Waspada,minggu 9 juli 2017

Page 6

A6

WASPADA Minggu 9 Juli 2017

Waspada/M. Agam Khalilullah

Komplek Makam Batee Balee, merupakan makam para Sultan yang terletak di Desa Meucat, Kec. Samudera Aceh Utara. Kondisi makam tersebut sangat memprihatinkan, ada yang mulai rusak dan bahkan ukiran di nisannya mulai pudar, Sabtu (8/7).

Peradaban Islam Kehilangan Jejak Di Aceh PROVINSI Aceh memiliki banyak situs-situssejarah yang memberikan edukasi dan informasi bagi masyarakat tentang peradaban yang terjadi dimasa lalu. Tentunya situs sejarah itu tersebar di berbagai daerah.

Setiap situs sejarah yang telah ditinggalkan oleh pendahulu sebelumnya menyimpan berbagai cerita dan peristiwa-peristiwa penting, yang idealnya harus selalu dikaji serta melakukan penelitian-penelitian yang lebih mendalam. Hingga setiap masyarakat bisa mengetahui peristiwa apa saja yang terjadi pada masa lampau. Apalagi jejak-jejak sejarah di Provinsi Aceh meninggalkan berbagai sejarah peradaban Islam, bahkan provinsi yang terletak di ujung pulau Sumatera itu, dikenal sebagai tempat penyebaran Islam pertama di Nusantara dan bahkan di Asia Tenggara. Namun sayang, kini berbagai situs sejarah tersebut banyak terbengkalai. Salah satunya peninggalan tersebut dalam bentuk makam-makam. Kini banyak yang ditemukan mulai rusak. Makam salah jejak situs sejarah, jika situs mulai terbengkalai, maka identitas daerah akan terancam sirna. Pada Sabtu (8/7), Waspada menelusuri makam peninggalan peradaban Kerajaaan Samudera Pasai di kawasan Kec. Samudera, Kab. Aceh Utara. Kondisi makam sungguh memprihatinkan. Seperti halnya salah satu makam yang terletak di pinggir jalan di kawasan Desa Geudong tidak pernah dipugar sama sekali. Namun kedua makan tersebut belum diketahui siapa, hanya saja bentuk ukiran nisannya merupakan peradaban dari kerajaan Samudera Pasai. Di sekitar areal makam juga dipenuhi berbagai semak belukar, apabila dilihat secara sekilas maka bukan seperti makam peninggalan jejak kerajaan. Padahal makam itu mengandung nilai sejarah yang tinggi. Begitu juga dengan makam Bate Balee yang terletak di Desa Meucat, Kec. Samudera, Aceh Utara, kondisinya tidak kalah memprihatinkan bahkan banyak ukiran-ukiran di batu nisan mulai pudar karena tidak ada perawatan. Padahal di situ menyimpan Peradaban Islam cukup tinggi. Makam tersebut sudah ada sejak abad ke-15, dimana generasinya merupakan periode ketiga dari kerajaan Samudera Pasai. Berdasarkan hasil penelitian, dari setiap nama sultan yang tertera pada mata uang atau dirham dikeluarkan oleh Kerajaan Samudera Pasai, maka makam sultan tersebut ada di Kompleks Makam Batee Balee itu Dari ratusan batu nisan di kompleks itu, sebagian namanama sultan seperti Sultan Shalahuddin, Abu Zaid Ahmad, Mu’izzuddunya Waddin Ahmad, Muhammad Syah, Al Kamil bin manshur, Abdullah bin Manshur, Muhammad Syah III, Abdullah bin Mahmud dan Sultan Zainal Abidin IV. Bukan hanya itu saja, penasehat Kolonial Belanda Christiaan Snouck Hurgronje, juga pernah berkunjung ke makam tersebut dan sempat lama melakukan penelitian, sehingga hasil penelitianya itu digunakan oleh penjajahan Belanda, untuk menghilangkan jejak sejarah. Namun kini kondisi makam tersebut mulai rusak dan bahkan tulisan-tulisan di batu nisannya banyak yang mulai

pudar, serta tidak terlihat dengan jelas. Apabila tidak diperhatikan sama sekali, maka jejak sejarah itu akan sirna.

Makam di Desa Kuta Krueng Kondisi yang sama juga terlihat pada makam anak jenderal dari kerajaan China, yang terletak di Desa Kuta Krueng, Kec. Samudera, Kab.Aceh Utara, kondisinya cukup memprihatinkan dan bahkan tidak diberikan pagar atau pelindung agar kondisinya tidak rusak. Makan tersebut merupakan anak kandung Jenderal paling masyhur dalam sejarah dinasti China, yaitu Jenderal Han Xin dan anaknya itu bernama Buafaiying. Ia mulai datang ke Aceh pada Abad Ke-9, yaitu pada masa kepemimpinan Ratu Nahrasiyah. Apabila dilihat dari bentuk nisannya, maka dirinya diposisikan secara terhormat oleh ratu dan menjadi orang yang disegani dalam kerajaan. Ada dua versi mengapa anak jenderal tersebut bisa tiba di Aceh, yang pertama karena mengalami kekalahan perang di China, sehingga terpaksa hijrah ke daerah lain dan saat kepemimpinan Ratu Nahrasiyah siapa pun yang datang akan diterima.Versi yang kedua, bisa juga diakibatkan karena aktivitas perdagangan dan sambil menuntut ilmu. Apalagi pada masa kepemimpinan ratu tersebut, sedang mengalami puncak kejayaan Islam. Namun di balik itu, masih banyak makam yang mengandung nilai sejarah yang terbengkalai dan terabaikan, seharusnya kita semua mempunyai tanggungjawab bersama untuk melestarikan berbagai jejak sejarah itu.

Ribuan Nisan Terbengkalai Peneliti Sejarah Aceh Husaini Usman menyebutkan, untuk wilayah Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara banyak batu nisan peninggalan sejarah yang terbengkalai dan bahkan ada juga makamnya dibongkar untuk dibangun komplek perumahan.Sehingga pihaknya berinisiatif mengamankan berbagai batu nisan itu, sehingga jejak sejarahnya tidak akan pernah hilang. Batu nisan yang diamankan oleh pihaknya, merupakan makam para pelaut dari Kerajaan Samudera Pasai. “Pada tahun lalu ada makam para pelaut dari Kerajaan Samudera Pasai yang dibongkar secara paksa, karena membangun komplek perumahan. Sehingga kami hanya bisa menyelamatkan ratusan batu nisan saja, agar jejaknya tidak hilang,” ujar Husaini Usman. Sampai saat ini, pihaknya mengumpulkan ratusan batu nisan peninggalan peradaban Islam, karena kondisi makamnya mulai rusak dan dibongkar secara paksa. Seharusnya berbagai situs sejarah tersebut tidak boleh dirusak, apalagi sampai ada yang dibongkar paksa. Setiap jejak sejarah tidak akan pernah bisa kita perbarui lagi kalau sudah rusak. “Setiap peristiwa sejarah tidak akan pernah bisa kita ulangi lagi dimasa yang sekarang, maka begitu juga dengan setiap peninggalannya

Waspada/M. Agam Khalilullah

Makan anak kandung Jenderal paling masyhur dalam sejarah dinasti China, yaitu Jenderal Han Xin dan anaknya itu bernama Buafaiying. Ia mulai datang ke Aceh pada abad ke 9, yaitu pada masa kepemimpinan Ratu Nahrasiyah. Namun sayang kini makamnya terbengkalai, serta tidak dipugar sama sekali, Sabtu (8/7).

Waspada/M. Agam Khalilullah

Waspada/M. Agam Khalilullah

Peneliti Sejarah Aceh Husani Usman sedang memperlihatkan infrastruktur kerajaan Samudera pasai, di Desa Geudong, Aceh Utara. Pada masa kerajaan dulu tempat itu merupakan sebagai rumah rakyat dan seharusnya dipugar oleh pemerintah setempat, Sabtu (8/7).

Peneliti Sejarah Aceh Husani Usman memperlihatkan makam yang belum diketahui pemiliknya dan apabila dilihat dari ukiran nisannya, maka peninggalan jejak Kerajaan Malikussaleh. Kini makam itu dipenuhi semak belukar dan tidak terawat, Sabtu (8/7).

harus kita jaga dengan baik, jangan sampai rusak,” katanya.

Makanya orang yang bisa melestarikan situs sejarah itu, orang yang mempunyai niat di hati nuraninya,” ujar Masriadi. Masriadi menambahkan, Aceh harus bisa belajar dari negara-negara yang maju, dimana berbagai situs peninggalan sejarah dirawat dengan baik dan dijadikan sebagai media untuk edukasi bagi anak dan cucu kita nantinya. Kalau pun memang karakter dan pemerintah daerah di provinsi ini mudah melupakan berbagai situs sejarah tersebut, maka harus malu pada diri sendiri. Apalagi situs sejarah itu peninggalan peradaban Islam. Untuk itu, Aceh rugi besar jika melupakan jejak-jejak peradaban Islam karena itu sebagai identitas daerah yang dijuluki nama Bumi Serambi Makkah. Aceh yang sedang giat mensosialisasikan daerahnya sebagai tempat tujuan wisata religi, pastilah upaya menjaga peninggalan sejarah tersebut sangat dinanti.(cak/m13/L)

Harus Peduli Sejarah Para kepala daerah di Provinsi Aceh harus lebih peduli terhadap berbagai situs sejarah. Jangan sampai peninggalan masa silam itu hilang begitu saja dan hal itu sangat disayangkan. Akademisi Universitas Malikussaleh Masriadi Sambo mengatakan, setiap kepala daerah harus mempunyai kepedulian dari hati untuk melindungi berbagai situs sejarah tersebut, apabila masih belum terbesit di dalam hati nurani maka hal itu tidak akan pernah dilakukan. “Kita sama-sama tahu di Aceh banyak situs sejarah peninggalan peradaban Islam tapi banyak pula yang terbengkalai.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.