari pernikahan ialah untuk
menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Sehingga dalam kompilasi
hukum islam tidak disebutkan secara langsung mengenai wajibnya memiliki anak atau keturunan
akan tetapi sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah subḥānahu wataʿālā maka
7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
8 Agama, K. (2018). Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta, hlm. 5
dianjurkan setiap pasangan suami istri untuk memiliki keturunan9. Berdasarkan peraturan hukum
yang ada di Indonesia keputusan untuk tidak memiliki anak (childfree) merupukan suatu
kebebasan yang diberikan oleh negara kepada suatu individu.
9 Safira, Y. (2022). TINJAUAN HUKUM KELUARGA ISLAM TENTANG. Mataram: Universitas Islam Negeri Mataram, hlm 77-78
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin,Almunawarah.2022.Childfree Dalam Perspektif Al-Qur’an.Jakarta:Institut
Ilmu Al-Qur’an Jakarta
Fauzan,Ahmad.2022.Childfree Perspektif Hukum Islam.Lampung:Fakultas Syari’ah UIN
Raden Intan Lampung
Meidinata Nugroho.2023.Hukum Childfree Dalam Pandangan Islam Menurut
NU.Volume 09 Februari 2023 (Hukum Childfree dalam Islam Menurut Pandangan NU -
Solopos.com | Panduan Informasi dan Inspirasi ,diakses pada 13 Februari 2023)
Rahmayanti, Novalinda.2022.Childfree Sebagai Pilihan Hidup Perempuan Berkeluarga
di Kabupaten Sidoarjo.Surabaya:Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Agama, K. (2018). Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta.
Apa Itu Childfree dan Bagaimana Dampaknya? (2021, Agustus 24). Retrieved from
Kumparan.com: https://kumparan.com/berita-hari-ini/apa-itu-childfree-dan-bagaimanadampaknya-1wOU0f0qCZR/full
Kusmidi, H. (2018). KONSEP SAKINAH, MAWADDAH DAN RAHMAH DALAM
PERNIKAHAN. El-Afkar Vol. 7 Nomor 2.
Safira, Y. (2022). TINJAUAN HUKUM KELUARGA ISLAM TENTANG. Mataram:
Universitas Islam Negeri Mataram.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan