Mode
B2
KEINDAHAN dan pesona kain Nusantara sepertinya tidak kalah menarik dengan fashion luar negeri. Karya tangan berupa sulaman dari Bukittinggi tersebut membentuk bulatan-bulatan kecil menghiasi bunga-bunga merah di atas kain. Tidak kalah menarik, perpaduan warna hitam, kuning, dan putih menjadi kerajinan unggulan dari Nagari Minangkabau. Sehingga tidak jarang kualitas dan nilai seni yang tinggi dibandingkan mesin jahit menjadi
pilihan warga Negara asing seperti Malaysia, dan Singapura. “Ada enam bentuk gambar didalam melakukan sulam untuk kain,” ujar Metriza, 50, pemilik Metriza Bordir ketika mengikuti pameran
acara Jelajah Dunia Astra di Medan International Convention Centre di Hotel Santika, Medan, kemarin. Seperti Sulaman kepala peunity, lanjutnya, di mana jenis sulaman jenis ini tampak paling cantik di antara yang lain. Hasilnya membentuk bulatan-bulatan kecil di atas kain. Pengerjaannya butuh waktu lebih lama dibanding jenis sulaman tangan lainnya. “Kemudian sulaman timbul, di mana sulam benang jenis ini hasilnya tampak timbul di atas kain, makanya dinamakan sulam timbul,” ujarnya. Sedangkan yang ketiga, lanjutnya, adalah sulaman baying dimana motif dan warna yang ditimbulkan dari sulaman ini berasal dari benang yang disulam di belakang kain. “Lebih cantik jika kain berwarna transparan seperti putih atau kuning karena warna benang yang disulam akan membuat motif tampak jelas.” “Kemudian sulaman terawang, di mana sulaman dikerjakan dengan cara menarik benang dari bagian dalam kain sehingga terdapat ruas-ruas di tengah kain. Setelah itu pinggirannya dijahit tangan agar tidak berbulu dan disulam motif di bagian dalam dari ruas ruas tadi,” terangnya. Setelah itu sulaman suji, lanjuntya, di mana
sulaman ini hasilnya sangat halus. “Bahkan jika dikolaborasi dengan menggunakan benang campuran, bisa dapat dikatakan sulaman suji cair,” ujarnya. “Dan yang terakhir adalah sulaman pita, di mana sulaman ini tidak menggunakan benang akan tetapi pita. Ada yang memakai pita biasa, tetapi sekarang mulai ngetren pita jepang. Sulaman ini relatif lebih mudah pengerjaannya bila dibandingkan sulaman benang,” ujarnya. Walaupun masih ada beberapa jenis sulaman lainnya, lanjutnya,akan tetapi saat ini yang masih sering dipakai adalah enam jenis tersebut. “Ya bisa saja ada referensi lainnya namun sampai saat ini kita memakai jenis tersebut,” terang Metriza. Harga terjangkau Selendang ataupun gaun sulaman yang dia jual dibanderol dengan harga yang terjangkau mulai dari Rp1,5 juta s/d Rp2,5 juta tergantung pada kain, benang, serta kerumitan pengerjaannya. Semakin halus tentunya semakin mahal. “Untuk harga sepertinya ditentukan oleh kerumitan pengerjaan motif yang banyak menggali motif lama serta tergantung pada kain. Apalagi sulaman terbuat dari
organza ataupun sutra asli dengan motif yang bervariatif,” ujarnya. Dia juga mengatakan walaupun saat ini zaman pabrikan akan tetapi kerajinan sulaman ini masih tetap bertahan, dikarenakan memiliki nilai seni dan budaya yang cukup tinggi juga diminati oleh seluruh lapisan masyarakat. “Ya dulunya pembuatan kain tenun ini berkaitan dengan berbagai kegiatan seperti upacara adat, seperti melantik penghulu, pesta perkawinan. Namun belakangan banyak beberapa etnis digunakan dari kegiatan apapun,” lanjutnya yang menekuni usaha di Padang Tarok, Kab. Agam, Sumatera Barat. Karena, lanjutnya, selendang bisa digunakan berbagai apapun. “Sedangkan untuk gaun sendiri untuk kegiatan yang resmi,” ujarnya kembali. “Saat ini kita memiliki tenaga kerja mencapai 20 orang, di mana untuk mengerjakan satu selendang sulaman mencapai satu sampai dua bulan, sedangkan gaun bisa mencapai dua bulan. Hal itulah mengapa harga sulaman ini untuk kalangan menengah ke atas,” lanjutnya.
WASPADA Minggu 17 Juni 2012
Begitupun, terang Metriza kembali, agar tetap mengembangkan mode keindahan dan pesona kain nusantara pihaknya juga mengembangkan pembuatan jilbab , dan mukena sehingga hal ini memberikan variasi di dalam mode Metriza Bordir.
Foto dan tulisan Hamzah
Indonesia Fashion Week 2012
Gerbang Desainer Lokal Menuju Dunia BERBEKAL inspirasi dari berbagai negara, para desainer anak negeri menyuguhkan keindahan kreasi busana muslim dalam gelaran Indonesia Fashion Week 2012, beberapa waktu lalu. Gaya menyuguhkan kreasi penuh inovasi dari desainer Ade Listiani, Ade Irma, dan duo bersaudara Adhy & Alie. Semoga menjadi inspirasi buat Anda. Koleksi Bayt Syarifa masih setia menampilkan
A
E G
N
D A
Info: Bagi masyarakat yang ingin menginformasikan kegiatan/event pemilihan model atau fashion show, dapat mengirimkan jadwal pelaksanaan dan agenda kegiatan ke email: nenengkz@gmail.com
kaftan Jeny Tjahyawati, koko berbahan sarung Nieta Hidayani, cardigan ala Dian Pelangi, gamis gaya Her Dress, juga koleksi blus-blus katun Si.Se.Sa. Gelaran Indonesia Fashion Week (IFW) 2012 menjadi ajang yang sangat tepat bagi desainer daerah menampilkan hasil rancangannya. Tidak hanya disuguhkan untuk kalangan pecinta mode tanah air, tapi lebih luas lagi juga sebagai sarana dan gerbang go international. Tak terkecuali bagi desainer busana muslim anggota Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI). Di ajang IFW 2012, desainer busana muslim makin memperlihatkan kemampuan kreatifnya dalam merancang berbagai gaya busana muslim. Bermodalkan inspirasi dan material lokal, busana muslim tampil tidak monoton, melainkan bervariasi, berwarna, dan sangat inovatif. Contohnya trend
K-Pop, yang sedang melanda remaja Indonesia, dipadukan dengan Arabian style, menghasilkan busana muslim yang penuh gaya dan manis. Gaya menampilkan karya tiga perancang daerah yang sudah merambah pasar nasional, yaitu Ade
Listiani dan Ade Irma, desainer dari Padang, Sumatera Barat, serta Adhy & Alie, desainer asal Makassar, Sulawesi Selatan. Ade Listiani, yang bukan hanya dikenal sebagai seorang desainer, tapi juga event organizer wedding, menampilkan busana yang terinspirasi
dari baju Negeri Tirai Bambu. Baju cheongsam, di tangan desainer yang khas dengan kebaya payetnya ini, disulap menjadi gamis dengan rok bawah lebih longgar. Berwarna merah berdetail hiasan emas. Lengan baju pun dibuat berbagai bentuk, mulai lengan panjang biasa, lengan
lonceng, hingga lengan balon. Sementara Ade Irma, perancang muda, menyuguhkan tema “Mixing”, yaitu pembauran busana Arabian style dengan trend anak muda Indonesia yang dipengaruhi berbagai style seperti Korean style. “Gaya tumpuk-tumpuk,
renda, dan harajuku yang asimetris dan imajinatif melahirkan gaya tersendiri yang unik,” ujar Ade Irma, kelahiran Padang 16 Juni 1979. Sementara duo desainer senior yang sangat terkenal di Makassar, Adhy & Alie, mengambil motif tenun geometris menjadi
sumber inspirasinya. Permainan drapery, gaun melambai dan jatuh, memang menjadi kesan yang disampaikan pada busana mereka. Kuning, merah bata, dan warnawarna pastel lainnya banyak mewarnai karya busananya. Neneng K Zen