Forum Manajemen Prasetiya Mulya

Page 1

Manajemen Forum

ISSN 0215 - 1146

Talent

Management

is Death

Point of View

Michael Adryanto HR Director Sinarmas Agribusiness and Food Tbk Talent Management Membangun Kapabilitas Bangsa Istimewa

Ç Keep Talent Management Strategic Ç Perang Kompensasi Kasus di Amerika Serikat Ç Perang Talenta di Industri Media Ç Artis Idola Kasus di Panggung Musik New Venture

Daya Tahan Industri Kreatif Sebuah ParadoKS Pengelolaan Karyawan Unggul

Emosi ORganisasi Melampaui yang Dianggap Tabu Going green lifestyle

Rp. 29.000 Vol. XXV No. 04 Juli - Agustus 2011



content

22

Reportase dari California Sebuah peristiwa penting patut dicatat dalam kerangka program going green yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Selasa, 17 Februari 2009 presiden AS, Barack Obama, menandatangani 787 miliar dolar AS paket stimulus untuk perusahaan-perusahaan yang berkomitmen kuat dalam pemeliharaan lingkungan hidup.

Design agrasandhya-designstudio

> headline 30

48

Talent Management Membangun Kapabilias Bangsa HR Director PT Sinarmas Agribusiness and Food

Sebuah Paradoks

Mengingat masih begitu banyak praktik mencari jalan pintas dalam mencari dan merekrut para pekerjanya, perusahaan-perusahaan di Indonesia dinilainya masih kurang merealisasi Talent Management secara benar dan integral. Dalam pada itu, di tengah “perang pencarian talenta” yang terkadang kurang sehat itu, pengelolaan modal manusia (human capital) menjadi prioritasnya sebagai seorang HR director andal. Berikut beberapa pemikiran kritisnya dalam wawancara eksklusif FMPM.

Andreas Budihardjo Persaingan bisnis yang tajam memacu setiap perusahaan untuk bertahan bahkan bertumbuh. Salah satu sumber daya yang sangat menentukan keberhasilannya adalah sumber daya manusia yang unggul. Di mana peran dan posisi tepat talent management (TM) untuk memenangkan persaingan itu?

54

CLOSER WITH

Mengidentifikasi Talenta

FEATURE

Emosi Organisasi

Melampaui yang Dianggap Tabu

06

Gregorius Pratiknyo

ESSENCE

Keep Talent Management Strategic Sammy Kristamuljana

Emosi tidak mendapat tempat yang cukup lapang dalam kajian manajemen organisasi bisnis. Membicarakan emosi dalam organisasi sering masih diangggap tabu oleh sebagian besar organisasi. Padahal, emosi adalah salah satu harta organisasi.

Sepuluh tahun sejak terbitnya hasil riset Michaels, et al., (1997) “The War for Talent” orang berharap akan ada kemajuan yang signifikan dalam praktik Talent Management (TM). Nyatanya, 10.000 responden dari pimpinan puncak dan manajer SDM (sumber daya manusia) mengungkapkan rasa frustasinya atas praktik TM (survei McKinsey&Company, 2006 dan 2007).

Perang Kompensasi

Jelaga Korporasi di Negeri Paman Sam Beni Bevly Ketika perekonomian Amerika Serikat (AS) terpuruk tahun 2008, Barack Obama turun tangan “memecat” CEO General Motor (GM) dan menggantikan dengan pilihannya sendiri. Strategi apa yang diterapkan GM sehingga memancing seorang presiden turun tangan menempatkan calonnya? Seberat apakah kompetisi the war for talent.

64

POINT OF VIEW

Michael Adryanto SPOTLIGHT

Pengelolaan Karyawan Unggul

56

Going Green Lifestyle Upaya Mengubah Dunia

Vol. XXV No. 04 | Juli - Agustus 2011

40

EXPLORE

86

New Venture

Daya Tahan Industri Kreatif Ruth Elisabeth Tobing Industri kreatif kini menjadi ‘primadona’ di pasar dunia. Mampu menghasilkan 406 triliun dollar AS lebih dan mencetak pertumbuhan yang lebih besar dari pertumbuhan ekonomi dunia. Siapkah Industri kreatif kita mengambil peluang?

Be Focus on System Perang Bintang di Media Yohanes Widodo Apakah persoalan SDM semata urusan perusahaan? Pemerintah, perusahaan, dan universitas, semestinya berkolaborasi memecahkan persoalan itu. Sayangnya, ketiga elemen kunci tersebut sering kali tidak sinkron.

92

Turning Point

Top Performer or High Potential Gloria N. Situmorang

72

Mencetak Artis Idola Talenta di Industri Musik Chico Hindarto Setelah program televisi reality show bernama Pop Idol dimulai pada 5 Oktober 2001 di jaringan televisi Inggris, gejala pencarian talenta di bidang seni yang dipertontonkan ke pemirsa televisi menjadi marak.

2

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

98

Mengasah Suksesor M Setiawan Kusmulyono

02 04 05 10 12 16 18 78 102 104

Content Editor’s Note From Readers In the History Innovation BIZPEDIA Insight New Venture 1 The Manager Next Edition

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

3


editor’s

Publish your paper with us in INTEGRITAS Jurnal Manajemen Bisnis

note

INTEGRITAS Jurnal Manajemen Bisnis is an accredited journal published by Prasetiya Mulya Publishing. The Journal covers a variety of business management topics and original researches in the following areas: m¬¬arketing management, finance management, operations management, human resources management, and strategic management.

Setelah

10 Tahun M

embuka edisi ini, dapur FMPM ingin mengajak Anda, para pembaca untuk merefleksikan praktik talent management di organisasi bisnis kita masing-masing dalam konteks kekinian. Isu ini menjadi penting karena mengingat 10 tahun lalu, riset Michael, et al., bertajuk The War for Talent, telah dipopulerkan dan menjadi salah satu acuan kebijakan strategis banyak korporat besar dunia. Seberapa jauh implikasinya?

edisi ini dan ke depannya, Anda semua tanpa kecuali, kami undang dalam rangkaian forum pendalaman kasus-kasus pengelolaan human capital bersama para fasilitator kompeten dari berbagai komunitas yang bergandeng tangan bersama: praktisi bisnis, wirausaha, akademisi, dan pemerintah. Muaranya, menegaskan tanggung jawab: seberapa besar kita bisa menyumbangkan secara nyata kepada pembangunan kapabilitas bangsa yang unggul lewat profesi kita?

Tak hanya menyodorkan berbagai diskusi lewat artikel-artikel di depan Anda ini, namun juga kami menghidangkan rangkaian diskusidiskusi terintegrasi dalam HR Forum. Sejak

Selamat membaca, dan selamat ber-HR Forum.

SIDANG REDAKSI

Pemimpin Umum: Prof. Sammy Kristamuljana, Ph.D Wakil Pemimpin Umum: Prof. Dr. Andreas Budihardjo Sidang Redaksi: Dwi Sosronegoro, MPsi; Hendro Adiarso, MBA; Istijanto, MM, MCom; J. Bely Utarja MBA; Teguh Endaryono, MM; Yudho Hartono, MM

EDITORIAL

Pemimpin Redaksi: Eko Napitupulu Redaktur Pelaksana: Hr. Maryono, SS, BAT Redaktur: Gloria N. Situmorang, MPsi; A. Widyaputranto, MA; M. Setiawan Kusmulyono Redaktur Artistik: N. Eka Wijaya Kontributor: Harry Budiman (Jakarta), Agus Suyono (Taiwan) Dr. Beni Bevly, Jenie S Bev (California), Dr. Fitra K. (Mexico)

FMPM DIGITAL

www.management-update.org

PENERBIT Jl. TB Simatupang, Cilandak Barat, Jakarta 12430

4

The Journal invites scholars and researchers to submit research articles to the editors. In the spirit of global community, INTEGRITAS Jurnal Manajemen Bisnis encourages submissions from all regions of the world. All articles that are submitted to the journal are reviewed initially by the editors. If the article has a sufficient and appropriate research focus, it will then enter the review process. The journal has doubleblind review policy. Please submit manuscripts and editorial correspondence to: INTEGRITAS Jurnal Manajemen Bisnis Email: integritas@pmbs.ac.id Phone: +62-21-751 1126 ext. 8860, 8861, 8863, 8864 Fax: +62-21-765 3110 For further information please visit www.management-update.org

Redaksi

PENGELOLA USAHA

Ketua Pengelola: M. Anwar Sirkulasi & Promosi: Rahmat Hidayat

EDITORIAL, LANGGANAN, PROMOSI PMBS Publishing Telp. (021) 750 0463 ext.: 8863, 8864. Fax (021) 765 3110 E-mail: penerbitan@pmbs.ac.id

FORUM MANAJEMEN PRASETIYA MULYA terbit perdana pada tahun 1986, merupakan ruang publik untuk berbagi gagasan dan pengalaman antar-komunitas akademisi, praktisi, dan peminat manajemen bisnis. Arah editorial FMPM adalah mengusung semangat pembelajaran melalui tulisan-tulisan berisi gagasan terkini, inspiratif, dan berdampak konkret untuk kemajuan khazanah ilmu manajemen dan keberlangsungan organisasi bisnis global. FORUM MANAJEMEN PRASETIYA MULYA terbit perdana pada tahun 1986, merupakan KOMUNITAS PENULIS & PEMBACA Redaksi menerima naskah feature ilmiah populer ruang publik untuk berbagi gagasan dan pengalaman antar-komunitas akademisi, yang sesuai dengan arah editorial dan gaya penulisan FMPM. Panjang artikel maksimal 7 praktisi, dan peminat manajemen bisnis. Arah editorial FMPM adalah mengusung halaman A4 (maks. 10.500 karakter tanpa spasi), format MS Word, font 12pt Times New semangat pembelajaran melalui tulisan-tulisan berisi gagasan terkini, inspiratif, dan Roman, dan spasi 1,5. Foto dalam format JPG/TIFF, minimal 200 Kb. Semua penulis berdampak konkret untuk kemajuan khazanah ilmu manajemen dan keberlangsungan akan menerima konfirmasi atas naskahnya yang dikirim dan sekaligus bersedia menjadi organisasi bisnis global. Redaksi akan menyunting semua artikel yang masuk. anggota Komunitas Blog management-update.org. Alamat pengiriman naskah: penerbitan@pmbs.ac.id. Redaksi akan menyunting semua artikel yang masuk.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

5


essence

Keep

Sepuluh tahun sejak terbitnya hasil riset Michaels, et al., (1997) “The War for Talent” orang berharap akan ada kemajuan yang signifikan dalam praktik Talent Management (TM). Nyatanya, 10.000 responden dari pimpinan puncak dan manajer SDM (sumber daya manusia) mengungkapkan rasa frustasinya atas praktik TM (survei McKinsey&Company, 2006 dan 2007).

Strategic

"

Talent Management Oleh: Sammy Kristamuljana

6

essence

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

T

he War for Talent” telah berjasa memberikan bayangan tentang modal manusia bertalenta (talented human capital) yang menjadi fokus utama Talent Management. Sebagai kelompok 20 persen karyawan berkinerja paling tinggi dalam sebuah perusahaan atau karyawan “kelas A”, mereka tergolong kepada

“pekerja berpengetahuan” (knowledge workers) menurut istilah Drucker (1994). Kemampuan dalam meningkatkan produktivitas operasi, penjualan dan laba, minimal dua kali lipat kemampuan rata-rata karyawan, di samping “biaya” supervisi yang dibutuhkan atas mereka juga minim.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

7


essence

Berpegang pada bayangan itu, semua pihak tetap sepakat akan pentingnya Talent Management. Hasil survei tahun 2006 juga menunjukan bahwa menemukan modal manusia bertalenta diakui sebagai tugas manajemen yang terpenting dalam dekade ini. Bahkan hasil survei tahun 2007 mengindikasikan semakin sengitnya persaingan untuk mendapatkan modal manusia bertalenta mengingat hasilnya akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan lima tahun ke depan. Menanam Pohon yang Dipanen Orang Lain Penelusuran atas penyebab rasa frustasi itu membawa kepada dua sisi persoalan. Pertama, kesulitan pimpinan puncak untuk menyediakan waktu berkualitas guna mewujudkan Talent Management yang berhasil. Kedua, kurangnya inisiatif manajer SDM untuk selalu dapat menjadikan Talent Management butir prioritas dalam agenda strategis perusahaan. Kesulitan pimpinan puncak dalam menyediakan waktu bermutu terungkap dari keluhan mereka; di kesibukan menjalankan bisnis sehari-hari, mempraktikkan Talent Management adalah seperti tiba-tiba menyetop mereka dari pekerjaan yang justru membuatnya akan diimbali. Harus diakui, berbeda dengan mempraktikkan Marketing Management, Financial Management, atau Operation Management yang bisa segera terlihat hasilnya, Talent Management membutuhkan jangka waktu yang panjang. Apalagi bila ternyata jangka waktu itu sering kali melampaui periode jabatan seorang manajer; mempraktikkan Talent Management terkesan identik dengan menanam pohon yang buahnya akan dipanen orang lain. Jadi, bukan sebuah

8

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

essence

kebetulan bila perusahaan-perusahaan yang pimpinan puncaknya bisa menjabat lebih dari sepuluh tahun, misalnya General Electric, selalu dijadikan rujukan praktik Talent Management yang berhasil. Cara pandang di atas ternyata berlaku sama di kalangan manajer lini. Akibatnya, secara praktis Talent Management di sebagian besar perusahaan dianggap hanya tugasnya manajer SDM. Pimpinan puncak serta manajer lini hanya akan mengambil bagian secara impulsif; pada saat membutuhkan SDM. Pemberlakuan cara pandang jangka pendek bahkan instan terhadap Talent Management bahkan bisa semakin kuat pada perusahaanperusahaan yang telah melakukan investasi besar-besaran dalam sistem dan proses manajemen SDM-nya. Kurangnya inisiatif manajer SDM dalam menjadikan Talent Management prioritas strategis dinyatakan oleh 58 persen manajer lini yang disurvei, meski dari pihak manajer SDM hanya 25 persennya menyatakan hal yang sama. Contoh pernyataan manajer lini: “Yang kami lihat manajer SDM bekerja hanya untuk pimpinan puncak, tidak seorang pun mengenal dia, dan pantas-pantas saja bila dia juga tidak tahu siapa dan di mana keberadaan modal manusia bertalenta itu”. Sebaliknya, manajer SDM mengatakan: “Kami selalu mendapat permintaan yang tiba-tiba dari pimpinan puncak. Akibatnya, kami sangat bergantung pada sistem yang ada untuk memenuhi permintaan itu”. Talenta Produktif di Lingkungan Kondusif Memang tidak semua praktik Talent Management membuahkan pengalaman buruk. Berikut adalah catatan pengalaman

sejumlah kecil perusahaan yang berhasil. Mereka telah sampai pada pemahaman bahwa modal manusia bertalenta hanya akan produktif bila bekerja dalam lingkungan yang kondusif. Untuk itu perlu dibangun dua jalur karier khusus di samping jalur karier standar yang ada. Jalur pertama untuk karyawan “kelas A” dan jalur kedua untuk para spesialis misalnya staf R&D. Sifat “kutu loncat” dari Generasi Y (baca: yang selalu bertanya: “Why,why, why?) ternyata bisa diredam cukup efektif melalui pengelolaan jejaring sosial khusus oleh dan untuk mereka. Variasi lulusan perguruan tinggi negara sedang berkembang justru dilihat sebagai sumber tenaga lokal terdidik untuk membangun basis pasar golongan masyarakat kelas menengah di negara itu. Juga tidak tertutup kemungkinan bahwa di masa depan tenaga ini dapat dipindahkan ke negara lain yang memiliki ciri-ciri pasar yang sama. Untuk mewujudkan Talent Management yang berhasil ternyata dibutuhkan kesadaran baru dan upaya kerja sama yang berkelanjutan dari kedua belah pihak, pimpinan puncak beserta manajer lini dan manajer SDM. Berangkat dari kesepakatan bersama bahwa SDM adalah faktor “strategis”, yang artinya menentukan kelangsungan hidup perusahan, pimpinan puncak beserta manajer lini harus memegang teguh prinsip bahwa setiap pemimpin bertugas untuk mengembangkan kapabilitas semua karyawannya, membangun karier mereka, dan mengelola kinerja baik individu maupun tim.

menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan bisnis menjadi strategi yang mengelola modal manusia bertalenta. Mereka harus menjadi “jembatan” antara karyawan pada umumnya dan pimpinan puncak beserta manajer lini. Keberpihakan dalam mengedepankan nilai setiap karyawan menjadi bagian tak terpisahkan bila ingin mewujudkan organisasi berbudayamanusia dan bukan berbudaya-mesin. Tanpa kemampuan dan keberpihakan ini, sulit rasanya membayangkan bahwa manajer SDM akan duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan manajermanajer berbagai fungsi yang lain. Akhirnya, apabila semua itu masih belum cukup, masih tersedia sebuah pilihan lagi. Bila saat ini pimpinan puncak boleh berdalih bahwa mereka tidak memiliki waktu untuk Talent Management, pada waktu lengser nanti mereka sebaiknya diberi jabatan manajer SDM. Pada saat itulah dapat dipastikan bahwa mereka akan memiliki waktu yang bermutu.

referensi Elkington, J. and P. Hartigan. 2008. The Power of Unreasonable People: Now Social Enterprises create Markets that Changed the World. Boston, MA: Harvard Business School Press.

Sammy Kristamuljana

Guru Besar Manajemen Stratejik, Ketua Prasetiya Mulya Business School

Sebaliknya, manajer SDM perlu meningkatkan kemampuannya

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

9


inTHE HISTORY

inTHE HISTORY

Jejak-jejak Kontroversial Talent War

Jalan Instan, Jarang Etis Perjuangan mendapatkan talenta ternyata tidak hanya terjadi pada pasar usia muda. Perang talenta juga sudah terjadi di ranah para pakar dan eksekutif. Kebijakan instan ini sangat rawan terjadi, khususnya dalam sektor teknologi informasi. Kebijakan ini sering menimbulkan polemik antar perusahaan karena proses hijrah tersebut dinilai kurang etis. 31 Maret 2008 Mantan CEO Motorola, Michael Fenger, menandatangani kontrak menjadi Vice President Apple. Fenger yang beberapa bulan sebelumnya melayangkan surat pengunduran diri dari Motorola, dituduh melalaikan perjanjian yang sebelumnya dibuat dengan Motorola, yaitu tidak menerima tawaran pekerjaan dari kompetitor dalam kurun waktu 2 tahun ke depan. Apple berharap pengalaman Fenger menjadi salesman Motorola di pasar Eropa, Timur Tengah, dan Afrika dapat membantu penetrasi Apple di wilayah tersebut. Motorola mengajukan tuntutan hukum atas keputusan Fenger ini. 11 Mei 2010 Salah satu pendiri browser rubah (Mozilla), John Lilly, memutuskan mundur dari jabatannya dan menerima pinangan perusahaan modal Ventura bernama Greylock Partners. John Lilly menduduki posisi CEO sebelum dia memutuskan mundur. John telah berkarya selama lebih dari 5 tahun dan berhasil membawa Mozilla bersaing dengan browser-browser terdahulu seperti Internet Explorer. Sebelum mengundurkan diri, John ditugaskan untuk membuat suatu kebijakan transisi agar masa peralihan tanggung jawab ini tidak mengganggu kinerja Mozilla di pasar. 28 Juni 2010 Salah satu punggawa Google yang bertugas untuk mengembangkan Chrome, Matius Papakipos, pada 28 Juni 2010 menulis di akun twitternya yang menyatakan kepindahannya ke Facebook pimpinan Mark Zuckerberg. Papakipos sebelumnya bertanggung jawab membentuk profil tinggi sebuah browser sebagai dasar pengembangan sebuah aplikasi. Bergabungnya Papakipos menghembuskan isu bahwa kehadirannya akan menjadi strategi Facebook untuk merambah usaha sebagai produsen telepon seluler.

10

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

5 September 2010 Salah satu ‘hijrah’ kontroversial terjadi pada akhir 2010. Mark Hurd, mantan dedengkot eksekutif di Hewlett-Packard (HP), menyebrang ke Oracle Corp untuk menduduki posisi Dewan Direksi dan bertanggung jawab langsung kepada Larry Ellison, sang CEO Oracle. Perekrutan ini dilakukan Oracle untuk mendukung usahanya memperkuat proses bisnis dalam penetrasi di pasar hardware, khususnya di industri sistem penyimpanan data (storage system) dan server komputer. Masalahnya, Hurd tahu luar-dalam rahasia dagang dan informasi rahasia yang dimiliki HP. Kekhawatiran besar HP dalam hal ini adalah Hurd membocorkan rahasia dagang mereka. 5 April 2011 Dreamwork, salah satu perusahaan animasi ternama di Amerika, kehilangan sang CEO, Jeffrey Katzenberg yang hijrah ke Zygna. Katzenberg yang menjadi kreator animasi Shrek, didapuk untuk menjadi pimpinan Zygna, membawa perusahaan yang memiliki produk game online populer Farmville dan Mafia Wars ini untuk menjadi kontributor aktif dalam animasi berkelas Blockbuster. 6 Mei 2011 Joe Hewitt, kompatriot Matius Papakipos di Facebook memutuskan untuk beralih karier menjadi pengembang aplikasi independen. Seperti apa yang dilakukan oleh John Lily, Joe Hewitt ingin mengaktualisasikan dirinya pada era informasi teknologi ini. Saat ini, aplikasi awal yang sedang dikembangkan oleh Joe Hewitt adalah Firebug, yang dapat disinkronisasi dengan browser Firefox. Pengalamannya dalam mengembangkan Facebook for iPhone akan sangat membantunya untuk menjadi developer andal independen. (Editor: MSK, dari berbagai sumber)

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

11


Innovation

Innovation

Curahan opini yang disampaikan salah satu eksekutif sebuah bank ternama di Amerika itu mengindikasikan bahwa kompetensi dan keterampilan pegawai merupakan suatu aset berharga bagi perusahaan untuk terus bersaing.

J

ika gagal dalam mengolah maupun mewariskan keahlian-keahlian tersebut, maka risiko yang mungkin ditanggung tidak lagi hanya risiko produksi atau operasional, melainkan dapat memengaruhi kondisi finansial dan reputasi perusahaan..

Lebih dalam lagi, opini yang disampaikan menggambarkan bahwa hingga saat ini perusahaan-perusahaan masih menghadapi tantangan dalam membangun indikator yang dapat memberi sinyal dini terhadap risiko kompetensi ini. Perusahaan dianggap selalu berada dalam proses bisnis yang ideal tanpa mempertimbangkan faktorfaktor non-teknis dalam diri pegawai seperti usia, kesehatan, maupun faktor psikologis. Saat mungkin usia telah menggerogoti kinerja pegawai, perusahaan tidak menyadarinya hingga ketika pegawai tersebut tidak mampu lagi bekerja, perusahaan sulit mencari penggantinya dengan cepat.

The Knowledge Silo Matrix Deteksi Talenta Masa Depan Perusahaan I’m at risk of not finding a gap in the control process, that would later manifest as a big problem. So these skills risks can translate into financial and reputational risks. And without structured skill-risk assesment, I wouldn’t know where the gap are.

12

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

Sistem Peringatan Dini Kondisi yang menjadikan perusahaan masuk ke dalam risiko finansial dan reputasional diakibatkan lemahnya sistem perusahaan yang mendeteksi kebutuhan talenta di masa mendatang. Kondisi transisi ini biasa disebut sebagai celah kapabilitas (emerging capability gap). Celah waktu yang tersedia dalam proses transisi ini menjadi bom waktu yang dapat meledak seketika jika tidak dijinakkan oleh perencanaan kontingensi para eksekutif.

Strategi konvensional sederhana secara umum banyak digunakan oleh eksekutif perusahaan untuk menutupi celah ini. Salah satunya adalah melakukan rotasi pekerjaan di level pekerja senior (veteran workers). Para pekerja senior ini diharapkan dapat menambal celah untuk sementara waktu sebelum ditemukannya talenta yang tepat untuk menutup celah tersebut. Tetapi proses tambal sulam ini hanyalah agenda instan. Kurang dari satu hingga dua tahun, celah ini dapat semakin lebar sehingga semakin mempersulit proses pemulihan kinerja proses bisnis perusahaan. Knowledge Silo Matrix Dua pemerhati masalah manajemen talenta mencoba mengunggah inovasi mereka agar proses tambal sulam dalam perusahaan dapat diminimalisasi karena perusahaan butuh rencana yang lebih strategis untuk solusi kreatif permasalahan ini. Mereka mengunggah suatu konsep dengan nama Knowledge Silo Matrix (KSM). KSM ini adalah suatu model sederhana untuk merekam jejak kebutuhan talenta di setiap domain kompetensi di perusahaan (dinamakan sebagai silo) dan KSM ini juga mengidentifikasi tingkat keandalan dan penguasaan pekerjaan oleh para talenta tersebut. Sebagai bingkai kerja dalam melakukan penilaian risiko, KSM ini memiliki keunggulan untuk dapat memberi peringatan dini akan terjadinya celah kapabilitas di beberapa tahun mendatang jika tidak ada peningkatan kompetensi

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

13


Innovation

Innovation

talenta atau tidak adanya perekrutan talenta baru yang berkompetensi seimbang. Melalui analisa KSM, perusahaan dapat merancang keputusan SDM yang lebih terukur dan tepat guna.

14

Cara kerja KSM adalah dengan membuat suatu tabel matrix yang terdiri dari 3 bagian utama. Pertama adalah tim kerja dengan anggota-anggota di dalamnya; kedua adalah keterampilan-keterampilan spesifik (dapat didasarkan pada proses kerja, platform, standar prosedur, produk yang dihasilkan maupun konsumen yang dilayani) yang akan dilaksanakan oleh tim tersebut; dan yang terakhir adalah tingkatan masing-masing anggota tim terhadap keterampilan-keterampilan spesifik tersebut.

sangat ahli dalam pekerjaan tersebut sehingga dapat menjadi mentor bagi anggota tim lainnya. • Can independently do the work : Anggota tim dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik walau tanpa dukungan anggota tim lainnya. • Actively learning (apprentice) : Anggota tim yang diharapkan meneruskan pekerjaan setelah para seniornya mundur. Mereka ditugaskan untuk selalu dalam bimbingan mentor namun bukan bekerja mengikuti arahan saja, melainkan juga harus secara aktif berimprovisasi. Proses dalam tahapan ini lebih ke arah transfer pengetahuan mendasar untuk mewariskan budaya dan nilai di setiap pekerjaan yang dijalani.

Pada poin ketiga, yaitu tingkatan anggota tim dalam menguasai keterampilan, umumnya dikelompokkan menjadi tiga (secara bertingkat), yaitu: • Chosen to mentor : Anggota tim sudah

Silo-silo dalam KSM ini berfungsi untuk mengidentifikasi tingkat risiko di setiap pekerjaan para anggota tim. Output dari KSM ini adalah tingkat-tingkat risiko yang mungkin muncul dengan tambahan

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

prediksi tahun di mana risiko itu dapat muncul jika permasalahannya tidak terselesaikan. Contoh misalnya: • Silo kedua (misal: pekerjaan desain) berada dalam risiko sebab dalam waktu dekat sebenarnya silo ini membutuhkan 6 pekerja terampil, sedangkan saat ini baru tersedia dua pegawai. • Silo ketiga-belas berada dalam risiko sebab kurang dari 3 bulan, sang pegawai yang juga seorang mentor akan memasuki masa pensiun, dan pada silo tersebut belum ditempatkan seorang pekerja pun. Gambaran-gambaran informasi dalam silo tersebut cukup informatif untuk menjadi sumber peringatan dini terjadinya krisis kebutuhan talenta. KSM ini bukanlah sesuatu yang baku, melainkan dapat disesuaikan dengan kebutuhan para pelaku bisnis di masing-masing industri. Talenta Sebagai Keputusan Strategis Hingga saat ini, permasalahan transisi talenta masih teronggok di keputusan

para manajer sumber daya manusia. Hal ini membuat keputusan yang diambil sering bersifat pragmatis layaknya penggantian pemain sepakbola di lapangan. Ketika striker lelah dan tidak lagi memiliki pemain di posisi yang sama, pelatih memutuskan memasukkan gelandang tengah untuk menjadi striker. Hal ini membuat permainan tidak optimal dan terkesan semua level kompetensi itu berada pada tingkatan yang sama bagi perusahaan. Oleh karena itu, strategi transisi talenta sudah seharusnya menjadi tanggung jawab seorang pimpinan tertinggi perusahaan. Sang pemimpin harus mampu mengartikulasikan dan mengomunikasikan rencana strategis dalam setiap fungsifungsi proses bisnis perusahaan sehingga perusahaan memiliki bingkai kerja untuk menilai dan mengeksekusi setiap solusi untuk menyelesaikan permasalahan talenta ini. (Editor: MSK, Sumber: The Executive Guide to High-Impact Talent Management, David DeLong, Steve Trautman, 2010)

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

15


BIZPEDIA

BIZPEDIA

Talent Acquistion Retention and Strategies Tergerusnya generasi “baby boomers� secara alamiah oleh faktor usia akan mendorong generasi berikutnya maju sebagai sasaran perang dalam perang talenta. Strategi usang dan konservatif tidak lagi dapat digunakan seperti gaji, insentif, maupun tunjangan. Perusahaan perlu mendesai Talent Acquisition and Retention Strategies agar para talenta unggul masuk dalam akselerasi bisnis mereka. Perusahaan harus menerapkan spektrum tawaran yang lebih luas dan kreatif, seperti pengembangan personal bagi para talenta, fleksibilitas pekerjaan, dan juga visivisi ambisius perusahaan untuk dicapai.

Tracer Study Metode studi pelacakan untuk mengetahui evaluasi atas kinerja talenta di perusahaan tempat dia bekerja. Umumnya, ini dilakukan oleh universitas untuk mengetahui kinerja lulusan mereka. Terjadi karena adanya hubungan baik antara pihak universitas dan perusahaan..

Bidding War Upaya memperebutkan dan mempertahankan staf terbaik di bidangnya. Salah satu program instannya adalah membajak karyawan perusahaan lain. Pembajakan staf ini pun sudah sangat lazim, terutama yang terjadi di industri teknologi informasi. Perusahaan calon pembajak mengimingimingi penghasilan yang lebih besar dari sebelumnya. Akan tetapi di sisi yang lain, perusahaan yang stafnya sudah terendus kompetensinya oleh perusahaan pesaing, mulai melakukan aksi menahan. Aksi menahan dilakukan dengan mulai dari penambahan gaji, insentif, tunjangan, rumah, bahkan percepatan karier. Aksi menahan ini pun menjadi penuh biaya dan sering tidak efisien.

Poachable Employees Standar intelektual tinggi ternyata tidak lagi menjadi ukuran terpenting untuk direkrut. Akan tetapi, talenta ini pasti akan disukai oleh perusahaan di manapun dia bekerja. Talenta ini memiliki ketersukaan tinggi terhadap pekerjaan apapun dan memiliki ikatan yang kuat (chemistry) dengan aktivitas yang dia lakukan. Dan hal yang terpenting adalah talenta ini memberikan ROI tercepat atas hasil perekrutannya. Talenta jenis inilah yang kini menjadi incaran para perusahaan. Merekalah sang Poachable Employees.

16

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

Performance Management Semakin tinggi tuntutan terhadap pekerjaan membuat manajemen puncak mengoptimalkan kerja otak mereka untuk menemukan model pengukuran kinerja bagi para karyawannya. Metode konservatif berdasarkan indikator kinerja utama (KPI) mungkin sudah tidak lagi relevan. Kehadiran performance management merupakan angin segar untuk membantu pengukuran kinerja ini, khususnya untuk penilaian kualitatif. Performance management diharapkan dapat membantu “menjaga� talenta untuk betah dan terus berkembang ke arah yang lebih baik di masa depan.

Onboarding Tahapan dalam sebuah proses aklimatisasi talenta baru di dalam perusahaan. Dalam tahap ini, perusahaan harus mampu dengan cepat mengaktifkan produktivitas sang talenta dan mengintegrasikannya dengan budaya dan sistem perusahaan.

(Editor: MSK, dari berbagai sumber)

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

17


insight

insight

L

evel fokus pun selalu dialokasikan merata dalam fungsi-fungsi perusahaan untuk saling menunjang kualitas kerja dalam payung perencanaan strategi perusahaan yang selalu siap tersusun untuk jangka waktu panjang. Oleh karena itu, peran pucuk pimpinan semakin kritikal untuk melakukan investasi-investasi keputusan strategis bagi kemajuan perusahaan.. Salah satu bentuk investasi yang mendesak menurut buku ini adalah investasi talenta bagi perusahaan. Akan tetapi, ternyata, deviasi respon yang dihasilkan ketika isu talenta dikemukakan oleh lebih dari 70 eksekutif perusahaan yang menjadi narasumber buku ini sangat beragam. Respon para eksekutif dapat diolah ke dalam 3 indikator, yaitu Alarm, Overconfidence, dan Denial.

TOWARD HI-IMPACT Talent Management Akselerasi yang cepat sebuah perusahaan mendorong pucuk pimpinan untuk berkonsentrasi penuh dalam menjaga performa proses bisnisnya, agar tetap pada tingkat kompetensi tertinggi. Peresensi: Setiawan Kusmulyono

18

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

Alarm adalah respon yang diberikan eksekutif ketika menyadari pentingnya suksesi untuk menjaga kestabilan performa perusahaan karena banyak talenta kompeten yang mulai uzur dan dapat menghambat progresifnya akselerasi perusahaan saat ini. Over-confidence diberikan oleh eksekutif yang merasa yakin bahwa sebenarnya pengelolaan talenta sudah beres sehingga dia yakin memiliki pool of talent memadai. Sedangkan yang terakhir, respon denial diberikan oleh eksekutif yang merasa bahwa bagian SDM-lah yang bertanggung jawab untuk hal tersebut dan isu talenta ini bukanlah kritikal karena dia masih memiliki pegawaipegawai unggul saat ini. Respon-respon tersebut menjadi hidangan pembuka penelitian yang dilakukan oleh David DeLong dan Steve Trautman yang dibukukan dalam buku Executive Guide

to High-Impact Talent Management ini. Kedua penulis ini merancang inspirasiinspirasi yang menggelitik pemikiran untuk melihat betapa krusialnya isu pengelolaan talenta untuk kehidupan bisnis yang berkelanjutan. Buku ini memberikan wawasan baru mengenai mulai tergesernya para baby boomers dan perusahaan harus mulai mengakuisisi talenta dari generasi muda untuk melanjutkan percepatan proses bisnis yang sudah dirintis sebelumnya. Investasi tindakan ini tidak berhenti hanya untuk proses rekrutmen, pengembangan, maupun pengelolaan di dalam perusahaan, akan tetapi tindakan strategis ini harus mampu mengisi kekosongan kompetensi dalam proses transisi. Bahkan, dorongan untuk melakukan tindakan ini tidak hanya sampai pada batas investasi keputusan, melainkan juga investasi misi korporasi secara jangka panjang. Perdebatan untuk Maju Tidak sedikit pula ide-ide segar mengenai investasi talenta ini sejalan dengan nilai yang dianut oleh masing-masing industri. Ketidaksesuaian nilai maupun budaya tetap memunculkan polemik, khususnya industri-industri yang orientasi dan inti kompetensi utamanya berada pada kapabilitas sang talenta yang sangat unik, antara lain di industri kesehatan dan teknologi. Perdebatan ini lebih kepada bagaimana mencari dan melakukan transisi talenta yang sering kali menggunakan pendekatan emosional dalam melayani para konsumennya. Akan tetapi, kata kunci yang diupayakan secara umum dalam buku ini adalah bagaimana menghadirkan sinyal-sinyal kebutuhan bagi perusahaan ketika

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

19


Pertama kali di Indonesia masa-masa para pendahulu sudah akan mendekati waktunya. Sinyal ini menjadi diagnosa awal bagi perusahaan untuk mengidentifikasi kondisi internal agar risiko hilangnya momen pertumbuhan menjadi sangat minimal. Selain itu, buku ini juga memberi modal progresif bagi para manajer yang ingin mengoptimalkan investasi pengembangan talenta dan kepemimpinan di perusahaan. DeLong dan Trautman juga memberi poin khusus untuk pengutamaan risiko-risiko yang dimungkinkan terjadi dalam pengelolaan talenta. Risiko ini meliputi perekrutan, pengembangan, maupun penempatan posisi di perusahaan. Wawasan yang diandalkan untuk meminimalkan risiko ini adalah dengan menyelaraskan setiap kegiatan pengelolaan talenta dengan strategi bisnis perusahaan. Hal ini diyakini akan lebih memudahkan para punggawa tersebut ketika masuk ke dalam sebuah kereta bisnis yang berjalan sangat cepat. Kedua penulis juga menyertakan suatu matriks bernama The Knowledge Silo Matrix (KSM) yang berfungsi untuk menjadi alat prediksi kebutuhan talenta di setiap silosilo yang yang dibuat. Silo adalah domain pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan di perusahaan serta kapabilitas masing-masing pegawai di setiap silo tersebut. Misalkan pada silo 1, si pegawai dapat dengan mudah menyelesaikan pekerjaannya sedangkan saat menjalani silo 2 sang pegawai masih membutuhkan supervisi-supervisi. Oleh karena itu, keberadaan KSM, yang merupakan satusatunya model grafik yang tersedia di buku ini, dapat menjadi alat ukur untuk mempertimbangkan seberapa besar risiko kebutuhan talenta di perusahaan.

Mengutip apa yang disampaikan oleh salah satu peninjau mengenai buku ini; bahkan bagi perusahaan dengan bertumpuknya pegawai multi-talenta (talent-rich company) maupun perusahaan yang berusaha ke arah tersebut, poin terpentingnya adalah melakukan pemaknaan ulang terhadap kepemimpinan perusahaan dalam mengelola tenaga kerja yang terampil dan adaptif (para talenta) sehingga perusahaan berakselerasi lebih efektif dan berkelanjutan. (Editor: Mry)

Buku Inovasi yang digagas sekolah bisnis di tanah air Kekayaan Perspektif untuk Mendesain Hari Esok yang lebih Baik ”Buku ini sangat dinantikan inovator sejati, para pelaku bisnis di Indonesia. Suksesnya sebuah inovasi perlu menggabungkan tiga komponen pengelolaan secara terintegrasi: pengelolaan bisnis (business management), pengelolaan program (program management), dan pengelolaan teknologi (technology management). Buku ini membahas berbagai kiat dan juga “sharing” pengalaman tentang masing-masing unsur tersebut. Selamat atas penerbitan buku inovasi ini. Triharyo Indrawan Soesilo, MCh.E – Komisaris PT Pertamina (Persero) dan mantan Dirut PT Rekayasa Industri. Layaknya manajemen sebagai science, art, crafting, begitu pula inovasi! Mencapai perubahan besar membutuhkan sistematika, disiplin, dan seni tersendiri dalam menjalankan proses inovasi kolektif. Selamat atas terbitnya Prasetiya Mulya on Innovation yang secara kolaboratif mempersembahkan ragam perspektif kepemimpinan, doing the right things, dan manajemen inovasi, doing things right! Avanti Fontana Ph.D, Penulis buku Innovate We Can! Pengajar Strategi & Manajemen Inovasi - Universitas Indonesia. Sudah sering kita mendengar kata inovasi, tapi memulai berinovasi adalah tantangan begitu berat, khususnya bagi perusahaan yang sudah mapan dan sedang bertengger di puncak. Buku ini membantu kita memperkaya upaya kita melakukan inovasi, apalagi ditulis dari beragam perspektif. Irfan Setiaputra, CEO PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero). Kumpulan karya akademisi di Prasetiya Mulya ini menggambarkan kekayaan keragaman gagasan inovasi sebagai penggerak kemajuan dalam artikulasi khas Indonesia. Dalam segala keterbatasannya, buku ini menjadi kontribusi bermakna bagi perkembangan pemikiran tentang inovasi di Tanah Air.” Dr. Yanuar Nugroho, Research Associate, Manchester Institute of Innovation Research MIoIR/PREST, the University of Manchester, United Kingdom.

Judul buku : The Executive Guide to High-Impact Talent Management Penulis : David DeLong dan Steve Trautman Penerbit : McGraw-Hill; 1 edition Terbitan : December 13, 2010 Tebal : 304 halaman Koleksi Terbaru Perpustakaan Prasetiya Mulya Business School.

Penulis

: Ade Febransyah, Andreas Budihardjo, Djoko Wintoro, Dudut Prasetiyo, Eka Ardianto, Eko Suhartanto, Elliot Simangunsong, Franky Supriyadi, Gregorius Pratiknyo, Hendro Adiarso, Ignas G. Sidik, Istijanto, J. Bely Utarja, Lenny Sunaryo, Rachmat Anggara, Safitri Siswono, Willem Dagi

Editor

: Ade Febransyah, Eko Y. Napitupulu

Tebal : xvi + 306 halaman Ukuran : 16,5cm x 24 cm. Harga Retail : Rp. 90.000 Distributor Tunggal : PT Buku Kita - Agromedia Group Tersedia di seluruh toko buku Gramedia seJabotabek dan Pulau Jawa

PRASETIYA MULYA Publishing

20

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011


ia memprediksi bisa merekrut 20 karyawan lagi. Apa arti kejadian ini bagi perkembangan perusahaan yang bersifat going green baik di AS dan Indonesia? An Inconvenient Truth dan Lifestyle Bisnis yang bersifat going green menjadi semakin populer dan banyak diminati sejak peristiwa penting tersebut. Sebelumnya, going green telah dipopulerkan oleh Al Gore, Pemenang Hadiah Nobel tahun 2007 melalui buku dan video An Inconvenient Truth-nya. Inti karya Al Gore ini mengemukakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, suhu global warming (temperatur pemanasan global) meningkat dengan drastis. Dari kumpulan 21 tahun yang terpanas, 20 di antaranya terjadi dalam 25 tahun terakhir. Akibat dari kenaikan suhu secara drastis ini adalah dampak negatif bagi kelangsungan lingkungan dan kehidupan manusia.

Going Green Lifestyle Upaya Mengubah Dunia Sebuah peristiwa penting patut dicatat dalam kerangka program going green yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Selasa, 17 Februari 2009 Presiden AS, Barack Obama, menandatangani 787 miliar dolar AS paket stimulus untuk perusahaan-perusahaan yang berkomitmen kuat dalam pemeliharaan lingkungan hidup. Reportase Beni Bevly

dari California

S

timulus itu merupakan yang terbesar sejak perang dunia ke dua. Di peristiwa yang sama, Blake Jones, CEO Namaste Solar, perusahaan solar panel kecil yang bisnisnya bersifat

22

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

going green, mendapat kehormatan untuk bicara di depan Obama. Ia menyatakan bahwa perusahaannya tumbuh sangat cepat, dari 3 karyawan menjadi 60 dalam waktu 3 tahun. Dengan paket stimulus ini,

Semakin banyak bencana alam di dunia yang kita rasakan setiap hari. Tsunami, cyclone, earthquake, hurricane, tornadoes, gunung meletus, serta tenggelamnya negara pulau Tuvalu dan Maldives mungkin berhubungan langsung dengan perubahan suhu alam atau global warming. Belum lagi naiknya harga minyak per barel yang sudah mencapai 118.70 dolar AS pada bulan April tahun ini, tertingggi sejak bulan Augustus 2008. Ini adalah salah satu peringatan dari semakin scarce-nya minyak dari dalam perut bumi. Indonesia sebagai negara kepulauan vulkanik, tidak ketinggalan termasuk yang agaknya banyak mengalami masalah yang berakar dari keadaan alam, baik alami maupun buatan manusia, selain dari fenomena-fenomena di atas. Dari

mulai merembesnya air laut ke daratan di Jawa sampai dengan gempa yang terjadi secara berturut-turut. Tidak ketinggalan juga dengan gunung Kelud dan Merapi yang sudah mulai meletus. Juga adanya bencana lumpur akibat keteledoran manusia. Semua ini mengakibatkan kerugian jiwa dan materi yang tidak terhingga. Di AS, semua fenomena alam itu menyadarkan banyak penduduknya akan perubahan keadaan lingkungan alam dan bahaya global warming. Maka itu, mereka bersedia dan siap untuk mengganti lifestyle mereka dengan going green lifestyle. Merekalah yang akan menjadi pelanggan terbesar dalam bisnis going green atau green business. Slogan going green mencakup pengertian filosofis yang berkaitan dengan pergerakan sosial yang berpusat pada konservasi dan perbaikan lingkungan alam. Dalam kegiatan sehari-hari di AS, pengertian ini dikaitkan dengan penghematan energi, penghematan penggunaan air bersih, efisiensi penggunaan bahan bakar, memilih makanan yang bersahabat dengan lingkungan, tidak menggunakan minuman botol, menggunakan barang second hand, lebih baik menyewa dari pada membeli, belanja dengan teliti, tidak cepat mengganti alat elektronik dan digital, dan lain-lain. Apakah “kesadaran� hijau seperti ini merupakan kemewahan (luxury)? Sudah tidak lagi. Ini sudah menjadi kebutuhan utama semua manusia zaman ini. Mengapa? Jawaban simplistiknya mudah. Tanpa ada bumi yang layak dihuni, sebanyak apa pun materi yang

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

23


GAGASAN • Slogan going green mencakup pengertian filosofis yang berkaitan dengan pergerakan sosial yang berpusat pada konservasi dan perbaikan lingkungan alam. • Gerakan sosial ini mempengaruhi dunia usaha dan industri dengan pengembangan-pengembangan green business. • Beberapa green business mencakup pengadaan solar panel, green cleaning and household management, green building, green design, green consumerism, green parenting, green pet care, dan green consulting. • Di Indonesia gerakan sosial green business perlu mempertimbangkan dua faktor penting: faktor modal dan tenaga ahli dari dalam negeri. KEYWORDS: green business, going green, global warming, “an inconvenient truth”

kita kumpulkan, tidak akan ada artinya. Apalah artinya rumah mewah apabila terus-menerus terendam banjir baik dari hujan maupun akibat merembesnya air laut ke dalam rumah. Apalah artinya uang berpuluh-puluh miliar apabila keinginan untuk bepergian penuh dengan kekhawatiran akan terjadinya hurricane seperti yang selalu terjadi berulangulang di Negara Bagian Florida setiap tahun, yang tidak jarang mengakibatkan kerugian jiwa dan materi yang sangat tinggi. Ya, ini terjadi setiap tahun. Searah dengan gerakan seperti itu, maka berjamurlah usaha yang mengusung isu lingkungan hidup di AS. Usaha seperti itu di antaranya adalah pengadaan solar panel seperti Namaste Solar, green cleaning and household management, green building, green design, green consumerism, green parenting, green pet care, dan green consulting. Bagaimana kondisi di Tanah Air kita? Dengan paket stimulus raksasa dari AS dan ditambah gerakan going green yang menjalar ke Indonesia, diperkirakan usaha

dalam bidang ini akan bekembang pesat. Hal ini juga didukung oleh para Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang memiliki perwakilan di 25 provinsi dan 438 organisasi yang berafiliasi sebagai anggota bekerja untuk menjaga dan membela kelestarian alam dan lingkungan komunitas Indonesia. Produk Green Business Perubahan lifestyle seperti ini akan banyak membuka peluang untuk para pengusaha, termasuk pengusa kecil dan besar. Di AS, salah satu perusahaan raksasa, Wal-Mart, telah berkomitmen mendukung gaya hidup ini. Lee Scott, CEO-nya mengatakan: “There need not be any conflict between the environment and the economy. To me, there can’t be anything good about putting all these chemicals in the air. There can’t be anything good about the smog you see in cities. There can’t be anything good about putting chemicals in these rivers in Third World countries so that

somebody can buy an item for less money in a developed country. Those things are just inherently wrong, whether you are an environmentalist or not.” (“Tidak perlu ada konflik antara lingkungan dan ekonomi. Bagi saya, tidak ada yang baik dalam pencemaran bahan kimia ke udara. Tidak ada yang baik pada asap yang Anda lihat di kota-kota. Tidak ada yang baik dalam pencemaran bahan kimia ke sungai-sungai di Negara Dunia Ketiga, sehingga seseorang bisa membeli barang lebih murah di negara maju. Hal-hal seperti itu pada hakikatnya memang salah, terlepas dari Anda seorang environmentalist atau bukan.”) Untuk itu Wal-Mart telah banyak menjual green product. Mereka juga telah mengganti sumber energi dan cara proses yang lebih efisien dan lebih going green.

(ROI) yang besar atau keuntungan dalam waktu relatif cepat. Namun – dengan bentuk VC baru yang berbasis activism dan conscientiousness (kepekaan nurani) untuk menjaga alam dan lingkungan -- green business sudah mulai dijadikan gerakan baru di kalangan pebisnis dunia. Dengan Al Gore sebagai moral force di pusat hubungan intelektual dunia Silicon Valley, bisnis-bisnis bioteknologi dan pro lingkungan beretika tinggi sudah menjadi perhatian utama para VC bervisi ke depan. Sejak beberapa tahun lalu, KPCB sudah menanamkan modal di 300 perusahaan-perusahaan informasi teknologi dan biotek, seperti Amazon. com, AOL, Compaq, Genentech, Google, Intuit, Lotus Development, Netscape, dan Sun Microsystems. Mereka juga dikenal sebagai pemegang 25 persen dari saham Netscape, 20 persen saham Google, dan telah meraup keuntungan 4,9 milar dolar AS dari Cerent yang dijual kepada Cisco Systems.

Al Gore, mantan politisi yang mempunyai sifat kenabian yang tinggi ini telah banyak memberikan inspirasi dan motivasi kepada dunia untuk lebih menghargai tempat tinggal kita sendiri, yaitu bumi yang kecil dan bulat ini di antara galaksi maha raksasa. Beberapa waktu yang lalu, ia bergabung dengan salah satu venture capital (VC) terbesar di dunia, yaitu Keiner Perkins Caulfield & Byers (KPCB) yang kebetulan berlokasi kurang dari satu jam mengendarai mobil dari lokasi saya tinggal, yaitu di Menlo Park yang masih sama-sama berada di Silicon Valley. Venture Capital sendiri adalah bentuk investasi yang biasanya jangka pendek namun menjanjikan Return of Investment Al Gore

24

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

25


Beberapa investasi terakhir telah dilakukan di perusahaan-perusahaan yang bervisi menjaga kesinambungan (sustaining) lingkungan. Beberapa di antaranya adalah Amyris Biotechnologies (memproduksi obat anti-malaria dan biofuels), Austra (membangun pembangkit tenaga sinar matahari skala raksasa), EEStor (membangun capacitor untuk electricity storage), and Luca Technologies (membiakkan mikroba yang “memakan” batubara dan mengubahnya menjadi tenaga gas). Tampaklah jelas bahwa green business (bisnis hijau) dan green management (manajemen hijau) adalah tren yang akan menjadi bagian dari mainstream business di masa depan. Di mana pun perusahaan berada. Termasuk yang berada di Indonesia. Di Indonesia, perubahan gaya hidup seperti ini juga akan membuka peluang usaha baru seperti meningkatnya gerakan menghemat energi. Gejala ini bisa dimafaatkan oleh pengusaha untuk menawarkan produk green business berupa teknologi hemat energi seperti compact fluorescent light bulbs (CFLs). Para penganut lifestyle going green juga akan menghemat dalam pengunaan air bersih, karena itu produk-produk hemat air bersih seperti low-flow showerhead dan faucet aerator dan tanaman atau bunga yang tidak membutuhkan banyak air akan menjadi semakin laku. Mereka juga akan menggunakan kendaraan yang hemat atau tidak mengunakan bahan bakar, maka seorang pengusaha bisa menawarkan pengunaan sepeda yang nyaman untuk dikendarai di komplekskompleks.

26

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

Makanan organik adalah salah satu objek yang dikonsumsi oleh konsumer golongan ini. Berkaitan dengan hal ini, pengusaha bisa menawarkan makan organik yang berasal dari dalam negeri. Hal lain yang bisa ditawarkan adalah penggunaan produk packaging yang bio-degradable/ecological friendly/ recyclable, usaha leasing, sewa barang, produk tahan lama, dan usaha recycling alat elektonik. Indonesia sebagai negeri yang mempunyai sumber daya alam yang kaya tidak akan selamanya bisa mengeksploitasi alam tanpa mengalami konsekuensikonsekuensi yang mematikan. Bisa dilihat dari Dubai di United Arab Emirates (UAE) yang sadar betul akan keterbatasan minyak yang mereka miliki. Istilahnya, “mumpung” masih punya dana, mereka tingkatkan betul kesadaan lingkungan, malah dengan lingkungan yang demikian terjaga bisa mendatangkan devisa dengan turisme.

jenis teknologi itu dan dikaitkan dengan kemungkinan yang bisa dilakukan oleh pebisnis di Tanah Air. WSJ yakin bahwa kelima teknologi berikut ini –yang sebagian telah disinggung di tulisan ini– akan menciptakan dunia baru yang lebih baik. Pertama, space-based solar power technology Idenya adalah menempatkan solar panel raksasa di tempat di mana matahari akan bersinar terus sehingga akan bisa mengirim tenaga listrik nonstop ke seluruh penjuru bumi. Coba terka di mana tempat yang ideal untuk solar panel raksasa ini? Di luar angkasa. Kedua, advance car batteries technology. Baterai yang dimaksud adalah sebagai tenaga pembangkit listrik penggerak

kendaraan bermotor. Teknologi ini akan mengurangi penggunaan minyak yang berasal dari fosil dan membantu menciptakan udara bersih dengan persyaratan tenaga listrik yang digunakan untuk men-charge baterai berasal dari low-carbon fuels seperti dari tenaga angin atau nuklir. Ketiga, utility storage technology. Berhubung tenaga listrik (power) yang bersumber dari angin dan matahari sedang giat dikembangkan, dan umumnya bersifat use-it-or-lose-it resources, karena itu, utility storage yang bisa menyimpan tenaga dan berdekatan dengan populasi manusia sangat dibutuhkan, terutama ketika angin tidak bertiup dan matahari tidak bersinar.

Green Business yang Akan Mengubah Dunia Beberapa saat yang lalu, the Wall Street Journal (WSJ) di AS mengajukan ide yang berjudul Five Technologies That Will Change the World. Sebagian besar dari kita pasti akan tergoda untuk mengetahui teknologi apa sajakah yang diajukan oleh raja koran ini. Bukan hanya itu, efek alamiah yang inheren dari perkembangan teknologi ini diperkirakan akan menunjang perkembangam bisnis yang akan mengubah dunia pula. Berkaitan dengan ini, dan supaya tidak hanya menjadi penonton yang baik, apa yang bisa dilakukan oleh pebisnis di Tanah Air? Selanjutnya mari kita lihat kelima

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

27


membunuh 1,5 juta perempuan dan anak-anak tiap tahun di dunia. Diperkirakan kurang dari 30 dolar AS, satu keluarga bisa mendapatkan lampu terang benderang, 10.000 dolar AS bisa membiayai sistem solar panel satu sekolah, 2 juta dĂłlar AS bisa membiayai empat tahun program untuk puluhan ribu orang di desa-desa. Solar panel seperti ini umumnya bisa berfungsi paling sedikit hingga 50 tahun. Bayangkan berapa besar biaya yang bisa dihemat dalam jangka panjang dan sumbangsih untuk pelestarian lingkungan. windturbine, athenadr.wordpress.com

Keempat, carbon capture and storage technology. Teknologi ini akan bisa menangkap CO2 (carbon dioxide) yang jumlahnya 2 miliar ton per tahun dan penebalannya di udara menciptakan global warming dan diharapkan bisa mengurangi emisi sampai 90 persen. Kelima, generasi terbaru dari biofuel technology. Generasi terbaru biofuel ini berasal dari nonfood crops (bukan dari tanaman yang dikonsumsi manusia seperti palm dan jagung). Yang paling menjanjikan dari semua material yang ada adalah yang berasal dari algae (alga). Modal dan Tenaga Ahli Dalam Negeri Untuk pengembangan green business seperti ini di Indonesia, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sehingga teknologi ini, di samping bisa membantu mengubah Indonesia dan dunia menjadi lebih hijau dan mengurangi musibah alam dan menuju masa depan yang lebih baik, juga bisa membantu pengembangan bisnis, di antaranya

28

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

adalah faktor modal dan tenaga ahli dari dalam negeri. Tetapi hal ini bukanlah tidak mungkin. Bahkan bisnis skala kecil (dengan karyawan hingga 50 orang) dan bisnis berskala menengah (hingga 250 karyawan) diperkirakan bisa terjun ikut mendukung pengembangan teknologi dan memajukan industri solar panel dan next generation biofuel. Sebut saja penerapan teknologi dan bisnis untuk solar power dalam skala kecil di kalangan jutaan rumah tangga di Indonesia – di antara dua miliar jiwa di dunia – yang tidak memiki akses listik. Dibandingkan dengan penggunaan minyak tanah dan kayu untuk lampu dan sumber panas yang sebenarnya sangat beracun dan mahal, tenaga matahari dapat membantu meningkatkan kesehatan, memompa air bersih, menerangi rumah, sekolah, mushola, mesjid dan klinik, menyalakan radio dan televisi, melakukan pengairan sawah lebih efektif dan masih banyak lagi. Tercatat bahwa racun dari asap api masak

Sekarang mari kita lihat kesempatan mengembangkan teknologi dan biofuels dari algae di Indonesia. Pada tahun 2006 dan 2007, BioCentric Energy Holdings, Inc., di Kalifornia Selatan telah melakukan penelitian dan pengembangan biofuel dari algae bukan hanya di Amerika Serikat, tetapi juga di Indonesia. Perusahaan lain, ExxonMobil juga dikabarkan telah menyisihkan lebih dari 600 juta dolar AS untuk tujuan yang sama. Keuntungan dari penggunaan algae sebagai sumber bahan bakar di antaranya adalah algae mengkonsumsi CO2, struktur molekulnya sama dengan petroleum dan refined produk yang dipergunakan sekarang, sehingga tidak perlu membangun refinery baru, dan produksi dari algae mencapai 2000 gallon per acre per tahun, jauh melebihi produk dari bahan lain dengan perbandingan yang sama, seperti palm yang hanya 650 gallon, tebu (450), jagung (250) dan kacang kedelai (50).

bisnis yang bisa dikatakan masih tahap awal ini adalah kesempatan emas. Agaknya sampai saat ini, belum terdengar pebisnis besar di Indonesia menyisihkan biaya penelitian dan pengembangan yang berarti seperti dilakukan oleh BioCentric dan ExxonMobil. Kedua pebisbis ini tidak hanya bekerja sendiri, tetapi mereka juga bermitra dengan pebisnis kecil dan menengah. Dikabarkan bahwa BioCentric menawarkan kerja sama dengan siapa saja yang bisa menyediakan tanah sekitar 3 acre di daerah yang banyak mendapat sinar matahari dan biaya pertama sebesar 80.000 dolar AS/acre. Mereka akan mensuplai pengetahuan, teknologi, dan juga menyalurkan produk akhir ke pembeli. Maukah pebisnis di Tanah Air tertinggal jauh di belakang dalam mengubah dunia? Jika jawabannya tidak, maka mulailah bermitra dengan pihak yang memulai lebih dahulu dan menggandeng pihak yang lebih kecil untuk bahu-membahu menciptakan perubahan dari Indonesia sekarang juga. (Editor: MRY) Diambil dari paper penulis untuk seminar Green Business yang Akan Mengubah Dunia pada event Save the Bhumi di Sumarecon Mall Serpong, hari Minggu, tanggal 5 Juni 2011 dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup. Penulis adalah kontributor tetap FMPM.

Bagi pebisnis skala besar di Tanah Air, pengembangan kelima teknologi dan

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

29


spotlight

spotlight

webatsimon.com

Sebuah Paradoks Pengelolaan Karyawan Unggul Oleh: Andreas Budihardjo Persaingan bisnis yang tajam memacu setiap perusahaan untuk bertahan bahkan bertumbuh. Salah satu sumber daya yang sangat menentukan keberhasilannya adalah sumber daya manusia yang unggul. Di mana peran dan posisi tepat talent management (TM) untuk memenangkan persaingan itu?

K

ecenderungan yang semakin meningkat pada TM mendorong pula para akademisi membahas dan meneliti hal-hal yang berhubungan dengannya. Sejak tahun 1997, TM banyak dibicarakan baik di kalangan akademisi maupun praktisi, dipicu oleh tulisan

30

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

McKinsey&Company, the War for talent. Banyak orang meyakini bahwa jika TM diaplikasi oleh perusahaan maka perusahaan tersebut tidak hanya mampu bertahan tetapi juga mampu berkinerja optimal dan bahkan berkembang.

Fakta menunjukkan, di Indonesia khususnya, ada pakar yang setuju dengan pendapat tersebut namun ada pula yang mempertanyakan TM. Banyak pula para praktisi dan pakar yang skeptis dan menganggap TM tidak berbeda dengan aplikasi manajemen sumber daya manusia. Adalah hal logis jika perusahaan merekrut dan menyeleksi calon-calon karyawan yang unggul dan mempertahankan serta mengembangkan mereka, demi kinerja optimal perusahaan dan menghadapi persaingan bisnis yang sangat ketat. Jika hal ini benar maka TM tidak lain adalah konsep lama dengan kemasan baru. Tidak dapat dimungkiri bahwa pengeloaan sumber daya manusia selalu berkaitan dengan perekrutan dan

penyeleksian orang-orang yang terbaik (unggul). Bahkan sejak dulu sebelum ilmu manajemen dikenal, secara naluriah para pemimpin suku memilih manusiamanusia unggul untuk dijadikan pasukan agar memenangkan peperangan. Mereka telah menerapkan proses rekrutmen dan pemeliharaan. Dengan kata lain, perusahaan yang mampu menarik para talented dan mengelolanya akan sukses. Pertanyaannya adalah apa kriteria talented itu dan bagaimana mengelolanya? Talended vs Berprestasi: Definisi Tiada Henti Perdebatan yang muncul adalah apakah karyawan talented akan berprestasi luar biasa. Ada yang mengatakan ya, asal dikelola dengan tepat; ada pula yang mengatakan belum tentu tergantung

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

31


spotlight

spotlight

GAGASAN • Perubahan lingkungan bisnis yang kompetitif menuntut perusahaan dikelola secara profesional, mengandalkan pada sumber daya manusia yang talented dan dikelola secara tepat. • Paradoks mengenai konsep talent terus berlanjut dan berbagai pendapat berupaya mewarnainya. • Konsep TM harus lebih diarahkan pada substansinya kendati perjenihan istilah tetap perlu dilakukan. • Talent pool sebagai wadah untuk melakukan pengoptimalan kinerja para talented employees diperlukan. KEYWORDS: talent management, human capital management, war for talent, talent, talented employee, berprestasi.

pada apa definisi “prestasi luar biasa” itu. Memang topik yang berkaitan dengan talent menarik didiskusikan kendati belum tentu menghasilkan kesepakatan bersama mengenai istilah dan pengertian talent itu. Sebelum membahas Talent Management (pengelolaan talenta), tentu perlu dibahas apa talent tersebut. Pembahasan talent pun tidak selalu mudah karena banyak definisi dijumpai. Bahkan istilah talent yang dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai berbakat, talenta atau unggul tidak selalu tampak keterkaitannya dengan konsep yang menunjukkan talented employee. Pertanyaan juga muncul, apakah unggul sama dengan talented, apakah berbakat adalah talented sebab berbakat dalam bahasa Inggris sering diidentikkan dengan gifted. Ada pula yang mengaitkan talented dengan tingkat kecerdasan manusia dan keberhasilannya. Definisi yang memisahkan antara talented dengan prestasi berimplikasi pada pengertian bahwa kendati seseorang ber-talented belum tentu pasti berhasil. Paradoks pada definisi dan peran talent berlanjut, bahkan tidak sedikit orang bingung pada topik

32

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

talent management. Banyak lembaga membuat kriteria talented yang satu sama lain berbeda. Ada pula perusahaan yang merumuskan talented adalah karyawan dan berprestasi; sesuai dengan rumusan ini maka karyawan harus berprestasi “hebat” dahulu selama beberapa tahun baru dapat dikatakan talented. Dengan demikian, seorang karyawan yang masuk dalam kelompok talented bisa saja dua tahun kemudian tidak termasuk golongan talented karena prestasinya menurun. Harvard business school, misalnya, menyaring calon mahasiswa dengan menyaratkan nilai GMAT dan TOEFL yang tinggi. Sampoerna menyaring calon karyawan dengan menentukan IP yang relatif tinggi. Dengan kata lain, mereka menginginkan mahasiswa dan karyawan yang unggul, tetapi pertanyaannya adalah apakah mereka itu talented. Pada dasarnya talent menunjukkan sesuatu yang luar biasa, sukar ditiru, berharga, jarang, memiliki kompetensi yang jauh di atas yang lain, potensial. Jadi menentukan talented employees bukan sekadar melalui pemeringkatan karyawan berdasarkan kinerja mereka semata.

Zuboff (1988) mengklasifikasi talent berdasarkan dua dimensi: tingkat kesukaran kompetensi/keahlian untuk digantikan dan nilai tambah keahlian bagi stake-holders khususnya pelanggan. Jadi, seorang dikatakan talented jika ia memiliki kompentensi yang sangat sulit digantikan serta bernilai tambah tinggi. Konsep ini memberi dasar yang jelas kendati penjabarannya masih memerlukan pendekatan yang konkret. Perdebatan tentang talented dan talent management, tidak jarang berakhir dengan kesimpulan bahwa mereka tidak memerdulikan istilah tersebut. Talented : Sejarah dan Perkembangannya Sejak McKinsey pada tahun 1997 memperkenalkan istilah war for talent, talent dipergunakan, diperbincangkan bahkan diperdebatkan. Sejak tahun itu pula artikel, buku,dan seminar pun banyak yang bertopik Talent seperti misalnya talent raids, talent raising, talent shortages, dan talent scouting / hunting. Memang lingkungan bisnis yang sangat dinamis dan kompetitif di tengah ketersediaan “talented” yang terbatas, membuat perusahaan saling berebut menarik talent. Dengan perkataan lain, perang untuk mendapatkan talented employees pun dimulai. Beberapa fakta menunjukkan nominal transfer fee seorang direktur “talented” dari satu perusahaan ke perusahaan lain luar biasa tinggi, bisa mencapai miliaran rupiah. Bahkan di kalangan dunia sepak bola, pemain maupun pelatih “talented” diperebutkan untuk menjuarai pertandingan-pertandingan dunia. Kriteria talent untuk satu organisasi dengan organisasi yang lain tentu

tidak sama dan bahkan penjabaran istilahnya sering tidak taat-asas. Bahkan ada organisasi yang mengesampingkan istilah tersebut dan berprinsip pokoknya merekrut yang terbaik. Para periset pun belum bersepakat pada satu definisi yang universal. Konsep talent adalah pengetahuan, keahlian, kompetensi, keterampilan, potensi, pengalaman, nilai-nilai yang memberi nilai tambah (ekonomis) pada organisasi. Berbeda dengan kompetensi dan keterampilan yang bisa dipelajari, talent juga mengandung pengertian “bawaan” dari lahir (innate) yang berkorelasi dengan pembelajaran suatu keahlian. Suatu contoh, seseorang dengan bakat tertentu akan lebih cepat belajar sesuatu dan hasilnya akan lebih baik. Katakanlah pemain bulu tangkis legendaris Indonesia, Rudi Hartono misalnya, selain ia rajin belajar dan berlatih bermain bulu tangkis, ia juga berbakat sehingga hal tersebut membuat perkembangannya jauh dibandingkan teman-teman sebayanya pada waktu itu. Dengan demikian talent merupakan perpaduan antara bakat, keterampilan, pengetahuan dan nilainilai akan menghasilkan keunggulan. Bakat yang tidak diasah dan dikelola secara optimal tidak akan membuahkan prestasi, sebab itu menarik orang berbakat yang berpotensi dan berkompetensi tinggi adalah penting namun pengelolaannya juga tidak kalah pentingnya. Karena untuk mendeteksi faktor innate tidak selalu mudah. Maka ia biasanya diidentifikasi melalui indikator utama kognitf dan perilaku. Hingga saat ini, definisi mengenai talent memang belum memiliki keseragaman sehingga arah pengelolaannya bervariasi

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

33


spotlight

spotlight

bergantung pada pendekatan yang diacu. Berger & Berger (2004) mengklasifikasi karyawan talented berdasarkan pada kinerja (performance) dan potensi (potential). Mengacu pada kedua dimensi tersebut, Berger & Berger mengelompokkan karyawan menjadi lima kategori: a) kelompok unggul (talented) yaitu karyawan yang baik potensi maupun kinerjanya tinggi. b) kelompok superior, c) kelompok rerata (middle group), d) kelompok bawah (lower group) yaitu kelompok karyawan yang potensi dan kinerjanya rendah, dan e) anomali yaitu kelompok karyawan yang potensinya tinggi tetapi kinerjanya rendah atau sebaliknya. Tentu, pihak manajemen perusahaan mengharapkan bahwa perusahaan mempunyai cadangan karyawan (reservoir) sumber daya manusia pada kelompok unggul atau setidaktidaknya pada kelompok superior, sebab itu perencanaan pengembangan kompetensi dilakukan secara efektif. Talented employees (kelompok unggul dan superior) diharapkan akan berkontribusi besar pada perusahaan sehingga kinerja perusahaan meningkat. Mengelola Talented Employees Langkah pertama perusahaan adalah menarik dan mempekerjakan talented employees, tetapi jika mereka tidak dikelola secara profesional bisa mungkin akan berkinerja tidak optimal. Fakta menunjukkan banyak manusia atau karyawan unggul (talented) yang tidak berkinerja optimal karena berbagai alasan. Secara sederhana, Talent management memiliki definisi

34

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

dan pengertian bermacam-macam namun secara umum adalah proses atau strategi pengelolaan talent mulai dari proses pengidentifikasian, perekrutan, penyeleksian, penempatan, pemeliharaan, dan pengembangan agar para talented mampu berkontribusi secara optimal dan sangat signifikan, melalui penemuan-penemuan baru/ inovasi yang beyond common sehingga mampu mengangkat kinerja organisasi secara luar biasa. Talent management sangat berkaitan dengan visi, misi dan strategi organisasi yang pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor linkungan eksternal dan internal. Michaels, et al (2001) mengemukakan bahwa perang talent telah melahirkan suatu realita bisnis baru yang dapat disajikan pada tabel 1. Berdasarkan realita paradigma bisnis baru, jelaslah bahwa faktor manusia—dalam hal ini karyawan unggul (talented)— sangat dicari perusahaan agar perusahaan dapat membuat terobosan-terobosan baru yang pada akhirnya meningkatkan kinerjanya secara drastis. Dari penelusuran berbagai literatur, setidaknya talent management memiliki tiga perspektif yaitu pertama, talent management adalah kata lain dari manajemen SDM yang memfokuskan pada aktivitas manajemen sumber daya manusia seperti misalnya rekrutmen seleksi, pemeliharaan dan pengembangan yang dijalankan seperti lazimnya MSDM, yaitu mencari karyawan terbaik namun tidak menekankan pada terobosan-terobosan yang signifikan, yang secara drastis mengangkat citra dan kinerja organisasi. Coba cermati perekrutan pemain pada tim sepak bola yang berjalan secara rutin di masa lalu.

Tabel 1. Paradigma bisnis baru Lama

Baru

Orang membutuhkan perusahaan

Perusahaan membutuhan orang.

Mesin, uang, geografis merupakan keunggulan bersaing.

Manusia unggul merupakan keunggulan untuk bersaing.

Karyawan unggul menghasilkan beberapa perubahan.

Karyawan unggul (talented) membuat perubahan besar.

Karyawan setia dan pekerjaan tersedia.

Manusia sangat “bebas� dan komitmennya umumnya berjangka pendek.

Pekerjaan terbatas.

Karyawan unggul terbatas.

Karyawan mereka standar kompensasi yang ditawarkan.

Karyawan menginginkan lebih.

Bandingkan dengan sistem perekrutan pemain sepak bola dewasa ini pada tim sepak bola yang bereputasi dunia yang selalu mengutamakan terobosanterobosan besar; bila perlu mereka merekrut pemain talented kendati kompensasinya tinggi sekali. Pada perspektif ini talent management hanya merupakan kemasan lain dari produk yang sama yaitu MSDM.

2 atau 5 % dari semua karyawan di level manager. Talented employees sering dibatasi boundary perusahaan; kelompok karyawan potensial dan berprestasi adalah mereka yang diharapkan menggantikan karyawan yang akan pensiun. Terobosanterobosan besar jarang tampak; kalaupun ada yang benar-benar talented dalam pool tersebut sering dibatasi oleh mindset dan habit yang ada.

Kedua, talent management dipandang sebagai kata lain dari suksesi atau perencanaan sumber daya manusia. Dalam hal ini TM lebih menekankan pada pengelompokkan talent dan pengembangannya. Dengan kata lain, organisasi harus tetap bertahan dan tanpa didukung oleh perencanaan yang baik maka kelangsungan hidup organisasi bisa berhenti. Tentu, pengganti atau para successors haruslah mereka yang memiliki kompetensi yang terbaik. Banyak perusahaan pelatihan fast track karier karyawan merupakan salah satu bentuk TM pada perspektif ini. Pool dari karyawan unggul sering didasarkan pada the best

Ketiga, talent management pada perspektif ini memfokuskan pada pengelolaan secara optimal, holistik dan lintas fungsi pada kemampuan alamiah (can be innate), potensi, kompetensi, pengetahuan karyawan yang sudah diseleksi secara ketat agar mereka berkontribusi optimal pada organisasi sehingga menghasilkan kinerja organisasi yang sangat signifikan. Terobosan-terobosan baru akan tampak dalam bentuk inovasi-inovasi produk, layanan maupun sistem. Pada suatu tim sepak bola misalnya, tim tersebut mampu menembus lima besar dunia padahal sebelumnya sepuluh besar pun tidak masuk. Toyota dengan talent

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

35


spotlight

spotlight

management-nya mampu mengalahkan raksasa otomotif dunia. Waltz Disney dengan pengelolaan TM mampu melahirkan kreativitas-kreativitas baru dalam produk-produknya. Harvard Business School dengan para talented pengajar dan mahasiwanya mampu bertahan diperingkat atas sekolah bisnis dan memiliki pengaruh pada pengajaran bisnis di dunia.

itu barulah diisi oleh para talented, baik dari dalam maupun dari luar setelah melalui penyeleksian dan masuk dalam pool. Pivotal position (posisi kunci) yang dijabat oleh para talented diharapkan mampu berprestasi dalam hal motivasi, komitmen dan berperilaku kerja lebih (rela bekerja lebih tanpa diminta sekalipun), sehingga pada akhirnya berdampak pada kinerja perusahaan (corporate performance).

Perspektif ketiga cukup unik dan menekankan pada gagasan baru dan inovasi yang bernilai tambah pada perusahaan. Proses awal TM yaitu menarik talented calon karyawan tidak selalu mudah sebab sistem manajemen sumber daya manusia, citra perusahaan atau organisasi ikut berperan signifikan. Berbeda dengan ketiga pendekatan tersebut, Collings & Mellahi (2009 : 306) menggambarkan strategi TM seperti gambar 1.

Banyak pemimpin perusahaan merasa sulit merumuskan apalagi menjalankan TM dalam perusahaannya karena konsep TM yang belum dipahami sebagai konsep tunggal yang tidak berdimensi ganda. Paradoks diharapkan justru mengarahkan pada pendalaman substansi konsep yang dapat diterima berbagai pihak. Dewasa ini misalnya banyak talented ingin bekerja pada perusahaan yang bereputasi seperti misalnya Toyota, P & G, dan Unilever. Survei yang dilakukan oleh McKinsey & Company’s War for Talent 2000 menunjukkan faktor-faktor yang relevan dengan kepuasan kerja manajer antara lain: pekerjaan yang menarik dan

Model tersebut menjelaskan bahwa pada dasarnya langkah awal yang harus ditentukan adalah posisi kunci, sesudah

Differentiated HR Architecture Organizational internal labour market

TALENT POOL

Pivotal Position

Di Indonesia, juga tidak berbeda, para manajer mengharapkan pekerjaan yang menantang dengan otonomi, sistem kompensasi yang menarik, pengembangan karier dan fasilitasfasiltas lain selain kompensasi. Pada perspektif ini, manajemen harus secara jelas merumuskan kriteria talented sebelum melakukan rekrutmen, seleksi dan pengembangan. Di samping kriteria potensi, kompetensi, prestasi, kriteria psikologis seperti misalnya nilai-nilai, sikap dan motivasi para talented pun perlu dimasukkan agar para talented berkontribusi secara positif pada perusahaan. Misalnya dalam merekrut dan menyeleksi calon pemain bola untuk dikembangkan, potensi yang relevan dari calon pemain perlu menjadi pertimbangan misalnya mampu berlari cepat dan dalam jarak

tempuh cukup jauh dan kompetensi minimal misalnya pernah menjadi pemain bola selama 2 tahun pada tim daerah yang pernah masuk lima besar nasional. Prestasi yang pernah dicapai juga perlu menjadi pertimbangan misalnya calon pemain memiliki peringkat minimal 5 dari pemain di timnya. Berdasarkan bahasan talent, kriteria talented employees secara umum dapat dirumuskan seperti pada tabel 2. Untuk para calon karyawan yang belum pernah bekerja, prestasi atau kinerja dapat ditelusuri dari kinerja umum mereka, misalnya kinerja mereka dalam suatu kepanitiaan tertentu, nilai rapor, dsb. Jika talented employees sudah diidentifikasi dan diseleksi maka mereka perlu dikelola secara efektif dengan mempertimbangkan faktor-faktor antara lain: Memberi akses pada pengambil keputusan, memberi otonomi, memberi keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, memberi kepercayaan, memberi kompensasi yang fair, memberi pekerjaan yang

Tabel 2. Kriteria Karyawan Berbakat

Outcomes

Work motivation Org. Commitment Extra-role behaviour

menantang, perusahaan menjalankan manajemen yang profesional, peningkatan karier, sistem kompensasi yang “fair�.

Corporate Performance

Potensi

Prestasi/kinerja

Kompetensi

Nilai, sikap, motivasi

Tinggi

Jauh di atas rerata

Jauh di atas rerata kompetensi yang disyaratkan

Positif

Relevan

Relatif stabil selama beberapa periode

Memiliki kompetensi lain yang relevan dan khas serta bernilai tambah.

Kreatif

Integritas External labour market Gambar 1. Strategi TM

36

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Memiliki komitmen dan motivasi berprestasi

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

37


spotlight

spotlight

menantang dan menarik, meyakinkan bahwa perusahaan berkomitmen pada karyawan, menyediakan fasilitas-fasilitas untuk berprestasi. Secara singkat pengelolaan talented employees dapat dipaparkan sebagai berikut : Pertama, penentuan visi, misi dan strategi bersaing perusahaan. Mempertanyakan peluang-peluang bisnis yang ada dan mengidentifikasi sumberdaya yang menguntungkan perusahaan. Kedua, Strategi penentuan dan pemilihan talents. Mempertanyakan talents yang diperlukan untuk berkinerja optimal, misalnya talents apa yang memiliki nilai tambah dan sulit digantikan, serta juga mempertanyakan jenis talents yang diperlukan perusahaan agar unggul. Ketiga, sistem TM dan praktik-praktik

Talent Management. Merumuskan kompetensi dan potensi yang diperlukan secara spesifik serta mempersiapkan aktivitas dan data-base talents yang antara lain seperti yg dirumuskan pada tabel 3. Harmonisasi Definisi Tepat dan Praktiknya Perubahan lingkungan bisnis yang semakin kompetitif menuntut perusahaan dikelola secara profesional dengan mengandalkan pada sumber daya manusia yang talented yang dikelola secara tepat. Paradoks mengenai konsep talent terus berlanjut dan berbagai pendapat berupaya mewarnainya. Kendati demikian, perusahaan yang akan mengaplikasi TM harus menentukan definisi secara taat-asas dengan

Tabel 3 Rekrutmen dan seleksi yang mempertimbangkan

Kebijakan dan Pemeliharaan

Pengembangan

Potensi

Pelatihan

kompetensi Kinerja Nilai-nilai

Fasilitas-fasilitas kerja yang baik Pekerjaan menantang Otonomi luas

Pelatihan & pengembangan diri yang “advance� Rekognisi dan promosi Networking Disertakan dalam pengembangan organisasi

Motivasi Komitmen

Sistem gaji dan bonus di atas rerata Kebijakan kerja fleksibel IKlim kerja yang mendukung Jaminan kerja memadai Penanaman Budaya organisasi yang professional. Keseimbangan pekerjaan & kehidupan Penempatan yang tepat Performance Management

Standar kriteria : harus sangat jauh dibandingkan kriteria umum serta bernilai tambah tinggi.

38

Aspek pengembangan harus Aspek pemeliharaan harus mengacuh pada penciptaan /inoasi mendasarkan pada visi dan misi perusahaan yaitu menjadi yang terbaik produk, sistem dan layanan. pertama di Indonesia atau bahkan dunia.

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

mempertimbangkan berbagai konsep TM. Konsep TM harus lebih diarahkan pada substansinya kendati perjenihan istilah tetap perlu dilakukan. Pengelolaan talented employees perlu mengaplikasi proses rekrutmen dan seleksi yang benar serta aktivitas MSDM yang tepat pula seperti misalnya antara lain pemeliharaan

dan pengembangan. Talent pool sebagai wadah untuk melakukan pengoptimalan kinerja para talented employees diperlukan. Tentu, budaya perusahaan yang menundukung TM perlu diaplikasi untuk mendukung kinerja para talented yang pada akhirnya berimplikasi pada kinerja perusahaan.

referensi Elkington, J. and P. Hartigan. 2008. The Power of Unreasonable People: Now Social Enterprises create Markets that Changed the World. Boston, MA: Harvard Business School Press. Bhatnagar, J. 2007. Talent Management Strategy of Employee Engagement in Indian ITES Employees: Key to Retention. Employee Relations Vol. 29. No. 6.pp. 640-663. Bersin, J. 2007. High-impact Talent Management. Bersin & Associates Industry Report, May. Benett, M., & Bell, A. 2004. Leadership & Talent in Asia. Singapore :Wiley. Berger, L.A., & Berger. R. D. 2004. Talent Management Handbook. USA : McGrawHill Companies. Boudreau, J.W., & Ramstad, P.M. 2005. Talentship, Talent Segmentation and Sustainability : A New HR Decision Science Paradigm for A New Strategy Definition. Human Resource Management, Vol. 44, No. 2, pp. 129-136. Chowdhury, S. 2002.The Talent Era; Achieving A High Return on Talent. New York: Prentice- Hall. Collings, D.G., & Mellahi, K. 2009. Strategic Talent Management : A Review and Research Agenda. Human Resource Review. Pp. 304 -313.

Liker, J.K., & Hoseus, M. 2008. Toyota Culture; The Heart and Soul of the Toyota Way. New York : McGrraw-Hill, Co. Luthans, F., Youssef, C.M. , & Avolio, B. 2007. Psychological Capital: Developing the Human Competitive Edge. New York : Oxford University Press, Inc. Michaels, E., Handfield-Jones, H. & Axelrod, B. 2001. The War For Talent. Boston : Harvard Business School Press. Schaufeli, W.B., & Bakker, A.B. 2004. Job Demands, Job Respurces, and Their Relationship with Burnout and Engagement: a Multi-sample Study. Journal of Organizational Behavior, Vol. 25, pp. 293-315. Sears, D. 2003. Sucessful Talent Strategies. New York : Amacom. Tulgan, Bruce. 2001. Winning Wars: How to Manage and Compete in the High-tech, High-speed, Knowledge-based Superfluid Economy. New York : Norton. Uren, L.,& Samuel, J.2007 From Talent Compliance Commitment. Strategic HR Review, Vol. 6, issue 3 Mach/April. Melcrum. Zuboff, S. 1998. In the Age of the Smart Machine: The Future of Work and Power. New York: Basic Books.

Fegley, S. 2006. Talent Management Survey Report. SHRM Research, Alexandria, VA. Forman, D.C.2006. Talent Metrics Measure What Matters. www. Leaderexcel.com. Lewis, R.E., & Heckman, R.J. 2006. Talent Management: A Critical Review. Human Resource Management Review, Vol. 16 No.2 pp. 139-54.

Andreas Budihardjo

Guru Besar Organisasi dan SDM, Direktur Program MM Prasetiya Mulya Business School

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

39


feature

feature

perusahaan menjadi semakin sistematis dan rasional. Strategi organisasi disusun tanpa mempertimbangkan ranah emosi dari para pelaksananya. Para pemikir organisasi lebih suka melihat organisasi sebagai suatu struktur yang bekerja secara rasional. Padahal, banyak fenomena organisasional yang tidak dapat diterangkan sesederhana itu. Kualitas pribadi, kompleksitas kehidupan internal pada pribadi orang-orang yang bekerja, dan dinamika kelompok sangat menentukan kreativitas, produktivitas dan kesuksesan mereka dalam tugas mereka.

Emosi

Organisasi

Melampaui yang Dianggap Tabu Oleh: Gregorius Pratiknyo Emosi tidak mendapat tempat yang cukup lapang dalam kajian manajemen organisasi bisnis. Membicarakan emosi dalam organisasi sering masih diangggap tabu oleh sebagian besar organisasi. Padahal, emosi adalah salah satu harta organisasi.

O

rang cenderung malu membahasnya, apalagi harus menelitinya. Pada banyak kejadian, emosi lebih sering dipandang sebagai sumber malapetaka daripada sebagai harta yang perlu juga dikelola dengan serius. Para manajer merasa jauh lebih nyaman dan bergengsi ketika

40

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

membicarakan teknologi pengukuranpengukuran prestasi atau kompetensi secara akurat, memberi imbalan yang adil sesuai kontribusi seseorang, mengelola insentif untuk memotivasi staf, atau menyusun ikatan legal lengkap dengan segala sanksinya. Semua pelatihan dan pengembangan ditujukan agar para staf

Peran-Peran Positif Emosi Komitmen menjadi salah satu kata kunci dalam manajemen Sumber Daya Manusia pada umumnya, dan Talent Management pada khususnya. Pada era ekonomi berbasis pengetahuan dan inovasi ini, organisasi yang cerdaslah yang akan tetap bisa hidup, dan yang akan menang dalam persaingan. Salah satu tugas penting Manajemen adalah membangun modal insani dalam organisasinya. Namun rupanya, problem membangun Modal Manusia tidaklah sekadar mengumpulkan orang pandai, dan membiarkan mereka berpikir dan bekerja sendiri. Manusia memiliki mekanisme kompleks sebelum ia berbuat dan mengulangi perbuatannya. Sebagai makhluk yang tertinggi, manusia dikaruniai selain kepandaian yang unggul dibanding makhluk hidup lain, juga dianugerahi emosi yang jauh lebih kompleks. Perilakunya tidak sesederhana pesut, singa laut atau berang-berang akrobat yang selalu akan mengulang

kebiasaannya setiap kali mendapatkan “hadiah�. Emosi manusia yang kompleks mempunyai banyak peran pada perilaku organisasi. Setidaknya ada empat peran positif, terutama berkaitan dengan Talent Management. Sebagai bahan bakar mesin gagasan. Kreativitas dan inovasi akan tumbuh subur dalam organisasi yang pupuk emosinya memadai. Riset menunjukkan, ketika manusia berada dalam situasi emosi negatif, sepandai apa pun seseorang , proses berpikirnya menjadi kurang luwes, kurang asli dan kurang cerdas. Manusia menjadi bodoh ketika sedang berada dalam kondisi putus asa, atau membenci tugasnya. Sebaliknya jika seseorang sedang berada dalam emosi yang positif, seperti sedang penuh percaya diri, aman, dan mencintai pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah menemukan peluang, menjadi lebih kreatif, dan lebih bijak (David Lee, 2010). Emosi ditengarai sebagai bahan bakar bagi munculnya gagasan-gagasan. Tanpa emosi positif rasanya sulit mengharapkan tumbuhnya inovasi dalam organisasi. Sebagai pelumas berbagi pengetahuan. Selain berperan sebagai bahan bakar untuk memunculkan ide, emosi positif juga berperan sebagai pelumas bekerjanya bagian-bagian mesin intelektual. Berbagi informasi, pengetahuan dan pengalaman menjadi salah satu tujuan penting yang perlu dicapai dalam knowledge management. Orang pandai berkumpul tidaklah cukup tanpa mereka saling berbagi pengetahuan, keahliannya dan pengalamannya. Proses berbagi ini membutuhkan emosi positif yang memadai.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

41


feature

feature

GAGASAN • Meski perannya penting demi jalannya organisasi, emosi sering diabaikan dalam Manajemen Bisnis. • Emosi manusia yang kompleks mempunyai banyak peran pada perilaku organisasi, antara lain menjadi pemicu munculnya gagasan, rangsangan berbagi pengetahuan, pemikat dan perekat orang berbakat. • Manajemen emosi seharusnya memperhatikan aspek-aspek seperti nilai organisasi, kepemimpinan, keterlibatan peran, keadilan dan dukungan, dan kesesuaian lingkungan. KEYWORDS: emosi, manajemen organisasi, talent management, nilai organisasi, kepemimpinan organisasi.

Orang-orang pandai akan bersedia membagi pengetahuannya dengan rela ketika mereka merasa aman, dihargai dan dan memang menyukai tujuannnya. Bagaimana bisa seseorang membagikan pengetahuannya dengan sukarela, jika ia takut kehilangan power-nya. Sulit bagi seseorang yang sedang sakit hati membagi miliknya kepada mereka yang menyakitinya. Emosi berperan sebagai pelumas bagi bekerjanya proses pengumpulan dan pengolahan pengetahuan dalam organisasi. Sebagai pemikat orang yang berbakat. “Jatuh cinta pada pandangan pertama” rupanya merupakan realitas yang juga terjadi pada pengambilan keputusan seseorang menemukan pekerjaannya. Perusahaan yang tampil “menarik” akan lebih dilirik oleh orang yang berbakat. Orang yang berbakat sering kali memilih organisasi bukan sekadar karena imbalan yang dijanjikan, melainkan karena munculnya perasaan “klik” ketika berkenalan dengannya. Dari “tampilan” pertama pun orang yang berbakat bisa merasakan “inilah pilihanku”. Terkadang bukan karena hitung-hitungan rasional seseorang memilih organisasi di mana Ia

42

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

akan mencurahkan segala kemampuan, dan memenuhi harapannya. Emosi seseorang berjalan paralel dengan pertimbangan kognitifnya. Emosi sering dikenal sebagai episode psikologis, behavioristik maupun fisiologis yang mengiringi sikap seseorang terhadap suatu objek tertentu ( McShane & Von Glinow, 2008 ). Dalam proses mengiringi itu, emosi mempengaruhi pertimbangan pengambilan keputusan. Kalau emosi yang mengiringi itu positif maka orang akan cenderung bersikap positif, jatuh cinta, dan menyenanginya. Pada gilirannya muncullah intensi untuk melamar atau menerima lamaran. Acap kali alasan munculnya emosi positif atau negatif itu tidak bisa dijelaskan dengan baik oleh nalar. Sebagai perekat. Proses yang mirip di atas terjadi juga pada diri seseorang ketika sudah di dalam organisasi. Godaan dari luar yang sering dihadapi orang-orang berbakat terbaik, akan mudah ditangkal oleh emosi positif pada organisasi yang berhasil tumbuh dalam hatinya. Emosi akan selalu mengiringi pertimbangan kognitif orang yang

berbakat. Kalau positif maka emosi akan menjadi perekat yang baik, sebagai “social glue” (Teece, Pisano, Schuen, 1997 ). Sebaliknya kalau yang muncul emosi negatif, tanpa sebab rasional pun, seseorang yang berbakat dengan mudah akan pindah perahu.

emosi orang berbakat atau calon orang berbakat. Beberapa hal yang sering dilihat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya emosi positif antara lain adalah, nilai-nilai organisasi, kepemimpinan, keadilan dan dukungan, keterlibatan, dan lingkungan.

Tentu saja semua peran di atas adalah peran emosi positif. Sebaliknya jika yang terjadi adalah emosi negatif, maka emosi akan berperan sebaliknya. Ia akan bisa menjadi bumerang bagi organisasi. Suatu saat, emosi bisa menjadi sekarung harta karun yang sangat berharga. Di saat lain harta itu, dengan tiba-tiba dapat berubah menjadi sekarung ular yang amat berbahaya bagi organisasi. Dendam akan menjadi pemicu balas dendam yang yang benar-benar kejam. Karena begitu besar manfaat maupun bahayanya, maka organisasi mau tidak mau harus memperhatikan wilayah emosi dengan lebih serius.

Nilai-nilai Organisasi Komitmen tertinggi seseorang pada organisasinya terjadi ketika, anggota merasa nilai organisasi sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya. Para martir bersedia mengorbankan bahkan seluruh hidupnya, karena meyakini misi perjuangan organisasinya sesuai dengan nilai-nilai dirinya. Perusahaan yang memiliki “ideologi” berupa visi, misi dan budaya yang jelas, akan menarik, mendorong produktivitas dan mempertahankan anggotanya dengan lebih kuat. Sayangnya tidak semua perusahaan mudah menyodorkan nilai-nilai yang berarti. Perusahaan yang nyata-nyata dibangun untuk sekadar memperoleh keuntungan bagi pemiliknya, akan lebih sulit menawarkan “nilai lebih” bagi anggotanya. Sebaliknya organisasi yang dibangun dengan misi dan tujuan yang bernilai bagi kemaslahatan “umat manusia” akan lebih mudah menemukan kekuatan diri.

Manajemen Emosi Mengelola orang pandai tidak selalu lebih mudah. Bahkan pada banyak kejadian, mengelola orang pandai ternyata lebih sulit. Sepandai-pandainya seseorang, tidaklah mungkin bisa ia melepaskan diri dari pengaruh emosinya sendiri. Dan, orang pandai secara kognitif tidak serta merta pandai juga secara emosi. Menyikapi kenyataan ini organisasi tidak dapat melepaskan diri dari tanggungjawabnya pada ranah emosi stafnya. Menarik orang terbaik, mempertahankan, mendorong produktivitasnya serta memperlancar proses pengumpulan dan pengelolaan pengetahuan menuntut upaya menggarap ranah

Terlepas dari mudah atau sulitnya menawarkan nilai, organisasi padat otak harus mampu menemukan, memiliki serta mengembangkan ideologi, falsafah, atau tujuan yang berarti. Padat otak berarti padat emosi, karena terbukti pusat emosi juga terdapat di otak. Tidak cukup hanya memiliki. Nilai-nilai itupun harus dengan sistematis disebarluaskan dan juga diwujudkan secara nyata melalui semua elemen organisasional,

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

43


feature

feature

yakni kepemimpinan, budaya, struktur maupun sistem-sistemnya. Sehingga semua anggota benar-benar merasakan realitasnya. Kepemimpinan yang Transformasional Orang yang berbakat mengidentifikasi diri dan merasa bertanggung jawab atas pekerjaannya apabila memiliki “trust” kepada pemimpinnya. Pemimpin dalam hal ini bisa beranjak dari tingkat paling bawah sampai yang paling atas. Peran pemimpin sangat besar pada ranah emosi anggota. Atasan langsung yang kurang mampu menyentuh emosi anak buahnya akan menjadi penghalang terciptanya hubungan emosi yang kuat dengan keseluruhan organisasi. Orang berbakat yang sudah lama dipilih, dibina, dan disiapkan bisa hilang begitu saja, bukan karena imbalan yang tidak memadai tetapi karena kekecewaan, atau luka hati kepada atasannya langsung. Para pimpinan, atasan langsung, mentor yang tidak disiapkan dengan baik dapat menjadi sandungan bagi Talent Management. Para pemimpin harus dilatih untuk mampu “menyentuh” bagian emosi positif anak buahnya. Empati menjadi modal sangat penting untuk melapisi para pemimpin mengelola emosi anak buahnya. Pada banyak kejadian hal ini terabaikan. Orang sering terlalu yakin pada “rasionalitas” manusia. Coaching & counseling acap kali gagal menghasilkan penyegaran semangat dan berakhir dengan konflik, stres, kekecewaan atau sakit hati. Para pemimpin dituntut memiliki kompetensi sosial yang baik. Kemampuan mengenali perasaan orang lain, memahami organisasi dan menemukan kebutuhan layanan merupakan persyaratan penting bagi pemimpin.

44

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Perusahaan-perusahaan berbasis pengetahuan membutuhkan Transformational Leaderships daripada sekadar Transactional Leaderships. Pemimpin transformasional dikenal sebagai pemimpin yang mampu menggerakkan anak buah melebihi self interest-nya dengan kharisma, insiprasi dan rangsangan intelektual . Sedangkan pemimpin transaksional dikenal sebagai pemimpin yang mendasari hubungan dengan anak buahnya berdasarkan tukarmenukar manfaat (Bernard Bass, 1988). Keterlibatan dalam Peran Orang yang berbakat akan semakin merasa menjadi bagian dari organisasi jika banyak terlibat dalam berbagai kegiatan yang “berarti”. Mereka akan mempunyai komitmen kuat, apabila merasa ikut serta menentukan keputusan, terutama menyangkut masa depan organisasi. Perasaan pada mereka yang merasa ikut menjadi “perintis” organisasi misalnya, rupanya bisa menjadi perekat yang kuat sekali. Para senior pendiri organisasi sering jauh lebih setia dibandingkan mereka yang datang kemudian, yang “hanya” melengkapi. Perasaan yang sama mestinya dapat dikembangkan pada generasi penerus, dengan cara regenerasi pengambil keputusan yang benar-benar meyakinkan. Keengganan pendahulu untuk melepas wewenang banyak menjadi alasan mengapa banyak orang merasa tidak berarti. Orang berbakat yang sudah disiapkan untuk ambil peran sering hanya dimainkan sebagai figuran. Mereka terkadang tidak sabar menunggu kapan menjadi pemeran utama. Keadilan dan Dukungan Komitmen afektif berada pada tingkatan

tertinggi jika organisasi mampu memenuhi nilai-nilai kemanusiaan yang universal, seperti keadilan, integritas, rasa hormat. Organisasi yang mampu memenuhi nilai itu dan menyediakan dukungan kemanusiaan, sebagai imbal baliknya akan memperoleh loyalitas penuh dari anggotanya. Sistem harus didesain dengan teliti untuk memenuhi perasaan adil, integritas dan kehormatan. Namun, sistem tidak cukup hanya berupa aturan tertulis. Lebih penting lagi bagaimana sistem itu dijalankan. Anggota yang baik benar-benar akan mendapatkan kemudahan. Orang-orang yang jelas salah harus mendapatkan konsekuensi yang nyata, tanpa membeda-bedakan. Perlakuan yang tidak adil, tindakan-tindakan yang tidak konsisten dapat menggores perasaan keadilan anggota. Imbalan sebesar apa pun terkadang tidak mampu menahan “orang baik”, jika organisasi tidak mampu menampilkan tindakan adil. Fenomena maraknya NII, menunjuk pada perasaan putus asa terhadap penerapan rasa keadilan di masyarakat. Kesesuaian Lingkungan Rasa adil, kepemimpinan, kesesuaian nilai, pelibatan dalam keputusan belum cukup. Orang berbakat harus juga dicarikan lingkungan yang “pas” baginya agar bisa kerasan, tumbuh dengan subur menjadi kampiun. Hendaknya dihindari menempatkan dia dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan pribadinya. Lingkungan yang iri, dengki dan risih terhadap prestasi bukan habitat yang baik bagi orang “baik”. Sekalipun lingkungan mestinya menjadi bagian tantangan sosial yang harus dihadapi orang-orang berbakat, namun komunitas besar, dan

kuat mungkin terlalu berat bagi orangorang berbakat yang masih dalam pembinaan. Tantangan tugas harus ada. Tetapi lingkungan kerja yang mendukung juga dibutuhkan. Kegagalan pembinaan acap kali juga disebabkan oleh lingkungan yang tidak memadai. Organisasi sering kurang menyiapkan lingkunganlingkungan untuk menerima bibit-bibit baru.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

45


feature

Selain lingkungan sosial, perlu pula diikhtiarkan desain tugas yang memadai bagi orang berbakat. Dimensi-dimensi tugas seperti : signifikansi, umpan balik, identitas, otonomi hendaknya disesuaikan dengan orang berbakat. Tugas yang terlalu mudah, kurang berarti, tidak memberi umpan balik, dan tidak memberi kebebasan yang cukup, dapat menimbulkan perasaan frustrasi pada pemegang tugasnya. Sering karena “sayangnya” pada orang berbakat, tugas yang diberikan padanya justru yang mudah, yang kurang berarti. Minat orang berbakat atau orang kreatif sering pula sangat unik. Lingkungan yang baik tapi “biasa saja” terkadang belum dapat membuat mereka nyaman. Ada banyak di antara mereka, terutama generasi yang masuk dunia kerja tahun 2000-an yang terbiasa dengan kecepatan kerja yang tinggi dengan beban yang cukup besar, tetapi sekaligus sangat membutuhkan waktu untuk bermainmain (work hard play hard ). Organisasi tidak dapat mengabaikan kebutuhankebutuhan unik mereka. Perusahaanperusahaan berbasis pengetahuan kelas dunia merasa perlu membelanjakan dana cukup banyak untuk membangun fasilitas dan suasana yang mampu menampung sekian banyak minat dan kebutuhan yang berbeda. Masuk di sebuah kantor perusahaan teknologi tinggi di New York terasa berada di tengah-tengah pesta ulang tahun. Di sekeliling tempat kerja kubikal mereka, digantung balon-balon warna-warni, yang merepresentasikan penghargaan perusahaan terhadap efektivitas kerja karyawannya. Di bagian lain, karyawan dapat memakai

46

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

ruang istirahat yang dilengkapi dengan meja biliar, atau sepak bola meja. Jika para karyawan menghendaki hiburan yang lebih banyak, perusahaan dapat mensponsori turnamen golf, gowes sepeda sekeliling kantor, atau penyelenggaraan “dol-idolan”…. Cara-cara demikian sudah menjadi praktik umum di perusahaan-perusahaan yang membutuhkan orang-orang yang berbakat, sebagai upaya membangun emosi positif pada karyawannya. Seorang eksekutif di Quebecor mengatakan : “If you want to make the most money, you must attract the best people. To get the best people, you must be the most fun.” Tentu saja praktik-praktik yang ditujukan ke wilayah emosi organisasi tidak dapat menggantikan sepenuhnya seluruh upaya dan kegiatan Manajemen. Dimensi emosi hendaknya senantiasa diperhatikan baik dalam menyusun kebijakan-kebijakan, sistem-sistem manajemen, maupun menerapkan semuanya itu ke dalam praktik. Manusia bukan hanya dikendalikan oleh pikirannya saja. Emosi menjadi salah satu bagian yang tidak kalah penting. Ia tidak selalu menjadi hutang yang secara naluriah harus dihindari. Jika dikelola dengan serius, emosi sesungguhnya dapat menjadi harta karun yang sangat berharga.

P

endidikan kewirausahaan menjadi salah satu isu menarik, mengingat masih banyaknya pendapat bahwa seorang wirausaha dilahirkan dan bukan dibentuk sehingga mereka sangat meragukan keberhasilan pendidikan kewirausahaan. Hasil dari suatu pendidikan kewirausahaan, tidak hanya di Indonesia, masih sering dipertanyakan. Setelah melalui proses pendidikan kewirausahaan, siswa akan menjadi apa atau menjadi bagaimana? Pertanyaan tentang hasil yang dapat diukur dari suatu proses pendidikan adalah hal yang wajar, karena menyangkut penggunaan sumber daya yang tidak sedikit, dan waktu yang cukup banyak dialokasikan oleh para siswa di dalam program.

“Pendidikan kewirausahaan akan mempertajam kemampuan mereka yang ingin berwirausaha untuk melihat peluang-peluang usaha. Melalui pendidikan ini, mereka juga dibekali kemampuan menganalisis kemungkinan berhasilnya setiap peluang usaha dan pengetahuan memajukan usaha yang mereka rintis. Buku ini tidak hanya bisa dijadikan bahan untuk pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi melainkan juga menjadi referensi mereka yang ingin mengetahui lebih jauh seluk-beluk kewirausahaan. Kehadiran buku ini akan menambah khazanah kepustakaan kewirausahaan dalam bahasa Indonesia yang hingga kini masih sangat kurang.” Harry Tjan Silalahi “Bagian-bagian buku ini mengulas banyak aspek fundamental dari kewirausahaan, seperti: identifikasi peluang usaha, pengembangan karakter individu untuk berbisnis, metode pendidikan untuk menciptakan wirausaha terdidik baik segi kurikulum maupun laboratorium penunjangnya, menciptakan kreativitas mengembangkan ide dan konsep bisnis. Buku ini cukup memadai untuk menjadi referensi dalam menghasilkan pengelola bisnis berwawasan luas dan antisipatif pada kondisi aktual.” Siswono Yudho Husodo

Gregorius Pratiknyo

Pengajar tetap di Departemen Organisasi dan SDM - Prasetiya Mulya Business School, Fasilitator HR Forum.

Oleh: Agus W. Soehadi Eko Suhartanto V. Winarto M. Setiawan Kusmulyono


point of view

point of view

Wawancara: Eko Napitupulu Foto-foto: Yudho Hartono Mengingat masih begitu banyak praktik mencari jalan pintas dalam mencari dan merekrut para pekerjanya, perusahaan-perusahaan di Indonesia dinilainya masih kurang merealisasi Talent Management secara benar dan integral. Dalam pada itu, di tengah “perang pencarian talenta� yang terkadang kurang sehat itu, pengelolaan modal manusia (human capital) menjadi prioritasnya sebagai seorang HR director andal. Berikut beberapa pemikiran kritisnya dalam wawancara eksklusif FMPM. Bagaimana kiprah talent management di perusahaan-perusahaan Indonesia saat ini? Begini ya, di satu sisi, beberapa company memang saya lihat memahami dan melaksanakan apa yang mereka sebut Talent Management (TM) itu sebagai hal yang menjadi aktivitas yang tidak penting. Maka wujudnya hanya sebatas melakukan kegiatan proses perekrutan tenaga kerja saja. Kalau seperti itu memang tidak akan lama dan tidak akan berkembang sesuai harapan perusahaan dan makin lama makin bisa menjadi bidang yang membosankan untuk banyak orang. Unjung-ujungnya, bisa- bisa akan ditinggalkan perusahaan.

Michael Adryanto

HR Director Sinarmas Agribusiness and Food Tbk

TALENT MANAGEMENT MEMBANGUN KAPABILITAS BANGSA 48

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Namun demikian, di sisi lain, saya kira fenomena yang terjadi belakangan ini, terutama sejak tahun 2000-an orang mulai memperhitungkan TM. Pengungkapan fenomena war for talent itu saya kira menjadi pemicu banyak perusahaan untuk membuka diri dan memberi perhatian pada TM. Harus diakui memang, sekarang ini perusahaan-perusahaan susah cari orang. Tidak heran kalau ada tingkat mobilitas yang tinggi dalam hal ini; orang banyak yang pindah dengan cepatnya dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Di saat yang sama, masalah pindah ke perusahaan lain itu jelas jelek pada dirinya

sendiri bila caranya dengan cara ‘bajakan’, lalu kita yang ditinggalkan juga akan menghadapi masalah baru dengan harus cari orang lain sebagai penggantinya. Ini tidak sehat karena kita kemudian cenderung melakukan hal yang sama dalam proses TM kita. Dengan adanya fenomena war for talent, kita mulai disadarkan bahwa sebuah perusahaan sebenarnya tidak boleh terlalu mengandalkan tenaga dari luar melulu. Kita harus menumbuhkan talent dari dalam, pada pentingnya mengembangkan talent, bagaimana caranya dia bisa berkembang dan satu saat mendapat posisi yang lebih tinggi. Dalam proses ini banyak dijalankan, tapi kita membutuhkan dukungan dari banyak pihak di manajemen. Maksud Anda dengan dukungan dari banyak pihak? Ini masalah yang sebenarnya banyak kita hadapi di Indonesia ini. Menjalankan TM yang sejati itu harus punya dukungan dari yang lain. Artinya dari di jajaran lain di perusahaan kita. Contohnya dalam hal competition for talent, tidak mungkin itu bisa dilaksanakan dengan baik kalau strateginya di jajaran lain kompetisi itu didasarkan pada senioritas. Padahal menghargai orang itu tidak boleh hanya dan bahkan sama sekali berdasarkan

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

49


point of view

point of view

senioritas, melainkan harusnya berdasar profesionalitas, pada performance-nya, bukan pada lama tidaknya orang di suatu pekerjaan.

Di sini perusahaan punya peran untuk mengidentifikasi talent ini. Perusahaan membantu kita untuk mengidentifikasi di mana tempat kita yang paling tepat. Contohnya saya, di kerja saya masuk pertama di acounting, tapi saya mulai tertarik di operations. Jadi pendidikan saja tidak cukup, pengembangan kapabilitas kita perlu kita lanjutkan pada waktu kita bekerja. Di sini kita menopang kapabilitas bangsa.

Begitu juga dalam hal training, ada training yang tidak bisa diambil dari luar. Kita juga harus punya strategi menyeluruh dalam berbagai bidang. Jadi satu sisi dari dalam, sisi lain juga harus terbuka. Demikian juga dalam hal rekrutmen talent yang sudah kita kembangkan, kita harus mendapatkan dukungan dari fungsifungsi lain. Tapi di sini kita juga harus mempertimbangkan kekuatan perusahaan kita. Apakah memang kondisi kita memang mengharuskan adanya TM yang menyeluruh, misal perusahaan kecil, orang tidak banyak, tentu tidak harus dengan training besar dari luar. Lebih baik mengembangkan talent-talent yang jelas bisa meski terbatas. Namun demikian, kalau tidak didukung dengan kompensasi yang lebih baik dan penghargaan lain, ya akan sama saja bohong. Kita mengembangkan talent, tapi di sisi lain kita menghargai mereka dengan kompensasi. Itu juga maksudnya dukungan dari jajaran lain di perusahaan kita. Kendala-kendala itu, apa berkaitan dengan budaya di Indonesia? Harus diakui iya. Dan memang kalau mau sungguh menjalankan TM itu pasti tidak mudah dan perlu modal, yang tidak murah juga. Di situ kita mau mengenali potensi seseorang dan bagaimana dia kita harapkan menjadi the future yang bisa menjamin ekspansi bisnis perusahaan ke depan. Dan untuk menjalankan sebuah perusahaan dalam jangka 5 tahun ke depan, perusahaan kita perlu talent.

50

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

bangsa ini, kita bicara bukan hanya putraputri bangsa yang di sekolah. Pendidikan membentuk cara berpikir tertentu, sementara kalau kita bicara soal kapabilitas, lebih ada pada waktu kita mengalami pekerjaan.

Lain halnya kalau perusahaan itu kecil. Di situ kita akan tahu siapa orang-orang yang bekerja dengan kita, siapa yang bagus dan kurang. Maka TM tetap perlu dilakukan tapi tidak perlu dengan sistematika yang besar atau untuk mengembangkannya harus rapat-rapat perencanaan dulu dan sebagainya. Tidak perlu seperti itu. Memang di situ kita harus tetap punya standarnya, kriteria yang jelas dan sebagainya. Menurut pengalaman Anda, lewat TM perusahaan bisa menyokong kapabilitas bangsa? Saya pikir demikian. Memang, sekolah membentuk cara berpikir kita, mencerdaskan pola dan cara pikir kita, namun, kapabilitas kita terseksplor waktu kita bekerja. Kalau kita bicara kapabilitas

Waktu saya di SMA dulu, saya diberi ajaran bukan apa yang menurut saya sendiri saya butuhkan, tapi apa yang dianggap orang lain menjadi kebutuhan untuk saya. Artinya, bukan yang saya suka atau ingini. Waktu di universitas, saya memang boleh memilih jurusan, tapi toh itu sangat luas dan beragam dan belum tentu itu memegang potensi saya. Lain soal dengan waktu saya bekerja. Di pekerjaan saya bisa mengeksplor keinginan saya. Ilmu psikologi misalnya begitu beragam di sekolah, lain kalau di pekerjaan, saya bisa mengeksplor hal-hal khusus yang tidak ada di sekolah. Misalnya, saya kerja di bidang strategi, tapi saya tertarik di pemasaran, nanti akan terlihat ekplorasi itu bila saya melakukan untuk terjun di dalamya. Maka itu akan mendidik saya, mana yang saya suka yang menjadi passion saya.

Bagaimana seharusnya TM itu diajarkan di sekolah? Memang ada ilmu-ilmu dasar harus kita kuasai dalam hal ini. Tapi jangan sampai ilmu-ilmu yang harus kita pelajari secara akademis itu justru menghambat atau mengurangi waktu kita untuk mengidentifikasi talenta kita. Tugas sekolah memberi dasar ilmu dan perusahaan berlaku seperti orang tua yang berperan mengidentifikasi talenta-talenta yang dipunyai anak-anaknya dan berusaha mendukung dan mengembangkannya. Bagaimana konkretnya perusahaan menjalankan itu? Kalau kita bicara secara umum, biasanya begini; kita kalau bilang pada satu orang yang punya back ground bidang tertentu, maka kita tempatkan dia pada bidang itu. Kadang kita kurang melihat pengalaman orang itu. Lalu dalam perjalanan, apa yang kita inginkan saat perekrutannya, bisa jadi kita tidak cocok, kurang pas, kurang kreatif dan sebagainya. Dalam proses perjalanan karier, seseorang bisa jadi berubah, karena ternyata orang itu lebih bisa di bidang corporate communication misalnya. Semula ada di pemasaran misalnya, lalu ternyata dalam pekerjaannya tampak lebih pas kalau dia menjalankan bidang komunikasi.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

51


point of view

Atasan harus mengenali anak buahnya dan harus bisa mempelajari tempat mana yang lebih baik untuk karyawan-karyawannya. Termasuk merelakan kalau seseorang harus dipindahkan ke tempat lain. Jadi semua pihak seharusnya happy. Namun toh di sini kita juga punya aturan. Kalau kita anggap seorang karyawan kerjanya tidak bagus, maka kita kita tidak boleh memindahkan dia secara semena-mena. Kalau dia mau pindah, kita sebaiknya membantunya untuk mengidentifikasi talenta-talentanya, agar jalan lain yang ditempuhnya bisa positif. Dalam tataran sebagai pimpinan, kita harus melihat secara menyeluruh. Kalau budget perusahaan terbatas, maka ya harus punya fokus pada hal-hal tertentu saja yang menjadi krusial dalam persuahaan dalam waktu mendesak ke depan; siapa saja dan apa saja yang harus dikembangkan. Misalnya, dalam hal meningkatkan produktivitas. Fokuslah pada orang yang menguntungkan kita. Kalau ada hal negatif yang menghambat karier seseorang, dia harus diperbaiki atau kalau perlu dipindahkan. Bila demikian, masih menjawab pertanyaan tadi. Kalau persuahaan OK, maka kapibilatas bangsa, cita-cita mencerdaskan bangsa juga akan naik kualitasnya. Bagaimana dengan TM di perusahaan Anda? Pertama, kalau bicara di bidang perbankan, untuk cari talent bagi kita tidak terlalu sulit. Ini hal yang umum dan riil. Maka yang beberapa point penting dalam hal ini, bagi seluruh bidang usaha kita adalah: pertama, kita tidak harus mencari orang-orang yang di bidang keuangan. Kedua, lokasi yang terletak di tempat bisa disebut relatif di kota,

52

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

point of view

pasti lain tanggapan pelamar-pelamarnya dengan wilayah yang terletak di daerah terpencil. Jadi faktor tempat menentukan, demikian juga dengan bidang bisnisnya. Misalnya di agronomi, kita harus cari yang memang ahli dalam hal itu. Gak bisa cari yang ekonomi saja atau apa.

Dalam agrobisnis, kita tidak bisa seperti itu, tidak juga semua jurusan pertanian bisa memenuhi kriteria yang kita harapkan. Tidak mudah untuk cari orang. Di samping itu faktor tempat juga menentukan. Di agroindustri kita biasa memulai usaha di tempat itu jauh sebelum dibuka apa pun, belum ada desa apalagi kehidupan yang berbau kota. Sangat jauh dari itu semua, kan itu area masih hutan dan sebagainya. Jadi ini merujuk pada bagaimana dan di tempat mana seorang pekerja akan tinggal. Pertanyaan-pertanyaan yang lumrah terungkap di benak para calon. Maka, tempat tinggal juga jadi isu juga. Di perusahaan saya, 5 tahun lalu, saya bergabung di sini, saya lihat di master plan yang di sini, saya tahu kita butuh berapa orang. Waktu itu saya minta di departemen, kita punya gambaran patokan ini seperti apa. Kita punya industri yang punya fakultas pertanian. Berapa sih jumlahnya, mengapa sejumlah itu, apa perlu ditambah, seberapa efektif itu membentuk talent-talent kita, apa yang perlu kita lakukan dengan mereka dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mesti menjadi hal yang wajar untuk dibahas dan dipertimbangkan. Apa yang kemudian kami lakukan? Program beasiswa itu kami programkan kembali. Kami berikan beasiswa yang tahun ke-3, lalu kalau PKL boleh ke perkebunan kami. Tujuannya, supaya mereka mengenal

perkebunan kita. Gambaran tentang perkebunan itu perlu direvisi di benak para mahasiswa. Perkebunan dulu itu digambarkan sebagai hal jelek, kebun itu seolah seperti sebuah tempat dengan petani yang membawa cangkul saja. Padahal bukan seperti itu. Perkebunan itu harus dimengerti sangat luas dan modern. Untuk pelatihan di perkebunan misalnya, ada fasilitas, ada rumah permanen, ada kompensasi. Memang sering ada masalah persepsi dalam hal ini. Kami sering ke sekolah-sekolah untuk membersihkan kesalahpahaman ini. Program beasiswa itu tampaknya efektif dan menarik. Terbukti belum satu semester berjalan, perusahaan lain ada yang ikut. Jadi kemudian terjadi “perang� lagi. Bicara dari satu sisi saja hal seperti ini tidak bener. Ekspansi tidak bisa jalan kalau kebutuhan akan tenaga tidak tercukupi. Maka kami cari alternatif perekrutan lain. Kami beri beasiswa kepada anak-anak SMA, untuk mereka yang hidupnya secara ekonomi susah. Kami juga hidupkan beberapa program beberapa fakultas pertanian, misalnya dengan IPB, yang punya Program Pelatihan Kelapa Sawit. Yang semula mati suri lalu kami hidupkan dan kembangkan. IPB sendiri sangat antusias menanggapi kami. Lalu kami coba kembangkan kurikulumnya bersama. Dengan dididik di sana, kami dapat pekerja.

Ada anak yang sederhana tapi punya kualitas pemikiran yang bagus. Lalu kita kerja sama dengan sebuah universitas di Yogya, kami beri beasiswa S1, dengan bergandengan dengan kepala sekolah di Riau. Kita pakai Blue Ocean Strategy di sini, kita tidak rebutan di wilayah

yang sudah sempit. Di tengah pasokan yang sempit, kita berinovasi ke hal lain. Kenapa ini harus dilakukan? Karena di agrobisnis hal ini tidak mudah. Hasilnya, terbukti yang lulusan beasiswa dari daerah lebih mudah ditempatkan, karena tidak mudah rindu dengan situasi kota. Sebaliknya yang lulusan S1 pertanian dari kota kebanyakan gak cocok, karena mereka rindu dengan kehidupan kota besar, agak sulit menyesuaikan diri dan sebagainya. Berapa besar optimisme Anda dalam TM di Indonesia? Saya cenderung pesimis, saya tidak bisa katakan hal-hal yang saya uraikan tadi itu dilakukan semua perusahaan. Yang saya tahu, umumnya perusahaan-perusahaan tidak melakukan hal demikian. Yang dilakukan sekarang ini umumnya praktik manajemennya juga gak bisa berdiri sendiri. Beasiswa pun harus kerja sama degnan CSR, kebijakan yang kurang matang. Padahal, praktik manajemen yang berdiri sendiri itu tidak bisa. Program beasiswa pun harus kerja sama dengan banyak pihak. Bahkan yang kami lakukan di IPB dosen-dosen IPB harus rela kadang terbang ke lokasi perkebunan kami untuk mengajar di sana. Ini harus juga diperkuat dengan dukungan pemerintah. Awal tahun ini kita mau kerja sama dengan Deptan. Kalau mau memperkuat kerja sama dengan industri dan sekolah, harus ada kerja sama, karena kita belum punya standarisasi kompetensi, arahnya untuk sertifikasi. Untuk mengatur kurikulumnya, yang sesuai dengan industri. Jadi perajutnya harusnya dari dunia industri.. (ey/mry)

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

53


closer with

closer with

pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik). “Seorang pemimpin itu mestinya demikian,” ujarnya. “Ia memimpin, memberi teladan dan mendorong. Jadi ia tak hanya bisa mengarahkan, tapi mempraktikkan apa yang dianjurkan kepada semua karyawankaryawannya.”

Michael Adryanto

Mengidentifikasi Talenta Tak mudah ternyata mengelola talenta anak-anaknya sendiri. Toh meski begitu, ia punya jurus jitu bagi perkembangan talenta anak-anak tercinta.

M

emang bukan perkara membalik t a n g a n m e n j a l a n k a n Talent Management di perusahaannya, sebagaimana ia merasa di banyak perusahaan Indonesia umumnya. Para pemangku kepentingan di perusahaan banyak yang memilih jalan pintas, merekrut orang-orang yang sudah jadi bahkan bila perlu dengan cara yang tidak sehat dan etis, “berperang” dengan perusahaanperusahaan lain.

Menghadapi kebiasaan-kebiasaan manajemen yang tidak sehat itu, Michael Adryanto, orang pertama di HRD PT Sinarmas, mengambil langkah yang bijaksana; tidak ikut arus dan memilih jalan yang paling safe meski kurang populer karena prosesnya yang tidak singkat. Ia dan jajaran manajemen di perusahaannya memilih jalur pemberian beasiswa kepada orang-orang andal yang punya komitmen tinggi, sejak di bangku SMU. Meski lama “kami memperoleh tenaga-tenaga yang kompeten dan berdedikasi tinggi melalui jalur ini,” demikian ungkapnya pada FMPM.

54

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa Semua hasil baik yang maksimal maupun yang masih belum memenuhi kepuasannya itu ia peroleh dengan filosofi “bekerja sebaik dan semaksimal mungkin”. Tak mengherankan bila ‘kekuatan’ itu membawanya pada suksesnya programprogram talent management yang dirintis dan ditekuni untuk perusahaannya. Ide-ide brilian itu yang kemudian dilirik dan mulai “diikuti oleh perusahaan-perusahaan lain,” ungkapnya dengan bangga. Di samping itu, ia mengakui bahwa filosofi hidup yang didengungkan oleh Ki Hajar Dewantara, sang bagawan pendidik itu juga terus menginspirasi setiap kerja kerasnya. “Ing Ngarsa sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut wuri Handayani”. Tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang

Jiwa pendidik inilah yang mewarnai setiap kerja dan antusiasnya mengelola SDM-SDM yang didampinginya. “Saya merasa terharu, melihat seorang yang pernah saya didik sekarang menjadi orang besar yang bisa melanjutkan jalannya perusahaan,” akunya dengan rendah hati. Di setiap pendampingan yang ia berikan pada karyawan-karyawannya ia sangat menekankan prinsip identifikasi talenta. “Tugas kita itu mengidentifikasi kelebihankelebihan mereka dan apa yang menjadi passion mereka. Jadi kita tidak memaksa,” ujarnya. Kebebasan untuk Anak-Anak Dalam hal keluarga, prinsip yang sama dari seorang pendidik dan pengelola SDM juga ia terapkan. Untuk anak-anaknya, ia selalu menekankan pentingnya kebebasan memilih. Maka, “tugas saya hanya membiarkan mereka melakukan apa yang mereka suka dan membantu mereka untuk mengidentifikasi bakat-bakat yang mereka miliki.” Bagaimana membangun keluarga yang ideal? Dengan rendah hati ia mengakui begitu banyak peran ibu dalam membentuk keluarga yang seperti sekarang ia hidupi. Peran kepala keluarga memang penting. Tapi “bangunan ini misalnya, ini hasil karya istri saya, karena dia banyak di rumah. Kami menmbangun ini dari nol dan istri saya banyak berkorban tidak bekerja. Kami lebih sering saling belajar, itulah karakter kami. Dalam hal

pendidikan, saya dari psikologi, istri saya hukum, dan itu saling mengisi setiap pertimbangan-pertimbangan kami sebelum kami mengambil sebuah keputusan,” urainya. New Age sebagai Personal Development Tentang ilmu dan ide-ide yang sering menjadi sumber inspirasinya, ia mengaku suka membaca buku-buku yang berbau new ages. “Banyak orang menganggap negatif banyak pemahaman-pemahaman new age, tapi mereka tidak tahu, banyak hal baru bisa kita pelajari dari metode mereka, tanpa harus ikut alirannya. Saya suka mendalami new age sebagai personal development,” akunya. Dari buku-buku itulah diperolehnya inspirasi-inspirasi yang membangun dan membebaskan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk orang-orang yang dikelolanya. “Bagaimana mendevelop pribadi, yang menjadikan kita bisa maju? kita harus tahu potensi yang kita mau. Kalau tidak mau kerja karena punya passion, maka akhirnya nanti akan jatuh.” (mry/ey)

Tentang Michael Adryanto Nama Lengkap : Michael Adryanto Tempat/Tanggal Lahir : Salatiga, 10 Desember 1964 Pendidikan: • Magister Manajemen, Prasetiya Mulya Business School, Jakarta • Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung, Jawa Barat Karier: Managing Director Strategic & Human Resources Director, PT SINARMAS AGRIBUSINESS AND FOOD

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

55


feature

feature

U

ntuk suatu negara demokrasi dan kapitalis yang campur tangannya terhadap swasta selalu diminimalisasi seperti AS, tindakan ini sangat mengejutkan. Talent management atau juga disebut Human Capital Management (HCM) mengacu kemampuan untuk merekrut tenaga kerja atau karyawan yang memiliki keterampilan atau keahlian yang tinggi, mengintegrasi karyawan baru, dan mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja yang ada untuk memenuhi tuntutan bisnis masa kini dan depan. Yang dimaksud dengan individu yang berbakat, berketerampilan atau berkeahlian tinggi adalah karyawan cerdas, pebisnis yang melek teknologi, berwawasan global, ligat, dan kreatif secara operasional. Namun demikian, talent management yang dimaksud di sini tidak termasuk dalam pencarian individu berbakat dalam industri hiburan seperti untuk dijadikan bintang film.

Perang Kompensasi Jelaga Korporasi di Negeri Paman Sam Oleh: Beni Bevly Ketika perekonomian Amerika Serikat (AS) terpuruk tahun 2008, Barack Obama turun tangan “memecat” CEO General Motor (GM) dan menggantikan dengan pilihannya sendiri. Strategi apa yang diterapkan GM sehingga memancing seorang presiden turun tangan menempatkan calonnya? Seberat apakah kompetisi the war for talent di sini.

56

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Banyak ahli mengakui bahwa David Watkins-lah—ahli dari Softscape, badan jasa yang dikenal dengan the global leader in complete people management solutions—yang memopulerkan terminologi talent management tahun 1998. Talent management menekankan pada pengaturan keterampilan dan bakat sumber daya manusia, merupakan bagian dari Human Resources Management. Dengan proses, kini human resources department bukan departemen tunggal dalam korporasi dalam menerapkan talent management strategy. Pergeseran tanggung jawab ini lebih memacu persaingan dan ambisi setiap departemen dan corporation board untuk merekrut dan mempertahankan karyawan yang

berketerampilan tinggi dan berharga meningkat, sehingga persaingan seperti ini juga dikenal sebagai the war for talent. The war for talent bisa dimengerti dari survey McKinsey; hanya sepertiga dari korporasi yang memfokuskan program pelatihan untuk pengembangan kemampuan karyawannya, menambahkan nilai yang terbesar bagi performance korporasi, walaupun 60 persen dari mereka menyadari bahwa hal ini menjadi salah satu dari tiga hal yang terpenting dalam korporasinya. Kurang terfokusnya program pelatihan ini menyebabkan lambat dan tidak meningkatnya keterampilan karyawan, yang akhirnya menyebabkan kurangnya karyawan yang memiliki keterampilan yang tinggi dalam korporasi tersebut. Strategi Paket Bayaran dan Bonus Sebelum resesi ekonomi AS tahun 2008, terlihat jelas bagaimana korporasi—baik yang bergerak di bidang information technology maupun perbankan—, investasi dan asuransi berani memberikan penawaran dan bonus yang tinggi untuk mendapatkan dan mempertahankan karyawan dan CEO-nya. Tidak jarang yang memberikan pembayaran sekitar 100 ribu dolar AS, bonus pertama untuk sales yang dinilai talented sebelum mereka memulai kerja. Setelah mereka berhasil membawa pendapatan ke korporasinya, mereka menerima bonus lagi. Untuk tingkat CEO bonusnya bisa mencapai jutaan atau puluhan juta dolar AS per tahun. Pada saat memasuki masa resesi, hal seperti ini juga masih diterapkan oleh korporasi tertentu. Kini, dalam masa recovery, bahkan pemberian bonus dengan alasan karena talenta karyawan

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

57


feature

feature

GAGASAN • Talent management mengacu kemampuan untuk merekrut tenaga kerja atau karyawan yang memiliki keterampilan atau keahlian yang tinggi. • Hanya sepertiga dari korporasi di AS memfokuskan program pelatihan untuk pengembangan kemampuan karyawannya. • Sebelum resesi ekonomi tahun 2008 banyak korporasi di AS memberikan penawaran dan bonus yang tinggi untuk mendapatkan dan mempertahankan karyawan dan CEO-nya. • Model strategi talent management dengan persaingan antar korporasi yang menawarkan paket bayaran yang tinggi, di antaranya disebabkan oleh adanya perbaikan bisnis mikro dan ekonomi makro. • Korporasi yang menerapkan talent management secara tepat umumnya memfokuskan pada pengembangan bakat dan keterampilan karyawan.. KEYWORDS: pemerintah, perusahaan dan universitas, manajemen SDM, industri media, superstar, corporate system

atau CEO-nya membawa profit dan supaya karyawan atau CEO mereka tidak lompat pagar tetap dilaksanakan. Agaknya, selain pemberian gaji yang besar, pemberian bonus dan remunerasi yang lain menjadi andalan bagi banyak korporasi untuk merekrut dan mempertahankan karyawan dan CEO-nya. Hal ini tampak benar dalam kasus-kasus berikut. Sebelum dan memasuki resesi ekonomi, banyak CEO—yang menemukan dan atau memasarkan produk yang sangat menggiurkan para pelangan— mendapatkan bonus yang berlebihan karena mereka berhasil menciptakan keuntungan berganda. Sebut saja Joe Cassano dari Financial Products Unit AIG (American International Group, Inc). Cassano mengasuransikan sub-prime mortgage yang berisiko tinggi dan Credit Default Swap (CDS). CDS adalah produk derivative yang merupakan perjanjian antara dua pihak di mana pembeli membayar secara periodik kepada penjual sebesar harga

58

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

di mana diperhitungkan pembayaran tuntas apabila terjadi default atau ketidakmampuan membayar dalam hubungannya dengan pihak ketiga. Karena produk seperti ini, maka ia banyak membawa keuntungan untuk AIG pada saat itu. Oleh sebab itulah, ia dianggap jenius dank arena itu layak menerima gaji dan bonus sebesar 280 juta dolar AS sejak tahun 2000 hingga masa dimulainya resesi. Rata-rata pendapatannya per tahun sekitar 350 juta dolar. Pada akhirnya terungkap, ternyata produk yang ia tawarkan merupakan boomerang bagi korporasinya.

disebut builder) ke sembilan terbesar di AS, Beazer Homes USA Inc. CEO ini bernama Ian McCarthy. Ternyata sebelum resesi ia berhasil mendatangkan keuntungan ‘maha besar’ yang revenuenya mencapai hampir 5 miliar dolar AS. Karena revenue yang besar itulah maka, McCarthy mengantongi sebanyak 29,6 juta dolar AS pada tahun 2006. Pada akhirnya diketahui bahwa keuntungan yang ia bawa ke korporasinya didapat dengan melanggar federal law, termasuk pemalsuan data para pembeli rumah supaya kredit mereka bisa dikabulkan oleh bank. Jadi, pada masa resesi ekonomi pun masih ditemukan praktik mempertahakankan dan merekrut karyawan berbakat tetap dengan menawarkan pay package atau paket bayaran yang tinggi. Pada Maret 2009, setelah beberapa lama AIG menerima dana bailout dari pemerintah sebesar 170 miliar dolar AS, AIG memberikan bonus pada petinggi dan karyawan di financial unit sekitar 165 juta dolar AS dengan total perkirakan mencapai 1,2 miliar dolar AS.

Tentu saja tindakan ini sulit dimengerti pihak lain, termasuk President Barack Obama dan Federal Reserve Chairman Ben Bernarke. Obama bilang, “It’s hard to understand how derivative traders at AIG warranted any bonuses, much less $165 million in extra pay. How do they justify this outrage to the taxpayers who are keeping the company afloat?” Bernanke menambahkan, “It makes me angry. I slammed the phone more than a few times on discussing AIG.” Walaupun demikian, juga beredar pihakpihak yang memberikan alasan mengapa terjadi pemberian bonus seperti ini, antara lain, dengan alasan untuk memberikan imbalan pada pencapaian karena talenta karyawan mereka dan untuk mempertahankannya. Andrew Ross Sorkin dari The New York Times berpendapat bawa AIG telah melakukan tindakan yang benar karena mereka perlu mempertahankan karyawan berbakat, karena karyawan-karyawan ini kapan saja biasa menemukan pekerjaan di mana pun.

Contoh lain pada masa yang sama adalah Richard Syron Chairman dan Chief Executive Freddie Mac atau Federal Home Loan Mortgage Corporation, yang diberi pendapatan sekitar 19,8 juta dolar AS per tahun karena ia dinilai telah berhasil meningkatkan volume bisnis mortgage atau home loan. Yang patut kita perhatikan juga seorang CEO dari perusahan developer (di AS

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

59


feature

feature

mendapatkan, kadang kala, tiga kali lebih besar dari tahun 2009. Hal ini terjadi ditunjang dengan membaiknya pasar bursa yang menjadi bull market sehingga total nilai stock dan options yang dimiliki para CEO sebagai pembayaran bonus tahun sebelumnya diperkirakan telah meningkat menjadi 6,3 miliar dolar AS atau 68 persen lebih dari yang korporasi perkirakan untuk jangka selama lifetime of the grants.

MSNBC (Microsoft/National Broadcasting Company) host David Shuster mengatakan, “The argument that these were so-called retention bonuses is undermined by the fact that 52 of the people who received them have already left the company.” Mantan Sekretaris Pers Gedung Putih di bawah administrasi George W. Bush, Dana Perino mengatakan, “If they don’t get it [the bonus], maybe they won’t be motivated enough to try to help the company turn around.” Perdebatana pro dan kontra ini akhirnya diakhiri dengan kesepakatan: 9 dari 10 eksekutif yang mendapat bayaran paling tinggi bersedia mengembalikan bonusbonus mereka, begitu juga dengan 15 dari 20 karyawan yang menerima pembayaran tertinggi telah setuju untuk melakukan hal yang sama. Masa Recovery Perkembangan strategi talent management pada masa recovery krisis di

60

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

AS ternyata lebih mengejutkan. Banyak perusahaan masih menerapkan pola lama dengan pembayaran paket yang bahkan lebih besar. The Associated Press (AP), dengan menggunakan data dari 334 korporasi yang disediakan oleh Equilar, suatu badan peneliti tentang kompensasi para eksekutif, menyimpulkan bahwa paket pembayaran secara umum untuk seorang pemimpin korporasi atau CEO yang tergabung dalam Standard & Poor’s (S&P) 500 adalah 9 juta dolar AS pada tahun 2010, lebih besar 24 persen dari tahun sebelumnya. Tahun 2007, paket bayaran mediannya adalah 8,4 juta dolar AS. Tahun 2008 sebesar 7,6 juta dolar AS dan tahun 2009 sebesar 7,2 juta dolar AS. Paket bayaran 9 juta dolar AS adalah yang tertinggi sejak tahun 2006. Pada tahun 2010, khusus pembayaran bonus tunai bagi seorang CEO pada umumnya meningkat berkisar sekitar 39 persen, yaitu menjadi 2 juta dolar AS. Dua pertiga dari para eksekutif ini

Di antara penemuan AP, CEO yang dibayar paling tinggi dalam 2010 adalah Philippe Dauman dari Viacom, sebuah korporasi entertainment yang memiliki MTV, Nickelodeon dan Paramount Pictures. Ia menerima paket bayaran sebesar 84,5 juta dolar AS, mendekati dua setengah kali dibanding yang ia dapatkan tahun lalu. Ketika ia menandatangi kontrak pada bulan April 2010, ia ditawari termasuk stock dan options sebesar 54,2 juta dolar AS. Selain Dauman, Leslie Moonves dari CBS menerima 56,9 juta dolar; David Zaslav dari Discovery Communications mengantongi 42,6 juta dolar AS; Brian Roberts dari Comcast, 31,1 dolar AS juta; Robert Iger dari Walt Disney, 28 juta dolar AS; dan Jeff Bewkes dari Time Warner, 26,1 juta dolar AS. Enam dari 10 CEO yang bayarannya tertinggi berasal dari media atau entertainment karena industri lain banyak terbantu oleh pemulihan dalam advertising dan inovasi dalam distribusi digital. Walaupun demikian, memang ada korporasi yang tidak membayar bonus pada 2009, tetapi memberikan bonus yang besar pada tahun 2010. Kasus ini terjadi pada Ford dan JPMorgan Chase. Sebaliknya, banyak korporasi melihat

tidaklah sulit mendapatkan karyawan menengah ke bawah yang bersifat rankand-file karena lemahnya pasar angkatan tenaga kerja, yang hanya ditandai dengan sedikit menurunnya angka pengangguran menjadi 9,4 persen dari 9,9 persen tahun lalu. Bursa angkatan tenaga kerja seperti ini masih banyak menyediakan tenaga berbakat karyawan menengah dan bawah. Sebagai konsekuensinya, korporasi merasa tidak perlu menaikkan paket bayaran untuk karyawan level ini secara berlebihan. Pembayaran untuk karyawan meningkat 3 persen dalam tahun 2010 menjadi ratarata sekitar 40.500 dolar AS per tahun. Kenaikan ini masih dua kali di atas inflasi rate. Akan tetapi jumlah rata-rata gaji mereka kurang dari 0,5 persen dari apa yang didapatkan dari umumnya yang CEO peroleh. Model strategi talent management yang masih mengandalkan sistem perekrutan dan mempertahankan karyawan, terutama CEO-nya, dengan persaingan antar korporasi yang menawarkan paket bayaran yang tinggi (seperti gaji, bonus, stock, dan tunjangan lainnya seperti kendaraan mewah, bodyguard, club membership dan perjalanan dengan jet perusahaan), di antaranya disebabkan oleh adanya perbaikan bisnis mikro dan ekonomi makro. Selama masa resesi ekonomi hingga kini, ternyata banyak dari CEO yang berhasil cut cost dalam jumlah yang cukup berarti dan ditambah dengan keberhasilannya meningkatkan revenue korporasi mereka rata-rata menjadi 12 persen, serta profitnya meningkat 41 persen tahun lalu.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

61


feature

feature

Black & Decker harus menyatakan apakah mereka akan mengubah paket bayaran Lundgren atau tidak.

Selain itu, pasar stock terus menanjak. Stock meningkat 13 persen pada tahun 2010 dan kini menjadi sekitar dua kali lipat sejak Maret 2009. Pada tahun 2010 inilah ekonomi secara bertahap membaik, dan untuk pertama kalinya dalam satu tahun penuh perekonomian menunjukkan recovery sejak The Great Recession. Alternatif Strategi Di medan gejolak the war for talent dengan paket bayaran tinggi itu, adakah fenomena lain? Agaknya pemerintahan Paman Sam di bawah Barack Obama berani memulai dengan mengajukan pembatasan gaji bagi para CEO yang bekerja untuk perusahaan yang di-bailout tidak lebih dari 400 ribu dolar AS per tahun. Juga, terdapat peraturan pemerintah yang dikeluarkan tahun 2009 yang mengharuskan hampir semua korporasi publik memberi investornya hak memilih,

62

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

suara atau vote paling tidak satu kali dalam setiap tiga tahun untuk menentukan paket bayaran korporasi pada eksekutifnya. Vote ini tidak mengikat, tetapi paling tidak bisa memancing perhatian akan keadaan dan jumlah bayaran pada CEO-nya. Selama ini terdapat 12 korporasi yang telah melakukan vote menantang paket bayaran terhadap CEO-CEO-nya. Salah satunya adalah CEO Stanley Black & Decker, John Lundgren yang pada tahun 2010 menerima kompensasi sebesar 32,6 juta dolar AS, yang menjadikannya nomor enam penerima bayaran paling tinggi dalam daftar AP. Pembayarannya termasuk 325 ribu share stock yang bernilai 18,7 juta dolar AS, yang jauh melampaui pembayaran CEO pesaingnya. Perbedaan pendapat atau negative votes seperti ini, sesuai dengan peraturan pemerintah harus diumumkan ke publik. Karena itu pada tahun 2012 nanti, Stanley

Beberapa perusahaan lain, untuk mencegah tanggapan negatif berupa “no” vote, sempat mengubah rencana paket bayaran mereka pada CEO-nya. Contohnya adalah yang dilakukan oleh General Electric (GE). Mereka merevisi kondisi pemberian atas 2 juta stock options kepada Jeff Immelt pada tahun 2010. Dalam perjanjian asli, Immelt, 55, hanya perlu menetap di GE sampai tahun 2013 untuk mendapatkan setengah stock options dan menetap hingga tahun 2015 untuk mendapatkan yang setengahnya lagi. Kini ia tidak akan bisa mendapatkan semua stock option hingga tahun 2015 bila persyaratan Immelt yang harus memperbaiki cash fllow korporasi tidak terpenuhi dan untuk mendapatkan separuhnya lagi, stock mereka harus lebih baik dari pasar. Strategi yang Ideal Jelas selama ini penerapan strategi talent management di AS sangat menitik beratkan pada proses perlombaan merekrut dan mempertahankan karyawan, terutama CEO yang berbakat dengan menawarkan paket bayaran yang setinggi langit. Hal ini tentu saja bukanlah sesuatu yang ideal. Yang ideal paling tidak melalui beberapa tahapan strategi. Korporasi yang menerapkan talent management secara tepat umumnya memfokuskan pada pengembangan bakat dan keterampilan karyawan, yang meliputi strategi atau tahapan sebagai berikut:

• Pencarian

(sourcing),

• •

• • •

(attracting), perekrutan (recruiting) dan pengintegrasian (onboarding) kandidat yang berkualitas dengan latar belakang yang kompetitif. Mengelola dan menentukan gaji yang kompetitif. Kesempatan pelatihan dan pengembangan (training and development opportunities). Proses performance management. Program penahanan (retention). Promosi dan transisi .

Penerapan strategi talent management yang tepat umumnya perlu didukung oleh teknologi yang tepat pula seperti HR Information Systems (HRIS) atau HR Management Systems (HRMS). Selain itu, teknik modern seperti metodologi competency-based management juga menjadi salah satu talent management tools yang sangat penting untuk diterapkan. Jika penerapan strategi talent management ini dilakukan dengan seksama, kemungkinan besar korporasi di AS bisa terhindar dari the war for talent dan seorang presiden AS seperti Barack Obama tidak perlu ikut turun tangan dalam menentukan siapa yang akan direkrut dan berapa besar pembayarannya. (Editor: mry)

Beni Bevly Entrepreneur dan humanitarian. Kontributor tetap FMPM di California.

penarikan

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

63


feature

feature

U

niversitas, sebagai pihak yang menghasilkan SDM, ditantang untuk menghasilkan lulusan yang cerdas, tahu dunia bisnis, melek teknologi, berwawasan global, kreatif dan siap menghadapi dunia kerja yang kompetitif dan terus berubah. Dukungan pemerintah penting untuk menciptakan iklim yang kondusif lewat kebijakan dan terutama dana yang cukup. Kita tahu, pendidikan adalah investasi SDM yang sifatnya high cost dan long-term. Dunia usaha sebagai pihak yang memanfaatkan lulusan universitas, bisa ambil bagian dengan menggandeng universitas, untuk menyiapkan kandidat-kandidat terbaik lewat dukungan dana penelitian dan berpartisipasi dalam memberi masukan dalam penyusunan kurikulum perguruan tinggi, serta memberi ruang bagi mahasiswa untuk meningkatkan ilmu dan keterampilan.

Be Focus on System Perang Bintang di Media Oleh: Yohanes Widodo Apakah persoalan SDM semata urusan perusahaan? Pemerintah, perusahaan, dan universitas, semestinya berkolaborasi memecahkan persoalan itu. Sayangnya, ketiga elemen kunci tersebut sering kali tidak sinkron.

64

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Berkeley, juga mengubah kurikulumnya secara dramatis untuk menyesuaikan perubahan teknologi dalam komunikasi massa. Pihak perguruan tinggi bekerja sama dengan perusahaan untuk memecahkan persoalan kompetensi SDM. Di Amerika Serikat, University of Alabama pun menggandeng The Anniston Star, dan menerima mahasiswa master program Jurnalisme, untuk mengisi halamanhalaman di surat kabar tersebut. The New York Times berpartner dengan The City University of New York untuk mengembangkan proyek jurnalisme komunitas, The Local. Sekolah jurnalisme itu mengembangkan kurikulum yang fokus pada digital, untuk membuat mahasiswanya mampu membuat tulisan dan grafis interaktif.

Sebagai contoh, untuk mengantisipasi perkembangan dunia digital, popularitas media cetak yang kian menurun, dan platform jaringan sosial dan perangkat digital lain yang makin menjadi cara untuk mengonsumsi berita, beberapa perguruan tinggi di luar negeri dengan sigap mengantisipasi perkembangan tersebut.

Talent War di Dunia Komunikasi Komunikasi merupakan bidang yang berkembang sangat pesat. Hingga kini, tercatat 233 program studi Ilmu Komunikasi diselenggarakan di Indonesia. Dunia kerja di bidang Komunikasi yang meliputi jurnalis/reporter, public relations, iklan dan pemasaran, adalah dunia yang bisa dimasuki oleh siapa saja, tak harus lulusan Ilmu Komunikasi atau Jurnalisme.

University of Colorado bahkan menutup jurusan Jurnalisme (Journalism School) dan membuat program baru yang lebih berorientasi teknis, gabungan antara Jurnalisme dan Ilmu Komputer. Menurut mereka, dengan menambahkan mata kuliah ilmu komputer, akan menyiapkan mahasiswa untuk menghadapi dunia komunikasi dan pasar media yang selalu berubah. Sekitar 30 jurusan jurnalisme seperti Wisconsin, Cornell, Rutgers dan UC

Pengalaman penulis mencari dan mengelola SDM media, khususnya radio di daerah, cukup pelik. Pertama, ketersediaan SDM yang memiliki kompetensi yang sesuai. Untuk mencari penyiar atau reporter dengan latar belakang Jurnalisme atau Penyiaran (Ilmu Komunikasi) relatif sulit karena kandidatnya terbatas. Pilihannya, menerima orang-orang dengan latar belakang non Komunikasi, artinya kami

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

65


feature

feature

GAGASAN • Pemerintah, perusahaan dan universitas merupakan tiga elemen penting dalam dinamika persoalan SDM. • Industri media merupakan salah satu dunia kerja yang menghadapi peliknya persoalan talent management. • Tidak membesarkan peran superstar dan lebih memfokuskan pada sistem pengelolaan SDM yang baik merupakan beberapa kiat memenangkan war for talent. • Manajemen SDM yang lebih jelas yang menempatkannya pada posisi strategis perusahaan adalah salah satu cara penting menyiasati perang perebutan talent. KEYWORDS: pemerintah, perusahaan dan universitas, manajemen SDM, industri media, superstar, corporate system

harus mendidik dan mengajari mulai dari nol. Kedua, adanya turn over yang tinggi. Media kami menjadi semacam ‘sekolah’: mereka diterima dan dilatih. Setelah jadi, mereka keluar dan pindah ke perusahaan atau media lain. Karena itu, dibutuhkan strategi khusus untuk menjaga dan membuat mereka tetap betah dan bertahan. Di sinilah pentingnya membangun lingkungan kerja yang menarik dan menjaga orang-orang terbaik. Ketiga, rebutan SDM profesional, ini sangat terlihat khususnya di industri media/televisi dan iklan. Lihat saja wajah-wajah presenter televisi yang meloncat dari satu televisi ke televisi lain. Perhatikan juga sejumlah nama tertentu yang beredar dari biro iklan satu ke biro iklan lain. Ini menunjukkan bahwa Talent War, khususnya di dunia komunikasi dan media, masih terjadi hingga detik ini. Kiat Memenangkan Talent War Robert Sutton, professor di bidang manajemen dan teknik di Stanford University, penulis buku “Good Boss, Bad Boss” mengungkapkan lima pelajaran,

66

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

jika Anda ingin memenangkan Talent War. Pertama, jangan terlalu membesarbesarkan keberadaan Superstar, seolah Anda tidak bisa hidup tanpa mereka. Menurut studi yang dilakukan oleh Boris Groysberg, ketika Superstar pergi, tak terbukti bahwa perusahaan langsung ambruk. Namun, menurut Boris, jika Superstar itu wanita, dia akan menjadi star pada perusahaan berikutnya. Jika Anda merekrut seorang Superstar laki-laki, saran Boris, sebaiknya Anda ‘mengambil’ seluruh tim. Kedua, sistem yang bagus lebih penting daripada orang bagus. Toyota memenangkan kompetisi sebagai akibat dari sistem yang bagus. McDonald’s tidak merekrut orang yang sangat berbeda dengan kompetitor, namun sistem mereka lebih dominan daripada orangorang mereka. Bahkan, orang yang paling pintar pun bisa terjerembab ke sistem yang jelek. Sebaliknya, orang biasa (mediocre) bisa menjadi star dalam sistem yang baik. Ketiga, perkecil perbedaan jarak antara gaji karyawan star dan lainnya. Performa menjadi lebih baik ketika

perbedaan itu mengecil. Meski dalam kondisi tertentu, kenyataannya, bisa lain. Seorang tidak akan bertahan jika gajinya kecil. Menyeimbangkan skala gaji hanya merupakan cara mengurangi ketidakpuasan. Jika sistem tidak bagus dan tidak memungkinkan superstar berkembang, bisa dipastikan dia akan mencari pekerjaan lain. Keempat, ‘the law of crappy people’ hanya mitos. Menurut ‘hukum’ tersebut, orangorang hebat akan mempekerjakan orangorang hebat lain, tetapi orang-orang biasa akan mempekerjakan orang yang bahkan lebih buruk karena mereka terancam oleh orang-orang yang punya kompetensi. Studi yang dilakukan Sutton tidak menemukan bukti tersebut. Menurutnya, orang akan mempekerjakan orang yang sama dengan mereka. Namun, dia tidak bisa menemukan bukti bahwa B players atau orang dengan skills dan kemampuan rata-rata takut mempekerjakan orang dengan skill yang sama atau lebih baik. Kelima, pendekatan yang lembut. Karyawan generasi X maupun Y tak akan senang dengan bos dan rekan kerja mereka yang bersikap keras/kasar, sering merendahkan karyawan. Tingkah laku bos dan lingkungan kerja yang demikian menciptakan suasana di mana karyawan akan menghabiskan energinya untuk menghindar dari kesalahan dan kemarahan, sehingga tak ada waktu lagi untuk bekerja dengan baik, bahkan mendorong karyawan keluar. Padahal, ketika seseorang keluar dan harus mengganti dengan yang baru, biayanya besar, apalagi bagi mereka yang senior. Talent War: Dulu dan Kini Lebih dari 10 tahun sejak McKinsey

melakukan riset tentang The War for Talent (1997), isu ini tetap menjadi isu krusial. Situasi yang berubah serta tantangan yang dinamis membuat cara mengantisipasi Talent War pun berubah. Meski demikian, menurut catatan Guthridge et.al (2008), pemimpin bisnis masih menekankan pada: menemukan orang-orang yang terbaik sebagai isu paling penting. Harapannya, peningkatan kompetisi calon karyawan dan kompetisi global bisa berdampak pada perusahaan mereka. Hanya saja, berbagai upaya untuk memecahkan masalah itu berakhir dengan frustasi. Satu dekade lalu, organisasi berinvestasi untuk menerapkan sistem dan proses Human-Resources (HR). Meski demikian, hasilnya kurang meyakinkan, bahkan lebih buruk. Banyak organisasi masih mengabaikan manajemen SDM dan menganggapnya sebagai masalah yang kecil-taktis, bukan menjadi bagian integral dari strategi bisnis yang butuh perhatian manajemen. Untuk mengelola SDM dengan berhasil, eksekutif harus sadar bahwa strategi SDM mereka tidak bisa hanya fokus pada pemain top; bahwa banyak hal yang membuat orang ingin bekerja (dan bertahan) pada sebuat perusahaan; dan bahwa bidang SDM butuh kemampuan tambahan dan dorongan untuk mengembangkan solusi yang efektif. Dengan cara ini, manajemen SDM menjadikan dirinya berada pada pusat strategi bisnis. Tantangan dari Luar Perubahan dalam bidang demografi, globalisasi, dan pekerja yang

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

67


feature

feature

Terakhir, pekerja berpendidikan yang punya kebutuhan dan kebiasaan tersendiri. Mereka memang berbeda dengan pekerja biasa, mereka menciptakan lebih banyak untung dan pekerjaan mereka tak membutuhkan terlalu banyak supervisi. Selain itu, teknologi mendukung pekerjaan mereka dengan sharing informasi yang cepat.

berpendidikan, mendorong organisasi untuk menangani SDM lebih serius. Beberapa fenomena aktual dan tantangan dari luar menuntut profesional di bidang SDM lebih terbuka dan dinamis untuk mengantisipasinya. Saat ini dunia pendidikan, terutama di Indonesia, menghasilkan surplus tenaga kerja. Sebagian perusahaan menyikapinya dengan antusias. Namun, dalam banyak kasus, perusahaanperusahaan multinasional berhadapan dengan kandidat yang tidak memenuhi kebutuhan, seperti keterampilan Bahasa Inggris yang lemah, kualifikasi pendidikan yang diragukan, dan persoalan budaya— seperti kurang berpengalaman dalam kerja tim dan sulit untuk ambil inisiatif berperan sebagai pemimpin. Tantangan khusus datang dari Generasi Y—orang yang lahir setelah 1980—

68

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

yang pandangannya dipengaruhi oleh, antara lain, Internet dan informasi yang berlimpah. Kelompok ini mendambakan fleksibilitas dalam bekerja, kebebasan yang profesional, imbalan yang lebih tinggi, dan kehidupan-kerja yang lebih baik. Mereka melihat karier mereka sebagai semacam ‘serial’: dalam 2-3 tahun mereka siap dan akan berganti pekerjaan, sehingga perusahaan menghadapi risiko ini jika harapan mereka tidak terpenuhi. Dengan demikian, mengelola kelompok ini lebih ‘sulit’ dibandingkan pendahulunya. Tantangan lain dihadapi oleh perusahaan yang masuk ke pasar internasional. Mereka harus memiliki eksekutif yang mau dan bisa bekerja di luar negeri. Mereka juga membutuhkan orang lokal yang mampu, dengan mind-set internasional, memahami konsumen lokal dan cara lokal dalam menjalankan bisnis.

Tantangan dari Dalam Menurut Guthridge et.al (2008), tantangan yang tidak hanya datang dari luar, namun perusahaan sendiri telah membuat persoalan ini menjadi lebih buruk. Pertama, adalah fenomena shorttermism, dalam arti manajemen masih menyikapi isu SDM secara reaktif dan mengalihkan perhatian manajemen dari isu longer-term, seperti pengelolaan SDM dan pengembangkan karier. Karena investasi di bidang SDM lebih dianggap biaya daripada modal, maka manajer mencoba untuk mendapatkan masukan short-term dengan memotong pengeluaran di bidang pengembangan SDM. Kecenderungan ini akan mengarah pada dampak beruntun: kekurangan SDM menghalangi pertumbuhan perusahaan, menciptakan pressure tambahan pada performa, serta mengalihkan perhatian dan pemikiran eksekutif untuk memikirkan hal-hal yang sifatnya shortterm. Ketika perusahaan menjadikan SDM sebagai prioritas, mereka sering kali jatuh pada perangkap yang lain: fokus terbatas pada sistem dan proses Human Resource (HR). Eksekutif yang diwawancarai oleh Guthridge et.al (2008), mengkritik bahwa orang-orang HR kurang memiliki ilmu bisnis dan banyak dari mereka bekerja dengan cara yang sempit dan

administratif daripada menangani persoalan jangka panjang, seperti strategi dan perencanaan SDM. Manajemen SDM yang Lebih Jelas Sistem dan proses yang kuat dalam merekrut, mengembangkan, dan menjaga karyawan, menjadi kunci strategi SDM yang berhasil. Guthridge et.al (2008) mengungkapkan, “Pengalaman kami sejak 10 tahun lalu menunjukkan, perusahaan harus melakukan banyak hal untuk menjamin akses mereka pada penawaran yang cukup pada orangorang talented. Demografi, globalisasi, dan karakteristik pekerja berpendidikan menyajikan tantangan jangka panjang yang memperkuat argumen untuk meletakkan perencanaan dan manajemen SDM sebagai pusat strategi bisnis dan menjadkan isu tersebut mendapatkan perhatian dari manajemen.” Menurut Guthridge et.al (2008), ada tiga hal penting yang dipercaya bisa memberikan pengaruh lebih besar. Pertama, penuhi kebutuhan SDM di semua level. Satu dekade lalu, The War for Talent menekankan pada rekrutmen dan mengelola pemain-pemain level A (manajer puncak). Dengan performa yang tinggi (dua kali lipat dari rata-rata karyawan biasa), mereka mampu meningkatkan produktivitas dan meningkatkan penjualan dan keuntungan. Konsekuensinya, pemainpemain top ini digaji 40 persen lebih tinggi daripada gaji karyawan biasa. Pengaruh SDM puncak ini terhadap performa perusahaan tidak berkurang. Namun, perusahaan tidak bisa menyampingkan kontribusi karyawan lain. Beberapa penulis menekankan

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

69


feature

feature

kontribusi penting dari pemain-pemain level B. Riset tentang modal sosial juga menggarisbawahi pentingnya inklusivitas: SDM puncak akan lebih efektif jika ia bekerja dalam jaringan internal yang hidup. Performa akan menurun jika jaringan sosial tidak ada. Pengalaman juga membuktikan, jaringan yang kuat membantu profesional dari Gen Y tetap bertahan. Dengan demikian perusahaan harus menangani kebutuhan SDM di semua level organisasi. Bagian-bagian yang mungkin dianggap kurang penting, sering kali menentukan bagi keberhasilan pemain A. Pengalaman mengajarkan, fokus yang eksklusif pada pemain puncak dapat merusak spirit karyawan lain, dan tentu mempengaruhi keseluruhan performa. Di sini dibutuhkan pendekatan yang lebih inklusif. Kedua, nilai. (2008),

kembangkan seperangkat Menurut Guthridge et.al sepuluh tahun lalu mereka

menekankan pentingnya merumuskan dan mengkomunikasikan nilai-nilai, mengapa seseorang yang cerdas, enerjik, dan ambisius ingin bekerja di sebuah perusahaan. Saat ini, keberhasilan bisnis adalah menyesuaikan produk yang dihasilkan karyawan dengan kelompok target yang berbeda dalam hal nilai, ambisi, dan harapan. Sebagai contoh, generasi X dan Y, perempuan paruh baya, pekerja tua, dan orang-orang dari latar belakang budaya tertentu. Ketiga, memperkuat bidang human resource (HR). Sepuluh tahun lalu, spesialis di bidang HR disibukkan dengan menyusun dan mengatur proses yang standar—khususnya dalam hal rekrutmen, pelatihan, kompensasi, dan manajemen performa. Menurut Guthridge et.al (2008), mereka percaya bahwa HR semestinya menyatakan posisinya pada bisnis dan memberikan masukan proaktif dan terpercaya serta dukungan bagi pemimpin. Hanya HR yang dapat menerjemahkan strategi

bisnis ke dalam strategi SDM yang detil, misalnya berapa orang yang dibutuhkan perusahaan untuk mengeksekusi strategi bisnis, di mana saja yang membutuhkan, dan keterampilan apa yang harus mereka miliki. Selain itu, HR harus menguasai pengetahuan bisnis secara lebih mendalam. Pengetahuan itu bisa diperoleh antara lain dengan bekerja di unit bisnis tertentu, agar keterampilan bisnis orang-orang HR bisa berkembang. Profesional di bidang HR perlu mengembangkan kemampuan mereka untuk menerjemahkan kebutuhan bisnis ke dalam strategi SDM. Perusahaan yang baik mendorong mind-set dan budaya yang dibutuhkan untuk mengelola SDM secara efektif. Dibutuhkan kesadaran mendalam bahwa SDM sungguh penting—dengan demikian pemimpin harus mengembangkan kemampuan karyawannya, meningkatkan karier, dan mengelola performa individu dan tim. Perang Perhatian Perubahan yang terjadi di bidang demografi, makro ekonomi, dan teknologi makin menambah beban bagi perusahaan, sehingga perusahaan perlu melihat manajemen SDM sebagai prioritas bisnis dan eksekutif senior perlu menginvestasikan waktu dan perhatian untuk menciptakan strategi untuk menarik, memotivasi, dan mempertahankan SDM. Strategi tersebut akan berhasil jika mengembangkan SDM berlangsung di semua level, mengembangkan sejumlah nilai yang ditawarkan pada karyawan, serta meningkatkan peran dan kemampuan HR.

70

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Konsep The War for Talent sebaiknya perlu diubah perspektifnya. Sebab sukses berasal dari tim, bukan superstar. Seorang Michael Jordan sendirian tidak bisa membawa Chicago juara. Kunci dari keberhasilan individu adalah sistem dan supervisor. Sistem menjadi karakteristik perusahaan, bahkan dalam perusahaan yang jelek, ada supervisor yang bagus yang memimpin tim dengan produktivitas dan moral yang tinggi. Selain itu konsep ini juga menjadikan peran untuk mengembangkan kemampuan karyawan dalam proses manajemen internal berubah menjadi perang untuk menarik dan mempertahankan karyawan. Kunci dari semua itu adalah komitmen dan kesadaran yang mendalam bahwa karyawan adalah sumber daya terbesar yang merupakan keunggulan kompetitif. Kini bukan saatnya lagi untuk perang. Kini saatnya kita saling berkolaborasi dan bergandengan tangan. (Editor: mry)

referensi Sutton, Robert (2007) The War for Talent Is Back, http://blogs.hbr.org/ sutton/2007/04/the_war_for_talent_is_ back.html Guthridge, Matthew ; Komm, Asmus B. ; Lawson, Emily (2008), Making talent a strategic priority, The McKinsey Quarterly Gordon, Bennett (2009) Newspapers, Journalism Schools Struggle Toward Digital, http://www.utne.com/ Media/Newspapers-JournalismS c h o o l s - S t r u g g l e - To wa rd - D i g i ta l . aspx#ixzz1IioCFP3v

Y. Widodo

Peminat new media, pengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

71


feature

feature

Mencetak Artis Idola Talenta di Industri Musik Oleh: Chico Hindarto

Setelah program televisi reality show bernama Pop Idol dimulai pada 5 Oktober 2001 di jaringan televisi Inggris, gejala pencarian talenta di bidang seni yang dipertontonkan ke pemirsa televisi menjadi marak.

T

urunan dari program Pop Idol adalah American Idol, yang saat ini sudah memasuki musim yang ke10, sangat dikenal sebagai ajang pencarian talenta penyanyi. Fenomena pencarian talenta penyanyi melalui sebuah program televisi ini meluas ke talenta yang lain, seperti menari, memasak, sulap, dan lain sebagainya. Sejatinya, pencarian talenta adalah kegiatan yang rutin dilaksanakan di industri hiburan. Sebelum reality show menggejala, pencarian talenta ini dilakukan secara tertutup, yang disebut sebagai audisi. Pada industri musik, secara spesifik pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh bagian yang disebut sebagai Artist & Repertoire (A&R). Bagian ini merupakan kekhasan industri musik yang tidak dijumpai di industri lainnya. Tugas utama bagian A&R adalah mengelola proses rekaman artis yang dikontrak oleh perusahaan rekaman, mencari artis baru sebagai tambahan atau pengganti artis yang sudah ada, dan mencari karya lagu untuk para artis. Sumber untuk mencari talenta atau karya lagu ini dilakukan secara aktif dan pasif. Cara aktif dilakukan dengan mencari talenta baru dari berbagai sumber, seperti: tempat pertunjukan, referensi personal, studio latihan musik, browsing internet, kursus musik, dan penyelenggaraan event pencarian talenta. Ketika perusahaan rekaman sudah dikenal dan terbukti berhasil memproduksi album rekaman artis, mereka lebih cenderung menggunakan cara pasif, yaitu dengan menerima demo rekaman dari calon artis.

72

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Dengan kemajuan teknologi rekaman, proses rekaman dimungkinkan untuk dilakukan secara lebih masif. Kemudahan rekaman digital mampu mempersingkat proses rekaman dengan kualitas yang profesional. Kemajuan rekaman ini juga memungkinkan adanya polesanpolesan pada saat pasca rekaman untuk menyempurnakan kekurangan pada saat rekaman. Bukan rahasia lagi kalau hasil rekaman menjadi lebih baik daripada aslinya setelah melalui proses pengoreksian dan penyuntingan. Pembuktian seberapa baiknya seorang vokalis atau kelompok musik adalah ketika mereka tampil live. Industri Musik dan Manajemen Bagaimana industri musik menyaring dan mengembangkan talenta? Apa relevansi pola di industri musik dengan manajemen secara umum? Meskipun berbeda konteks industri, ada beberapa hal yang bersifat umum dalam hal manajemen industri musik, sehingga dapat berlaku juga pada industri di luar musik. Pembahasan berikut lebih berfokus pada kriteria yang digunakan industri rekaman dalam menyeleksi artis dan relevansinya dengan manajemen secara umum. Pada industri rekaman musik, terdapat empat kriteria untuk memilih talenta baru yang akan diorbitkan menjadi artis rekaman di bawah naungan perusahaan rekaman tertentu. Kriteria tersebut terurai berikut ini:

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

73


feature

feature

GAGASAN • Pencarian talenta adalah kegiatan yang rutin dilaksanakan di industri hiburan. • Ada beberapa hal dalam hal manajemen talenta di industri musik, berlaku juga pada industri di luar musik. • Ada empat kriteria yang dipertimbangkan dalam menyeleksi talenta dalam industri musik: kemampuan, karya lagu, konsep dan sikap. • Pengembangan talenta dalam perusahaan pada umumnya bisa mengacu pada kriteria manajemen talenta di industri musik: mengasah kemampuan, karya dan kinerja, sikap dua sisi dan sikap pendukung kinerja.. KEYWORDS: talent management, industri musik, reality show, manajemen perusahaan.

Kemampuan. Untuk mengetahui bagaimana keterampilan dan pengetahuan teknik bermusik, talenta dalam memainkan instrumen atau menyanyi dengan benar. Kemampuan ini bisa diperoleh secara otodidak atau melalui jalur pendidikan musik. Pembentukkan kemampuan ini dapat berdasarkan minat individu atau dorongan dari pihak lain. Selain vokal, instrumen lain yang umum menjadi pilihan adalah gitar, piano, dan drum. Gitar diperluas dengan gitar bass, piano dengan piano elektrik atau keyboard, dan drum dengan perkusi. Selain ketiga instrumen ini, ada yang dikategorikan sebagai instrumen solo, seperti: flute, biolin, dan saxophone. Ada juga musik instrumental yang tujuannya memberikan nuansa, seperti: instrumen perkusi. Perkembangan teknologi juga melahirkan kemampuan baru, seperti talenta pada musik-musik elektronik. Karya lagu. Lagu merupakan produk yang dijual oleh industri rekaman. Ketika lagu diputar di mana-mana, popularitas lagu tersebut semakin meningkat. Menariknya, talenta yang punya kemampuan bermusik yang baik, belum

74

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

tentu dapat membuat lagu yang laku di pasar. Maka bisa jadi sebaliknya, talenta yang memiliki kemampuan sekadarnya, dapat membuat lagu yang direspon baik oleh pasar. Dua komponen inti pada lagu adalah notasi dan lirik. Supaya lagu tampil lebih menarik, sering dilibatkan juga music arranger, yang memperindah lagu dengan aransemen. Pada beberapa kondisi, music arranger disupervisi oleh album producer sebagai pengarah musik secara keseluruhan di album tersebut. Untuk penyanyi yang tidak mampu membuat karya, bagian A&R akan mencari lagu dari penulis lagu atau publishing. Ketika lagu yang diinginkan diperoleh, bagian A&R akan melakukan kontrak dengan penulis lagu atau dengan pihak publishing. Lagu yang dipilih disesuaikan dengan karakter suara penyanyi. Pemilihan lagu juga akan mengacu kepada konsep yang dibangun untuk artis tersebut.

diperhatikan secara detail. Demikian juga proses pasca rekaman, seperti: penyuntingan, mixing, dan mastering. Konsep yang dipilih dapat melebar dari sekadar penggarapan musik, seperti desain grafis sampul album rekaman, gaya berpakaian, pembuatan video clip, atau adanya keterkaitan dengan fenomena lain. Harus ada keselarasan antara konsep musik dengan perluasannya. Sikap. Keberhasilan rekaman musik adalah hasil kerja bersama para artis, bagian A&R, penunjang produksi, bagian pemasaran, konsumen, media massa, dan penyelenggara event musik. Kriteria ini menitikberatkan pada bagaimana seorang artis atau kelompok musik membangun hubungan yang harmonis dengan berbagai pihak lain. Pentingnya pemenuhan kriteria ini adalah untuk menempatkan artis atau kelompok musik sebagai pribadi yang positif di mata pihak lain.

Keempat kriteria ini merupakan hal yang masuk ke ranah yang bisa dikendalikan oleh divisi A&R ketika melaksanakan proses rekaman. Pada awal A&R melakukan audisi, hal yang bisa menjadi kriteria untuk menerima atau menolak adalah kemampuan, karya lagu, dan sikap. Kriteria konsep, biasanya belum diketahui dengan jelas di awal perjumpaan antara A&R dengan calon artis. Kalaupun konsep tersebut ada, biasanya masih berupa konsep dari gaya musiknya. Jika calon artis yang belum rekaman sudah memiliki pengikut dan sering tampil, konsep yang mereka ajukan biasanya sudah terbukti keberhasilannya. Selain keempat kriteria tersebut ada faktor eksternal yang berada di luar kekuasaan perusahaan rekaman. Perusahaan hanya memberikan tawaran kepada pasar berupa alternatif karya lagu dari artis rekaman mereka. Kondisi eksternal yang tidak terkendali ini

Konsep. Untuk membedakan antara artis satu dengan lainnya, diperlukan pemikiran mengenai konsep yang akan dilekatkan pada artis atau kelompok musik. Peranan album producer dalam hal ini adalah memperkuat konsep dari segi musiknya. Sesi rekaman instrumen perlu

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

75


feature

feature

tes praktik. Untuk mengembangan kemampuan karyawan, dilakukan pendidikan dan pelatihan.

76

dapat mengakibatkan album rekaman berhasil atau gagal di pasar. Seperti hasil karya lainnya, musik sifatnya subjektif. Hal yang sering diperdebatkan adalah pihak mana yang menjadi penentu pasar: apakah selera konsumen yang mengondisikan perusahaan rekaman atau perusahaan-perusahaan di industri rekaman yang menentukan pasar. Selera musik masyarakat dipicu oleh tren musik internasional, kondisi masyarakat, frekuensi pertunjukan musik, kemajuan teknologi yang memudahkan akses untuk mendapatkan karya musik, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut berada di luar kendali perusahaan rekaman.

menggunakan film sebagai soundtrack sinetron atau film, dan masuk ke media rekam lain seperti ringback tone). Pada beberapa kondisi, langkah yang diambil terbukti mampu menggeser arah industri musik secara radikal. Contohnya adalah pergeseran penjualan hasil rekaman secara fisik ke format ringback tone atau penjualan karya musik secara digital.

Meskipun industri rekaman jarang menggunakan skenario-skenario, hal yang sering dilakukan ketika terjadi kondisi yang tidak menguntungkan adalah memanfaatkan momentum. Langkah yang dipilih ini dapat tetap berbasiskan pada industri musik spesifik (seperti: membuat album kompilasi) atau melebar ke industri lain (seperti:

Mengasah kemampuan. Hal yang dapat dikaitkan dengan kemampuan adalah keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) yang dimiliki oleh talenta. Latar belakang pendidikan dan pelatihan yang dimilikinya akan mempengaruhi tingkat kemampuannya. Penggalian kemampuan dapat dilakukan dengan cek latar belakang, tes psikologis, dan

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Mengelola Talenta; Belajar dari Industri Musik Keempat kriteria tersebut dapat pula diaplikasikan bagi perusahaan di luar perusahaan rekaman dalam memilih dan mengembangkan talenta karyawan.

Karya dan kinerja. Jika di industri musik output artis adalah karya berupa lagu, maka untuk talenta di perusahaan hasilnya disebut sebagai kinerja. Karena lagu merupakan karya yang sifatnya subjektif, maka sulit untuk diukur. Sedangkan kinerja dapat diukur secara objektif dengan menggunakan pengukuran berbasis numerik, seperti mata uang, waktu, unit, dan lain sebagainya. Jika ternyata karyawan tidak mampu memberikan kinerja yang diharapkan karena keterbatasan kemampuannya, maka dapat disiasati dengan merekrut karyawan baru, melakukan pendelegasian, mempekerjakan karyawan kontrak, atau melakukan alihdaya (outsourcing). Konsep dari dua sisi. Dalam kasus perusahaan, karyawan dapat membentuk konsep dari dua sisi: pembangunan konsep diri oleh karyawan di satu sisi dan penyelarasan diri dengan kebudayaan perusahaan di sisi yang lain. Karyawan akan memiliki personal branding yang mencirikan dirinya, sekaligus membawa ciri perusahaan tempatnya bekerja ketika berhubungan dengan pihak luar. Sikap pendukung kinerja. Kualitas individu selain pengetahuan dan keterampilan adalah sikap (attitude). Pemenuhan kriteria ini akan memperlancar hubungan karyawan dengan individu lain, sekaligus bisa menjadi pendukung untuk meningkatkan kinerja.

faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan. Pada kondisi yang mirip, dimungkinkan ada talenta yang berhasil mengoptimalkan kinerjanya, tapi ada juga yang gagal. Contoh faktor di luar kuasa perusahaan: adanya perubahan kondisi perekonomian yang mengakibatkan tidak tercapainya sasaran individu, bergesernya kondisi sosial yang mempengaruhi sikap individu terhadap pekerjaan, atau kemajuan teknologi yang membuat mesin dapat menggantikan peran manusia. Oleh karena itu, perusahaan dalam memilih dan mengembangkan talenta memiliki dasar-dasar asumsi disertai dengan penetapan skenarioskenario dalam rangka mengantisipasi perubahan. Hal yang juga kerap dilakukan oleh perusahaan adalah mencoba lebih lentur menghadapi perubahan dengan memanfaatkan kondisi dan momentum yang ada sebagai suatu peluang. Meskipun tidak seluruh kriteria talenta di industri musik kontekstual pada kondisi perusahaan pada umumnya, namun keempat kriteria tersebut dapat digunakan sebagai sudut pandang yang lebih segar bagi mereka yang terlibat dalam pemilihan dan pengembangan talenta. Bayangkan talenta di perusahaan adalah seorang artis musik yang akan diorbitkan. Kemungkinan menempatkan diri sebagai juri pada program idol di televisi, akan lebih menyenangkan bagi para pencari dan pengelola talenta di perusahaan. (Editor: mry)

Chico Hindarto

Pengamat musik, pernah terlibat di industri rekaman dan pertunjukan musik.

Seperti halnya pada industri musik, pada perusahaan umumnya juga terdapat

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

77


NE W

NE W

venture

venture

P

ada bulan Agustus 1990, IBM sedang mencari apa yang kita sebut sekarang sebagai sistem operasi untuk mesin yang sekarang kita kenal dengan “home computer.” IBM datang menemui Bill Gates yang saat itu baru saja mendirikan Microsoft bersama Paul Allen. IBM sendiri datang berkat referensi yang diberikan Mary Gates (ibu dari Bill Gates) kepada John Opel (CEO dan Chairman IBM). Mary Gates sendiri adalah aktivis community service di Seattle yang sangat berpengaruh. Ia menjadi presiden pertama perempuan yang memimpin United Way of King County dan kemudian menjadi anggota komite United Way tingkat nasional. Inilah yang membuat Mary mempunyai lingkup pergaulan eksekutif besar –termasuk eksekutif IBM.

Sukses Berbisnis Keberuntungan atau Kerja Keras? Oleh: Nofie Iman Para pebisnis tidak mungkin tidak merasa “iri” pada kesuksesan Bill Gates. Ia mendapatkan segalanya dalam tempo singkat secara relatif mudah. Pertanyaannya ia mendapatkan hasil karena kecerdasan dan kerja kerasnya? Ataukah ia hanya sekadar beruntung?

78

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Ketika eksekutif IBM datang menghampiri, Gates mengatakan bahwa ia tidak mampu memberikan sistem operasi yang diminta. Ia malah mereferensikan Gary Kildall, seorang programmer dari Digital Research Inc. Sayangnya, negosiasi antara Kildall dengan pihak IBM tidak berjalan lancar karena istri Kildall tidak setuju dan tidak ada kata sepakat untuk menandatangani nondisclosure agreement yang diajukan oleh IBM. Setengah putus asa, IBM kembali menghampiri Gates melalui Jack Sams. Menanggapi permintaan Sams, Gates menjawab, “Do you want to get... [that operating system], or do you want me to?” Tanpa berpikir panjang dan mempertimbangkan implikasinya, Sams menjawab seadanya, “By all means, you get it.” Gates kemudian membeli sistem operasi yang sebenarnya sudah ada di pasaran waktu itu dengan harga sekitar

US$ 50,000, membuat sedikit modifikasi, mengubah namanya menjadi DOS (disk operating system), lalu menjualnya kepada IBM. Tanpa memikirkan potensi keuntungan dari sistem operasi baru tersebut, IBM membeli lisensi per kopi dengan harga murah dan membiarkan Gates memegang hak ciptanya. Sekarang kita semua tahu DOS (dan Windows) membuat Bill Gates menjadi seorang miliarder. Seandainya Kildall saat itu bersedia bekerja sama dengan IBM atau seandainya IBM hanya membeli putus software tersebut, mungkin sekarang dunia tidak akan pernah tahu siapa itu Bill Gates. Memisahkan Skill dari Luck Sebenarnya sangat mudah untuk menunjukkan apakah suatu aktivitas mengandung unsur skill atau luck. Apabila Anda bisa dengan sengaja membuat diri Anda kalah, maka unsur skill sangat dominan di dalamnya. Sebaliknya, bila Anda tidak bisa dengan mudah membuat sengaja diri Anda untuk kalah, maka aktivitas tersebut sangat didominasi unsur luck. Sebagai contoh, ketika bermain catur, Anda dengan mudah melakukan bunuh diri dengan menggerakkan bidak catur Anda agar dimangsa oleh lawan. Sebaliknya, ketika misalnya Anda bermain suit (rock-paperscissors atau batu-kertas-gunting), Anda tidak bisa dengan sengaja membuat diri Anda kalah. Dengan demikian terlihat bahwa permainan catur didominasi oleh faktor skill sedangkan permainan suit didominasi oleh faktor luck. Kebanyakan aktivitas bisnis dan investasi yang kita lakukan tidak benar-benar 100% murni karena faktor skill atau

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

79


NE W

NE W

venture

venture GAGASAN • “Performance quotient” mengukur seberapa baik pencapaian kesuksesan kita dalam berbisnis dan berinvestasi. • Assessment yang obyektif perlu memisahkan faktor kerja keras (skill) dan faktor keberuntungan (luck). • Kita bisa menggunakan kerangka streak, mean reversion, dan transitivity untuk melihat seberapa besar kontribusi skill dan luck dalam setiap aktivitas kita. • Perubahan transformatif memicu serangkaian peluang lain yang akan membawa kita ke pintu kesuksesan yang lebih tinggi lagi. KEYWORDS:

80

skill, luck, performance, measurement

luck semata. Umumnya, hasil yang kita peroleh merupakan kombinasi dari skill dan luck. Masalahnya, faktor manakah yang dominan di antara keduanya? Untuk itu kita perlu “memisahkan” antara skill dan luck agar dapat mengantisipasi hasil yang kita peroleh, memberikan petunjuk di manakah kita melakukan kesalahan, memberi feedback dengan tepat, serta memberikan framework untuk menentukan “best participant.” Dengan memisahkan kedua faktor tersebut, kita bisa melakukan proses pemikiran, pengambilan keputusan, dan hasil yang lebih baik lagi.

Analogi Olahraga Professor Thomas Powell dan koleganya (Strategic Management Journal 2003, 2005) menggunakan analogi olahraga (sports) dan bisnis untuk melihat sejauh mana faktor skill dan luck berperan dalam menghasilkan outcome. Ia sepakat bahwa distribusi kinerja dalam dunia bisnis secara statistik tidak bisa dibedakan dari distribusi kinerja di domain lain (nonbisnis). Umumnya, faktor luck dapat tergambar dalam bentuk distribusi yang normal. Namun, dalam beberapa kasus, faktor luck tidak selalu terlihat demikian adanya.

Perlu dicatat bahwa setiap aktivitas yang mengandung unsur skill dan luck pasti menunjukkan adanya reversion to the mean. Reversion to the mean adalah fenomena statistik yang menunjukkan bahwa suatu kejadian yang ekstrim kemungkinan besar akan diikuti oleh kejadian lain yang kurang ekstrim (Samuel, 1991). Dengan demikian, skill dan luck bisa digambarkan dengan dua buah kurva seperti terlihat pada Gambar 1 : skill saja tanpa luck, campuran antara skill dan luck, dan luck saja tanpa skill sama sekali.

Pertama, makin tinggi jumlah sampel membuat kita bisa lebih mudah menilai luck seseorang. Makin banyak seorang pemain baseball membuat pukulan, kita bisa lebih mudah menilai seberapa baik skill pemain tersebut. Seorang trader yang melakukan jual-beli saham secara rutin lebih mudah dinilai kemampuannya daripada investor yang hanya buy-hold saham sesekali. Kedua, tingkat kompetisi juga mempengaruhi peran luck. Kita berhadapan pada paradoks ketika skill seseorang makin tinggi dan seragam, luck menjadi determinan yang lebih

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

Gambar 1: Distribusi Skill dan Luck Sumber: Mauboussin (2010)

besar dalam menentukan hasil. Seperti seorang pelari atletik, makin tinggi skill mereka, maka selisih jarak/waktu antara pemenang dan pecundang menjadi sangat tipis. Di sinilah faktor luck menjadi sangat berperan. Seorang atlit sendiri memiliki kurva skill mereka masing-masing. Di fase awal, skill individu yang dimilikinya akan bergerak naik seiring dengan meningkatnya kemampuan fisik dan pengalamannya. Namun, sampai pada titik tertentu, skill akan mengalami penurunan seiring dengan penambahan umur degradasi fisik. Pada aktivitas kognitif seperti catur atau sains, puncak tertinggi skill individu seseorang ada di usia 30-an, sementara untuk aktivitas kreatif seperti penulis, sejarawan, atau filsuf, menggapai titik tertingginya di usia 40-an dan 50-an. Skill juga bisa terdilusi oleh ukuran. Sebagai contoh, manajer investasi yang banyak melakukan akuisisi atau mengelola dana investasi yang banyak akan membuatnya lebih sulit dalam bergerak dan menghasilkan return tinggi karena dana kelolaannya makin besar. Menariknya, luck tidak hanya melulu soal kita melawan kompetitor kita. Dalam beberapa hal, kita akan terlibat dalam pari-mutual system di mana kita bertaruh melawan taruhan kolektif yang dipasang oleh kompetitor kita. Ambil contoh taruhan dalam pacuan kuda. Seberapa besar keuntungan (atau kerugian) yang

kita terima bergantung pada bagaimana dan seberapa besar taruhan yang ditempatkan oleh kompetitor kita. Kita tidak menghasilkan keuntungan dengan menjadi petaruh yang lebih pintar daripada lawan kita. Kita menghasilkan keuntungan ketika secara kolektif lawanlawan kita salah memasang taruhan. Pendek kata, Anda bertarung melawan kerumunan (wisdom of crowds). Umumnya, crowd jauh lebih pintar daripada individu dalam crowd tersebut—walau tidak selalu berlaku demikian. Fenomena semacam inilah yang terlihat jelas dalam investasi saham. Selain itu, sebagai sebuah proses sosial, faktor luck juga bisa melemahkan kontribusi dari faktor skill. Ketika seorang individu memberikan penilaian (judgment) terhadap suatu produk (misal lagu, buku, film, atau bahkan saham), ia akan mempengaruhi opini dari individu yang lain. Ketika sejumlah opini telah melewati batas tertentu (tipping point), produk tersebut akan menjadi sangat populer. Dalam konteks ini, kontribusi antara skill (atau kualitas) terhadap kesuksesan secara komersial menjadi sangat longgar. Inilah yang menyebabkan musik band-band melayu (misal Wali, ST12, Kangen Band) menempati peringkat unduh ring back tone (RBT) tertinggi. Inilah juga yang menyebabkan saham-saham yang secara fundamental kurang baik (misal Bakrie grup) tapi “digemari” para trader.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

81


NE W

NE W

venture

venture

Bisnis

Investasi

Streaks

Ada bukti kuat bahwa streak terjadi dalam olahraga yang mengkombinasikan skill dan luck.

Beberapa perusahaan menikmati periode di mana excess return melampaui apa yang diperkirakan dalam model null.

Long streaks dalam hasil investasi reksadana muncul lebih sering daripada yang diperkirakan dalam model null.

Mean Reversion

Ada bukti solid bahwa mean reversion terjadi dalam olahraga tim, namun lebih jarang terjadi dalam olahraga individu.

Terlihat adanya mean reversion sepanjang waktu.

Mean reversion yang kuat terlihat pada hasil investasi dalam reksadana, gaya investasi, dan kelas aset yang berbeda.

Transitivity

Tabel 1. Memetakan Skill dan Luck dalam Olahraga, Bisnis, dan Investasi Olahraga

Terkadang pertandingan olahraga tidak menunjukkan adanya transitivity. Strategi yang digunakan lebih berperan.

Strategi yang berbeda berlaku pada situasi ekonomi yang beragam. Ada kondisi/ atribut tertentu. Ada disruptive innovation.

Strategi yang berbeda berlaku pada situasi ekonomi yang beragam.

Sumber: Diadopsi dari Mauboussin (2010)

Kendati demikian, perlu juga diwaspadai bahwa ada beberapa perbedaan mendasar antara olahraga, bisnis, dan investasi. Dalam olahraga, pemain (atau tim) bersaing satu sama lain dan ada interaksi satu lawan satu (one-on-one) yang akan mempengaruhi hasil (menang atau kalah). Dalam bisnis, perusahaan bersaing dengan perusahaan yang lain dan adanya profit akan mengundang perusahaan lain untuk masuk sehingga makin meningkatkan tingkat kompetisi. Dalam investasi, investor tak hanya harus mengungguli rivalnya tetapi juga harus jauh meninggalkan kerumunan (crowd) investor yang lain. Framework Pemetakan Berkaca dari uraian di atas, kita bisa melakukan dekomposisi untuk mengukur

82

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

kinerja dengan sebelumnya memisahkan antara faktor luck dan skill. Syaratnya, harus ada statistik yang mengukur sesuatu di mana individu memiliki kendali atas variabel tersebut dan sifatnya konsisten dari waktu ke waktu. Kedua, pengukuran tersebut seharusnya memiliki keterkaitan langsung terhadap hasil. Oleh karena itu, kita bisa menggunakan tiga parameter seperti terlihat pada Tabel 1 : streak, mean reversion, dan transitivity. Streak adalah kesuksesan atau kegagalan yang terjadi secara berkelanjutan (consecutive). Streak yang terjadi dalam jangka panjang (long streak) adalah kombinasi antara skill yang hebat dibalut dengan luck yang tinggi. Streak terjadi ketika ekor sisi kanan dari distribusi skill dikombinasikan dengan ekor

sisi kanan dari distribusi luck. Faktor luck saja atau faktor skill saja tidaklah cukup untuk bisa mewujudkan long streak. Tidak semua pemain dengan skill hebat bisa melakukan streak— tapi semua long streak pasti dilakukan oleh pemain dengan skill yang hebat. Dalam ranah bisnis, Raynor et al. (2009) menganalisa kinerja lebih dari 20.000 perusahaan dalam rentang waktu 19652005 menggunakan indikator return on assets (ROA). Mereka menemukan adanya banyak perusahaan yang menunjukkan kinerja superior—bukan sekadar keberuntungan secara random walk semata. Hal ini mengindikasikan bahwa tindakan manajemen (skill) berpengaruh dalam menghasilkan outcome. Sayangnya, peneliti belum berhasil merumuskan secara pasti akar karakter apa saja yang berbuah pada kinerja yang superior tersebut. Dalam dunia investasi, data ICI 2009 menunjukkan bahwa dari 170 reksadana di tahun 1965 hingga saat ini, rata-rata 40% di antaranya mengalahkan return dari pasar secara

keseluruhan dengan standar deviasi 20%. Menariknya, peneliti menemukan bahwa ada sejumlah reksadana yang rutin melakukan streak—bukan sekadar random walks. Mereka juga menemukan bahwa reksadana yang melakukan streak tersebut juga memiliki “batting average” atau persentase kesuksesan melampaui return dari pasar (benchmark) dibanding kebanyakan reksadana yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa streak tak hanya terjadi pada olahraga, tetapi juga pada bisnis dan investasi. Reversion to the mean memberikan indikasi kepada kita tentang seberapa besar kontribusi skill dan luck. Skill yang tinggi membuat outcome menjadi lebih menonjol karena good luck maupun bad luck tidak cukup kuat untuk mempengaruhi hasil. Ketika skill menghilang dari suatu aktivitas, maka distribusi luck akan mengambil alih dan membuat reversion to the mean menjadi lebih rapid. Singkatnya, Anda bisa melihat skill sebagai turunan dari proses reversion tersebut untuk aktivitas yang mengombinasikan antara skill dan luck. LeBron James mungkin akan melewati masa-masa “suram”

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

83


NE W

NE W

venture

venture

dalam menembak bola ke dalam ring, namun ia tidak akan melewati ambang bawah rata-rata karena pada dasarnya skill James sudah cukup tinggi. Kinerja suatu perusahaan juga menggambarkan adanya proses reversion to the mean. Skill bisa diartikan sebagai keunggulan kompetitif yang memungkinkan perusahaan menghasilkan return on capital melebihi cost of capital-nya. Sama dengan atlit, perusahaan juga bergerak mengikuti lifecycle—ketika industri menjadi mature, skill perusahaan akan menurun, dan persaingan bergerak menuju efisiensi yang optimal. Pada akhirnya, bisnis yang mature akan menjadi bisnis yang kompetitif, tidak ada barrier to entry, dan juga tidak ada excess return di dalamnya. Reversion to the mean berlaku juga dalam hal investasi. John Bogle menemukan bahwa reksadana best performer di tahun 2000 akan menunjukkan excess return nol di tahun 2009. Ia menyimpulkan bahwa dikarenakan investasi mengandung dosis randomness yang cukup tinggi, maka reversion of the mean terlihat sangat jelas di dalamnya. Yang perlu dipertimbangkan dalam berinvestasi adalah: adanya kombinasi skill dan luck dalam setiap keputusan investasi; seberapa ekstrim hasil yang diperoleh dibandingkan rata-rata pasar, dan; ekspektasi yang tercermin dalam harga aset. Ketiga hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan karena hambatan yang bersifat psikologis maupun institusional. Degree of transitivity adalah pendekatan yang berbasis pada kompetisi. Idealnya,

84

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

yang terbaiklah yang selalu menang. Namun, realitanya tidaklah selalu demikian. Manchester United menang lawan Chelsea. Chelsea menang lawan Arsenal. Tetapi Manchester United bisa kalah dari Arsenal. Dus, tim manakah yang terbaik akan tergantung pada situasi pertandingan yang terjadi dan tidak bisa disimpulkan manakah tim terbaik dari ketiga tim tersebut di atas. Aturan umum yang terjadi adalah transitivity cenderung akan menurun seiring dengan meningkatnya kompleksitas interaksi. Disruptive innovation adalah contoh konkret terjadinya transitivity dalam bisnis. Disruptive innovation memperlihatkan bahwa perusahaan yang didukung oleh manajemen terbaik dan sumberdaya tak terbatas bisa dikalahkan oleh “disruptors”—perusahaan yang jauh lebih kecil, dengan produk yang inferior, dan sumberdaya yang terbatas. Para disruptor ini masuk ke pasar kelas bawah yang tidak profitable dan juga tidak diminati pesaing. Namun, setelah menguasai kelas bawah ini, disruptor perlahan-lahan bergerak menguasai kelas pasar di atasnya. Strategi lain, disruptor memperkenalkan produk yang belum pernah ada sebelumnya tetapi pada akhirnya ikut menggerus pasar yang dikuasai oleh pesaing. Sebagai contoh, Nintendo Wii diperkenalkan sebagai console game yang belum ada pasarnya (nonconsumption), namun perlahan malah menggerus pasar yang dikuasai Sony’s Playstation dan Microsoft’s Xbox. Transitivity juga terjadi di industri investasi. Sebagai contoh, ketika Anda mengelola saham-saham kapitalisasi kecil (small cap), akan ada saat di mana

saham-saham Anda melampaui kinerja saham-saham berkapitalisasi besar (large cap) dan Anda tidak perlu melakukan apapun untuk mencapai “prestasi” itu. Penelitian menunjukkan ketika large cap mengungguli small cap, maka manajer investasi yang aktif akan terlihat seolah sedang mengalami kesulitan. Sebaliknya, ketika small cap mengungguli large cap, manager yang aktif akan terlihat lebih moncer dari biasanya. Senada dengan dunia olahraga maupun bisnis, transitivity di dunia investasi menunjukkan bahwa strategi yang berbeda akan memenangkan Anda dari satu kompetisi menuju medan kompetisi yang lain. What Can We Learn? Studi menunjukkan bahwa faktor “skill” berperan besar dalam kesuksesan kita dalam berbisnis dan berinvestasi. Untuk membuat penilaian yang lebih obyektif, kita perlu memisahkan antara faktor skill dan luck dalam setiap aktivitas bisnis dan investasi kita. Paul Samuelson, peraih nobel ekonomi dan pendukung teori market efisien, mengatakan, “People differ in their heights, pulchritude, and acidity. Why not their P.Q. or performance quotient?” Streaks, reversion to the mean, serta transitivity dapat kita gunakan untuk mengukur seberapa besar “performance quotient” kita dalam berbisnis dan berinvestasi. Jangan tergesa-gesa bersikap jumawa atas pencapaian kita—bisa jadi prestasi tersebut sematamata karena luck, bukan karena skill. Bagi perusahaan atau individu yang sukses, faktor luck mungkin tidak banyak mengubah jalan hidup mereka, tetapi hasil yang mereka dapatkan sesungguhnya all about skill.

Pelajaran yang bisa kita ambil adalah jangan takut untuk membuat perubahan dramatis dalam bisnis dan investasi. Seperti kata Thomas Watson (IBM), “If you want to succeed, double your failure rate.“ Mereka yang besar adalah mereka yang tak hanya punya skill tinggi tetapi juga berani melakukan perubahan yang berisiko—kadang berhasil, kadang gagal. Perubahan transformatif itulah yang akan memicu serangkaian peluang lain yang akan membawa kita ke pintu kesuksesan yang lebih tinggi lagi.

referensi Feltovich, P.J., Ford, K.M., and Hoffman, R.(1997). Expertise in Context: Human and Machine. Massachussetts: The MIT Press. Gladwell, M. (2002) The Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference. New York: Back Bay Books. Mauboussin, M.J. (2010) Untangling Skill and Luck: How to Think About Outcomes— Past, Present, and Future. Legg Mason Capital Management. Mlodinow, L. (2008) The Drunkard’s Walk: How Randomness Rules Our Lives. New York: Pantheon. Raynor, M.E., Ahmed, M., and Henderson, A.D. (2009) “Are ‘Great’Companies Just Lucky?” Harvard Business Review, April 2009, 18-19. Smith, R. (2009) The Leap: How 3 Simple Changes Can Propel Your Career from Good to Great. New York: Portfolio Hardcover.

Nofie Iman

Pengajar di Prasetiya Mulya Business School - Kampus BSD, penulis buku bidang wirausaha dan keuangan

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

85


NE W

NE W

venture

venture

pertumbuhan

14%

.

Adapun

leading

Pemerintah

China

sendiri

sebenarnya

sector nya adalah Industri design, yang

belum melakukan pengklasifikasian khusus

menyumbang 59% dari total ekspor dunia.

terhadap industri kreatifnya. Namun, dari

Kategori yang termasuk dalam industri ini

klasifikasi industri kreatif yang dibuat

adalah interior, fashion, graphic, jewelry dan

oleh Zhang (2007), terdapat 42 subsektor,

toys. Peringkat kedua disusul oleh industri

termasuk

Publishing dengan kontribusi 11,8%.

Dari klasifikasi tersebut , Zhen Yi (2008),

subsektor

telekomunikasi.

mengestimasi kontribusi industri kreatif di

Daya Tahan Oleh: Ruth Elisabeth Tobing

Industri kreatif kini menjadi ‘primadona’ di pasar dunia. Mampu menghasilkan 406 triliun dolar AS lebih dan mencetak pertumbuhan yang lebih besar dari pertumbuhan ekonomi dunia. Siapkah Industri kreatif kita mengambil peluang? umi kita semakin tua. Berusia miliaran

perdagangan dan inovasi serta kekuatan

tahun lebih, namun harus menampung

sosial.

populasi manusia sebanyak 6,7 miliar

orang, dengan pertumbuhan per tahun sebesar

Tahan Krisis

1,13%. Rasanya akan sulit untuk mencukupi

Ketika

kebutuhan penduduk dunia jika hanya

dunia tahun 2008 terjadi, perdagangan

mengandalkan pertumbuhan ekonomi yang

dunia menurun sebesar 12%. Namun, saat

rata-rata hanya 3% per tahun. Eksploitasi

perekonomian lesu, industri kreatif justru

sumber daya alam terus menerus, pasti tidak

mampu meraup 582 miliar dolar AS dari

akan mencukupi. Malahan bisa memperparah

transaksi perdagangannya serta mencetak

kerusakan alam.

pertumbuhan sebesar 14% per tahun.

krisis

ekonomi

dan

keuangan

Fantastis! Fakta ini membuktikan bahwa Dengan

mempertimbangkan

hal

itu,

muncullah paradigma baru pembangunan

industri kreatif cenderung tahan terhadap krisis.

ekonomi dunia yang mengandalkan human capital sebagai pendorong pertumbuhan

Dari data

ekonomi. Kreativitas, pengetahuan dan

Trade and Development (UNCTAD) 2010,

akses terhadap informasi dijadikan sebagai

perdagangan internasional dari barang

kunci memperbaiki standar hidup manusia.

dan jasa kreatif meningkat secara signifikan

Dengan demikian, ekonomi kreatif menjadi

pada dekade terakhir. Tahun 2008, tercatat

leading component

nilai dari ekspor perdagangan industri

pertumbuhan

86

dalam menciptakan

ekonomi,

tenaga

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

kerja,

tahun 2006 terhadap PDB yakni sebesar 512

produk industri kreatif terbesar, masih

miliar yuan, setara dengan 2,5% GDP.

didominasi oleh negara maju. Baru 3 negara

Industri Kreatif

B

Jika dilihat dari 10 teratas, negara pengekspor

United Nation Conference of

kreatif mencapai 592 miliar dolar AS dengan

berkembang yang mampu menembus 10

India

peringkat teratas, yakni China, Hongkong

Sejak

dan India. Dengan China sebagai leader.

gencar mempromosikan industri kreatif

Hal yang menarik, ternyata 40% dari total

sebagai

ekspor tersebut disumbang oleh negara-

kemiskinan

negara berkembang. Dengan demikian,

Ramanathan,2008).

pertumbuhan

diharapkan

metropolitan; Bombay, Delhi, Calcutta dan

kesenjangan

Madras dijadikan sebagai mesin penggerak

mampu

industri

ini

mempersempit

tahun

2008,

strategi di

pemerintah

untuk

mengentaskan

negaranya

kreatifnya.

India

(Sharada

Empat kluster kota

kesejahteraan antara penduduk negara

ekonomi

maju dan berkembang.

dan Teknologi merupakan industri yang

Industri

Informasi

berkembang pesat di negara ini. Terutama, Bertumbuh di Asia Pasifik

di kota Bombay yang mengekspor 30%

Industri kreatif bertumbuh di Asia Pasific

lebih software ke mancanegara. Di kota

dengan

lain, Bangalore tumbuh subur sejumlah

karakteristik

yang

cenderung

berbeda. Keunggulannya, dipengaruhi oleh

perusahaan

competitive

masing-masing

IT seperti Motorolla dan DELL. Industri

negara. Di kawasan regional ini, China,

kreatif lain yang juga berkembang pesat

AS dan India memegang peran penting

di sini adalah entertainment, education,

dalam

advantage

multinasional

di

bidang

Singapura

edutainment and infotainment dengan

dan Australia, strategis dalam pasar dunia.

industri film sebagai andalannya yang

Sementara,

menyumbang 22%. Industri film Bollywood

perdagangan Indonesia

dunia.

memilki

tenaga

yang paling berjaya sebagai pengekspor

potensial.

film ke mancanegara. Sejak tahun 2004, China

pemerintah India menggalakkan sosialisasi

Sejak 2006, industri kreatif berkembang

perlindungan hak cipta, terutama di bidang

pesat di China dengan mengembangkan

farmasi, kimia, bioteknologi dan IT. India

knowledge –based society. Hanya dalam

adalah sebagai top 10 eksportir di industri

waktu 3 tahun, 50 kluster industri kreatifnya

kreatif dunia.

berkembang

menjadi

200

kluster.

Pertumbuhan kluster terbesar terjadi di

Singapura

daerah pesisir, seperti Shanghai (75 kluster)

Sejak tahun 2000, industri kreatif telah

dan Beijing (21 kluster).

berkembang pesat di Singapura. Ciri khas industri kreatif yang berkembang di sini

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

87


NE W

NE W

venture

venture

Tabel 1 . Ekspor barang kreatif berdasarkan kelompok ekonomi, 2002-2008 (dalam juta dolar AS) World 2002 All creative industries Art Crafts Audiovisual Design New Media Performing Arts Publishing Visual Arts

2008

204,948 17,503 462 114,692 17,365 9,689 29,817 15,421

406,992 32,323 811 241,972 27,754 26,136 48,266 29,730

Developed Economies

Developing Economies

Transition Economies

2002

2002

2002

2008

127,903 8,256 425 60,967 11,422 8,947 25,970 11,916

22,7103 11,443 726 117,816 13,248 22,539 38,753 22,578

2008

75,835 9,202 35 53,362 5,908 698 3,157 3,474

176,211 20,715 75 122,439 14,423 3,323 8,138 7,097

Tabel 2. Top 10 eksportir industri kreatif di dunia Rank 2008

Negara

1 2 3 4

China United States Germany China, Hongkong SAR Italy United Kingdom France Netherlands Switzerland India

Nilai Ekspor (dalam juta dolar AS)

Rank 2002

2008 84,807 35,000 34,408 33,254

2002 32348 18557 15213 23667

1 3 6 2

Market Share % Growth Rate (%) 2008 2008 2003-2008 20.8 16.9 8.6 13.3 8.5 14.7 8.2 6.3

27,792 19,898 17,271 10,527 9916 9450

16517 13657 8999 3686 5141 -

4 7 9 15 11 -

6.8 4.9 4.2 2.6 2.4 2.3

2008 1,210 45 3 362 36 43 690 31

3,678 164 10 1,716 82 274 1,376 56

Sumber : UNCTAD, creative economy report 2010

adalah industri kreatif padat modal yang

4,85% per tahun. Juga, mampu menyerap

mengedepankan ide dan inovasi. Dari data

2,7% tenaga kerja, lebih tinggi dibandingkan

tahun 2000, industri yang memberikan

rata-rata industri lain sebesar 2%.

kontribusi terbesar terhadap PDB didominasi oleh 1) IT and software services (38 %) 2)

Kontribusi terbesar industri kreatif di

Advertising (17%) dan Architectural service

Negara ini dipegang oleh : 1) software

(14,5%). Nilai value added tertinggi per

development and interactive content (40%),

tenaga kerja disumbang oleh industri

5 6 7 8 9 10

9.7 6.5 10.2 11.6 13.5 15.7

Sumber : UNCTAD, creative economy report 2010

Tabel 3 . Top 10 negara eksportir di negara berkembang Rank

Negara

Nilai (dalam juta dolar AS) 2008

Market Share (%) 2008

Growth Rate (%) 2003-2008

1

China

84807

20.84

16.92

2) Architecture, design and visual arts (35%)

2

China, Hongkong SAR

33254

8.17

6.33

advertising (S $90.000) dan IT (S $80.000).

3)writing, publishing and print media (18%).

3

India

9450

2.32

15.70

Melesatnya industri kreatif ini membuat

Pemerintah Australia, sejak dulu tampaknya

4

Turkey

5369

1.32

14.96

pertumbuhannya secara rata-rata melebihi

sudah

peranan

5

Mexico

5167

1.27

9.13

pertumbuhan ekonominya total. Industri

hak paten dalam melindungi industri

6

Thailand

5077

1.25

10.31

kreatif bertumbuh sebesar 17,2% per tahun,

kreatifnya yang berbasis teknologi dengan

sedangkan pertumbuhan GDPnya hanya

membuat sistem Intellectual Property (IP)

7

Singapore

5047

1.24

5.99

mencapai 10,5% per tahun. Meskipun padat

yang terintegrasi. Tak heran jika banyak

8

United Arab Emirates

4760

1.17

44.77

modal, industri kreatif mampu menyerap

perusahaan kecil menengah di sana yang

9

Korea, Republic of

4272

1.05

1.05

tenaga kerja sebesar 3,8% dari total tenaga

sudah memilki hak paten.

10

Malaysia

3524

0.87

12.86

menyadari

pentingnya

Sumber : UNCTAD, creative economy report 2010

kerja. Strategis dalam memberikan multiplier effect ke dalam ekonominya. Selain itu,

Amerika Serikat

produknya juga bisa menguasai pasar dunia

Bagi AS, kunci percepatan pertumbuhan

UCS Chamber of Commerce). Itu sebabnya

di industri kreatif mencapai 66,727 dolar AS

. Terbukti, dengan masuknya Singapura ke

ekonomi kreatifnya adalah

kepemilikan

AS bisa masuk ke peringkat 2 negara

per tahun lebih tinggi dibanding rata-rata

peringkat 7 di antara Negara berkembang

hak paten. Industri kreatif yang mencetak

pengekspor produk industri kreatif terbesar

gaji tahunan pekerja di AS sebesar 49.828

pengekspor produk industri kreatif .

hak paten mampu mempekerjakan 18

di dunia.

dolar AS.

dari total nilai ekspornya. Bahkan, industri

Dari sisi primary effect, industri kreatif AS

Indonesia

Selain Inggris , Australia merupakan negara

berbasis hak paten

tersebut juga bisa

merupakan leading sector di AS dengan

Di Indonesia sendiri, industri kreatif baru

pioneer

industri

berkontribusi sebesar 40% terhadap total

kontribusi sebesar 11,12% terhadap PDB

mendapat perhatian 5 tahun belakangan,

Sejak 1996, industri kreatif di

PDB. Tak hanya berjaya di negaranya sendiri,

dan menyerap tenaga kerja sebanyak 133

seiring

pengembangan industri kreatif Indonesia

juta tenaga kerja serta menyumbang 50% Australia dalam

kreatifnya.

pengembangan

dibuatnya

cetak

biru

5,7% per

hak paten tersebut juga bisa megeruk

tahun. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi

untung di negara lain , yang bila ditotal

industri yang prestigious, karena dari sisi

oleh departemen perdagangan RI. Industri

dibanding pertumbuhan ekonominya sebesar

mencapai 5 triliun dolar AS (menurut data

gaji karena memberikan imbalan yang lebih

kreatif Indonesia didominasi oleh industri

besar dibanding industri lain. Rata-rata gaji

yang padat karya, yakni fashion, kerajinan

negara ini bertumbuh sebesar

88

dengan

juta orang. Di AS, industri kreatif merupakan

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

89


NE W

NE W

venture

venture

dan Desain. Data 2002-2008, menunjukkan

terbilang tinggi. Selama periode 2002-2008

adanya sinyal positif dari industri kreatif

pertumbuhannya menurun sebesar 0.2%.

Indonesia sebagai berikut :

Hal ini terjadi karena mayoritas perusahaan

Tabel 4 : Tabel Indikator Ekonomi Industri Kreatif Indonesia (2002-2008) Kriteria Kontribusi terhadap PDB Penyerapan tenga kerja Ekspor Jumlah perusahaan

dalam industri kreatif kita masih didominasi Pertama, peranan industri kreatif semakin

UKM yang baru bertumbuh. Sejumlah

penting. Hal ini terlihat dari kontribusinya

masalah terkait permodalan, networking

terhadap PDB yang

dan sumber daya manusia tak jarang

semakin signifikan,

yakni rata-rata 7,8% dari PDB. Setara dengan

membuat mereka harus gulung tikar.

belum memasukkan hasil dari banyak

Bersiap Menghadapi Globalisasi

usaha nonformal yang tidak tercatat dalam

Meskipun belum termasuk ke dalam 10

penghitungan PDB. Kontribusi terbesar

besar negara pengekspor produk industri

disumbang oleh 3 subsektor dominan, yakni:

kreatif, namun Indonesia dapat memegang

1. Fesyen (46,5%), 2. Kerajinan (24,1%), 3.

peranan penting di pasar dunia. Dari sisi

Desain (6,6%).

competitive advantage, beberapa industri kreatif Indonesia seperti fashion, kerajinan mengurangi

dan desain sudah mampu memasuki pasar

pengangguran. Industri kreatif memberikan

perdagangan dunia. Hal ini berarti, dari sisi

lapangan pekerjaan yang tidak sedikit.

kualitas produk Indonesia mulai dilirik oleh

Menyerap 7,3 juta orang (7,75 % dari

negara lainnya.

Kedua,

strategis

dalam

total lapangan kerja). Meskipun, dari sisi pertumbuhannya masih sangat fluktuatif.

Namun,

Penyumbang

terbesar

dunia, industri kreatif kita harus bersolek

masih didominasi oleh subsektor yang juga

memperkuat daya saingnya. Memperbaiki

memberikan kontribusi terbesar terhadap

mutu produk dengan terus menciptakan

PDB, yakni Fesyen (54,5%), Kerajinan (31%)

inovasi. Juga, berlomba membangun brand

dan Desain (5,7%).

yang kuat. Penting pula untuk mencari

lapangan

kerja

jika

ingin

memenangi

pasar

informasi, membangun networking serta Ketiga,

memberikan

sumbangan

devisa

capacity

dengan

yang besar. Dari sisi ekspor, peran industri

keterkaitan dengan internet utamanya.

ini sangat potensial. Pertumbuhan ekspor

Bisnis di industri kreatif harus semakin

rata-rata per tahun mencapai 12,2% dengan

dinamis untuk mengimbangi dinamisnya

kontribusi

pasar

terhadap

ekspor

nasional

dunia.

Tentunya

sangat

terkait

sebesar 9,22% yang setara dengan 79,6

dengan kualitas SDM yang memiliki skill

trilyun rupiah. Nilai ini disumbang oleh

kewirausahaan. Skill ini dapat diperoleh

industri Fesyen,Kerajinan, Desain, Musik dan

dengan memperkuat lembaga pendidikan,

Penerbitan dan Percetakan.

universitas atau pun lembaga keterampilan.

Sayangnya,

dari

sisi

pertumbuhan

Dari strategi pengembangannya, Indonesia

perusahaan, industri kreatif kita masih

memang harus banyak belajar dari China.

lemah.

Bagaimana

Jumlah perusahaan yang eksis

sebenarnya cukup besar yakni, perusahaan (6,36% dari

2,8 juta

persen dari

total perusahaan) namun turn overnya

90

digital

membangun

FMPM Vol XXV No. 03 Juli - Agustus 2011

kluster

mengembangkan

industri

kreatif

kluster-

dengan

cepat

dan menghasilkan pertumbuhan yang maksimal.

Dalam

konteks

Indonesia,

Pertumbuhan 7,8% -0.4% 12.2% -0.2%

Sumber : Data BPS, 2008, diolah

sangat

235 trilyun rupiah lebih. Angka tersebut

Nilai 235.632.844.000.000 7.391.642 79.602.789.000.000 2.863.083

dimungkinkan

sekali

dengan

kelemahan dalam pendanaan. Misalnya, jika

mendorong komunitas kreatif lokal untuk

order ekspor besar, perusahaan sering kali

mengembangkan ide-idenya yang bisa

kewalahan untuk memenuhi pesanan . Oleh

bernilai ekonomis. Seperti yang dilakukan

sebab itu, perlu ditingkatkan kerja sama

oleh komunitas Bandung Creative City

dengan lembaga keuangan dan bank.

Forum lewat berbagai event pertunjukkan

musik dan festival distro. Atau, yang

Hal yang tak kalah penting lagi, adalah

dilakukan seorang desainer muda asal

bagaimana membangun kesadaran untuk

Jember, Dynand Fariz dan komunitas

mendorong pelaku industri kreatif untuk

setempat yang menginisiasi lahirnya Jember

melindungi inovasinya dengan hak paten.

Fashion Carnival (JFC). Carnival ini bahkan

Untuk hal ini, semestinya kita belajar pada

sudah disejajarkan dengan carnival di kota

AS

Rio de Jainero karena sama-sama masuk

justru didorong oleh kemampuan mereka

ke dalam kalender budaya dunia. Kunci

menciptakan inovasi sekaligus mencetak

pentingnya adalah membangun kolaborasi,

hak paten.

inovasi dan keterkaitan satu sama lainnya. Saat ini, pemerintah baru merencanakan pengembangan sentra industri kreatif di beberapa kota, yakni Bandung, Jakarta, Yogyakarta,

Solo,

Denpasar,

Makassar,

Medan dan Pontianak. Tentu, ke depan diharapkan akan muncul kluster-kluster baru sebagai pendorong ekonomi lokal yang bisa menciptakan multiplier effect dan spill over dalam perekonomian kita. Salah

satu

cara

untuk

mendorong

kluster tersebut, bisa dilakukan dengan mengidentifikasi aspek kultural kita di setiap daerah yang bisa dikembangkan menjadi

yang

kekuatan

jembatan antara pariwisata

dan industri kreatif

kreatifnya

referensi Kenan Institute Asia (2009), Economic Contribution of Thailand’s Creative Industries Report 2009 Romer, Paul M (1990), Endogeneous Technological Change, The Journal of Political Economy, Vol .98. No.5 , Part 2: The Problem of development Toh Mun Heng (2003), Economic Survey of Singapore First Quarter 2003 UNCTAD Report (2010), Creative Economy : A Feasible Development Options Zhen Ye (2008), China creative industries : clusters and performance, a working paper submitted to the annual conference of China Economist Assosiation http://www.indonesiakreatif.net/index.php/ id/page/read/statistik

bagian dari industri kreatif. Dengan begitu, bisa tercipta

industri

Ruth Elisabeth Tobing

Pengajar di Prasetiya Mulya Business School Kampus BSD

Mengingat, struktur industri kreatif Indonesia didominasi oleh UKM, seringsekali didapati

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

91


TURNING

TURNING

POINT

POINT

S

eorang tour leader muda sebuah perusahaan travel di Jakarta, berusia di bawah 30 tahun, sudah 5 tahun malang-melintang di dunia tur. Minimal empat kali setahun dia jalan-jalan ke luar negeri membawa rombongan turis. Dia sangat menikmati pekerjaannya. Di saat tidak melakukan tur, dia melakukan pekerjaan administrasi di kantornya. Pekerjaan tersebut meliputi pemesanan tiket, hotel dan sebagainya. Kepiawaiannya dalam bernegosiasi dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan tur-tur yang diselenggarakan oleh perusahaannya, membuatnya naik pangkat. Ia memperoleh jabatan sebagai manajer.

Top Performer

or HIGH POTENTIAL Oleh: Gloria N. Situmorang Seseorang yang dinilai baik kinerjanya dan mendapatkan evaluasi yang positif hasil kerjanya, bisa jadi belum tentu potensial untuk bisa memenuhi kebutuhan perusahaan yang semakin kompleks. Tak semua top performer memang otomatis high potential. Demikian sebaliknya.

92

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

Sebagai manajer, ia memperoleh tunjangan, kenaikan gaji dan juga fasilitas mobil. Secara materi, ia memperoleh lebih banyak dibandingkan ketika ia menjadi tour leader. Apakah ia merasa lebih puas dengan pekerjaannya sekarang dibandingkan ketika ia masih menjadi tour leader? Ternyata tidak. Ia merasa kehilangan “sesuatu�. Konsekuensi dari jabatan barunya adalah berkurangnya fungsi sebagai tour leader. Memang ia masih diberi kesempatan untuk membawa rombongan turis ke luar negeri, namun hanya sekali dalam setahun. Padahal ia merasakan passionnya adalah sebagai tour leader. Gema Talent Management Talent Management menjadi buah bibir. Banyak orang membicarakannya. Dalam bahasa umum, Talent Management disebut sebagai suatu pendekatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk memikat, mengembangkan dan mempertahankan orang-orang yang memiliki bakat dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan

sekarang ini dan di masa yang akan datang. Talent Management mencakup pengembangan individu dan perusahaan sebagai respons terhadap lingkungan operasional yang terus berubah menjadi makin bersaing. Diperlukan adanya kreasi dan pemeliharaan kultur perusahaan yang mendukung dan berorientasi pada banyak orang. Talent Management juga dikenal sebagai HCM (Human Capital Management). Istilah Talent Management bisa berbeda artinya bagi perusahaan-perusahaan yang berbeda. Ada perusahaan yang mengartikan Talent Management sebagai mengelola hanya individu-individu yang bernilai tinggi atau berbakat sementara ada juga yang mengartikannya dengan bagaimana bakat dikelola secara umum, dengan asumsi bahwa semua orang mempunyai bakatnya masingmasing yang seharusnya dikenali dan dikembangkan oleh perusahaan. Dalam ekonomi global sekarang ini, perusahaan-perusahaan seharusnya secara kontinyu melakukan investasi dalam human capital. Dalam perannya sebagai partner bisnis, para pemimpin SDM bekerja sama erat dengan manajemen senior untuk memikat, merekrut, mengembangkan dan mempertahankan orang-orang yang berbakat. Namun jika orang-orang yang sudah direkrut tersebut setelah beberapa waktu kemudian, ternyata tidak sepandai seperti yang diharapkan, maka di situlah letak tantangannya. Ada beberapa pilihan. Memperpandai orang tersebut dengan berbagai cara, melalui coaching dan pelatihan misalnya. Alternatif lain yang tampaknya lebih mudah adalah tidak memperpanjang

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

93


TURNING

TURNING

POINT

POINT kontrak kerja dengannya dan merekrut orang baru lagi. Highest Performance-Highest Potential Jon Forman dan Chris Span, keduanya dinilai di sebuah perusahaan sebagai top performer dengan potensi berhasil sebagai senior vice president untuk pengembangan teknologi karena senior VP yang sedang menjabat akan pensiun setahun lagi. Diskusi berfokus pada pertanyaan-pertanyaan mengenai kedua calon tersebut. Jon dipandang kuat secara teknis dan mendapat respek yang baik dari perusahaan, tetapi ada beberapa pertanyaan apakah ia memiliki keahlian dalam memimpin dan apakah ia mempunyai strategi untuk membawa perusahaan teknologi tersebut ke level efektivitas yang lebih tinggi. Chris dipandang sebagai pemimpin muda dengan keahlian strategi yang ekselen namun tidak memiliki keahlian teknis yang kuat; dan juga ada beberapa pertanyaan mengenai apakah Chris akan diterima oleh perusahaan jika ia ditunjuk untuk menduduki jabatan senior vice president. Keputusan-keputusan yang dicapai adalah mereka harus diberi tugas-tugas yang akan menjawab pertanyaanpertanyaan yang belum terjawab mengenai Jon dan Chris selama sembilan bulan berikutnya. Jon akan diminta untuk memimpin kelompok kerja kecil untuk mengembangkan bakat lima tahun secara komprehensif dan juga strategi struktur organisasional bagi perusahaan teknologi tersebut. Chris akan diminta untuk bekerja sama dengan kepala-kepala kelompok teknologi untuk mengidentifikasi inovasiinovasi teknologi yang akan dibutuhkan untuk memberi perusahaan, keunggulan

94

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

bersaing di pasar. Selain itu, presiden perusahaan tersebut akan meminta SDM untuk bekerja sama dengan senior VP yang masih menjabat dalam pengembangan teknologi tersebut untuk mengidentifikasi penempatanpenempatan tugas alternatif untuk mempertahankan baik Jon maupun Chris terlepas dari siapakah yang akan diangkat menjadi senior vice president. Menggali Bakat Terbaik Talent Management bukan hanya berkaitan dengan pengelolaan bakat atau keahlian orang-orang baru, namun juga menyangkut orang-orang lama. Bagaimana memberdayakan orangorang yang sudah bekerja selama belasan bahkan puluhan tahun di suatu perusahaan? Apakah yang mereka hasilkan selama ini merupakan produktivitas maksimal? Perusahaanperusahaan yang melihat ke masa depan, harus menganalisa kecenderungan para pegawainya. Perlu ada keberanian untuk melakukan rotasi kerja dan pembekalan terhadap pegawai, bukan hanya oleh internal perusahaan tetapi juga oleh pihak-pihak yang kompeten di luar perusahaan. Para pemimpin perusahaan harus memikirkan kembali pendekatan mereka terhadap Talent Management agar terpakai bakat bermanfaat terbaik dari para pegawai mereka. Di samping itu, kultur perusahaan, keterikatan karyawan (employee engagement) dan perkembangan kepemimpinan mempunyai dampak yang signifikan terhadap retensi bakat. Semua faktor tersebut merupakan pendekatan terpadu terhadap Talent Management yang menawarkan suatu jalan ke arah mempertahankan atau

bahkan meningkatkan kualitas hasil dari suatu bisnis. Dengan mengenali peranan yang strategis dari bakat yang ada dalam perusahaan, maka akan muncul minat untuk menemukan, membentuk, dan mempengaruhi bakat secara efektif. Hal ini akan menghasilkan industri bakat yang besar yang menyediakan berbagai program dan jasa dalam rekrutmen, seleksi, pengembangan, penilaian, kompensasi, dan retensi. Bakat telah menjadi kebutuhan hidup perusahaan. Bakat sering dianggap sebagai alasan utama bagi keberhasilan dan kegagalan perusahaan dan sumber utama keunggulan bersaing. Ketika perusahaanperusahaan menghabiskan waktu dan sumber daya yang lebih banyak berkaitan dengan bakat, minat untuk mengidentifikasi dan mengembangkan bakat yang dibutuhkan di dalam perusahaan, juga makin besar. Bagi

banyak perusahaan, ini berarti berusaha untuk menentukan bakat apakah yang sudah ada di dalam perusahaan dan siapa saja pegawai yang memiliki potensi untuk efektif dalam peranan yang lebih besar. Campur Tangan Kepemimpinan Manajerial Semua upaya tersebut di atas menjadi tidak berguna tanpa peran serta pihak manajemen. Talent Management akan mati tanpa kepemimpinan manajerial. Masukan provokatif ini biasanya mendapat respons manajerial “Kami tidak memiliki cukup waktu�, padahal diperlukan konsep manajerial untuk beberapa hal pokok yang kadang dilupakan berikut ini: 1. Mencocokkan individu yang mampu dengan tugas yang ada. 2. Ada kejelasan mengenai hasil-hasil yang diharapkan. 3. Meningkatkan komitmen terhadap hasil yang diinginkan.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

95


TURNING

TURNING

POINT

POINT Namun, seseorang dipertimbangkan untuk dikhususkan sebagai berpotensi tinggi, berdasarkan apakah individu tersebut memiliki kapabilitas dan dapat diubah untuk berkembang dan bertumbuh dengan tujuan jangka panjang di masa depan. Jadi, tidak tersedia daftar persyaratan pekerjaan khusus ketika membuat keputusankeputusan mengenai orang-orang yang berpotensi tinggi.

Tidak tercapainya ketiga hal tersebut membuat banyak waktu yang terbuang. Dampak dari ketiadaan waktu pada level manajerial menciptakan pemborosan waktu level-level di bawahnya. Pekerjaan yang sesungguhnya bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang lebih singkat dengan hasil yang lebih berkualitas, membutuhkan waktu yang lebih lama dan hasil yang tidak optimal. Hasil yang selama ini diperoleh diterima sebagaimana adanya, tanpa upaya peningkatan terhadap manusianya. Lalu, dalam evaluasi terhadap kinerja pegawai, bagaimana bisa menilai kinerja seseorang, jika tidak ada target yang ditetapkan? Jika manajemen memberi perhatian terhadap masalah-masalah bakat, maka perusahaan akan fokus pada identifikasi dan pengembangan individu-individu yang memiliki potensi besar. Ini menjadi bagian dari perencanaan suksesi dan pengembangan kepemimpinan. Setelah manajemen menyadari bahwa orang-

96

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

orang dalam perusahaan tersebut masih bisa dikembangkan untuk meningkatkan performa individual sekarang ini, maka manajemen dan bagian SDM berperan untuk mengembangkan orang-orang tersebut untuk posisi berikutnya dalam jenjang karier mereka. Beberapa Catatan Penting Teraktual Rob Silzer dan Allan H. Church dalam bukunya Strategy-Driven Talent Management (2010) menguraikan bahwa: Diskusi mengenai Talent Management seharusnya bukan mengutamakan keputusan-keputusan seleksi pekerjaan, perencanaan penempatan, atau bahkan perencanaan suksesi. Semua bidang ini berkaitan namun hal yang lebih penting adalah seleksi dalam arti mencocokkan individu dengan posisi-posisi yang dikenal spesifik. Dalam mengidentifikasi orangorang yang berpotensi tinggi, tidak diketahui sebelumnya apa pekerjaan atau posisi yang spesifik bagi orangorang tersebut.

Ada perbedaan antara performa dan potensi. Kita menemukan banyak perusahaan melihat catatan performa seseorang di masa lalu sebagai kualifikasi berpotensi tinggi, namun faktanya bahwa performa di masa lalu, bahkan performa sekarang tidak selalu mengarah kepada performa dalam peranan yang lebih luas di masa depan. Ada perbedaan antara individu-individu dengan performa tinggi dengan individu-individu yang berpotensi tinggi. Kita asumsikan bahwa potensi merupakan keadaan dinamis, bukan kondisi akhir. Individu-individu yang dianggap berpotensi tinggi pada umumnya mempunyai kapasitas untuk belajar, bertumbuh, dan berkembang. Jadi, orang yang berpotensi tinggi adalah orang yang dinamis yang akan berkembang di luar keahlian dan kemampuannya. Satu tantangan utama adalah menilai potensi pertumbuhan seseorang. Namun, ada beberapa yang tidak setuju, mengenai apakah faktor-faktor potensi mereka sendiri, seperti kemampuan belajar atau kemampuan beradaptasi, bisa dikembangkan. Dengan adanya itu, faktorfaktor (potensial) ini yang esensialnya merupakan faktor-faktor kepribadian,

maka kemungkinan untuk secara dramatis mengembangkan mereka melalui pelatihan atau sarana pengembangan lainnya, sangat tipis. Namun, faktor-faktor potensial, seperti kebanyakan keahlian dan kemampuan lainnya, bisa memiliki baik komponen-komponen bawaan yang natural maupun komponen-komponen yang dapat dikembangkan. Identifikasi potensi berbeda dengan menilai kebutuhan pengembangan. Banyak perusahaan menggunakan berbagai alat dan program penilaian (assessment center, individual assessment, 360-degree feedback instrument, dan lain-lain) untuk menilai individu dalam segi kepemimpinan, manajemen, atau keahlian eksekutif dan untuk menentukan kebutuhan pengembangan seseorang. Sering penilaian (assessment) berdasarkan serangkaian kompetensi yang berusaha menangkap apa yang dianggap sebagai efektif dalam peranan yang spesifik. Jenis penilaian ini mengukur individu dalam hal kompetensi kondisi akhir. Namun, individu adalah dinamis dan “bekerja dalam kemajuan yang terus berkembang.� Sebagian besar penilaian yang berkembang tidak mengevaluasi seseorang dalam hal faktor-faktor yang potensial seperti kemampuan belajar dan tidak mengidentifikasi potensi seseorang untuk bertumbuh dan berkembang lebih jauh. Kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan terfokus pada performa dalam tugas-tugas yang spesifik, sementara faktor-faktor potensial tersebut merupakan indikator kapabilitas seseorang untuk bertumbuh menjadi kesempatankesempatan karier yang lebih luas. Penulis adalah Redaktur FMPM

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

97


TURNING

TURNING

POINT

POINT

K

ebutuhan akan talenta terbaik bagi perusahaan menjadi suatu keharusan. Perusahaan harus mampu mendapatkan calon-calon generasi penerus masa depan yang dapat menjadi suksesor para direksi yang kini masih menjabat. Kebutuhan akan para suksesor ini tidak jarang menjadi sebuah visi berkelanjutan yang terus ingin dicapai oleh perusahaan. Visi tersebut pun diejawantahkan dalam sebuah perencanaan strategis (strategic planning) yang visioner dan ambisius. Aktivitas perang talenta pun dapat dengan mudah tercermin dari programprogram perekrutan perusahaan yang semakin kreatif, walaupun masih tetap mengoptimalkan jalur-jalur tradisional untuk mendapatkan talenta-talenta unggul. Salah satu program kreatif yang dimunculkan oleh perusahaanperusahaan tersebut adalah program perekrutan dengan tema Pemimpin Masa Depan (Future Leader). Program ini dapat ditemui di beberapa perusahaan multinasional bergengsi.

Mengasah Suksesor Oleh: M Setiawan Kusmulyono Talent war sudah menjadi hal yang tidak terhindarkan. Saat ini perusahaan mulai berlomba-lomba melakukan penetrasi-penetrasi ke universitas maupun sekolahsekolah tinggi untuk mendapatkan talenta-talenta terbaik bagi perusahaan mereka. Fenomena ini menjadikan persaingan multi-industri di sektor hulu dan mendorong terjadinya perang memperebutkan para talenta.

98

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

Akselerator Karier Program-program Future Leader tersebut memberikan “jalan tol� bagi pengembangan karier calon-calon staf di perusahaan tersebut. Selain akselerator atau percepatan, program ini juga memberikan remunerasi yang tidak terbayangkan. Para lulusan sarjana yang mendaftar dan berhasil lolos seleksinya akan mendapatkan imbalan yang sangat memuaskan hampir 2-3 kali remunerasi yang dapat diperoleh oleh para lulusan di perusahaan-perusahaan umum. Selain fasilitas gaji, program-program tersebut umumnya menawarkan fasilitas tambahan yang tidak sedikit.

Mulai dari fasilitas secara infrastruktur fisik, para calon staf juga mendapatkan tunjangan-tunjangan tambahan yang menarik. Secara sederhana, program ini menawarkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan materi dengan cepat bagi para talenta terpilih. Akan tetapi, segala fasilitas yang diberikan bukan tanpa alasan dan bukan tanpa persyaratan. Seperti layaknya konsep management trainee, para talenta diwajibkan untuk memahami keseluruhan proses bisnis yang dijalankan di perusahaan tersebut. Setiap tahapan proses bisnis yang dijalani, para talenta harus menyelesaikan ujian yang menggunakan sistem gugur. Jadi, kalau mereka tidak sukses dalam ujian-ujian tersebut, maka mereka akan seketika keluar dari program akselerasi tersebut. Gambaran program akselerator karier di atas menciptakan iklim kompetisi yang tinggi bagi para talenta. Sekali mereka gagal melangkah, maka hilanglah sudah kesempatan untuk mempercepat jenjang karier mereka. Bagi perusahaan, program ini tidak dapat juga dikatakan sebagai program terbaik untuk mendapatkan talenta unggulan. Jika seluruh calon talenta berguguran sebelum waktunya, maka investasi puluhan juta rupiah akan menjadi sia-sia saja. Model Lain Mencari Bakat Jika melihat program instan untuk mencari talenta unggulan melalui program Pemimpin Masa Depan memiliki investasi yang besar dan belum memiliki gambaran kesuksesan di masa depan, maka beberapa perusahaan mulai mengalihkan investasi talentanya melalui program pengelolaan bakat.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

99


TURNING

TURNING

POINT

POINT Kesulitan terbesar dalam model pengelolaan bakat ini adalah umumnya para lulusan akademi ini memiliki dominasi kompetensi teknikal yang lebih tinggi dibandingkan kompetensi manajerialnya. Hal ini membuat pihak perusahaan perlu sarana tambahan untuk mengasah kemampuan non-teknis para lulusan tersebut.

Seperti halnya akademi La Massia yang mendidik talenta muda berbakat FC Barcelona, perusahaan-perusahaan juga mulai menginvestasikan dananya untuk mendidik dan mengelola talenta unggulan untuk siap bagi perusahaannya.

Selain itu, manajemen perusahaan juga memiliki waktu lebih untuk memotret perkembangan kompetensi para siswa di dalam akademi sehingga mendapatkan profil-profil unggulan yang akan dijadikan sebagai calon suksesor masa depan.

Beberapa contoh akademi atau sekolah khusus didikan perusahaan antara lain Politeknik Manufaktur (Polman) Astra, Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe (ITBK), dan Sampoerna Academy. Mungkin tidak semua luaran (output) dari nama-nama akademi yang disebutkan di atas menjadi masukan (input) bagi perusahaan. Akan tetapi, setidaknya proses pembelajaran yang didesain di dalam akademi-akademi tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, sehingga lulusan akademi menjadi siap pakai dan siap beradaptasi dengan lingkungan kerjanya.

Akan tetapi, model pengembangan dengan sistem akademi atau sistem formal ini juga memiliki banyak tantangan. Salah satu yang paling besar adalah perlunya mega-investasi dalam membangun sekolah, karena yang dibutuhkan tidak hanya infrastruktur fisik seperti bangunan, tetapi juga infrastruktur akademik seperti kurikulum, tenaga pengajar, serta perangkat-perangkat akademik lainnya. Selain itu, pengelolaan sekolah juga tidak bisa sembarangan, karena keterkaitannya dengan sistem akreditasi oleh Dirjen Dikti yang membuat reputasi sekolah juga harus dikembangkan selain mahasiswanya. Karena jika mendapatkan pemeringkatan atau akreditasi yang buruk, kredibilitas sekolah akan menurun dan menjadi sumber kesulitan bagi perusahaan untuk menjaring talenta-talenta unggulan di level sekolah lanjutan atas.

Sisi positif yang dimiliki oleh akademi atau institusi formal pengelolaan talenta ini adalah adanya proses pembelajaran yang berkelanjutan sehingga memberikan pengalaman pembelajaran bagi para peserta untuk memperbaiki dirinya.

100

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

Bagaikan Menambang Logam Mulia Mencari talenta unggulan yang berkualitas dan sesuai dengan budaya dan nilai perusahaan bagaikan mencari logam mulia di tambang yang berada di perut bumi yang dimiliki oleh rajaraja kecil di setiap tambangnya. Untuk mendapatkan logam mulia yang paling berharga, perusahaan harus mengunjungi satu persatu tambang dan melakukan penawaran. Logam-logam mulia terbaik pun menjadi primadona dan ditawar dengan harga tertinggi untuk dijadikan sebuah perhiasan maha indah. Bahkan jika merasa dari tambang-tambang tersebut tidak ada logam mulia yang terbaik, perusahaan pun harus membuka tambang sendiri yang dianalogikan sebagai sebuah akademi. Perusahaan dengan nilai tawar tertinggi akhirnya mendapatkan logam mulia terindah. Akan tetapi, logam mulia tidak dapat begitu saja diubah menjadi cincin, kalung, atau perhiasan lainnnya. Logam mulia harus diasah dan dibentuk dengan proses yang berkualitas dan standar agar tidak patah, rusak, dan tidak menjadi indah lagi. Lulus proses pengasahan, barulah logam tersebut dapat menjadi mata bagi perhiasan yang diinginkan.

menjadi suksesor bagi perusahaan di masa depan. Pasar talenta sudah sangat multi-segmen sehingga perusahaan tidak hanya bersaing dengan sesama industri dalam mendapatkannya, bahkan perusahaan multi nasional pun sudah merambah universitas-universitas lokal untuk mendapatkan calon suksesor. Tantangan untuk mencari dan mengelola talenta baru saat ini menjadi sangat kritikal bagi perusahaan. Talenta-talenta yang berada dalam perusahaan diyakini memiliki limitasi untuk membawa perusahaan lebih inovatif karena mungkin zona-zona nyaman yang tersedia di dalam perusahaan. Alternatif untuk merekrut atau membajak dari perusahaan lain hanyalah pilihan instan dan tidak akan bertahan lama. Oleh karena itu, perang talenta sudah tidak dapat dihindarkan. Peran sumber daya manusia sebagai agen pencari bakat sudah harus lebih aktif dan fleksibel dalam mempersiapkan persenjataan dan logistik di perang talenta ini. Talenta Unggulan, Budaya penuh Nilai, dan Komitmen merupakan variabel yang akan juga menentukan kesuksesan talenta di perusahaan. Jadi, jangan sampai terjebak dalam Perang Talenta ini. Bukan hanya proses awal yang menentukan, tetapi iklim perusahaan serta pendampingan dan pengelolaan talenta menjadi kunci sukses calon suksesor pemimpin masa depan perusahaan.

Penulis adalah Redaktur FMPM, pengelola

Begitulah kira-kira bagaimana sebuah perusahaan mencari talenta wahid untuk

Entrepreneurship Development Center – PMBS.

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

101


The

The

MANAGER

MANAGER tetapi tetap haus belajar, terdorong untuk berbagi, dan cenderung bertindak dengan menggunakan jiwa perusahaan kecil. Fisik perusahaan yang besar, akan tetapi semangat bersaing layaknya perusahaan kecil yang berusaha terus menerus untuk maju. Hal ini sangat berfungsi untuk mengurangi sindrom zona nyaman dari para pegawai GE.

Manager of The Century JOHN FRANCIS “JACK” WELCH JR. Dua dekade kepemimpinannya di gerbong lokomotif bisnis besar bernama General Electric (GE), telah membawanya kepada tataran manajer legendaris.

M

ajalah Fortune tahun 1999 secara resmi menganugerahi John Francis Welch Jr, atau akrab disapa Jack Welch, sebagai “Manager of the Century”. Pasca pengabdian panjangnya, kini Welch bersama istrinya, mengabdikan diri untuk menulis di berbagai kolom media serta mengelola kolom yang telah disediakan oleh Businessweek dengan nama The Welch Way. Hampir tak terhitung langkah historis yang dilakukan Welch selama menangani GE, sehingga mampu meningkatkan kapitalisasi pendapatan GE hingga berkali lipat. Menurut catatan, sebelum Welch menjadi CEO, GE hanya mampu

102

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

menghasilkan 26,8 miliar dolar AS. Namun, pada tahun 2000, GE mampu membukukan pendapatan hingga 130 miliar dolar AS. Selain itu, market value dari GE meroket signifikan dari hanya 14 milar dolar AS menjadi 410 miliar dolar AS semasa Welch bekerja. Mengelola Multibisnis Keberhasilan Welch dan GE tidak diperoleh hanya dengan mengandalkan model bisnis tunggal saja. Akan tetapi, pengelolaan model multibisnis menjadi tantangan tersendiri bagi Welch untuk dikembangkan. Kata kunci tersulit untuk dikritisi adalah birokrasi. Karena pada saat awal Welch berkuasa, birokrasi terasa sangat mencekik, rapat yang tiada

kunjung habis, dan rangkaian prosedural yang tidak efisien. Selain tantangan birokrasi, Welch juga dihadapkan pada miskonsepsi yang terjadi di lingkungan bisnis perusahaan, terutama dalam mengelola perusahaan raksasa. Anggapan yang beredar pada saat itu adalah kata pemecahan diri dianggap sebagai solusi terbaik mengelola perusahaan multibisnis. Biarkanlah perusahaan memecah unitunit usaha dan semua komponennya. Dasar teorinya; keanekaragaman dan ukuran perusahaan dapat menjadi penghambat daya saing bagi unit-unit bisnis di bawah GE. Akan tetapi kedewasaan berpikir telah menjadi pembeda Welch dengan para eksekutif pesaingnya. Welch memutuskan untuk memperkuat GE sebagai perusahaan global yang memiliki jangkauan dan sumber daya yang besar,

Mengubah Pola Pikir Pemikiran positif seorang Welch dalam hal persaingan bisnis termasuk salah satu yang bijaksana, khususnya untuk menumbuhkan semangat para pemimpin pasar (market leader). Jika kita sebagai perusahaan nomor satu sedang dalam resesi dan “sakit flu”, maka perusahaan nomor-nomor selanjutnya mungkin mengidap sakit yang lebih parah. Perspektif ini menjadi pertimbangan efisiensi Welch dalam bertindak, salah satunya melepas unit usaha senilai 10 miliar dolar AS yang dirasa tidak progresif dan menggantinya dengan melakukan akuisisi bisnis senilai 19 miliar rupiah untuk memperkuat posisi GE sebagai pemimpin pasar. Welch pun menerapkan pola kepemimpinan yang mengubah pola pikir para manajernya. Dengan meninggalkan birokrasi dan strategi kuno, Welch menekankah desentralisasi kepada para manajernya dengan selalu berpedoman kepada GE Ethics of Constant Change. Penekanan ini membuat para manajer berusaha melakukan yang terbaik dan lebih baik lagi. Mereka pun tidak mudah putus

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

103


The

Publishing

MANAGER asa karena segala strategi bisnis dapat diaplikasikan secara kreatif selama sesuai dengan nilai yang dianut oleh GE. Pola nilai yang dibangun oleh Welch dalam GE mengacu kepada 3 hal, yaitu kepercayaan diri, kesederhanaan, dan kecepatan. Kepercayaan diri memberikan keleluasaan bagi para manajer untuk menerima gagasan baru dari luar dan menanggalkan semua ego pribadi. Kesediaan menerima ini menjadi modal untuk melatih para manajer mengambil langkah-langkah besar. Nilai kesederhanaan menuntun para manajer untuk membungkus diri mereka dalam sesuatu yang efisien dan efektif sehingga selalu berpedoman pada rencana sederhana namun memiliki sasaran yang besar dan jelas. Kecepatan mengandung pesan agar tidak terlalu berpusing diri dengan sesuatu yang formalitas dan menghapuskan hal-hal sepele sehingga keputusan lebih cepat diambil dan lebih cepat mencapai pasar. Satu untuk Semua Penyelesaian masalah pola pikir dapat dientaskan di tingkatan manajerial. Akan tetapi Welch tidak hanya berhenti pada tingkatan eksekutif. Welch juga merancang bagaimana agar 220.000 tenaga kerja di GE memiliki hak suara yang sama karena mereka-lah yang menjadi ujung tombak setiap keputusan yang diambil. Walaupun kesulitan dalam memikirkan model manajemen untuk mengelola level ini, Welch kemudian mengemukakan sebuah ide bernama Work-out.

Metode work-out didasari oleh keyakinan sederhana bahwa orang-orang yang paling dekat dengan pekerjaan merupakan orang yang paling tahu untuk dapat mengerjakan pekerjaan tersebut dengan lebih baik. Metode work-out dilaksanakan secara sederhana dengan mengumpulkan tenaga-tenaga kerja dari berbagai fungsi untuk bergumul menghadapi masalah dan menghadapi peluang. Welch menyediakan waktu khusus untuk melaksanakan metode ini. Hasil dari pergumulan tersebut pun harus langsung dieksekusi tanpa melalui proses memo ataupun proposal yang sering memakan waktu. Hasilnya pun sangat memuaskan. Proses work-out ini menjadi forum tersendiri untuk berbagi pengalaman dan berkembang menjadi sebuah model pengelolaan pengetahuan yang efektif.

Shape

your Horizon

Nukilan pengalaman Welch ini hanyalah setitik dari berbagai macam tindakan strategis yang dilakukan oleh Welch untuk mengangkat GE. Setiap tindakan yang dilakukan harus selalu berdasarkan etika dan nilai yang dianut serta berdampak panjang. Welch pun secara konsisten berani mengeluarkan para manajer diktator dari GE yang menekan dan memeras bawahan. Kompetensi Welch dalam menjalanakan strategi ini pun menjadi salah satu referensi unggul dalam mengatasi permasalahan pengelolaan talenta di model-model bisnis perusahaan yang cenderung semakin berorientasi padat-kreatif. Penulis: M. Setiawan Kusmulyono, Redaktur FMPM, pengelola Entrepreneurship Development Center – PMBS.

Manajemen Forum

Vol. XXIV | 05 | Oktober 2010

Media

WORKSHOP 104

FMPM Vol XXV No. 04 Juli - Agustus 2011

PRASETIYA MULYA

BooksPublisher

e-journal, e-magazine & blog community

management-update.org



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.