Iskandar Widjaja - Dari Jogja untuk Indonesia

Iskandar Widjaja

Dari Jog ja untuk Indonesia “Sepi ing Pamrih, Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi,Dhuwur tan Ngungkuli”

Tana Rempah

Mas Jahe Peri Kyoot Kata Pengantar: KPH Notoegoro

“Sungguh indah tanah air beta Tiada bandingnya di dunia Karya indah Tuhan Maha Kuasa Bagi bangsa yang memujanya”

- Iskandar Widjaja -

Dari Jog ja untuk Indonesia

Penulis

Mas Jahe Peri Kyoot Kata Pengatar

KPH Notonegoro Produksi

Tana Rempah

Daftar Isi: Kata Pengantar oleh: KPH Notonegoro

iii

Sebuah Intro Ketulusan awal

4

PROLOG

7

Bagian I Ketulusan dalam Bermusik

9

Bagian II Cinta Tulus Sesama Manusia

14

Bagian III Ketulusan dalam Berbudaya

24

Bagian IV “Sepi Ing Pamrih, Rame ing Gawe”

31

Tentang Tim Penulis

33

Penutup Tarian Tanpa Akhir (Sebuah Ketulusan)

35

Sesuai dengan judulnya, buku ini membahas figur Iskandar Widjaja, seorang musisi kelas dunia. Pemain biola yang akrab dipanggil Issi ini ternyata adalah cucu musisi Indonesia, Udin Widjaja, yang lagu-lagu gubahannya terkenal pada masa Presiden Soekarno.

Di samping karena tokoh yang dibahas, kekuatan dari buku ini juga terletak pada tim penulisnya – dengan nama pena Mas Jahe dan Peri Kyoot – yang bukan hanya mengenal Issi secara pribadi tetapi membukakan jalan bahkan ikut mendukung kiprah dan karya violinist dari Jerman ini di Yogyakarta. Tim penulis mengontak saya sehingga akhirnya Issi bisa berkolaborasi dengan Jogja Royal Orchestra. Tim Penulis juga bekerjasama dengan General Manager Yogyakarta International Airport (YIA) Agus Pandu Purnama sehingga Issi bisa berkarya video klip di lokasi bandara di Kulon Progo itu.

Buku spesial berjudul “Iskandar Widjaja: From for Indonesia” ini memiliki dua sisi. Di satu sisi, buku ini menceritakan bagaimana ketulusan musisi intenasional berprestasi ini dalam mencintai musik, sesama manusia, dan budaya. Di sisi lain, buku ini menceritakan bagaimana kiprah Issi ini bertujuan menyebarkan energi cinta musik-sesama-budaya di Yogya itu untuk berdampak bagi Indonesia. Dari Yogya untuk Indonesia.

iii

Kecintaan Issi pada musik tentu tidak diragukan lagi. Ia sudah bermusik sejak kanak-kanak. Prestasinya segudang.

Kepiawaiannya bermain biola sudah dikenal secara global. Yang menarik, tim penulis buku ini mencoba mengulik kecintaan Issi pada bidang-bidang lain. Ternyata musisi yang pada umur 11 tahun sudah kuliah di Universitas Musik Hanns Eisler di Berlin ini punya kecintaan pada sesama manusia dam budaya.

Sangat tepat jika buku ini diluncurkan di Omah Budaya Tembi. Selain bersamaam dengan penampilan musik Issi di sini, juga karena pusat budaya ini merepresentasikan kecintaan pada budaya Yogya.

Pengampunya, Warwick Puser yang berasal dari Australia namun kini sudah berkebangsaan Indonesia adalah figur pecinta dan promotor budaya lokal nusantara, khususnya Yogya.

Apresiasi juga untuk para penulis yang menyembunyikan nama aseli mereka di balik nick name Mas Jahe dan nick name Peri Kyoot. Yang jelas, keduanya berbeda generasi, namun punya soliditas luar biasa dalam berkolaborasi. Mas Jahe selalu memanggil Peri Kyoot dengan sapaan “Budhe”. Sementara sang peri selalu menghembusi “keponakannya” itu dengan “debu-debu kreatif”. Itulah rahasia produkvitas mereka berdua dalam berkarya bersama.

Yogyakarta, Jauari 2021 KPH Notoegoro

4 Dari Jog ja untuk Indonesia

Sebuah Ketulusan Awal “Sepi ing Pamrih, Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli” Oleh:

5 Dari Jog ja untuk Indonesia

Sebuah Ketulusan Awal “Sepi ing Pamrih, Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli” Oleh: Mas Jahe

Suatu sore menjelang malam sang tim penulis mendarat di Yogya International Airport. Kehangatan sambutan dijamu oleh Pak Pandu disertai dengan senyumannya yang lebar itu setelah ia menikmati berbukanya puasa. Ia sangat antusias dengan tayang shooting Ati Segoro, dan setelah energy exchange tersebut kami berlanjut menuju kota Yogyakarta.

Kulon Progo saat itu di lukis dengan cuaca antara mendung dan kabut.

Walaupun Maghrib sudah beduk, serpihan terbenamnya matahari tetap menyinari gunung dan Iskandar sendiri mempotret keindahan momen itu.

Percakapan antara Mas Jahe dan Iskandar ternyata ada kesamaan.

Mereka berdua itu dalam ketulusan untuk perjalanan pulang ke rumah.

Mas Jahe kembali ke Jogja, dan Iskandar kembali ke Indonesia. Ketulusan Iskandar untuk ke Indonesia di uji dengan 10 hari karantina. Dimana Iskandar sempat cerita bahwa ia nyaris membatalkan semua perjalanan ini.

Salah satu cara Iskandar mengambil keputusannya adalah dengan bermeditasi selama dua jam untuk memutuskan berangkatnya ia ke Indonesia di malam sebelumnya.

“I’m following my soul’s calling and my roots” ia sekilas menceritakan perjalanan ruh tersebut.

Ternyata muka balita yang tampak londo itu gabungan antara Maluku, Ternate, Arab-Belanda, dan Medan-Tionghoa.

“Well you came to the right place.” responnya Mas Jahe dengan referensi bahwa keistimewaan Yogyakarta adalah tempat kekayaan budaya yang tak terhingga. Maka dari segi dimensi, frekuensi, dan lingkungan, Jogja adalah tempat yang pantas untuk berkarya baginya.

6 Dari Jog ja untuk Indonesia

Getaran, percakapan maupun doa tersebut di konfirmasikan oleh alam semesta betapa lancarnya ketika kami shooting Ati Segoro di hari berikutnya.

Jalan karya dan cuaca diberikan keindahan, kelancaran dan kesempurnaan atas izinNya. Tentunya berbagai macam dan cara akrobatik oleh Peri Kyoot dan arahan direction dari Brian Prasetyoadi patut diberikan kedua tangan untuk bertepuk. Acara diakhiri dengan Bagus bermain piano, Livvy Laurens dan Brian menyanyi dan Iskandar bermain biola “Indonesia Pusaka” karya Ismail Marzuki.

Bersyukur adalah renungan perasaan yang tepat bagi Mas Jahe, tersentuhlah ketika masuknya “Sungguh indah tanah air beta Tiada bandingnya di dunia Karya indah Tuhan Maha Kuasa Bagi bangsa yang memujanya” Ati Segoro yang artinya Hati Seluas Lautan betul menyambut kami di tepi pesisir Yogya International Airport itu dengan tenteram. Gerbang portal Hindia Samudera tulus menghidangi kedatangan kedua pemuda kembali yang siap untuk berkarya dan membuat kedampakan yang bermanfaat bagi alam semesta.

Selama kami terus berjalan, gabungan violin dan gamelan ialah salah satu impian kami. Terima kasih Omah Budoyo dan matur nuwun Bapak Warwick Purser untuk mewujudkan ini.

“Sepi ing Pamrih, Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli.”

Sepi yang tidak mengharapkan imbalan, Kerajinan dalam bekerja, cepat tanpa mendahului, tinggi tanpa melebihi.

Apa yang hendak dibawa dari Yogya untuk Indonesia oleh seorang Iskandar Widjaja? Dalam kiprah dan karyanya di Yogya di bulan Desember 2021, Iskandar telah menyatakan ketulusan cintanya pada musik, sesama, dan budaya di Yogya. Energi ketulusan cinta dari Yogya itulah yang disebarkannya untuk Indonesia.

Tentang ketulusan cinta, itu mengingatkan kita pada masa-masa paling parah di Yogya saat dilanda pandemi Covid-19. Pada pertengahan 2020 silam, pandemi membuat pariwisata di Yogya begitu terpuruk. Industri pariwisata khususnya penginapan dan perhotelan berada di titik nadir. Tidak sedikit hotel yang terpaksa tutup permanen.

Waktu itu, para pengusaha penginapan dan hotel di Yogya mengadakan gerakan untuk bangkit. Gerakan saat itu dinamakan “From Jogja with Love”.

Selama beberapa hari di bulan April 2020, dari jam 19.00 WIB hingga 21.00 WIB mereka menyalakan lampu-lampu kamar hotel sedemikian rupa sehingga membentuk formasi hati (love). Gerakan ini sempat viral karena tercatat ada 65 hotel bintang 3 hingga bintang 5 yang berpartisipasi dalam gerakan tersebut. Ketua Perhmpunan Hotel dan Restoran International (PHRI) DIY Deddy Pranowo mengatakan bahwa lampu bertanda cinta itu menjadi bukti

7

bahwa mereka masih hidup dan juga sebagai penyemangat industri pariwisata di DIY (suarajogja.id,, 5 April 2020).

Gerakan “From Jogja with Love” ternyata tidak sia-sia. Pandemi yang berlarut-larut justeru menumbuhkan rasa kangen luar biasa akan Yogya.

Begitu pandemi mulai mereda, para wisatawan datang berduyun-duyun ke Yogya. Dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan secara ketat, pariwisata Yogya mulai merangkak naik kembali.

Kehadiran Iskandar Widjaja ke Yogya secara tidak langsung adalah buah dari gerakan “From Jogja with Love” itu.

Luar biasanya, Issi datang bukan sekadar untuk menikmati pariwisata Yogya. tetapi berkiprah dan berkarya musik untuk memajukan bukan hanya pariwisata Yogya, tetapi peradaban Yogya yang adiluhung. Itulah sebabnya judul buku ini ditulis demikian.

Dalam bahasa dan budaya Yunani, cinta (love) diklasifikasi menjadi empat jenis: eros (cinta mesra), agape (cinta kasih Tuhan pada manusia), storge (cinta persaudaraan), dan phileo (cinta persahabatan). Dari klasifikasi itu tentu saja hanya cinta kasih Tuhan yang paling tulus.

Cinta eros seringkali berpamrih bahkan mengandung tipu muslihat. Demikian juga dalam relasi cinta kasih persaudaraan dan persahabatan, seringlali tidak tulus.

8 Dari Jog ja untuk Indonesia

Buku ini menyingkapkan cinta tulus Iskandar Widjaja saat berkiprah dan berkarya di Yogya di akhir 2021 lalu. Tim penulis merasakan ketulusan Issi dalam bermusik, berelasi dengan sesama, dan berkarya budaya. Ketulusan seperti itu terbilang langka di dunia industri musik yang sangat keras dan pragmatis.

Suatu sore menjelang malam sang tim Suatu sore menjelang malam sang tim penulis mendarat di Yogya Internation- penulis mendarat di Yogya Internation al Airport. Kehangatan sambutan al Airport. Kehangatan sambutan dijamu oleh Pak Pandu disertai dengan dijamu oleh Pak Pandu disertai dengan senyumannya yang lebar itu setelah ia senyumannya yang lebar itu setelah ia menikmati berbukanya puasa. Ia menikmati berbukanya puasa. Ia sangat antusias dengan tayang shooting sangat antusias dengan tayang shooting Ati Segoro, dan setelah energy Ati Segoro, dan setelah energy exchange tersebut kami berlanjut exchange tersebut kami berlanjut menuju kota Yogyakarta. menuju kota Yogyakarta.

Banyak seniman dan artis mencintai musik karena bermacam-macam pamrih.

Ada yang bermusik demi uang dan kekayaan. Yang lain, ingin terkenal.

Ragam pamrih itu wajar-wajar saja asal tak destruktif.

Namun, Iskandar Widjjaja sangat tulus dalam mencintai musik.

Kulon Progo saat itu di lukis dengan cuaca antara mendung dan kabut.

Walaupun Maghrib sudah beduk, serpihan terbenamnya matahari tetap menyinari gunung dan Iskandar sendiri mempotret keindahan momen itu.

Kulon Progo saat itu di lukis dengan cuaca antara mendung dan kabut.

Walaupun Maghrib sudah beduk, serpihan terbenamnya matahari tetap menyinari gunung dan Iskandar sendiri mempotret keindahan momen itu.

Percakapan antara Mas Jahe dan Iskandar ternyata ada kesamaan.

Mereka berdua itu dalam ketulusan untuk perjalanan pulang ke rumah.

Mas Jahe kembali ke Jogja, dan Iskandar kembali ke Indonesia. Ketulusan Iskandar untuk ke Indonesia di uji dengan 10 hari karantina. Dimana Iskandar sempat cerita bahwa ia nyaris membatalkan semua perjalanan ini.

Salah satu cara Iskandar mengambil keputusannya adalah dengan bermeditasi selama dua jam untuk memutuskan berangkatnya ia ke Indonesia di malam sebelumnya. r

Percakapan antara Mas Jahe dan Iskandar ternyata ada kesamaan.

Mereka berdua itu dalam ketulusan untuk perjalanan pulang ke rumah.

Mas Jahe kembali ke Jogja, dan Iskandar kembali ke Indonesia. Ketulusan Iskandar untuk ke Indonesia di uji dengan 10 hari karantina. Dimana Iskandar sempat cerita bahwa ia nyaris membatalkan semua perjalanan ini.

Salah satu cara Iskandar mengambil keputusannya adalah dengan bermeditasi selama dua jam untuk memutuskan berangkatnya ia ke Indonesia di malam sebelumnya. r

10

Menurut catatan The Jakarta Post, Iskandar Widjaja adalah seorang virtuoso (pemain musik yang ahli), khususnya pemain biola kelas dunia (stuttgarter zeitung). Reputasinya sebagai musisi kelas diunia terbangun karena beragam prestasi dan kiprahnya yang memang mendunia.

Prestasi dalam keahlian bermusik biola itu mengantarkan Issi menerima berbagai macam penghargaan setelah memenangi berbagai kejuaraan yang diikutinya sejak kecil. Beberapa di antaranya adalah: penghargaan sebagai pemenang LOTTO dari Festival Musik Rheingau 2013, penghargaan tahunan pemain tunggal muda dari seri “Next Generation”, medali emas dalam kompetisi Violin Hindemith Internasioal 1 serta “Best Bach” dan “Best Bethoven Sonata” pada XXI Concorso Violinistico Internazionale Andrea Postachini, penghargaan musik nasionall di Jugend Musiziert, penghargaan berupa gelar “Julius Junior” dalam kategori Pebakat Muda oleh Wali Kota Berlin. Ada pula penghargaan berupa beasiswa Jerman untuk mendukung kehidupan bermusik.

Prestasi Issi dalam bermusik menjadikannya begitu dikenal dan dipercaya.

Ia pun mendapat kesempatan untuk berkolaborasi dengan berbagai orkestra dari berbagai negara.

Beberapa di antaranya adalah Sidney Symphony Orchestra, Orchestre de la Suisse Romande, Munchner Philharmoniker, Maggio Musicale Fiorentino, Konzerthausochester Berlin, Deuttsches Symphoniorchester Berlin, Warsaw Philharmonic Orchestra, ORF Symphonieorchester Wien, Hong Kong Sinfonietta, Shanghai Philharmonic Orchestra, Brandenburgisches Staatorchester, Orquesta Filarmonica de Gran Canaria, Orquesta Simfonica de la Galicia Collegium Musium Basel, dan Stuttgarter Kammerorchester.

Di Indonesia, Iskandar pernah bermain di ruang konser Aula Simfonia Jakarta.

Ia juga sudah bermain di banyak gedung konser di Jerman, dan di berbagai negara seperti di Berliner Philharmonie, Konzerthaus Berlin, Munchen Gasteig, Konzerthaus Wien, Tonhalle Zurich, Elbphilharmonie Hamburg, Laeiszhalle Hamburg, Philharmonie Essen, Konzerthale Bamberg, Casino Basel, Philharmonie Luxemburg, Hong Kong City Hall, Guangzhou Opera House, dan di Tel Aviv Opera House.

Iskandar juga tampil dalam festival-festival musik dan perhelatan-perhelatan yang terkenal. Beberapa festival musik dunia itu antara lain Kissinger Sommer, Dresdner Musikfestpiele, Movimentos, Moritzburg, AUDI Sommerkonzerte, Styriarte Graz,

11 Dari Jog ja untuk Indonesia

Valdres Sommersymfoni, Festival; de St. Prex, dan Keshet Eilon. Beberapa event dunia itu antara lain perhelatan Miss World, Miss Earth, Piala Davis, EXPO di Millan, Fashion Week di Paris, dan pemutaran perdana dunia suite untuk biola, orkestra Across The Star dari Star Wars di Konzerthaus Wina.

Mencintai Bidangnya Dalam berinteraksi, mendampingi, dan berkarya bersama Iskandar Widjaja di Yogya di akhir tahun 2021 lalu, tim penulis menemukan hal-hal yang menjadi kunci keberhasilannya. Pertama, Issi adalah seorang workalholic karena ia memang begitu mencintai bidang musik yang digelutinya. Begitu tiba di Yogya, ia langsung merekam permainan biolanya di Reds Studio untuk mengiringi lagu “Ati Segara” yang dibawakan Livy Laurens bersama musisi Bagus Mazasupa. Esok harinya, seharian syuting di Bandara YIA untuk pembuatan video klip lagu tersebut. Selanjutnya, selama beberapa hari ia bekerja keras dalam kolaborasi dengan Jogja Royal Orchestra untuk pembuatan karya musik, video klip, dan pementasannya yang dihadiri Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Namun kecintaannya pada musik, secara psikologis, tidak tumbuh begitu saja. Iskandar Widjaja yang lahir 6 Juni 1986 adalah cucu musisi Indonesia Udin Widjaja yang sangat terkenal pada era Presiden Soekarno karena lagu-lagu gubahannya. Dia memiliki darah Tionghoa Medan dari ibunya (Chin Widjaja) dan Belanda-Arab-Maluku dari ayahnya (Ivan Hadar). Dia memulai berlatih piano sejak berusia tiga tahun setelah ia dan ibunya menyaksikan sebuah konser musik klasik anak-anak di Jerman. Kecintaan Issi pada musik adalah dorongan faktor garis keturunan (bibit) yang kemudian dipupuk sejak kanak-kanak.

Mencintai Proses Belajar Faktor kedua adalah karena ia mencintai proses belajar. Lagu yang dimainkannya bersama Jogja Royal Orchestra adalah “Lir Ilir”. Padahal sebelumnya ia membersiapkan diri untuk memainkan lagu “Sepasang Mata Bola”. Perubahan itu tidak menjadi masalah baginya.

Ia belajar dengan cepat dan menghasilkan kreasi alunan-alunan musik biola yang menawan, anggun, dan cerdas.

Demikian juga ketika ia harus mempelajari lagu “Ati Segara” karya musisi L. Agus Wahyudi Minarko. Sehari sebelum rekaman ia meminta gambaran notasi dari rekan mainnya,

12

Bagus Mazasupa. Namun saat rekaman, ternyata Issi mampu mengkreasikan alunan-alunan hebat yang tak terduga.

Jiwa pembelajar musik sangat kuat dalam diri Iskandar dan itu adalah kunci suksesnya dalam bermusik. Lahir di Berlin, ia mulai memainkan biola pada usia 4 tahun, awalnya belajar dengan menggunakan metode Suzuki di bawah pembinaan Susan Mann.

Pada usia 11 tahun ia diterima sebagai siswa muda di Hochsule fur Musik di Berlin di tempat mana ia diajar oleh Ursula Scholz dan Joachim Hantzschk. Pada 2003 ia pindah ke Julius Stern Institute Berlin untuk mendapatkan latihan khusus bagi musisi muda yang berbakat klhusus.

Setelah lulus dari sekolah menengah ia belajar biola di Universitas der Kunste di Berlin bersama Prof. Uwe-Martin Haiberg dam Prof. Ilan Gronich dan menyelesaikannya pada 2010. Ia juga belajar menyerap inspirasi seni dari tokoh-tokoh seni seperti Dora Schwarzberg, Christian Tetzlaff, Midori, Shlomo Mintz, Ana Chumachenko, dan Ida Haendel.

Mencintai Kolaborasi Faktor ketiga yang menjadi kunci suksesnya dalam bermusik adalah keluwesannya dalah berkolaborasi dengan rekan kerja. Sebagai musisi kelas dunia, ia telah banyak bekerjasama dengan musisi-musisi kelas dunia lainnya seperti Zubin Mahta, Christoph Eschenbach, Rolando Villanzon, David Foster, Itamar Golan, dan Fazi Say. Di Indonesia ia berkolaborasi dengan artis-artis papan atas seperti Luna Maya. Issi juga telah tampil di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Joko Widodo, dan di depan banyak kepala negara dari beberapa negara dalam konferensi APEC di Bali.

Di Yogyakarta, meskipun baru kenal, Issi cepat bergaul dan bisa menjalin kerjasama. Issi berhasil berkarya bersama dengan para musisi di Kraton (Jogja Royal Orchestra) dan para seniman yang menggarap lagu dan video klip “Ati Segara” yaitu L. Agus Wahyudi Minarko (pencipta lagu), Herman Yosef Dhedi Hermanto (Reds Studio), Livy Laurens (penyanyi), Bagus Mazasupa (pianis), dan Brian Prasetyoadi (penyanyi dan videografer).

13 Dari Jog ja untuk Indonesia

Mencintai Kreativitas Faktor keempat yang menjadi kunci keberhasilannya adalah kecintaannya pada kreativitas. Pengkaryaan musik, video klip, dan pementasan lagu “Ati Segara” dan “Lir Ilir” merupakan proses kreatif tersendiri. Hal itu bukan hanya menguras waktu, tenaga, dan pikiran, tetapi juga kesabaran. Apalagi berkarya kreatif bersama Jogja Royal Orkestra yang mana Issi harus mengenakan busana adat Kraton yang menuntutnya untuk benar-benar menghayati.

Spirit kreatif Iskandar Widjaja terukur dari karya albumnya yang terus bertambah. Ia telah berkarya album dengan label yang berbeda-beda. Beberapa albumnya antara lain Bach n Blues (Oehms), Precious Refuge, karangan J.S. Bach (Oehms), Tango Fuego Trio Cayao (Oehms), Schumann Sonata & Phantassie DSO Berlin, C. Eschenbach (Oehms), Mercy (Neue Master/EDEL), serta 1001 Nights at the Harem, karangan Fazi Say (SONY Classical).

Sebagai seniman kreatif, Issi juga dilirik banyak media untuk ditampilkan sebagai model mereka. Foto Issi pun telah manjadi sampul berbagai media seperti High End Magazine, Jakarta Post, Fashion TV, Cosmopolitan, InStyle, Folio Pria, Peak, Indonesua Tatler, dan majalah Volkswagen. Issi juga dikenal luas sebagai bintang iklan merek kopi premium “JJ Royal”.

Kreativitas adalah kunci Issi menarik minat para pesponsor. Kegiatan-kegiatannya telah berulangkali disponsori oleh Tommy Hilfiger. Iskandar juga bekerjasama dengam beberapa merek kenamaan di antaranya John Hardy Jewelry dan Jade Chiu Jewelry.

Iskandar Widjaja adalah seorang filantropis.

Anak-anak jalanan dan mereka yang hidupnya kurang beruntung menjadi perhatiannya di tengah kesibukannya bermusik.

Karena itu Issi begitu menghayati saat memainkan musik untuk lagu “Ati Segara” yang sarat pesan ketulusan cinta kasih manusia.

15 Dari Jog ja untuk Indonesia

Iskandar Widjaja menjadi seperti

yang sekarang karena peran banyak orang. Dari kekeknya, pianis Udin Widjaja, darah seni itu mengalir.

Ibunya juga seorang pianis yang mendukung Issi bermusik sejak masih balita. Semakin dewasa, seiring dengan pertumbuhannya dalam belajar bermusik, semakin banyak orang berkontribusi dalam hidup dan karirnya. Susan Mann, Ursula Scholz, Joachim Hantzschk, Prof. Uwe-Martin Haiberg, dan Prof. Ilan Gronich adalah beberapa tokoh penting yang kepada mereka Issi belajar. Dora Schwarzberg, Christian Tetzlaff, Midori, Shlomo Mintz, Ana Chumachenko, dan Ida Haendel adalah para tokoh seni yang kepada mereka Issi menyerap banyak pengetahuan inspiratif.

Artinya, sadar atau tidak, Issi telah merasakan banyak dukungan dari banyak orang. Ia tidak ada dengan sendirinya. Ia ada karena ada banyak pihak yang mendukungnya. Belum lagi jika menyebutkan banyaknya orang yang berkolaborasi dengannya dalam berpentas dan berkarya musik di seluruh dunia.

16

Gerakan Kemanusiaan Fakta itulah yang secara langsung atau tidak langsung memotivasi Iskandar Widjaja untuk terlibat dalam gerakan-gerakan kemanusiaan. Issi sangat aktif bergerak dalam proyek-proyek pendidikan untuk anak-anak di kawasan Asia-Pasifik, bekerjasama dengan UNICEF dan WWF. Bersama KOMPAS Gramedia yang merupakan group media terbesar di Indonesia, serta Yayasan Besharp, ia menggalang dana untuk pembiayaan alat-alat musik dan pembelajaran bagi anak-anak jalanan dan anak-anak yatim piatu.

Gerakan “Ati Segara” Lawatan Iskandar Widjaja ke Yogyakarta di akhir tahun 2021 yang lalu, selain berkarya musik bersama Jogja Royal Orchestra, juga berkarya musik dan lagu untuk misi kemanusiaan.

Adalah L. Agus Wahyudi Minarko yang menciptakan lagu berbahasa Jawa berjudul “Ati Segara” (Hati Samudera). Sejak lama penyanyi Livy Laurens bersama pianis Bagus Mazasupa memainkan lagu ini untuk mengkampanyekan perdamaian, sesuai dengan pesan dalam syairnya. Lagu inilah yang kemudian diolah untuk tujuan gerakan kemanusiaan yang lebih besar dan berdampak global bersama Iskandar Widjaja.

Untuk itu, Iskandar bersama jejaring gerakan kemanusiaan ini berkarya musik, lagu, dan video klip bersama dengan lagu “Ati Segara” terserbut.

Para kontributor dalam karya ini adalah sebagai berikut.

- Penanggung Jawab: Tana Rempah

by Mas Jahe dan Peri Kyoot - Produser Eksekutif: Dimas Suryo Sukirno (Mas Jahe) dan Idha Jacinta (Peri Kyoot) - Pencipta Lagu: L. Agus Wahyudi Minarko - Studio: REDS Studio - Sound Engineer: Herman Yosef Dhedhi - Penyanyi: Livy Laurens - Pemusik: Iskandar Widjaja (biola) dan Bagus Mazasupa (piano) - Produser musik: Bagus Mazasupa - Managemen: Tyo Widyatmoko - Director : Brian Prasetyoadi - Videomaker: Brintik Kreatif - Make up Artist (MUA): Oki Anggraeni - Photografer : Samuel Agape - Fasilitator lokasi: Agus Pandu Purnama (General Manager Yogyakarta International Airport YIA) - Konsultan Budaya: Dr. Haryadi Baskoro & Bahrul Fauzi Rosyidi MBA CSA (Rumah Keistimewaan)

­

Dari Jog ja untuk Indonesia

20

Syair lagu ini mengisahkan bagaimana di suatu sore, sepulang dari bekerja, kita melihat anak-anak sedang asyik bermain. Kita menjadi terpesona melihat mereka sangat akrab, guyub.

Mereka bermain dalam sukacita persaudaraan.

Dari kejadian itu kita lantas mengkoreksi diri. Mengapa kita kita meneladani sikap dan perilaku anak-anak itu? Mengapa kita lupa akan didikan orangtua yang mengajari anak-anaknya tentang cinta kasih?

Kita disadarkan akan prinsip-prinsip hidup dalam perdamaian sejati. Kita harus kaya akan pengampunan (sugih pangapurane), penuh kesabaran dan tidak mudah marah (tan gampang duka), tidak mudah terpancing emosi dan bisa mencerna permasalahan dengan baik (kudu dawa ususe), mudah memberi ampunan kepada oramg yang bersalah pada kita dan meminta ampun jika kita yang bersalah. Itulah ajaran luhur Jawa yang mengedepankan kehidupan damai, rukun, dan tenteram. Persaudaraan harus dilandasi hati seluas samudera (pasederekan tansah nggadahi ati segara).

Budaya “Ati Segara” sebagaimana pesan dalam syair itu adalah budaya aseli Yogya yang menekankan persaudaraan dan kekeluargaan.

Dalam budaya Jawa dikenal ungkapan “mangan ora mangan, kumpul”. Secara harfiah berarti “makan tidak makan, kumpul”. Maknanya, persaudaraan dan persatuan harus dijaga dalam keadaan susah atau senang, kaya atau miskin. Soal makan jangan sampai mengurangi persaudaraan apalagi memecah belah kita. Sebaliknya, “kumpul” (persatuan, kolaborasi, sinergi) harus menjadi kekuatan untuk kita mencari makan demi kesejahteraan bersama.

21 Dari Jog ja Untuk Indonesia

Pesan Persaudaran di Tahun-tahun Politik Kehadiran Iskandar Widjaja bersama jejaring seniman Yogya untuk berkarya “Ati Segara” ini juga tepat waktu.

Sebab, Yogya dan Indonesia sedang memasuki tahun-tahun politik menuju perhelatan Pilpres 2024 mendatang.

Pesan perdamaian “Ati Segara” ini sejalan dengan konsep “Demokrasi Bahari” yang dilontarkan oleh Prof.

Mahfud MD saat menjabat Ketua Parampara Praja Yogyakarta.

Demokrasi Bahari menurut Mahfud adalah demokrasi yang dilandasi prinsip musyawarah, mufakat, gotong-royong, kerukunan, serta semangat perdamaian. Budaya bahari adalah budaya yang di dalam kehidupan bersama termasuk di bidang politik, berwatak sangat egaliter, guyub, sportif, dan aseptatif terhadap perbedaan dan keberagaman. Bahari menggambarkan ketenangan dan ketinggian permukaan yang sama. Berbeda dengan daratan yang bergelombang, ada bukit, lembah, gunung, dan jurang. Budaya kontinental ditandai dengan politik menang-menangan dan ambisi untuk menghegemoni.

Pandangan itu disampaikan oleh Mahfud MD dalam ”Orasi Kebangsaan Jogja Gumregah untuk Indonesia” yang diselenggarakan Pemda DIY pada 27 Juli 2018 silam.

Bagian III

Diperlukan ketulusan untuk bisa menghargai kebudayaan orang atau bangsa lain. Tanpa ketulusan, yang ada hanyalah fanatisme pada budaya sendiri dan steriotip negatif pada budaya lain. Adapun kiprah dan karya Iskandar Widjaja bersama Jogja Royal Orchestra menunjukkan ketulusannya dalam berbudaya.

Iskandar Widjaja bukan hanya loves music tetapi juga loves culture. Hal itu terlihat sekali selama berkolaborasi dengan Jogja Royal Orchestra di bulan Desember 2021 lalu. Ia sangat mendukung tim orkestra Kraton, mengapresiasi busana adat kraton, dan begitu antusias melantunkan musik untuk lagu Lir-Ilir yang sarat makna kultural-spiitual ke-Jawa-an itu.

Jogja Royal Orchestra Kolaborasi Issi tengan Jogja Royal Orchestra seperti sudah diatur semesta.

Tim musik klasik ini baru saja diresmikan, yaitu bertepatan dengan Hari Musik Sedunia pada 21 Juni 2021 lalu.

Peresmiannya dilakukan langsung oleh Raja Kraton sekaligus Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (jogjaprov.go.id).

Dalam sambutannya kala itu, Sri Sultan menyampaikan salah satu alasan pembentukan Jogja Royal Orchestra adalah untuk mewadahi kreativitas musisi Yogyakarta, sehingga mereka tidak perlu melakukan eksodus keluar kota namun justru menjadi pemicu musik klasik yang berasal dari Yogyakarta.

Secara sadar, Jogja Royal Orchestra mengubah proses brain-drain menjadi

brain-gain musisi sebagai pemicu perkembangan musik klasik dari Yogyakarta sendiri. “Terlebih lagi di saat pandemi ini, gelar musik lebih banyak dituntut menjadi kemasan dalam bentuk konser virtual yang tidak memerlukan mobilitas antarkota yang sekarang lebih banyak kesulitannya,” tutur Sri Sultan. Selain itu, menurut Sri Sultan, Keraton secara historis memang memiliki kontribusi signifikan terhadap perkembangan musik orkestra di Indonesia, seperti yang telah ditinggalkan sebagai legacy oleh para Sultan pendahulu yang bertakhta.

“Visi Royal Orchestra ini adalah “membangun harmoni melalui tradisi musik yang adiluhung”. Sedangkan misinya adalah mempopulerkan tradisi musik klasik, terutama bagi kalangan milenial, mengangkat tradisi musik lokal ke panggung dunia, dan menginspirasi kolaborasi-selaras antara musik diatonis dan pentatonis,” urai Ngarsa Dalem.

25 Dari Jog ja Untuk Indonesia

Menurut Plt Kerpala Dinas Kebudayaan DIY yang juga Paniradya Pati Aris Eko Nugroho, orkestra adalah sebuah bagian yang pernah ada di Kasultanan. Oleh karenanya, Dinas Kebudayaan DIY bekerja sama dengan semua pihak bersama-sama mengembangkan musik orkestra itu sendiri.

Dalam pementasan perdana Jogja Royal Orchestra saat itu menampilkan lima repertoar musik klasik dengan formasi orkestra lengkap. Diantaranya adalah The Barber of Seville - Overture (Gioacchino Rossini, 1792-1868); Carmen Suite No. 1 - No. 2 Intermezzo - Prelude to Act III (Georges Bizet); Aida - An Opera In Four Acts (Verdi); An der schonen blauen Donau (Johann Straus, op.314); dan Hungarian Dance No. 5 (Johannes Brahms).

Tim penulis (Dimas Suryo Sukirno dan Idha Jacinta) pada awal Desember 2021 berinisiatif untuk berkontak dengan Penghageng KHP Kridhomardowo Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, menjelaskan harapan agar musisi Jerman Iskandar Widjaja itu bisa berkolaborasi dengan Jogja Royal Orchestra. Ternyata disambut sangat positif hingga akhirnya kolaborasi itu terjadilah. Bahkan sang pemain biola kelas dunia (Stuttgarter Zeitung) ini berpentas musik bersama Jogja Royal Orchestra dalam peresmian Taman Budaya Gunungkidul pada 21 Desember 2021 yang lalu..

28

Berbusana Pranakan Jaler Kolaborasi dengan Jogja Royal Orchestra mengantarkan seorang Issi untuk lebih menghayati budaya Yogya.

Ia harus mengenakan busana adat yang dikenakan oleh para Abdi Dalem Jaler Kraton yaitu busana pranakan. Dan, ternyata Issi sangat menkmati dan menghayatinya. Ia pun tampil menawan dengan busana adat ini.

Mengenai busana pranakan itu, dijelaskan dalam situs kratonjogja,id sebagai berikut. Salah satu busana (pengangge) dinas harian yang dikenakan para Abdi Dalem jaler (Pria) adalah busana pranakan. Pakaian bercorak lurik berwarna biru gelap ini wajib dipakai para Abdi Dalem jaler selama menjalankan tugas, baik di dalam keraton, maupun di luar keraton. Busana pranakan ditetapkan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855).

Secara bahasa, pranakan memiliki pengertian “rahim” atau “kandungan”.

Penggunaan baju pranakan menyiratkan makna bahwa Abdi Dalem telah dipersaudarakan dalam keluarga besar Keraton Yogyakarta. Makna pranakan juga terlihat dari cara pemakaiannya yang sama dengan penggunaan kaus pada masa kini, membuat penggunanya tampak seperti bayi hendak keluar dari kandungan ibu.

Baju dimasukkan terlebih dahulu ke bagian atas kepala atau dislobokke, persis seperti posisi kepala bayi ketika keluar dari rahim.

Bahan yang digunakan untuk membuat baju pranakan berupa kain lurik berwarna biru tua dan hitam dengan kombinasi corak garis berjumlah tiga dan empat atau disebut telupat, akronim dari telu-papat. Kata telupat sebagai nama pola lurik dikaitkan dengan ungkapan “kewulu minangka prepat”, artinya para Abdi Dalem itu dipersaudarakan dengan sesama serta didekatkan dan dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari Keraton Yogyakarta. Corak telupat ini diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792).

Angka tiga dan empat dalam corak telupat jika dijumlahkan menjadi tujuh.

Bagi masyarakat Jawa, hitungan dan angka tujuh merupakan angka keberuntungan yang melambangkan kehidupan dan kemakmuran. Angka tujuh atau yang disebut “pitu” bermakna pitulungan, yaitu pertolongan dari Yang Maha Kuasa.

Sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855) hingga saat ini penggunaan busana pranakan masih bertahan dengan baik di Keraton Yogyakarta. Pelestarian tradisi ini bukan hanya sebatas dalam bentuk fisik, namun juga makna yang terkandung dalam pakaian pranakan.

29 Dari Jog ja Untuk Indonesia

Sebagaimana maknanya, rasa aman dan tenteram saat berada dalam pranakan menjadi simbol harapan terciptanya hubungan yang nyaman dan damai antara Sultan dan rakyatnya, sehingga tercipta Manunggaling Kawula lan Gusti.

Pesan Kultural-Spiritual Iskandar Widjaja berkolaborasi dengan Jogja Royal Orchestra untuk melantunkan lagu berjudul Lir Ilir. Syairnya adalah sebagai berikut.

Lir Ilir Lir ilir lil ilir tandure wong sumilir tak ijo royo-royo Tak sengguh penganten anyar Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi Lunyu-lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira Dodotira-dodotira kumintir bedah ing pinggir Dondomana jumantana kanggo seba mengko sore Mumpung padang rembulane mumpung jembar kalangane Sun surako surak hiyo Lir ilir lil ilir tandure wong sumilir tak ijo royo-royo Tak sengguh penganten anyar

Terjemahan bebas syair ini dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

Bangunlah, bangunlah Tanaman sudah bersemi Telah menghijau seperti pengantin baru Anak gembala, anak gembala Panjatlah pohon belimbing itu Walaupun licin, tetap panjatlah Untuk membasuh pakaianmu Terkoyak pada bagian pinggir Jahitlah dan benahilah untuk waktu sore nanti Selagi bulan masih bersinar terang Selagi masih banyak waktu luang Ayo bersoraklah Dengan sorakan Lagu Jawa Lir Ilir ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang adalah guru suci orang Jawa. Inti pesannya adalah dorongan untuk bangkit dari keterpurukan. Untuk itu kita harus membuang segala kemalasan.

30

Manusia itu harus bertumbuh, berkembang, berbuah. Artinya, kuat dan produktif baik secara rohani maupun jasmani. Sama seperti pohon yang disiram dan dirawat, jiwa manusia harus dipupuk agar menjadi dewasa secara mental dan intelektual, Pertuimbuhuan itu sendiri merupakan perjuangan berat, seperti memanjat pohon belimbing yang licin dan berbahaya karena bisa patah. Perjuangan itu juga penuh tantangan dan resiko. Namun selagi masaih ada waktu, peluang harus kita ambil.

Kolaborasi Lir-Ilir antara Iskandar Widjaja dan Jogja Royal Orchestra melahirkan simfoni yang merdu namun dahsyat. Karya ini memberi kita energi untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi yang berkepanjangan.

Bagian IV

Kiprah dan karya Iskandar Widjaja di Yogya di akhir tahun 2021 silam menunjukkan ketulusannya dalam bekerja tanpa pamrih seperti ungkapan berbahasa Jawa “sepi ing pamrih, rame ing gawe”.

Energi apa yang memampukannya bekerja seperti itu?

Jawabnya adalah “love”.

32

Di sinilah letak benang merah antara Gerakan “From Jogja with Love” yang diluncurkan dari lembah pandemi di Yogya pada 2020 silam dengan kiprah dan karya musisi Iskandar Widjaja di Yogya.

Kehadiran Iskandar meneguhkan cinta kasih sebagai nilai utama (core value) orang Yogya. Dengan musik dan lagu “Ati Segara” yang indah itu, Iskandar meneguhkan bahwa hati yang seluas samudera itulah yang harus dihayati oleh para pemimpin dan masyarakat di Yogya. Hal itu juga mengingatkan kita tentang pesan Kartono (kakak Raden Ajeng Kartini) kepada Ir. Soekarno pada tahun 1932, katanya, “Jangan sekali-sekali meninggalkan seni sebab seni itu pelunak rasa benci!”

Kiprah dan karya Iskandar Widjaja di Yogyakarta menjadi syiar global “from Jogja with love”. Pesan-pesan cinta kasih dari Yogya digaungkan ke dunia internasional. Iskandar menjadi “duta cinta kasih” dari Yogya untuk dunia.

Karya musik “Lir Ilir” dan “Ati Segara” yang dibawakannya yang melalui media online diviralkan merupakan penyebaran budaya cinta kasih dari Yogya untuk dunia.

Menggali Lebih Dalam Melalui kiprah dan karya musik Iskandar Widjaja, kita disadarkan, betapa cinta kasih (love) merupakan energi dahsyat yang terbarukan dari Yogya, Banyak dimensi love yang merupakan energi ke-Yogya-an. Kita punya energi “manunggaling kawula lan gusti” yaitu kekuatan cinta rakyat kepada pemimpinnya dan cinta pemimpin pada rakyatnya. Kita punya energi cinta kasih dalam keberagaman, ‘Bhinneka Tunggal Ika” yang merupakan salah satu tujuan utama Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana ditegaskan dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Kita punya energi cinta alam, yaitu komitmen untuk memperindah alam yang indah (hamemayu hayuning bawana).

Dan, kita juga punya hati yang cinta pada Tuhan, sebagai awal dan tujuan akhir kehidupan kita (sangkan paraning dumadi).

33

Mas Jahe adalah seorang pemuda yang telah merasakan sendiri khasiat tanaman

obat bernama jahe. Karena itu, ia bukan hanya giat mengkreasi jejamuan berbahan jahe, namun kini merintis usaha di bidang rempah yang dinamainya “Tana Rempah”. Adapun hatinya, tertambat di Jogja. Di sinilah ia menerima injeksi energi sejarah Mataram yang agung itu. Oleh sebab itu pulalah ia turut mengembangkan ekosistem “Rumah Keistimewaan” (Omah Kaistimewaan) untuk berkarya seni-budaya dari Jogja untuk Indonesia.

34

Peri Kyoot adalah figur perempuan pelindung yang giat menaburkan “debu-de-

bu kreatif” pada anak-anak muda. Ia sendiri hidup di alam imajinasi yang membawanya giat berkarya kain batik dan fashion. Busana batik yang dikenakan oleh beberapa tokoh nasional, di antaranya mantan Presiden Habibie, terajut indah berkat sentuhan tangannya. Sementara itu beberapa buku telah lahir dari sentuhan penanya, antara lain “Batik Siberkreasi” (2018), “Gerak Cinta Merah Putih” (2019), dan “Gatotkaca” (2019).

35

Debur...melebur...membentur... sudah saatnya Kyoot melepas semua inspirasi yang bertempur.

Jemari yang menari adalah ungkapan cita-cita hati yang dalam.

Lengan yang bergemulai, menebar debu-debu kreatif… bukan hanya ke udara… tapi melebur, menyatu dengan deru ombak Pantai Selatan yang tak pernah henti berderu.

Selatan adalah tujuan yang bercermin pada utara.

Kepadanyalah keraguan bisa diutarakan.

Jemari yang menari adalah ungkapan cita-cita hati yang dalam.

Lengan yang bergemulai adalah curahan doa… yang didaraskan satu demi satu, larik demi larik…

Mendoakan keselamatan segala mahluk, yang terlihat dan tak terlihat, nan terasa dan merasa.

Kyoot menari menatap Pantai Selatan.

Kyoot menari menjentik jari dan memuja doa.

Kyoot menari untuk semesta.

Tarian Tanpa Akhir (sebuah ketulusan.....)

Oleh:

Iskandar Widjaja

Dari Jog ja untuk Indonesia

Produksi 2022

Tana Rempah

Produksi 2022

Tana Rempah