Waspada,jumat 13 april 2018

Page 26

Mimbar Jumat

C6

WASPADA Jumat 13 April 2018

Hukum Mengingkari Peristiwa Isra’ Dan Mi’raj Panduan Shalat Rawatib (1)

Oleh H. Muhammad Nasir Lc, MA Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Alquran Al Mukhlisin Batubara dan Wakil Sekretaris Dewan Fatwa Pengurus Besar Al Washliyah.

A

yat di atas menjelaskan kepada manusia tentang kekuasaa Allah, dan kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya. Di antara kekuasaan-Nya yang tiada taranya dan tidak dapat dibandingkan dengan kehebatan makhluk ialah, memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha,pristiwa ini dikenal dengan sebutan isra’. Peristiwa isra’ dimulai dengan kata subhâna (Mahasuci Allah) menunjukkan peristiwa isra’ ini adalah peristiwa yang luar biasa yang hanya terjadi karena Kudrat dan Iradat Allah SWT, bukan atas kehendak Nabi Muhammad SAW. Setelah kata subhâna diikuti oleh kata asrâ bi’abdihî yang mengandung arti transitif/menghendaki obyek, yaitu kebalikan dari lazim intransitif/tidak menghendaki obyek. Artinya pelaku yang memberangkatkan Nabi Muhammad SAW berjalan malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dalam waktu singkat adalah Allah SWT, dan objek yang diberangkatkan adalah Nabi Muhammad SAW. Sebab itu siapa saja yang mengingkari dan tidak meyakini bahwa peristiwa ini benar-benar terjadi pada diri Nabi Muhammad SAW, hukumnya kafir. Karena pada hakikatnya pengingkaran terhadap pristiwa ini berarti pengingkaran terhadap dua sifat Allah yaitu Qudrat/Maha berKuasa atas segala sesuatu dan Iradat/Mahaberkehendak untuk berbuat apa saja. Peristiwa isra’ yang terjadi pada diri Nabi Muhammad SAW, bukan atas kuasa dan kehendak Beliau. Hikmah/sasaran yang mau dipetik dari peristiwa besar ini adalah memperkokoh keimanan baik bagi Nabi Muhammad SAW maupun bagi umat Beliau. Tidak begitu sulit meyakini kejadian yang luar biasa ini pada diri Nabi Muhammad SAW, karena peristiwa besar yang wajib kita

yakini juga sudah pernah terjadi pada Nabi nabi sebelumnya. Nabi Isa as, dilahirkan dari seorang gadis yang tidak pernah disintuh oleh laki laki, Nabi Musa as pernah membelah lautan dengan tongkatnya, Nabi Ibrahim as tidak terbakar ketika dibakar oleh Raja Namrudz. Semua ini peristiwa besar yang terjadi dan diyakini oleh umat manusia tanpa kecuali, baik dari kalangan Islam maupun non muslim. Persoalan logis atau tidaknya peristiwa isra’ dan mi’raj tergantung pada pengalaman dan kepercayaan seseorang. Jika ada seseorang yang menceritakan kepada orang-orang primitif bahwa sebuah benda yang dipegang oleh seorang manusia bila dilepaskan tidak akan jatuh ke bawah tapi naik ke atas. Lalu masyarakat primitif pasti menolaknya, karena orang primitif tidak pernah melihat “sebuah balon” yang dilepaskan dari tangannya lalu terbang ke atas, dan konsekuensinya dia pasti tidak akan percaya sampai mati. Demikian pula kalau seseorang tidak percaya pada seorang insinyur yang belum berpengalaman membangun gedung yang tinggi dan tidak percaya dengan hitungan matematika dan material yang diperkirakan. Dapat dipastikan dia tidak yakin dengan ucapannya dan cara kerjanya. Apalagi seorang pilot yang mengendalikan pesawat yang belum mengantongi jam terbang yang tinggi dan tidak menguasai peta perjalanan, atau tidak mengikuti rumus peta penerbangan orangorang yang telah berpengalaman sebelumnya. Pasti mereka tidak akan mau terbang dengan pesawat secanggih apapun yang diterbangkan sang pilot tersebut. Pada akhirnya orang-orang yang terlalu rasionalisme dan mengandalkan akal semata, mereka akan susah hidup. Karena betapa banyak urusan kita yang kita per-

Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Mesjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Mahamendengar lagi Mahamengetahui (QS. Al-Isra’: 1) cayakan kepada orang lain untuk menyelesaikannya, sedangkan kita hanya mendasari atas pengalaman mereka dan kepercayaan. Pantaslah kaum rasonalis dan liberalis sangat sulit untuk menerima doktrin-doktrin Islam karena mereka masih primitif dalam keislamannya. Sedangkan mi’raj adalah berarti naik yaitu perjalanan besar, musafir besar bagi seorang hamba yang dikasihinya menuju langit pertama sampai ke tujuh hingga Sidratul Muntaha, Arasy, Mustawa, dan Raf-raf—sebagaimana diterangkan di dalam Alquran surat an-Najm ayat 13-18. Banyak orang menduga peristiwa isra’ dan mi’raj adalah satu paket, padahal kejadian mi’raj tidak disebutkan dalam surah al Isra’. Meskipun kejadiannya dalam satu waktu, dalam tempo yang singkat tidak sampai satu malam suntuk, tetapi ayat yang menjelaskan tentang peristiwa mi’raj berbeda surah yang menceritakan kejadiannya. Dan kalimat mi’raj itu sendiripun tidak ditemukan di dalam Alquran secara eksplisit. Sebab itu hukum mengingkari peristiwa mi’raj tidak sampai menjadi kafir. Para ulama mengatakan; orang yang tidak percaya dengan kejadian peristiwa mi’raj hukumnya fasik. Dengan demikian, setiap Muslim wajib percaya dengan pristiwa isra’ dan mi’raj yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW. Siapa siapa yang tidak percaya dengan peristiwa isra’ hukumnya kafir dan batal keimanannya,

dan siapa siapa yang tidak percaya dengan pristiwa mi’raj hukumnya fasik. Alasan perbedaan hukum ini karena kalimat isra’ dicantumkan secara nash atau eksplisit, sedangkan ayat yang menjelaskan pristiwa mi’raj dijelaskan secara implisit/mafhum. Persoalan isra’ dan mi’raj terjadi dengan ruh dan jasad sekaligus, atau dengan ruh saja, memang terjadi perbedaan pendapat, baik di kalangan para ulama ataupun di kalangan para sahabat. Namun mereka tidak sampai menolak atau mengingkari peristiwa tersebut. Mayoritas ulama berpendapat bahwa peristiwa isra’ dan mi’raj terjadi dengan jasad dan fisik sekaligus, karena jika terjadi dengan ruh saja, tidak sampai peristiwa ini menimbulkan perdebatan di kalangan para sahabat dan tidak pula menjadi tudingan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pendusta. Karena sejatinya jika peristiwa ini terjadi dengan ruh semata, tidak lebih hanya merupakan pengalaman ruhani dan sebagai mimpi dan tidak ada satupun manusia yang membantah kejadian yang terjadi dalam mimpi. Sebab itu pristiwa besar ini menjadi ujian keimanan bagi umat Nabi Muhammad SAW pada masa Nabi SAW. Dan ujian bagi umat sekarang dan pada masa mendatang, dan dianjurkan untuk mengambil hikmah yang terdapat dalam peristiwa ini dengan cara memperingatinya setiap datang bulan Rajab.Wallahua’lam bil ash-shawab.

Shalat sunnah rawatib adalah shalat yang mengiringi shalat wajib, baik sebelum maupun sesudah dengan ketentuan sbb: · 4 rakaat sebelum dzuhur dengan 2 salam, · 2 rakaat setelahnya dengan sekali salam, · 2 rakaat setelah maghrib dengan 1 salam, · 2 rakaat setelah isya dengan 1 salam, · 2 rakaat sebelum shubuh dengan 1 salam. Rasulullah SAW selalu menjaga ke-12 rakaat tersebut ketika beliau sedang tidak berpergian. Berikut sabdanya: “Barangsiapa yang shalat sunnah 12 rakaat dalam sehari semalam, Allah akan bangun-kan untuknya rumah di surga” (HR. Muslim). Terdapat salah satu hadits yang menafsirkan sebagai panduan bahwa 12 rakaat ini dengan shalat sunnah rawa-tib. Maka barangsiapa yang menjaganya, ia akan selalu dalam kebaikan yang besar. Di dalam hadits tersebut dijanjikan sebuah rumah di surga bagi orang yang melaksanakan shalat rawatib 12 rakaat tersebut. Jika seseorang shalat 4 rakaat setelah shalat dzuhur maka di dalamnya ter-dapat keutamaan. Sebagaimana terdapat di dalam hadits ini: “Barangsiapa yang shalat 4 rakaat sebelum dan sesudah dzuhur, maka Allah mengaharamkan neraka untuknya” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, An Nasa-i). Akan tetapi, 4 rakaat setelah dzuhur bukanlah shalat sunnah yang rawatib, karena yang menjadi rawatib hanya 2 rakaat saja. Jika kemudian menambah dan melaksanakan 2 rakaat untuk menambah rakaat dalam rangka meneladani tuntunan Nabi SAW, maka hal ini baik. Sebagaimana sabda Rasulallah dalam hadits Ummul Mu’minin Ummu Habibah binti Abi Sufyan bahwa beliau mendengar Rasulallah SAW bersabda: “Barangsiapa yang shalat 4 rakaat sebelum dan sesudah dzuhur, maka Allah mengharamkan neraka untuknya”. (Sumber: Hadits Shahih/ Hummul Hamam/Muslim.com)

Aktualisasi Isra’ Mi’raj Dalam Kehidupan Oleh Dr. Watni Marpaung, MA Dosen Fakultas Hukum Syariah UIN.SU

Hadiah Dari Tiga Kearifan

S

Oleh Agusman Damanik, MA Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN SU, Alumni Pondok Pesantren Modern Alkautsar Karanganom Simalungun

L

ogika mengajarkan kepada kita bahwa bagi orang yang terbaik dalam kehidupannya akan mendapat hadiah. Beragam makna hadiah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dimana hadiah berarti kenangkenangan, penghargaan, penghormatan dan ganjaran. Dari semua arti tersebut menunjukkan bahwa hadiah akan diperoleh bagi mereka yang memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Sebaliknya bagi mereka yang selalu berbuat salah akan mendapat cemoohan. Karena itu berbahagialah orang yang selalu berbuat kebaikan . Sebab ia tidak hanya mendapat hadiah ketika hidup, bahkan setelah ia meninggalkan dunia buat selama-

nya tetap mendapatkannya. Berkaitan dengan penting-nya berbuat kebaikan, Allah SWT dalam Alquran surah Al Imran ayat 110 telah mengingatkan kita: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Menarik sekali ketika penulis mendengar tausiyah dan sambutan yang disampaikan Dr H. Amiruddin, MS, Prof Dr H. Hasan Bakti Nasution, MA, Dr H. Azhari Akmal Tarigan, MA, Dr H. Dadang Hartanto, SH, SIK, M.Si (Kapolresta Medan), ketika malam ketiga berpulang ke rahmatullah Hj. Kartini ibunda dari Prof Dr H. Muzakkir, MA (Guru Besar Ilmu

Konsultasi Alquran Ikatan Persaudaraan Qari-Qariah & Hafizh Hafizah (IPQAH Kota Medan)

Jika Boleh, Mengapa Cadar Dilarang ? Assalamualaikum Wr. Wb. Saya membaca jawaban ustaz dalam rubrik ini, tentang masalah cadar tampaknya ustad bersikap netral. Namun demikian, mengapa cadar dilarang oleh institusi agama seperti UIN Yogyakarta beberapa waktu lalu ? Jawaban : Tentu saya bukan menjawab atas nama institusi yang melarang pemakaian cadar yang dimaksudkan dalam pertanyaan. Di awal, saya ingin menjelaskan bahwa sifat hukum atau fikih adalah dinamis, yang harus menyesuaikan dengan kondisi (ahwal), waktu (awqat), tempat (amkan) dan seterusnya (taghyurul ahkam bitaghyiril azman, amkan wal ahwal), yang kesemuanya bertujuan untuk mencapai kebaikan (jalb al-mashlahat) dan menghindari kerusahakan (dar u al-mafsadat) sebagai tujuan hukum (maqashid al-syariah). Hukum bercadar misalnya, dapat saja berubah sesuai dengan kondisi, waktu dan tempat dimana hukum itu diberlakukan. Sebagai contoh simulasi, pemakaian cadar dapat menjadi haram ketika pemakaian cadar dapat menjadi penyebab kepada kerusakan atau perantara (zariah) yang menyebabkan kerusakan, misalnya menjadi alat untuk berlindung orang-orang yang melakukan tindakan ekstrem atau radikal, katakanlah pada situasi negara yang kacau atau tak menentu dimana para ekstemis selalu menggunakan alat (cadar) itu untuk mengelabui untuk memasuki sebuah wilayah. Namun sebaliknya, pemakaian cadar menjadi wajib saat melindungi muslimah dari situasi ketidaknyamanan gangguan dari tempat orang-orang yang mempunyai nafsu birahi yang sulit dikontrol. Dapat juga pemakaian cadar menjadi makruh saat cadar menjadi penghalang bagi kejelasan pengajaran yang membutuhkan terlihatnya mulut pengajar dalam mengucapkan, katakanlah belajar pronounciation dalam belajar bahasa Inggris, jika menggunakan cadar, murid atau mahasiswa akan kesulitan mendapatkan penjelasan gurunya misalnya. Sebaliknya, cadar disunnahkan bagi mahasiswimahasiswi di sebuah perguruan tinggi yang banyak terjadinya kasus pacaran yang nantinya dapat terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Ilustrasi di atas adalah hanya sekedar contoh simulasi perubahan hukum dalam masalah ini. Penting dipertegas, perubahan hukum tersebut dapat terjadi dengan mengukur tingkat capaian kemaslahatan atau tingkat penghindaran terhadap kemafsadatan secara jelas, terukur dan komprehensif dengan melibatkan berbagai hal dan perspekif sehingga penentuan hukumnya menjadi benar, utuh dan holistik. Wallahu’alam. Dr. Mustapa Khamal Rokan, MA Pertanyaan dapat diajukan melalui SMS atau WA: Mustapa Khamal Rokan (081375238649), Yusdarli Amar (081396217956), Tuah Sirait (08126577281)

Apabila seorang anak Adam mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermnfaat bagi orang lain dan anak yang soleh berdoa untuknya (HR.Muslim dari Abu Hurairah). Tasawuf UIN Sumut) di perumahan Bumi Asri J. Asrama Blok E 156. Tausiyah dan sambutan mereka tersirat satu ungkapan ”alangkah nikmatnya almarhum yang sudah berada di alam barzah sedang menerima hadiah dari kita yang ditinggalkan, saat kita membaca yasin, takhtim, tahlil dan doa pada malam hari ini beliau dengan “gembira” mendapat hadiah. Begitupula saat kelurganya usai shalat berdoa untuk kelapangan di alam kuburnya, Beliau pun mendapat hadiah”. Demikian pula saat meninggalnya Dr H. Sofyan Saha, MA (ulama dan penggagas Jum’at Barokah) ribuan orang melayat ke rumah duka, bahkan sampai dishalatkan berkali-kali baik di Medan rumah Beliau maupun di Tanjungpura hingga mengantarkan jenazahnya ke tempat peristirahatan terakhirnya. Tentunya hanya tiga kearifan yang tetap diterima kendatipun telah tiada. Tiga kearifan dimaksud sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda: apabila seorang anak Adam mati , maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermnfaat bagi orang lain dan anak yang soleh berdoa untuknya. 1. Sedekah Jariyah. Sedekah adalah mengeluarkan harta di jalan Allah SWT, jariyah berarti yang mengalir. Sedekah jariyah adalah harta yang yang dikeluarkan di jalan Allah dengan didasari keikhlasan akan senantiasa mengalir pahalanya bagi pelakunya kendatipun telah berada di alam barzah. Seperti menginfakkan satu sak semen, keramik untuk pembangunan masjid dan lain sebagainya. 2.Ilmu yang bermanfaat. Beruntunglah orang yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain, sebab selama ilmu itu terus secara “jaringan” diajarkan orang lain, maka akan tetap mengalir pahala kepadanya. Karena itu, luar biasa dahsyatnya pahala bagi orang yang mengajarkan ilmunya. Tidak terbayangkan oleh kita, bagaimana hadiah pahala yang diperoleh Alm Drs H. As’ad Humam penyusun awal metode iqra’, dimana jutaan orang

membaca dan mengajarkan metode iqra’, bahkan sampai menjadi qari’ dan qariah terkenal. Benar firman Allah dalam surat Al Mujadalah ayat 11: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. 3. Doa anak yang saleh. Guru kita Al Ustadz H. Yusuf Mansyur pernah menyampaikan melalui tausiyahnya “bahwa setiap orangtua mendambakan masa depan anaknya harus lebih baik, dan masa depan terbaik adalah menjadi anak yang saleh, ketika anak kita bisa mendoakan kita hingga akhir hayat. Menjadi renungan bagi kita salah satu hadis yang diriwayatkan Baihaqi dari Abdullah bin Abbas Rasulullah SAW bersabda: keadaan mayyit di dalam kuburnya seperti orang tenggelam yang meminta pertolongan, ia menunggu doa dari ayah, ibu dan temannya, jika doa telah sampai kepadanya, maka baginya lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Sesungguhnya Allah memasukkan doa da-ri orang yang hidup ke dalam alam kubur laksana sebesar gunung dan sesungguhnya hadiah dari orang yang hidup kepada orang yang mati adalah istighfar. Dalam kaitannya dengan hadis tersebut tentunya doa dari anak yang soleh sangat diharapkan orangtuannya sebagai hadiah terbaik untuk menjadikan kuburannya sebagai raudhatan min riyadhil jannah (taman-taman Surga). Demikianlah tiga kearifan yang merupakan hadiah bagi orang yang tetap senantiasa berbuat kebaikan, kendatipun telah tiada yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakannya. Wallahu A’lamu bi Asshawab.

epanjang sejarah peradaban manusia belum pernah Isra’ Mi’raj merupakan suatu peristiwa terjadi suatu peristiwa yang yang sangat menakjubkan, perjalanan menakjubkan melebihi Isra’ mi’raj yang dialami Rasulullah SAW. yang melewati batas kemampuan akal piPeristiwa tersebut tidak saja menggoncangkan dunia Arab kiran manusia untuk dapat mencernanya pada saat itu, tetapi di belahan manapun. Hal itu dapat dipastikan dengan kapasitas sebagai sesuatu peristiwa yang misteriusyang perlu teknologi tidak secanggih dewasa ini, tentu sulit dikaji lebih mendalam untuk mendapatkan untuk dapat mempercayai kejadian besar itu. Pada kearifan-kearifannya. konteks inilah sebenarnya umat Islam harus mampu Secara historis tidak dapat didustakan bahwa menangkap pesan-pesan isra’ mi’raj untuk memisra’ mi’raj peristiwa yang luar biasa, namun perlu bangun kualitas keimanan yang semakin kuat. ditegaskan secara substansial pada hakikatnya kita Namun cukup disayangkan, pemaparan isra’ juga dapat melakukannya. Alasannya, adalah bahwa mi’raj yang selalu disampaikan para Rasulullah isra’ mi’raj bukan suatu penceramah terbatas deskriptif dan peristiwa yang terlepas dari tidak memberikan perubahan latarbelakang, miliu kondisi yang berarti bagi umat Islam yang mengitarinya, sebab dan yang memperingatinya. Oleh tujuan tertentu. sebab itu, tulisan ini mencoDalam berbagai literatur ba untuk menawarkan aksejarah dijelaskan bahwa tualisasi pemahaman terpada saat Isra’ mi’raj terjadi hadap isra’ mi’raj untuk disebut dengan ‘am al-huzni dapat diteladani umat atau tahun kesedihan yang secara universal. Jadi, tidak ditandai dengan meninggalterjebak pada acara-acara nya dua pembela setia Rasul seremonial, tetapi masuk yaitu isterinya Khadizah dan pada hal yang lebih subpamannya Abu Talib. Atas mustansial. sibah ini beliau bersedih dan Setidaknya, Isra’ mi’raj hampir putus asa melihat pembangmerupakan dua kata yang disematkan pada kangan kafir Quraisy yang semakin keras, di tambah peristiwa perjalanan Rasulullah SAW dari Masjidil lagi meninggal dua orang pembelanya. Haram sampai ke Sidratul Muntaha dalam waktu Melihat kondisi yang dialami beliau maka Allah relatif singkat. Perjalanan beliau dari Masjidil mengisra’kannya dengan berbagai pemandangan Haram ke Mesjid al-Aqsa disebut isra’. Selanjutnya yang mempunyai makna sebagai renungan yang perjalanan dari Masjid al-Aqsa ke Sidratul Muntaha dapat memberikan kontribusi terhadap dalam disebut mi’raj. membangun kembali semangat perjuangan beliau. Dalam perjalanan itu, ternyata banyak sekali Dengan demikian, seharusnya umat Islam dapat pengalaman yang didapatkan Rasulullah untuk menangkap substansi isra’ mi’raj dan mengamalselanjutnya disampaikan kepada umat. Pada saat kannya dalam hidup. isra’ beliau mengalami berbagai macam peristiwa di Mengapa demikian? Karena kita semua hidup di antaranya, orang yang memotong lidahnya lalu dunia ini tidak pernah lepas dari berbagai persoalan kembali seperti semula, petani memanen padi, tetapi kehidupan yang serba sulit maupun mudah. Bahtumbuh kembali, dan banyak lagi peristiwa lain yang kan, tidak sedikit orang menjadi stress disebabkan sulit dan menakjubkan Rasul. Tetapi pada hamasalah-masalah yang selalu saja bertambah dan kikatnya bahwa serangkaian pemandangan yang harus dicarikan jalan keluarnya. Dalam kondisi diperlihatkan kepada Rasul merupakan ganjaran sekarang, kebutuhan hidup yang serba tinggi dan terhadap orang yang berbuat baik dan berbuat sulitnya mendapatkan pekerjaan tanpa dibarengi jelek pada saat di dunia. keimanan rasanya akan berpeluang besar umat ini Sementara itu, pada saat beliau turun dari masuk kepada hal-hal yang dilarang Allah. Sidratul Muntaha dengan membawa perintah shalat Apabila kondisi demikian sudah terjadi, pada wajib yang pada awalnya sebanyak 50 kali sehari hakikatnya kita dapat saja melakukan isra’ dengan semalam. Tetapi, pada akhirnya perintah shalat mengadakan perjalanan wisata spritual. Setidaknya, hanya tersisa 5 kali sehari semalam setelah bertemu cara yang dilakukan dengan mendatangi tempatdengan nabi-nabi senior yang memberikan nasehat tempat yang sifatnya menggugah keimanan dan kepada beliau untuk mengurangi kewajiban tersebut. ketakwaan, seperti tadabbur alam, tempat Setelah beliau kembali ke bumi dan menyambersejarah, bahkan bagi yang punya kemampuan paikan pengalaman spiritualnya selama isra’ umroh ke tanah suci, atau juga ke tempat-tempat mi’raj. Tetapi dakwah yang disampaikan menwisata lainnya, yang kita dapat menangkap dan dapatkan sambutan yang tidak menguntungkan menerjemahkannya untuk mengokohkan dan bagi Rasul, bahkan sebaliknya membawa musibah memperkuat keimanan. besar bagi diri Rasul dan kaum muslimin. Dengan kata lain, perjalanan yang diperuntukTidak menguntungkan bagi Rasul dan kaum kan Allah kepada Nabi Muhammad SAW adalah muslimin bahwa diharapkan dengan peristiwa itu bentuk wisata spritual dalam rangka meneguhkan memberikan stimulus kepada kafir Quraisy untuk pendirian dan keistiqomahan serta kesabaran beliau masuk ke dalam Islam, namun ternyata tidak dedalam menghadapi berbagai tantangan dan kecamikian, bahkan yang lebih fatal umat Islam banyak man kafir Quraisy pada saat itu. yang murtad. Secara sederhana pada hakikatnya Oleh sebab itu, perlu lagi ditegaskan, bahwa kita kaburnya keyakinan kaum muslimin dengan pejuga dapat melakukan hal yang sama dalam makna ristiwa itu merupakan hal yang wajar melihat sulitsubstansinya pada saat menghadapi berbagai pernya untuk mengakui perjalanan yang dialami Rasoalan dengan melakukan tadabbur alam dan wisata sulullah SAW. Hanya Abu Bakar saja yang memspritual untuk mengokohkan keimanan dan ketakbenarkan berita yang disampaikan Rasul kepada waan sehingga lebih tegar dan siap menghadapinya. masyarakat Arab. Begitu tragisnya perkiraan maPenutup syarakat Arab sampai Abu Jahal mendorong Rasul Isra’ mi’raj harus dapat dipahami lebih luas dan pada saat berpidato menyampaikan perjalanan secara substansi. Jadi tidak saja terjebak pada spritualnya tersebut. perjalanan Rasulullah yang misterius dari Masjid alAktualisasi Isra’ Mi’raj Haram ke Mesjid al-Aqsa dan selanjutnya ke Sidratul Isra’ mi’raj merupakan suatu peristiwa yang Muntaha, tetapi masuk pada wilayah tujuan esensi sangat menakjubkan, perjalanan yang melewati sehingga kita juga dapat melakukannya dalam batas kemampuan akal pikiran manusia untuk dapat rangka melakukan perubahan-perubahan kepada mencernanya. Hingga detik ini isra’ mi’raj tetap yang lebih baik.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.