Waspada, Rabu 26 Agustus

Page 13

Opini

WASPADA Rabu 26 Agustus 2009

13

Spiritual Politik Dan Politik Spiritual Oleh DR. Drs. H. Ramli, MM

D

i bulan suci Ramadhan situasi politik memuat nuansa religiusitas yang tinggi. Ini menyesuaikan dengan nuansa kebatinan masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim ini. Mungkin juga sebaliknya, nuansa Ramadhan diselipi nuansa politik karena merupakan momentum bagi kepentingan politik itu sendiri. Pilihan pertama inilah yang disebut dengan spiritual politik, di mana politik diilhami dan memiliki content spiritual yang tinggi. Atau dengan kata lain politik untuk spiritual, bahwa politik adalah salah satu sarana untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan begitu politik tidak selalu berarti kekuasaan, apalagi hanya mengejar kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Momentum bulan suci Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk semakin menggelorakan niatan politik seperti ini. Ini adalah suatu proses pengayaan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus proses pematangan individuindividu para politisi yang terlibat di dalamnya. Sedangkan pilihan kedua adalah spiritual untuk kepentingan politik atau dengan kata lain politik spiritual. Proses seperti ini akan kental dengan mengedepankan lambang-lambang karena dianggap sebagai representasi dari perilaku beragama atau tingkat kesolehan seseorang atau suatu kelompok. Tidak pelak lagi bahwa dalam kondisi seperti ini politik memiliki tujuan akhir seperti yang dimaknai orang pada umumnya; yakni kekuasaan. Dan kekuasaan itu mesti diraih dengan cara apa pun. Momentum bulan suci Ramadhan akan melahirkan perubahan akselerasi politik yang lebih bercirikan keislaman. Namun tidak jarang, secara substansi bahkan tidak menyentuh karena sifatnya yang pragmatis dan instant. Tulisan berikut ini mencoba untuk memaparkan bentuk-bentuk akselerasi spiritual politik maupun politik spiritual di bulan suci Ramadhan. Lebih jauh tulisan ini juga mencoba untuk mengajak semua elemen masyarakat untuk melakukan aplikasi politik yang lebih diilhami dan memiliki nilai-nilai spiritual. Spiritual Politik Dalam konteks ini politik difahami

sebagai long term election atau menyemai berbagai kebaikan sejak sangat dini sambil menanti respons publik dalam Pemilu. Kondisi ini menuntut semuanya dilakukan secara terencana, terukur dan tentunya tertib. Setidaknya ada beberapa elemen substansial jika dimensi politik benar-benar akan diformat dalam kegiatan keberagamaan. Pandangan ini mengacu pada pandangan politik yang memuat nuansa religiusitas atau spiritual politik. Pertama, bulan Ramadhan sebagai momen yang tepat untuk mempertebal kualitas pengabdian para politisi dalam mengemban fungsi moralitas di dunia politik. Kedua, Menyambut Ramadhan sebagai bulan yang mensucikan, merefleksi diri akan azam dan khittah politik yang seharusnya dan perilaku politisi yang sebaiknya. Ketiga, menjadikan semangat puasa (shaum), sebagai pendorong moralitas untuk menegakkan perjuangan para politisi dalam rangka peningkatan kualitas hubungan vertikal (ibadah) dan horizontal (berpolitik). Keempat, para politisi yang memiliki kekuatan untuk membangun politik etik umat berbasis moralitas agama dapat menjadikan Ramadhan sebagai tariqal rabbaniyah. Kelima, Ramadhan juga merupakan bulan yang penuh dengan kegiatan dak-

wah. Para politisi yang memahami akan hal ini akan menjadikan Ramadhan sebagai ìsarana tarbiyahî di mana kalimat-kalimat toyyibah dan yang menyejukkan selalu dikumandangkan. Sampai di sini kemudian muncul pertanyaan, apakah politik ini sekadar ditargetkan untuk memperoleh dukungan di Pemilu, ataukah karena adanya keikhlasan berpolitik, sesuatu yang langka ketika politik selalu bermotif kuasa? Jika belanja politik untuk kepentingan agama (nafkah harta di jalanTuhan) dan untuk kemaslahatan umat tentunya bobotnya berbeda. Maka dalam konteksspiritualpolitikinikepentinganpolitik adalah suatu bagian dari subsistem dalam rangka ubudiyah atau pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Tahu. Karena dalam beragama, kita perlu sadari bahwa agama dan politik tidak bias dipisahkan. Di masa Rasulullah pun, dalam berbagai skala dan intensitas, masjid dijadikan markas atau pusat berdakwah dan membangun etika politik. Dalam berbagai dialog persoalan politik masuk dalam substansi dakwah. Politik dengan tariqah berdakwah identik dengan membangun amar maíruf nahi munkar. Di bulan Ramadhan sesungguhnya penguatan politik melalui jahadah-perjuangan fisik, berîijtihadîperjuangan dengan tariqah fikriyah dan juga dibulan suci Ramadhan politik berdakwah politik masuk ke dimensi ìmujahaddahî-perjuangan melalui hati.

Politik Spiritual Dalam politik spiritual, ada beberapa ciri yang melekat dalam gerakan seperti ini.Yang perlu dicatat adalah bahwa dalam konteks ini, spiritual hanya dijadikan alat untuk kepentingan politik. Dengan kata lain yang menonjol dan lebih kental adalah kepentingan politiknya. Jika ada ìtadarus politikî yang tampil dalam berbagai warna merupakan hal yang wajar. Politik seperti ini juga bercirikan sebuah image akan kedekatan antara ulamaí dan umaraí. Biasanya umaraí seperti ini akan senantiasa didampingi ulamaí yang lekat dengan simbol-simbol keagamaan. Tujuannya tidak lain bagi kepentingan pencitraan. Dalam kondisi seperti ini politik diartikan sebagai kepentingan. Apapun yang dinilai menguntungkan bagi diri atau kelompok akan dipandang penting. Perangkat apa saja yang dapat memuluskan jalan meraih kekuasaan akan dipakai. Momen apa saja yang dapat dimasuki kemungkinan untuk memperoleh kekuasaan akan dijajal. Di bulan Ramadhan politik dibalut dengan eufimisme buka puasa bersama, ceramah Ramadhan, safari Ramadhan, tabliq akbar, dan lain-lain. Ini akan berlanjut di masa Lebaran seperti open house, halalbihalal, silaturrahmi, syawalan, dan lainlain. Tak masalah di mana mengambil tempat. Bisa di rumah dinas, di balai desa,

di hotel-hotel, di tempat-tempat wisata, atau di rumah-rumah warga. Politik itu seperti air. Ia bisa berubah menjadi apa saja tergantung perangkat yang dicampurinya. Tujuannya jelas, kekuasaan. Karena proses pencapaian kekuasaan harus melalui prosedur pemilihan, maka tindakan persuasif harus dilakukan. Penutup Dalam jangka pendek, politik spiritual bisa jadi akan menimbulkan efek tertentu. Namun karena sifatnya yang pragmatis dan instan maka efek tersebut tidak memiliki akar yang kuat karena berada dalam lapisan luar opini massa. Baik politik spiritual maupun spiritual politik memiliki variabel yang sama yakni variabel massa. Namun sebaliknya, spiritual politik tidak bisa dinilai dalam jangka yang pendek karena sifatnya adalah long term election. Ini adalah kerja yang tidak mudah karena perlu ketelatenan, keuletan, pengorbanan dan kesabaran. Tapi efek yang dihasilkan dari spiritual politik ini akan mengakar dan berada dalam lapisan terdalam opini massa. Lebih dari itu, kalaupun tujuan merebut opini massa itu belum berhasil, tujuan utama mudah-mudahan akan tercapai yakni Ridho Tuhan Yang Maha Pemurah. Penulis adalahWakilWalikota Medan Non Aktif

Mengubah Kultur Konsumerisme Oleh H IrhamTaufik Umri,SH,MAP

B

erdasarkan keputusan pemerintah yang diumumkan Menteri Agama Republik Indonesia Maftuh Basyuni kepada pers dan media massa di Departemen Agama, satu Ramadhan 1430 H jatuh pada hari Sabtu 22 Agustus 2009. Dengan demikian sejak hari itu umat Islam Indonesia kembali melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Fenomena bulan puasa kehidupan di masyarakat menjadi berubah bila dibandingkan dengan hari biasa sebelumnya. Minggu pertama dan kedua masjid dan mushalla penuh dengan jamaah yang melaksanakan shalat fardhu terutama sembahyang Isya dan dilanjutkan dengan shalat sunat tarawih dan witir, bahkan sampai luber ke halaman masjid sehingga tenda untuk jamaah pun menghiasi masjid dan mushalla selama bulan Ramadhan. Hotelhotel pun tak ketinggalan menyediakan tempat bagi umat Islam yang ingin melaksanakan berbuka puasa bersama sekaligus shalat tarawih dan witir berjamaah di ruangan yang ‘full air conditioning’, agar ibadah yang dilaksanakan nyaman dan khusuk. Demikian pula lantunan kalam ilahi ayat-ayat suci Al Quranul Karim tak henti-hentinya dikumandangkan dari majelis tadarus yang digelar di masjid dan mushalla usai shalat tarawih dan witir hingga larut malam baru berakhir. Pada waktu selesai shalat subuh, remaja kaum muda asyik pula meramaikannya dengan

jalan-jalan bercengkrama dan bercanda ria bahkan melakukan tindakan tidak terpuji unjuk gigi ngebut di jalan raya yang rawan kecelakaan dan keselamatan dirinya serta orang lain. Namun pemandangan lain yang tidak berubah dari tahun ke tahun pada bulan Ramadhan lebih-lebih menyongsong hari raya Idul Fitri aktivitas perekonomian semakin meningkat. Pusat perekonomian seperti plaza, mall, super market, pasar tradisional semarak ramai dikunjungi konsumen berbelanja untuk keperluan berbuka, maupun menyambut hari raya. Di sisi lain tumbuh suburnya masyarakat yang berjualan di trotoar bahkan bahu jalan raya menggunakan kereta sorong dan gerobak bahkan mobil pick up. Ada pula pedagang langsung menjajakan dagangannya dengan menggunakan sepeda motor keliling dari satu lingkungan ke lingkungan lain. Umumnya mereka menjual aneka ragam makanan dan penganan untuk keperluan berbuka puasa dan sahur. Balas dendam Fenomena tumbuh suburnya masyarakat yang berjualan makanan dan penganan itu menunjukkan permintaan konsumen akan makanan dan penganan selama bulan Ramadhan meningkat tajam. Tidak dapat dipungkiri pada masa bulan Ramadhan budaya konsumerisme (berlebihan) sangat kental mewarnai kehidupan umat Islam. Pada bulan puasa lazimnya makanan dan penganan beraneka ragam dikonsumsi terutama saat berbuka maupun pada sahur. Terkadang enam jenis bahkan lebih makanan dimasak sendiri ataupun dibeli dari penjual makanan siap saji. Lantas disediakan dan terhidang untuk disantap bersama keluarga pada saat berbuka. Mulai es cendol , toge (khas Tapsel), kolak, buah kurma, mie, pecal, urap, bubur pedas serta minuman sirup markisa dan kue lainnya. Penyediaan makanan dan penganan

untuk konsumsi berbuka dan sahur sepertinya sebagai arena balas dendam, karena sudah menahan lapar dan dahaga selama empat belas jam setiap harinya. Pelampiasannya dihempaskan pada waktu berbuka dan sahur. Uniknya makanan dan penganan yang telah disediakan itu bukannya habis dimakan, akan tetapi berlebih dan bersisa sehingga terbuang percuma, karena dengan berbuka makan kolak dan nasi perut pun terasa kenyang. Karena kekenyangan membawa pengaruh kepada tubuh jasmani, mata pun menjadi mengantuk, lantas pergi ke tempat peraduan tertidur pulas di sana. tidak lagi ke masjid untuk shalat tarawih. Kendatipun demikian bukan lantas konsumerisme itu dihentikan, akan tetapi selama Ramadhan kebiasaan itu tetap saja dilanjutkan. Padahal budaya konsumerisme di bulan puasa itu tidak terjadi pada pada hari-hari biasa, mereka hanya menyediakan makanan ala kadarnya berupa nasi dengan lauk pauk apa adanya tidak berlebihan, bahkan untuk kebutuhan minum hanya dengan air putih atau air mineral saja. Mengubah kultur Meningkatnya aktivitas perekonomian terutama karena permintaan konsumen meningkat membawa implikasi harga menjadi naik. Sesuai teori ekonomi yang menyatakan apabila permintaan barang meningkat, maka harga pun akan naik, Sebaliknya bila bila barang banjir di pasaran, harga akan turun. Berdasarkan teori itu pedagang pun mengambil momentum berharga itu dengan menaikkan harga untuk mendapatkan keuntungan sebesarbesarnya. Tidak mengherankan menjelang Ramadhan tiba terlebih-lebih mendekati hari raya harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Seperti yang terjadi pada awal Ramadhan tahun ini, harga gula mengalami kenaikan seribu rupiah per/kg. Harga cabai pun ikut-ikutan naik, sebelumnya Rp

15.000.- kini menjadi Rp/ 25.000.- bahkan bisa mencapai Rp. 30.000.- Gula pasir yang sangat banyak dikonsumsi masyarakat mengalami kenaikan harga Rp. 1.000.- per/ kg. Demikian pula minyak goreng, tepung terigu, daging, mentega, susu, bawang merah/putih harganya mulai merangkak naik. Hanya beras saja yang stabil dan stok cukup, karena masa ini petani baru selesai panen. Naiknya harga barang ini terjadi di level distributor karena terjadinya aksi borong untuk mencukupi stok pedagang saat lebaran. Akibat naiknya harga kebutuhan pokok ini pemerintah harus melakukan intervensi dengan mengganjal laju inflasi tak terlalu tinggi, dengan operasi pasar dan upaya lainnya. Fluktuasi harga di market ini tidak lain disebabkan konsumerisme yang terjadi di kalangan masyarakat selama Ramadhan. Dalam konteks budaya konsumerisme ini sudah selayaknya umat Islam melakukan perubahan kultur (budaya/kebiasaan) dari hidup yang berlebihan dan mubazir ke arah pola hidup sederhana sebagaimana yang disyariatkan agama. Bukankah konsumerisme dan mubazir dilarang dalam agama seperti firman Allah SWT yang menyatakan : “Sesungguhnya mubazir atau perilaku berlebihan adalah saudara setan” (surah Al Isra’ ayat 28). Secara faktual sketsa masyarakat menunjukkan konsumerisme pada bulan Ramadhan seperti “dipaksakan” dil uar kemampuannya. Mereka berlomba-lomba mengupayakan yang serba baru. Melakukan renovasi rumah dengan arsitektur minimalis, melengkapi furniture kursi tamu/meja makan yang lagi model, kain gorden jendela baru, televisi baru bahkan motor baru. Penghasilan berupa gaji dan tunjangan hari raya atau bonus yang diperoleh habis untuk mewujudkan perilaku konsumerisme tanpa memikirkan kebutuhan hidup ke depan. Tidak jarang pula mereka berutang ke sana ke mari, bahkan menggadaikan gaji ke bank ataupun barang bergerak ke kantor pegadaian hanya

Mengenang 100 Tahun ‘Pendiri USU’ Prof Mr Ani Abas Manoppo

Pejuang Ikhlas Yang Dilupakan Oleh Muchsin Lubis

R

epublik Indonesia sudah berusia 64 tahun.Berbagaikegiatandiselenggarakan untuk mengenang jasa pahlawan. Namun, banyak yang melupakan sejarah orang-orang yang merintis, memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan Indonesia.Salahsatuyangkitalupakanñterutama di Sumut ñ adalah Prof. Mr Ani Abas Manoppo,pendiriUniversitasSumateraUtara(USU) danIKIPMedanyangsekarangbernamaUniversitasMedan(Unimed).Bersamasuaminya Mr Abas, Ani berjuang mempertahankan kemerdekaan.Tapisayang, disitusresmiUSU sendiri, nama Prof Mr Ani Abas Manoppo tak tercantum sebagai salah seorang pendiri USU. Sangat disayangkan sekali. Ani berasal dari keluarga sederhana di Desa Langowan, Minahasa, Sulawesi Utara. Lahir 4 Mei 1909 dari pasanganWolter ManoppodanAnnaMassiedariNederlandIndische Hervormde. Ia anak pertama dari 6 bersaudara yang dididik sangat disiplin dan didorong untuk menuntut ilmu, terutama oleh ayahnya. Karena pada usia 10 tahun, AnnaMassiemeninggaldunia.Aniharusmengurus adik-adik dan membantu ayahnya, sementara ia harus bersekolah di Speciale School setingkat HIS dalam bahasa Belanda yang dimulai 1915. Namun begitu, semangat keindonesiaan sudah ditanamkan Wolter dan Anna pertama kali melalui bahasa. KeluargaWolter tidakmemakaibahasadaerahdirumahtetapi menggunakan bahasa Melayu Riau, karena lebih halus dan dapat dipakai untuk membaca buku dan koran. Pada Sumpah Pemuda 1928dimanaAbasHutasuhutikutjadipanitia bersama temannya Mr MuhammadYamin, bahasa Melayu Riau dijadikan dasar Bahasa Indonesia.

Tamat dari Speciale School, Ani didorong ayahnya melanjutkan ke sekolah lanjutan Meer Uitgebreide Lager Onderweis (MULO) diTondano pada 1923 dan selesai 1927. Ayahnya memang berpikiran maju. Diam-diam Wolter mengurus sekolah Ani ke AMS A di Bandung. Ayahsayasendiriyangmendorong saya untuk meneruskan pelajaran saya. Dia tidak segan untuk berkorban sebidang sawah miliknya dijual demi keperluan sekolah lanjutan saya, kenang Prof Mr Ani Abas Manoppo dalam otobiografinya. Untuk pergi ke Bandung saat itu memerlukan keberanian dan perjuangan tersendiri. Ani harus berangkat sendirian menaiki kapal pengangkutkopramenyinggahibanyakpelabuhan di Sulawesi hingga ke Makassar, kemudian pindah kapal ke Surabaya . Lalu naik keretaapikeBandung.DiBandung,semangat keindonesiaan Ani mulai membara. Di kota tersebut Ani berkenalan dengan Sutan Sjahrir dari Medan yang juga siswa AMS. Ia sekelas dengan Mohamamad Natsir. Kedua temannya ini kemudian menjadi perdana menteri RI. Saat itu, Ir Soekarno dijebloskan ke penjara Sukamiskin, tapi semangat kemerdekaan makin menggelegak. Ani dan kawan-kawannya pribumi di AMS selalu melawan guruguru yang merendahkan kaum inlander.Walaupun demikian, guru Belanda mereka sangatfair,walauberlawananpendapat.Zaman kolonial sistem pendidikannya lebih baik dari padazamansekarang.Sekaranglebihbanyak emosi dan faktor X yang berbicara dari pada kemampuan, komentar Ani Abas Manoppo. Ketika Ani di AMS Bandung, di Jakarta 28 Oktober 1928 diadakan rapat pemuda kedua yang melahirkan Soempah Pemoeda. Saatituparapencetuspertemuanitubersumpah bulat untuk kemerdekaan. Salah satu

sikap mereka, menghilangkan marga dan berbaktikedaerahlainyangbukankampungnya sendiri. Demikian pula dengan Abas Hutasuhut dan Amir Sjarifuddin Harahap menghilangkan marganya dan berbakti ke daerah lain. Amir Sjarifuddin kemudian menjadi perdana menteri dan Abas menjadi suami Ani berjuang ke Lampung dan Sumatera Timur. Tamat dari AMS Bandung, Ani melanjutkan kuliah ke Recht Hoge School (RHS) pada 1930 di Jalan Merdeka Barat Jakarta sekarang Gedung Departemen Pertahanan. Di RHS Ani masuk perkumpulan nasionalis Indonesische Clubgebouw (IC) di Jalan Kramat Raya, tempat pemuda-pemuda pergerakan kemerdekaan Indonesia . Di sinilah Ani berkenalan dengan Abas, mantan mahasiswa Stovia yang gagal kemudian pindah ke RHS. Abas, anak kerani perkebunan di Kuala Begumit, Langkat yang aktif di politik kemerdekaan. Beberapa tahun kemudian mereka menikahdiKualaBegumitsaatliburankuliah. Tahun 1930 sampai 1935, Ani bersama Abasaktifdiperkumpulanmahasiswaradikal PPPI dan Partai Indonesia (Partindo), pengganti PNI yang dibubarkan Belanda setelah Soekarnodipenjarakan.Merekaselaludikuntit oleh intelijen Belanda (PID). Ani kemudian tamatsebagaisarjanahukumwanitapertama RHSJakarta.Tahun1937menyusulAbaslulus. Pasangan Abas - Ani memilih jadi swasta. Abas menjadi pengacara di Tanjung Karang Lampung (Bandar Lampung sekarang). Sementara Abas menjadi advokat membela penindasan hukum terhadap pribumi, Ani menjadi guru di Taman Siswa dan Sekolah Deventer dengan bahasa Indonesia . Keduanya aktif berjuang di bawah Partai Rakyat Indonesia (Parindra) dan kepanduan Suryawirawan. Ketika Jepang masuk ke Lampung, Ani mendirikan sekolah kepandaian puteri. Maksudnya untuk mencegah agar wanita pribumi jangan dijadikan pelacur Jepang

(Jugun Ianfu). Sebagai tokoh intelektual Lampung, Abas ditunjuk sebagai anggota Badan Peyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di pimpin Dr Radjiman Wedyodiningrat di Jakarta. Kemudian menjadi Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang membuat UUD 1945 dipimpin Soekarno dan Hatta. Ketikaproklamasi,AbasdiangkatPresiden Soekarno sebagai Wakil Pemerintah Pusat RI untuk wilayah Sumatera. Abas bersama Anikemudianmenyebarkanberitakemerde-

untuk kepentingan sesaat demi mengimlementasikan konsumerisme tersebut. Dalam pepatah Melayu disebutkan : “Besar pasak dari tiang”, suatu budaya yang jelasjelas bertentangan dengan norma agama. Pola hidup sederhana Untuk mengubah kultur konsumerisme itu bukanlah perkara mudah. Namun memerlukan proses dan waktu, karena sudah turun temurun melekat sebagai tradisi dalam kehidupan masyarakat di negeri ini. Karena itu pendidikan agama di bangku sekolah dari mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi agar diintensifkan dengan konten pola hidup sederhana dalam silabus kurikulum yang diajarkan. Sedangkan ulama dan tokoh agama diminta secara berkesinambungan memberi siraman dakwah pendidikan dan pemahaman tentang pentingnya menerapkan pola hidup sederhana dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara sebagaimana yang dilakukan pemimpin kita junjungan Nabi Besar Muhammad SAW semasa hayatnya. Ketika menjalankan ibadah puasa dalam bulan Ramadhan, Rasulullah Muhammad SAW benar-benar menerapkan pola hidup sederhana, seperti berbuka hanya dengan sebuah kurma. Hal itu menunjukkan betapa Rasulullah melakukan efisiensi (penghematan) dan menghindari pemborosan. Perilaku itu bertolak belakang dengan kondisi umat Islam di negeri ini, berpuasa sebulan lamanya bukan melakukan penghematan, akan tetapi pola konsumerisme dan pemborosan yang diaktualisasikan. Faktor keteladanan pemimpin formal maupun informal sangat memegang peran penting dan strategis serta merupakan bagian yang integral dalam mengaktualisasikan pola hidup sederhana, karena masyarakat di negeri ini adalah paternalistik. Keteladanan pemimpin acapkali menjadi ikutan dan panutan mereka. Sebenarnya kaanRIkeseluruhSumaterahinggakeMedan melaluiSibolga.DiMedan,proklamasidibacakan di Taman Siswa Jalan Amplas 30 September 1945 oleh Ki Sugondo Kartoprojo dan Mohammad Said pendiri Harian Waspada. KetikaAgresiPertama,merekamengungsi ke Padang Sidempuan. Kemudian Abas dan tokohpemerintahandibawakeSawahLunto, Sumatera Barat.Ketika penyerahan kedaulatan Desember 1949 usai Konferensi Meja Bundar (KMB). Abas dan Ani serta keluarga kembali ke Medan diantar dengan bus kecil, tanpa membawa apa-apa. Hanya baju yang ada di badan. Bahkan rumah pun tak punya untuk dihuni di Medan .Bulan Agustus 1950 kami kembali memulai hidup baru, tanpa modal sesen pun dan tanpa memiliki rumah atau sebidang tanah pun di Indonesia, kata Ani.Tahun 1952 Abas berhenti menjadi pegawai tinggi, lalu menjadi pengacara. Dua tahun kemudian Mr Abas wafat akibat

Penjelasan Tentang Pendiri UISU Assalamu’alaikum Wr. Wb Dengan hormat, semoga saudara dalam keadaan sehat wal’afiat dan sukses menjalankan tugas sehari-hari. Amin. Setelah membaca : 1. Buku : Tim Safir Al-Azhar, ”Mereka Berkata Tentang Abdullah Syah”, (Medan : Duta Azhar, 2009) halaman 8 (copy terlampir) 2. Surat Kabar Harian :Waspada, edisi Rabu 23 Mei 2009, (copy terlampir) Dengan ini, saya sebagai satu-satunya pendiri UISU/ Yayasan UISU yang saat ini masih hidup ,terutama untuk menghindarkan terjadinya persimpangsiuran informasi di tengah-tengah masyarakat sehubungan dengan siapasiapa pendiri Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) atau Yayasan UISU sesungguhnya, dan sekaligus untuk melakukan koreksi atas informasi yang diduga bapak sampaikan kepada tim safir Al-Azhar maupun kepada redaksi/wartawan Harian Waspada, menyampaikan copy akta pendiri Yayasan UISU (copy akta dan surat terlampir). Untuk merajuk kepada data-data legalitas Yayasan UISU yang saya sampaikan diatas, saya berharap agar

sosialisasi membudayakan pola hidup sederhana sudah pernah dilakukan pada era orde baru di bawah pemerintahan Soeharto melalui pola penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) untuk seluruh rakyat Indonesia sejak tahun 1978. Pola tersebut sebenarnya cukup baik dilakukan, akan tetapi aplikasinya tidak sesuai dengan jiwa dan semangat dari butir-butir Pancasila termasuk pola hidup sederhana. Sehingga penataran P 4 hanya sebatas ‘lips service’ saja, akan tetapi hasilnya tidak membumi. Untuk mengaktualisasikan pola hidup sederhana selain melalui pendidikan formal dan informal perlu aksi nyata yang harus dilakukan strata masyarakat. Seperti masyarakat yang kurang mampu atau level menengah kiranya benar-benar melakukan evaluasi merenung ulang terhadap kebiasaan pola konsumerisme tidak hanya dalam bulan Ramadhan, akan tetapi untuk hidup kehidupan sehari-hari. Sedangkan bagi mereka yang berkecukupan, dapat memberi bantuan kepada saudaranya yang dikatagorikan kurang mampu dan pada gilirannya menciptakan kesetiakawanan sosial yang dewasa ini semakin menipis. Di tengah-tengah badai krisis baik krisis moneter dan ekonomi yang masih menerpa bangsa kita sehingga 30 % dari rakyat di negeri ini masuk dalam katagori miskin (pra sejahtera). Karenanya sudah saatnya bangsa ini menerapkan sungguh-sungguh kultur pola hidup sederhana secara konsekuen dan konsisten. Berkenaan dengan ibadah puasa bukanlah bertujuan untuk konsumerisme berlebih-lebihan dan pemborosan akan tetapi hakikat utama adalah agar kita menjadi insan yang taqwa (Al Baqarah, 183). Semoga ibadah puasa yang kita laksanakan tahun ini diterima Allah SWT. Amin ya rabbal ‘alamin. Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hikmah Kota Tebing Tinggi

penyakit asma yang dideritanya sejak lama. NamunAniAbasManoppotakmenjadisurut. Ani terus berjuang mengisi kemerdekaan. Beliau kemudian ikut merintis pembentukan Universitas Sumatera Utara dan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru yang kemudian menjadi IKIP lalu Unimed sekarang. Prof Mr Ani Abas Manoppo, wanita gigih dan intelektual asal Desa Langowan ini memang pantas menjadi Guru Bangsa. Guru yang ikhlas mendidik kemerdekaan, melindungidanberjuangdemikemerdekaan dan mengisi kemerdekaan. Sementara kita sekarang menikmati kemerdekaan dan berebut kepingin jadi presiden, menteri, jadi gubernur, jadi bupati atau walikota, atau jadi wakil rakyat.. Harus diakui, kita sekarang sulit mencari tokoh sekualitas Prof Mr Ani Abas Manoppo dan Mr Abas. Masih ingatkah kita dengan beliau? Penulis adalah pengamat sosial dan politik

selaku pihak yang mengaku mengikuti perkembangan tentang UISU dan telah bergabung di UISU sejak tahun 1959, bapak dapat lebih cermat dan berhati-hati dalam memberikan data dan informasi berkaitan dengan sejarah UISU dengan senantiasa berpedoman kepada data dan fakta yang sesungguhnya, dan selanjutnya meminta kepada bapak agar bersedia melakukan koreksi/perbaikan atas pernyataan tentang pendiri UISU yang diduga bapak sampaikan kepada tim safir Al-Azhar maupun kepada redaksi/wartawan Harian Waspada sebagai mana tersebut diatas, satu dan lain hal karena segala data dan informasi tentang UISU yang tidak akurat yang dimuat ke dalam buku atau pemberitaan di media massa jelas akan sangat berpotensi mengaburkan fakta sejarah UISU sesungguhnya, hal mana tentunya jelas akan sangat mengaburkan UISU/Yayasan UISU. Demikianlah surat ini disampaikan, atas perhatian dan kerjasama yang baik saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum WR. Wb Hormat saya Hj. Sariani Amiraden Siregar Pendiri/Ketua Pembina


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.