URANIUM | Kegiatan Live In SMP Santa Ursula Jakarta 2023

Page 1

Kegiatan Live In SMP Santa Ursula Jakarta

Ursula Berani Tampil Umum

Kabar dari

Protokol Kesehatan?

Hidup Penuh Komitmen!

Home Industry itu Apa Ya?

Desa Juwono, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Muntilan, Jawa Tengah ScanMe!

LATAR BELAKANG URANIUM HAL 1 PERJALANAN KAMI HAL 2 - HAL 6 SEBUAH CERITA YANG BERHARGA HAL 6 - HAL 18 KARYA KAMI TENTANG DESA JUWONO HAL 19 - HAL 31 04 03 02 01 DAFTAR ISI 05 HAL 32 - 38 KISAH MEREKA & PENUTUP

Judul dari majalah yang kami buat kali ini adalah URANIUM atau Ursula Berani Tampil Umum. Kami mengambil tema berani tampil umum dikarenakan melalui kegiatan yang baru saja kami lakukan yaitu live in. Kami berani menampilkan diri dan membawa nama sekolah kami yaitu SMP Santa Ursula kepada orang-orang disekitar dan dengan kerendahan hati untuk hidup dalam kesederhanaan dan turut serta membantu para warga dalam kegiatan sehari-hari mereka. Diharapkan melalui kehadiran dan keberanian dari kami untuk tampil hidup sederhana dapat membantu para warga sekitar. Meskipun unsur URANIUM dalam ilmu kimia dikenal sebagai bahan nuklir yang membahayakan, namun dalam judul majalah kami URANIUM melambangkan kami, siswi-siswi SMP Santa Ursula yang mungkin dikhawatirkan dapat membawa budaya luar/kota yang tidak sesuai dan bahaya ke dalam desa yang kami datangi. Namun, setelah kegiatan ini selesai kami berhasil untuk tidak membawa hal-hal negatif dari kota dan membawa pulang halhal positif yang kami pelajari selama kegiatan live-in berlangsung.

BAGAIMANAKABAR

DARIPROTOKOLKESEHATAN?

Pada era pandemi ini, kita sebagai masyarakat di Indonesia menerapkan berbagai protokol kesehatan dalam rangka mencegah

penyebaran virus Covid-19. Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mulai menurun dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dicabut.

Hal tersebut membuat Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa penggunaan masker di dalam ruangan ataupun di luar ruangan sudah tidak diwajibkan lagi. Mengetahui hal ini, kami sebagai

peserta live in SMP Santa Ursula Jakarta melakukan survei pengamatan sederhana tentang kesehatan yang meliputi berjalannya protokol kesehatan di tempat-tempat yang kami hampiri antara lain, rest area, lokasi live in, dan tempat-tempat wisata.

Foto kelas 84 saat city tour di Candi Prambanan

Kami berangkat dari Jakarta menuju ke lokasi pada malam hari sempat berhenti di tiga rest area yaitu rest area Tol Cipali KM 128, Tol Tegal KM 287 A, dan Tol Pekalongan KM 338. Pada rest area pertama, sebagian besar dari kami turun untuk ke toilet dan suasana di rest area cukup sepi. Hampir semua orang yang berada di sana maupun yang sedang berjualan atau bersinggah sementara banyak yang tidak menggunakan masker sama sekali. Kami juga tidak melihat ada masker di sekitar mereka.

Kami di rest area

selanjutnya yaitu rest area

Tol Tegal KM 287 A, pada

rest area kali ini kami

hanya mengamati secara sekilas, namun ada salah

satu dari teman kami yang

turun untuk membeli

makanan dan terlihat

bahwa penjual makanan di sana tidak menggunakan

masker saat melakukan transaksi jual-beli.

Rest area terakhir yang kami kunjungi saat perjalanan berangkat adalah rest area Tol Pekalongan KM 338. Pada

rest area ini, sebagian besar dari kami termasuk guruguru menghabiskan waktu untuk makan dan minum.

Namun, pengamatan utama kami adalah para penjual makanan dan minuman yang tidak menggunakan masker bahkan saat sedang menyajikan makanan tersebut.

Saat pemberangkatan

Sesampainya di lokasi atau di Desa Juwono, kami diarahkan ke

Gereja masyarakat setempat, yaitu Gereja Katolik Santo Yusup

Juwono. Di sana, kami disambut oleh mbah dan diberikan ritual penyambutan serta diperkenalkan kepada Tim Edukasi Juwono (TEJ).

Pada saat pengenalan serta serah-terima siswi, para anggota TEJ dan

beberapa warga desa tidak menggunakan masker, namun ada beberapa orang yang membawa masker tetapi tidak digunakan.

Pada desa itu sendiri, banyak

warga yang tidak menggunakan

masker dan kami juga jarang

menggunakan masker. Salah

satu anggota kami ditegur untuk

tidak perlu memakai masker

pada saat sampai di desa. Salah

satu alasan para warga tidak

menggunakan masker lagi

adalah karena lingkungan di sana merupakan alam terbuka

dengan udara yang segar, dan

saat berkegiatan mereka merasa

lebih nyaman untuk tidak

menggunakan masker. Namun, saat kami dikumpulkan

bersama-sama untuk misa

syukur setelah jelajah alam, kami mengamati para warga

desa dan tidak semua warga

tidak menggunakan masker.

Para murid dan guru yang

menghadiri misa sebagian besar

tidak menggunakan masker.

Saat di lokasi

Saat pulang

Tak terasa, kegiatan Live In ini sudah sampai pada momen perpisahan yang mengharukan. Kami berangkat kembali ke Jakarta, tetapi sebelum berangkat kami menyempatkan untuk mengikuti city tour Yogyakarta. Tujuan awal kami adalah pusat oleh-oleh, di sana kami turun untuk berbelanja oleh-oleh. Saat berbelanja, banyak dari kami yang masih menggunakan masker dengan baik. Selanjutnya, kami menuju ke Tebing Breksi. Di sana, kami tidak menemui banyak orang lain selain teman-teman dan bapak ibu guru. Banyak siswi tidak menggunakan masker dan lebih nyaman membuka masker karena cuaca yang cukup panas sehingga membuat tidak nyaman. Kemudian, kami lanjut menuju Candi Prambanan dan sama seperti di Tebing Breksi, sebagian besar dari kami melepas masker kami. Namun, Candi Prambanan lebih ramai dibandingkan Tebing Breksi. Di sana, kami mengamati para turis asing yang berkunjung dan mereka tidak menggunakan masker juga. Tidak hanya para turis asing namun para penjual cenderamata di sana juga banyak yang tidak menggunakan masker.

Setelah dari Candi Prambanan, kami menuju untuk kembali ke

Jakarta. Saat tiba di rest area pertama, tidak ada siswi yang turun kecuali tiga siswi dari kelas 84. Salah satunya adalah Alana yang merupakan salah satu anggota tim redaksi kami. Berdasarkan pengamatannya, ia tidak melihat banyak orang dan hanya fokus untuk mencari toilet, ia hanya menemui dua orang. Orang pertama adalah penjaga toko Alfamart dan yang kedua adalah penjaga toilet. Penjaga toilet yang ia temui tidak memakai masker. Setelah itu, saat di rest area kedua juga hanya ada beberapa anak yang turun, kami hanya melihat murid-murid yang sedang makan dan tidak berjalan jauh sehingga tidak dapat mengamati lebih jelas mengenai kondisi di sekitarnya.

Dari perjalanan menuju lokasi, tiba di lokasi dan pulang kembali ke Jakarta, berdasarkan survei pengamatan

sederhana kami bisa disimpulkan bahwa protokol

kesehatan perlahan-lahan sudah mulai diabaikan dan tidak

dilaksanakan. Hal ini juga berhubungan dengan pandemi yang sudah mulai menjadi endemi, khususnya di Indonesia.

Para masyarakat sudah mulai terbiasa hidup seperti dahulu

sebelum terjadinya pandemi Covid-19.

GetToKnowTheActivities!

We did live-in as our school program in Juwono Village, Muntilan, Central Java. We did many activities there. But sadly, we couldn't do our group work for the social service activities together. Even though we had already prepared our own social services program, but we couldn’t do it together because we were placed in different hamlets separate us from the other members. So, we decided to make a new program as our social service activities.

We did home industry one day after we had arrived at our home. In Alana and Beatrice's hamlet, the result of the home industry was shared to people there. They made kemplang and klemet from raw cassava. They made it with other friends from other hamlets while joking around with other teachers and the foster parents. They had been eating the kemplang and klemet all day and felt that it was delicious. After a few hours, there were still many kemplang and klemet left so they decided to make it as the group work to share it. We had shared the kemplang and klemet to people there especially for Muslims before they finished their fasting so they could prepare for it. When we shared our kemplang and klemet, the local family was happy and also proud of us that we could care to other poeple. They said it's not about the kemplang or klemet but it's about our willingness to share with others.

Different from Alana's and Beatrice's hamlet, in Amanda’s and Emilee’s hamlet, they taught the kids that lived in the village as their program. While Alana and Beatrice were sharing kemplang and klemet with other people, at Amanda’s and Emilee’s hamlet, they were sharing knowledge with the kids that lived there. They had gathered together with the kids from the village at the village chief’s house before they had dinner. They had been teaching for 2 hours but they didn’t feel tired because they had fun teaching the kids together. They taught the kids several simple subjects such as Math, English, Reading, and Drawing. All the kids were very happy and so were they. The children had been learning a lot of things while they were teaching. Some people said that it was a crowd but what they taught is very useful for them and also we got new experience. And in Eugene and Caca's village they didn't do any social service programs because of unfavorable circumstances and conditions.

SPREADING KINDNESS

From the 28th of March until the 30th of March, we had an activity called Live-in. It's where all of the 8th graders went to Jogja and lived in the local people's houses There, we did our social project which is giving out traditional Magelang foods, kemplang and klemet. We made the food ourselves. Kemplang and klemet are made out of cassava. We had peeled the cassava, washed the cassava, and we grated the cassava. After all of the cassava had been grated, the local people there had helped us put some additional things into it

The first one we made was klemet. After the cassava was all grated and ready, the cassava was mixed with palm sugar and was shaped into a rectangle and we put it inside a banana leaf. After that, we steamed the klemet.

Next is kemplang Kemplang is basically the same but it is fried. After the cassava had all been grated, the cassava was mixed with chives and some grated coconuts After that, we had to fry the mixture.

We had so much fun. We had been eating these a lot until we were too full to eat dinner. Some of us had even skipped dinner. Because we hadn't been preparing for the social project, we decided to give out the kemplang and klemet to the Muslim locals for their Iftar. We had made so many too, so why not. Their expressions warmed our hearts and made it all better. The weather was nice too when we gave the food out. At the end of the day, we were all happy. (ASW)

LATE NIGHT ACTIVITES!

At 6 PM, someone knocked on the door to my house in the village. We had opened the door and saw our friend from the same village. She told us something that turned out to be a program where we would be teaching children in the village. Before that, we had been preparing the programs. So then, we went to a house near my house in the village. I walked in and I felt happy because of the trust and responsibility that they gave us to teach the children. The children were divided into three groups. Even though this program was held suddenly, we had prepared a lot of activities to do and also the equipments that we needed. There were kindergartners that couldn’t read well, so we had been teaching them how to read and introduce numbers to them. On the other side, there were also children that just got into elementary school and they had been confused about the subject math so we had been teaching them how to solve math problems such as multiplication, division, and others. Lastly, there were also children from the fifth and sixth grade. We taught them the materials that were being studied in their class. As mentioned, we taught many children and eventually, studying or learning things might be a boring thing, but we happened to make it interesting.

For example, we had given quizzes, let the kids do coloring on coloring books, traced numbers, and guessed numbers. We made it even more fun by giving prizes to the ones that answered correctly. On the other hand, the children’s parents and teachers were talking in another room. While we were teaching them things, we were surprised by the appearance of many children and students from another village. It had been very crowded, there were around 20 students and 10 children with their parents and teachers. As it is known, there must be consequences from teaching small children, especially at night. The chances of them being sleepy, moody, and other things are quite big.

That’s why we had prepared gummies and candies such as Yupi so they would still enjoy their time while studying. After a couple hours, most of them got tired. There was no way that we would force them to keep on studying so they just spent the rest of the time doing other things. Some of them wanted to be carried, other things were also requested from each of them. For instance, some of them wanted to eat, play ‘Latto-latto’, or make crafts using origami paper, taught by the students there After we finished the program, we told them to just keep the coloring book, pencils, and other books so they could learn and get more knowledge at home too. We had so much fun, but eventually the program had to be finished at 9pm. It was already dark so some of us had to got back home by motorcycle, some others walked with a flashlight.

Me and my friend from the same house had to go home by walking with a flashlight because the trail to our house was completely dark and had no lights. Turns out, my foster father had been waiting until we got there. He also accompanied some other kids to their own house since it’s night already. I had so much fun from this program and astonishing experience, I learned that teaching children is not as easy as I thought. I could probably say that I’ve underestimated the fact that teaching children is a quite tough and complicated thing, but still, it is our obligation and responsibility to give children knowledge for the future of our nation, Indonesia and of course mankind.

WE can start and teach even from the simplest and smallest things that you could’ve imagined. Nevertheless, the experiences that I got were way above my expectation. I’m happy with the fact that I learn many things from this program. It had been my pleasure to teach these kids. I would love to experience programs like this again. (AHUN) such a memorable night.

a food made by love

I spent three days in Juwono Village, Muntilan, Central Java with my friends. I had never been to the village before. We went there because it was our school program. We had so many of our activities there. One of the activities was spending time with the local neighborhood to prepare food from raw cassava. After we had helped the local family to do the housework, we did a social activity by preparing the food from raw cassava. The activity was called home industry!

At 2pm after we had lunch with the local family, we gathered at the opposite house to cook the cassava. The cassava had been prepared before we began to make kemplang and klemet. We had never made this before. We had grated the cassava before we divided the dough by two. It had been raining for an hour so the owner prepared some kolak for us to eat.

We fried the cassava that we had mixed with chives and we steamed the cassava that we had wrapped with banana leaves. We had to cook it for a long time but it was all fun because we made this while joking and laughing with teachers and friends there. We were also talking about how our work program would be done because some things had changed.

However, after we had cooked the kemplang and klemet, we saw that there was much left and we couldn't finish it. So, we chose to share it with the people in the village, especially for Muslims who wanted to break their fast. We had packed the food before we shared it with the local people. I had a fantastic experience when we shared our food. Even though my finger was bleeding because of grating the cassava, it was paid by their smile when they received our food. They looked so happy and it also made us happy.

I had a really good time and I would like to visit Juwono village again next time and make a home industry together. I enjoyed the time so much and would like to spend more time there! (BGU)

Teach with Fun

On 28-31th of March 2023, I got the chance to live in Juwono Village, Muntilan, Central Java. There, I live with the local citizens whom most of them work as farmers. I stayed at the Kwayuhan hamlet. On the second day, we got to do our social projects that we had planned before.

Around 7 PM, we gathered together with the kids that live at the village in the village chief's house. We had been told by the village's chief about our plan for the social project before we gathered with the kids. We had been discussing it with the village’s chief for a while, then he allowed us to do the project at his house. Our plan was to teach the kids some simple subjects such as Math, English, Reading, and Drawing. There were quite a lot of kids that joined the project. The kids that joined us were the kids that also live at the Kwayuhan hamlet. At first, some children that live near the village’s chief house had already arrived first at his house. But suddenly, after we had been teaching the children there, many more children came to the house, together with our friends that also lived at the Kwayuhan hamlet. We didn’t expect that many children would come. But luckily, we had already prepared enough equipment for all of them.

Each student had to teach a kid about a certain subject. I taught a girl named Elora, she's very clever and cute. She was very enthusiastic when my friend and I were teaching her. I taught her reading and coloring with my friends. We had so much fun together. The kids were still very happy and enthusiastic, even though it was almost night time. The village's chief was also very welcome and we thanked him for letting us do the social project at his house.

At 9 PM, we decided to end the project because it's already time to sleep. Some of the kids had already been sleepy. We had already played and had fun before we got back to our home. It was very fun and memorable. Well, I wish the project had started earlier so we could have spent more time with the kids. Teaching the kids at the village also taught me how to be grateful for the knowledge that I have, one of them is by teaching other people. I would visit Juwono Village again and meet the kids another time. (MGE)

MEMORABLEEXPERIENCE

Me and my friends has a school activity which is Live in. We do so much things when live in. On the first day, I had a lunch in a restaurant before arriving in the village, Called Juwono Village. After we got in the village, we are welcomed by the villagers. Then we gathered around in a church in the village. Before we got inside the church, the Father washed our hands with flowers of seven kinds, Continued by introduction between the students and the education team. We finally got to know where we lived and we were seperated. We tidied our things up and did some activities in the house based on the family’s daily routine

First day had passed and second day has come. I woke up in the morning and did a morning routine. After we had finished preparing for the day, we are moving on to the next day and next activity. We did a home industry activity with friends in the same village. In the home industry, we made many kinds of food bases out of cassava. From the food base that were made of cassava, We had a noodle for dinner called ‘Mie Godok’ , It tasted really good. I got full so me and my friend, Eugene went to our bedroom and spent the night talking to each other until we both fell asleep.

The food we made in home industry were "kemplang" and "misro" . Kemplang is a grated cassava, then formed into an oval shape We served it by frying it and also put a leek as a topping. It tasted like a ‘Bakwan’ but bitter. The other food called "misro" was also made of cassava but it had a palm sugar inside. Misro was served just like kemplang, we fried it as well. When I ate the Misro the palm sugar was melting inside my mouth, It was a glorious experience. I had been eating the misro all day because it was very delicous. Hours later, We finished the home industry activities. and shared our kemplang and misro to our local family. We had continued the day by going to a ditch. I had so much fun because we were splashing water to each other. It was getting noon, so we decided to go back to the house. When we got home already, I cleaned up myself and had dinner.

Moving on to the next day, Which was the last day. On the last day, We gathered around outside the church to explore nature together. We explored a river far from the village. We played and swam in the river water. The water was cold so at first, I was pretty much freezing. After we finished our activities in the river, we went to the edge of the river to eat and did a prayer together. Then we got back to our village to clean up ourselves, continued with a prayer inside the church at night, and got back home again to have dinner. We got full again from the dinner, So we went back to our room we had to packed our things up because we will be going home on the next day. the end. (NCC)

I had spent 4 days living in Juwono village, to do live in activities from school. We should have carried out social service activities, but due to unfavorable circumstances and conditions, we did not carry out social service activities, but we had done home industry activities that had carried out by friends from several houses.

Many friends from several houses had gathered in one house to carry out the home industry activities, we taught how to make some foods from cassava. They had teached us how to peeled the cassava The locals had helped us put some additional things into it after all of the cassava had been grated With this home industry, we know how to make kemplang and klemet.

Starting from the basic ingredients, to the sequence and how to make them. The faster parents in the house also taught them. Then, we ate the kemplang and klemet and brought it to our local family. (VEP)

GOOD MEMORIES Kemplang

Pengalaman yang Melekat di Hati

JAKARTA - Pada tanggal 27 Maret 2023, para siswi kelas delapan

SMP Santa Ursula Jakarta menjalani kegiatan live in. Kegiatan ini dilaksanakan di Paroki St. Maria Lourdes Sumber, Desa Juwono dan Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kami menjalani kegiatan live in ini selama lima hari lamanya.

Dalam kegiatan live in ini kami diajarkan untuk hidup dalam kesederhanaan. Mata pencaharian mayoritas penduduk di Desa Juwono adalah petani. Banyak penduduk bekerja sebagai petani, karena Desa Juwono tidak terlalu besar dan sebagian besar wilayahnya dipenuhi oleh sawah Selain bersawah, kami juga membuat makanan home industry dari tanaman hasil panen yaitu singkong. Namun, salah satu kegiatan yang kami tunggu-tunggu adalah jelajah alam. Kegiatan ini dilakukan pada hari ketiga, lebih tepatnya pada hari Rabu, 29 Maret 2023. Jelajah alam dimulai saat pagi hari, para siswi didampingi sejumlah guru pendamping dan Tim Edukasi Juwono (TEJ).

Jelajah alam dilakukan di dusun-dusun sekitar sambil menyusuri sawah dan sungai. Saat jelajah alam, kami semua diajak untuk bersatu dengan alam di sana dan dijelaskan mengenai jenis-jenis tanaman, antara lain yaitu cara menanam padi, menyusuri sungai, dan masih banyak lagi. Setibanya di sungai, kami bermain air dan berbasah-basahan, namun beberapa dari kami sempat terluka karena terkena lintah maupun batu-batuan. Jelajah alam dilakukan cukup lama, namun tidak terasa, waktu sudah berlalu. Selesai dari jelajah alam, kami pulang ke rumah masing-masing dengan jalan kaki, hal tersebut cukup melelahkan bagi kami. Pada malam hari, kami semua berkumpul kembali untuk misa syukur atas berjalannya program live in ini dengan lancar.

Tidak terasa selama lima hari, kami sudah melakukan banyak

kegiatan bersama mulai dari

bersawah, home industry, jelajah

alam, misa syukur, dan banyak

lagi hingga tiba ke masa

perpisahan bersama orang tua

dan keluarga asuh. Perpisahan

menjadi hal yang menyedihkan

bagi kami dan tentunya kami akan

merindukan mereka yang di sana.

Banyak pelajaran yang

didapatkan melalui live in ini yaitu

untuk hidup dalam

kesederhanaan, mensyukuri

keindahan alam, dan banyak hal

yang patut diteladani dari hidup

orang-orang desa mulai dari

semangat dan komitmen mereka

untuk bertani meskipun matahari

sedang terik-teriknya dan pantang

menyerah bila hujan angin datang

dan harus membereskan sawah

yang rusak, tak hanya itu tentunya

masih banyak lagi hal positif yang

dapat kita pelajari. Jika

diperbolehkan untuk kembali ke

desa, kami sangat ingin untuk

kembali dan melepas rindu kami di sana.

Kami berdoa bagi mereka yang telah menyambut baik kedatangan kami, kiranya kebaikan mereka dapat kembali kepada mereka. Semoga mereka dapat sehat selalu, dilancarkan segalanya dan dilindungi dimanapun mereka berada. Akhirnya, kami mengucap rasa terima kasih dan syukur kami bagi para orang tua dan keluarga asuh serta Tim Edukasi Juwono (TEJ) di sana yang sudah bersedia menerima dan mengajari kami selama beberapa hari ini. Bagi kami, kesempatan kali ini memberi kami kenangan indah dan pengalaman yang akan selalu kami kenang.

KEMPLANG, SEKALI MAKAN TAK BISA BERHENTI

Kemplang merupakan makanan khas Magelang. Kemplang berwarna keemasan dan berbentuk bulat atau dapat dibentuk menjadi bentuk apapun. Kemplang memiliki tekskur yang lembut, mirip seperti cireng namun tidak terlalu kenyal. Kemplang memiliki rasa asin dan sangat cocok untuk dijadikan sebagai cemilan. Adonan kemplang biasanya dapat ditambahkan parutan kelapa dan juga potongan bawang hijau. Jika sesuai selera, juga dapat ditambahkan potongan cabai. Adonan kemplang terbuat dari parutan singkong dan tambahantambahan yang disebutkan tadi. Adonan kemplang akan terasa padat dan jika ditekan akan terasa lembek namun tidak mudah hancur.

Adonan kemplang kemudian digoreng pada minyak yang panas. Setelah digoreng, baru dapat disantap. Kemplang memiliki rasa yang gurih dan asin. Mirip seperti bakwan. Namun, kalau bakwan terdapat sayur-sayuran yang membuat bakwan tersebut garing saat digigit. Kemplang lembut saat digigit dan tidak memiliki rasa pahit.

Sosokoran

Pak Sunaryo adalah salah satu sosok orang tua yang ada di desa Juwono. Pak

Sunaryo adalah sosok bapak asuh yang

selalu tersenyum dan sangat ramah. Pak

Sunaryo tinggal di desa Juwono, istri Pak

Sunaryo bernama Ibu Partinah. Bapak

Sunaryo dan Ibu Partinah sangatlah baik

terhadap anak-anak asuhnya. Pak Sunaryo

adalah sosok bapak angkat yang selalu

menjagai anak angkatnya. Saat adanya

kegiatan program kerja dimalam hari, Pak

Sunaryo rela menunggu sampai kita selesai

mengerjakan program kerja agar ia bisa antarkan pulang.

Saat pertama kali kita menginjak lantai

rumah mereka, mereka langsung menyambut

kita dengan teh manis hangat dan cemilan.

Hal tersebut juga di lakukan pada hari

terakhir. Selama disana, kami anak asuh pak

Sunaryo, selalu diberikan banyak informasi

tentang desa disana. Bukan hanya

menceritakan tenang pertaniannya, Pak

Sunaryo juga menceritakan tentang susah

payahnya ia bekerja menjadi petani. Semua

pekerjaan ia kerjakan walau harus menerjang badai.

HILLARY ULINA
AMANDA
NAINGGOLAN
Nama:PakSunaryo Pekerjaan:Petani TempatTinggal:Dusun Kwayuhan

Saat pagi Pak Sunaryo akan bangun sekitar jam lima pagi dan bersiap mengantarkan Anaknya yang bernama Dinar pergi ke sekolah. Seperti ornag desa lainnya, la mengantarkan anaknya dengan motor ke sekolah Kanisius Juwono Pak Sunaryo selalu membawa kami ke sawah setelah ia mengantar anaknya. Kita diajak untuk mengarit juga memanen cabe. Saat memanen cabe kita sempat diberikan suatu pelajaran hidup. Beliau berkata, bahwa menjadi petani tidaklah gampang, Memperlukan waktu sekitar 3 6 bulan untuk hanya 1 tanaman agar bisa dipunen Semua tanaman yang ia rawat pastinya diberikan perawatan yang sama. Diberi air, dipupuki, diberikan segala macam vitamin dan kasih sayang agar saat tanaman tersebut bertumbuh, tanaman tersebut bisa memberikan buah yang layak dikonsumsi. Tapi tidak semua perkerjaan ada di tangan manusia, Curah hujan yang meninggkat dan adanya hama hama membuat banyak tanaman cabai para petani menjadi layu dan tidak layak. dikonsumsi.

Cabai-cabai yang tidak layak dikonsumsi nantinya akan dibuang dan tidak akan digunakan oleh para petani Cabai-cabai yang berhasil di panen akan dijual dengan harga tinggi dan dijadikan bahan makanan bagi orang orang. Pak Sunaryo mengatakan bahwa cabai-cabai ini sama halnya seperti manusia. Manusia dirawat dengan baik oleh Tuhan, diberikan makanan, diberikan rumah, diberikan keluarga, tetapi manusia bisa memilih jalan kehidupan yang diberi Tuhan. Manusia yang sukses. dan takut akan Tuhan akan masuk ke surga dan akan bermanfaat saat mereka hidup. bagaikan cabai yang dijual dan dijadikan hahan makanan. Sedangkan manusia yang nakal dan berdosa akan dimasukkan ke neraka dan diberikan konsekuensi sama seperti cabe yang busuk dan layu" kata beliau.

Dari bacaan diatas pasti kita semua bisa menyimpulkan bahwa Pak Sunaryo adalah sosok Bapak rumah tangga. Avah. Keluarga, yang sangat takut akan Tuhan dan sangat bersyukur. Saat disana tidak pernah ia mengeluh saat la harus mengarit, saat ia harus memanen, bertani, memberi makan ternak, la selalu melakukan semua aktifitas tersebut dengan senyumannya yang sangat khas. Walau ia ada sedikit masalah pada pendengarannya, ia tetap mengusahakan untuk mendengarkan dan menjelaskan saat kita bertanya. Pak Sunaryo adalah sosok orang sukses yang sebenarnya.

TanpaTandaJasa

trice Gautama Utama

a telah menjadi saksi bisu yang berkeringat

tetap bersemangat

Semangatmu yang keras

Bagaikan sebuah baja

Di bawah teriknya sin

Tawa tangis da Engkau tuangkan semua

Sebab hasil panen ya Akan membayar s Tanpamu

Entah apa yang akan kit

Tanpamu

Entah apa yang akan me Wahai peta

Engkaulah pahlawan ta

am Sekejap

ksanakan pada tanggal 28-31 Maret di Desa Juwono, lebih tepatnya di n saya, Amanda, ditempatkan di tinah. Melalui kegiatan live in ini, aru. Salah satu hari yang paling a, lebih tepatnya tanggal 29 Maret

angun tidur sekitar pukul 5.30 pagi. ang berkokok. Sebuah pengalaman yang tidak biasa saya alami sebelumnya, pikir saya pagi itu. Saya dan Amanda membantu menyapu bagian dalam rumah sebelum sarapan. Kami disuguhi sarapan yang sangat nikmat, amat cukup bagi kami untuk mengisi tenaga yang akan kami gunakan untuk menjalani kegiatan hari itu. Pak Sunaryo akan mengajak kami untuk memetik cabai di sawah, ucapnya di malam sebelumnya. Sebelum berangkat ke sawah, kami bersiap-siap dan meminum segelas teh hangat sambil menunggu Pak Sunaryo yang sedang mengantar anaknya ke sekolah.

Setelah Pak Sunaryo kembali dari sekolah, kami pun beranjak ke sawah. Kami berada di sawah sekitar dari pukul 8 pagi sampai pukul 10 siang. Di sawah, kami belajar memetik cabai dari lahan pertanian cabai yang dirawat oleh Pak Sunaryo dan Bu Partinah dengan sepenuh hati. Walaupun panas terik matahari membuat saya berkeringat dan lelah, namun hal tersebut tidak membuat saya menyerah di tengah jalan. Kami pun memetik cukup banyak cabai.

Setelah selesai memetik cabai, kami sempat bersinggah di pinggir sawah. Pak Sunaryo menjelaskan bahwa tidak semua hasil panen cabai tersebut layak untuk dijual. Namun, itulah hal nya semesta alam ini. Tidak semua hasil panen sempurna, karena ada beberapa faktor yang membuat hasil panen tidak terkendali. Contohnya seperti iklim, cuaca, terutama curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tugas para petani adalah untuk mencegah adanya kendala dalam hasil panen sebisa mungkin. Saya belajar banyak tentang kerja keras dan juga usaha para petani demi mendapatkan hasil panen yang baik. Saya pun belajar secara langsung dengan membantu memetik cabai di sawah.

Setelah dari sawah, ka

Di sana, kami juga bertemu d di sungai. Air di sungai sanga saat bermain di sungai. Sel

Kelestarian alam sangat dija yang dibuang sembarangan d

Setelah bermain di sunga beres sebentar. Setelah itu, Jatmiko. Bersama beberapa t para bapak guru pendampin yang tinggal di dusun setemp

namun kami merasakan ikata

mengalami banyak peristiwa

Nama anak-anak tersebut ad , y , , j g J y anak kecil di sana sangat amat lucu dan menggemaskan. Pengalaman ini sangat jarang saya alami sebelumnya, mengingat saya adalah anak bungsu yang tidak memiliki adik. Jarang bagi saya untuk bermain dengan anak-anak kecil seumuran mereka di tempat tinggal saya. Kami berbincang dan bermain dengan mereka sebelum melakukan home industry.

Sekitar jam 3 sore, kami berkumpul di rumah salah satu warga desa untuk melakukan kegiatan home industry. Setelah itu, kami dipandu oleh Pak Jatmiko untuk ke sawah mengambil tanaman ketela. Pengalaman tersebut sangatlah seru, kami bergilir menarik tanaman ketela sehingga bisa diambil hasil panennya.

Setelah itu, kami mengupas dan mencuci ketela yang sudah dipanen. Setelah dicuci, kami diajarkan cara membuat keripik singkong. Pertama-tama, kita harus memotong tipis-tipis ketela yang sudah dicuci dan dikupas kulinya. Kami harus sabar dan telaten dalam memotongnya, harus dipastikan ketela yang dipotong memiliki ketebalan yang sangat tipis agar hasil keripik singkongnya semakin enak. Namun, sepertinya saya kurang terampil dalam hal tersebut. Potongan-potongan saya masih jauh lebih berantakan dibandingkan potongan para bapak dan ibu yang juga membantu proses pembuatan keripik singkong. Namun, ini semua merupakan bagian dari proses belajar.

Setelah dipotong tipis, singkong digoreng di minyak yang panas. Kami menyaksikan proses digorengnya keripik singkong. Setelah itu, keripik singkong diberi bumbu agar rasanya semakin enak. Hasil keripik singkong pun kami nikmati bersama-sama dengan bapak dan ibu yang sudah membantu. Kami juga disuguhi jagung manis yang sangat nikmat. Kami juga menikmati makanan yang ada sambil berbincang dengan teman-teman dan bapak ibu yang turut mengikuti kegiatan tersebut. Kami merasa sangat akrab dan diterima dengan baik dengan penduduk setempat. Sekitar pukul 4.30 sore, saya dan Amanda kembali ke rumah untuk beristirahat.

sejenak. Setelah itu, pada jam 6 sore beberapa teman kami memanggil kami untuk berkumpul di rumah Pak

Jatmiko. Ternyata, kami harus melakuk k j k i d l it Maka dari itu, kami berkumpul di rum kami yaitu mengajarkan baca, tulis, kepada anak-anak di desa setempat. S anak yang berkumpul dengan kami berbagi ilmu dengan anak-anak yang a Saya mengajari anak-anak di des merasakan kehangatan dan juga keb sangat amat bersyukur bisa membagi

sesama. Saya merasa kagum akan ant pengajaran kami. Walaupun sudah ma semangat untuk mengikuti kegiatan kebahagiaan di kediaman Pak Jatmi bersyukur program ini bisa berjalan de pukul 9 malam, kami kembali ke ruma

berdampak baik bagi kami dan juga bagi masyarakat setempat. Belum sampai sebulan, namun saya sudah merindukan suasana lingkungan dusun Kwayuhan. Jika ada kesempatan, saya akan berkunjung untuk menemui para bapak ibu dan juga anak-anak di desa yang saya sayangi.

A M pa in ja de K ju ha

BagaikanLukisanTerindah

Karya: Nicoleta Celerine Clarissa

Sawah hijau nan

Telah menjadi galeri terin kulihat

Ketika memandang sawa binar mata

Hijaunya melepaskan senyuman

D i bibi ang tidak dapat berkata

melihat keindahannya

niman bahkan tak kuasa

arkan megahnya sawah itu

ukisan alam terindah

favoritku dikala senja

Sederhana namun Sulit

Valencia Eugene Pratista

Perli adalah anak yang berkehidupan sangat mewah di Jakarta, kesehariannya sangat tercukupi. Di rumahnya ada banyak asisten yang siap membantu Perli kapan saja ia membutuhkan mereka. Apapun yang Perli mau, pasti selalu bisa didapatkannya.

Suatu hari ada kabar dari sekolah Perli yang mengabarkan bahwa sekolah akan mengadakan kegiatan live in. Kegiatan live in adalah siswi tinggal di pedesaan selama beberapa hari tanpa menggunakan handphone/gadget. Selama kegiatan live in, mereka diajarkan untuk hidup sederhana dan mandiri. Mereka harus mengikuti kegiatan apapun yang dilakukan oleh orang tua asuh mereka. Setelah mendengar kabar itu, Perli langsung merasa takut karena mengetahui bahwa ia tidak bisa lepas dari gadget dan kehidupannya yang mewah dimana asisten selalu siap membantunya. "Aduh, gimana ya nasibku nanti tanpa asisten rumah dan gadget ku..." gumam Perli dalam hatinya. Hari live in pun tiba. Perli sangat sulit beradaptasi dengan kehidupan di pedesaan yang dimana kehidupan di pedesaan sangat berbeda 360 derajat seperti kehidupannya di Jakarta. Selama tinggal di pedesaan, Perli diajarkan untuk lebih mandiri, contohnya seperti merapikan tempat tidurnya sendiri, mencuci piring, menyapu dan mengepel. Selama ini Perli tidak pernah mengerjakan semua hal itu di rumahnya. Beruntung Perli mendapatkan orang tua asuh yang baik dan mau mengajarkan Perli dengan sabar. Walaupun Perli belum bisa melakukan semuanya dengan baik, tetapi dia tetap mau belajar dan mencoba.

Empat hari telah berlalu, setelah kegiatan live in selesai, Perli menceritakan semua pengalamannya selama live in kepada orang tuanya di rumah. Orang tuanya senang mendengar cerita Perli selama live in. Setelah kegiatan live in selesai, Perli menjadi lebih mandiri dan bisa melakukan banyak hal secara mandiri. "Keren banget, Perli! Sekarang kamu udah bisa cuci piring sendiri dan mengerti apa itu kesederhanaan, semoga live in ini bisa jadi pelajaran berharga dalam hidupmu ya." kata orang tua Perli kepada Perli. Orang tua Perli pun senang karena adanya in ini yang membuat Perli menjadi lebih mandiri.

Belajar Hidup Penuh Komitmen

Kegiatan live in yang dilaksanakan oleh SMP Santa Ursula Jakarta di Desa Juwono dan Ngargomulyo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah membuat kami belajar banyak hal tentang aspek-aspek kehidupan salah satunya adalah kesederhanaan. Kami merupakan anggota kelas 84 sehingga ditempatkan di Desa Juwono tepatnya di Dusun Selosari, Kwayuhan, dan Juwono. Disana, kami banyak berkegiatan di ladang milik orang tua asuh kami masingmasing seperti memperkokoh batang pohon agar tumbuh baik, mengarit, memanen, dan lain-lain.

Di ladang mereka banyak terdapat berbagai jenis sayurmayur seperti oyong, cabai, kecipir, kol, sawi, dan lain-lain yang dirawat dengan baik setiap harinya. Kami biasanya diajak pergi ke ladang pada pagi hari dan hasil panen dari sayurmayur tersebut dipilah untuk menjadi makanan sehari-hari atau dijual ke Pasar Muntilan. Dalam menjalani kegiatan ini tentunya membutuhkan semangat dan komitmen. Dibutuhkan pengorbanan dan energi yang besar dalam melakukan kegiatan mereka sehari-hari.

Kami ditempatkan di tiga rumah yang berbeda. Amanda dan

Emilee memiliki sosok orang tua asuh bernama Pak Sunaryo dan Ibu Partinah. Pak Naryo dan Ibu Partinah bekerja sebagai petani.

Dari pengalaman live in tersebut, kami belajar banyak dari orang tua asuh kami. Pak Sunaryo sering menceritakan kepada kami tentang pentingnya bersyukur akan alam yang telah diciptakan oleh Tuhan. Alam diciptakan oleh Tuhan untuk kita hargai dan lestarikan. Salah satu tugas petani adalah untuk membudidayakan kekayaan alam tersebut demi kesejahteraan sesama.

Menjalani hidup sebagai petani tidaklah mudah, banyak kendala yang dapat terjadi pada panen tanaman. Menjalani kehidupan sehari-hari sebagai petani membutuhkan kekuatan dan tekad yang luar biasa. Ibu Partinah juga merupakan seorang sosok

orang tua asuh yang sangat baik. Ibu Partinah selalu giat untuk merawat perkebunan yang dimiliki demi kebaikan hasil tanaman yang dipanen. Pak Sunaryo dan Ibu Partinah merupakan sosok

orang tua asuh yang mengajarkan kami banyak hal tentang komitmen dan kerja keras hidup sebagai petani.

Alana dan Beatrice ditempatkan di rumah Ibu Yanti tepatnya di Dusun Selosari. Ibu Yanti memiliki dua anak dan ia berkegiatan tanpa sosok suami. Namun, hal tersebut tidak menghambat Ibu Yanti dalam menjalani kesehariannya. Keseharian Ibu Yanti adalah sebagai petani ladang. Letak ladang Ibu Yanti ada di belakang dan depan rumah, Biasanya, Ibu Yanti pergi ke ladang sendiri saat pagi atau sore hari. Di ladang Ibu Yanti banyak terdapat sayur-mayur seperti oyong, buncis, cabai, kemangi, jagung, kecipir dan lain-lain yang nantinya akan dipanen dan dijual ke Pasar Muntilan melalui Pak Yono.

Dalam melakukan kegiatan ini, tentunya dibutuhkan semangat dan komitmen. Yang menjadi semangat dan komitmen Ibu Yanti dalam bersawah ini adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya hidup, biaya anak, cucu dan biaya hidup lainnya. Hal tersebutlah yang menjadi motivasi dari Ibu Yanti untuk semangat pergi ke sawah setiap harinya. Selain bersawah, Ibu Yanti juga selalu ikut kegiatan mengucap syukur kepada Tuhan melalui doa setiap Jumat malam bersama para warga Dusun Sempon-Selosari atau disingkat Ponsel.

Caca serta Eugene ditempatkan di rumah Ibu Sri tepatnya di Dusun Juwono. Di kediaman Ibu Sri ada tiga anak, seorang nenek yang biasa kami panggil sebagai mbah, dan suami Ibu Sri. Keseharian Ibu Sri adalah sebagai petani. Letak ladang Ibu Sri ada di belakang rumah, namun harus melakukan sedikit perjalanan lagi hingga sampai ke ladang Ibu Sri, Ia dapat bebas memilih kapan ingin pergi karena sawah adalah milik sendiri tetapi biasanya Ibu sri selalu bekerja dari pagi. Di ladang Ibu Sri banyak sekali sayur-sayuran seperti misalnya kacang panjang, cabai, tomat, buncis, bayam, kangkung dan lain-lain yang hasilnya nanti akan dipakai Ibu Sri untuk memasak sebagai makanan sehari-hari.

Pekerjaan Bu sri sangat melelahkan serta semangat dan komitmen sangat dibutuhkan. Semangat dan komitmen dari Bu Sri untuk menjalani kegiatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Selain berprofesi sebagai petani, Ibu sri juga sering ikut para ibu-ibu lain untuk memasak bersama. Memasak seperti itu tentunya juga membutuhkan semangat dan komitmen. Semangat dan komitmen Ibu Sri dalam kegiatan ini adalah untuk saling membantu satu sama lain untuk memasak dan memenuhi tujuan satu sama lain untuk menghasilkan masakan yang nantinya akan dibagikan kepada keluarga serta beberapa teman disekitar rumah mereka.

Dalam kegiatan bertani, kerap kali terjadi kendala yang tidak bisa dihindari oleh para petani. Cuaca, iklim, dan curah hujan menjadi kendala bagi mereka sehingga hasil panen terkadang kurang baik. Para petani di desa Juwono dengan maksimal berusaha untuk mencegah terjadinya kendala sehingga dapat menghasilkan panen pertanian yang baik. Dibutuhkan komitmen serta ketangguhan yang luar biasa dalam proses tersebut. Semangat dan komitmen orang tua asuh kami kurang lebih sama satu sama lain yaitu demi memenuhi kebutuhan hidup seharihari, anak, cucu, mbah, dan kebutuhan hidup lainnya. Hal ini lah yang menjadi semangat para warga desa sana khususnya orang tua asuh kami dalam menjalani pekerjaannya di ladang miliknya.

ProfilTimRedaksi

Namapanjang:AlanaSabinaWibisono

NamaPanggilan:Alana

Kelas/No.Absen:84/2

Namapanjang:AmandaHillaryUlinaNainggolan

NamaPanggilan:Amanda

Kelas/No.Absen:84/5

Namapanjang:BeatriceGautamaUtama

NamaPanggilan: Beatrice

Kelas/No.Absen:84/7

Namapanjang:MariaGabriellaEmilee

NamaPanggilan: Emilee

Kelas/No.Absen:84/21

Namapanjang:NicoletaCelerineClarissa

NamaPanggilan: Caca

Kelas/No.Absen:84/27

Namapanjang:ValenciaEugenePratistaKoban

NamaPanggilan: Eugene

Kelas/No.Absen:84/31

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.