Waspada, Jumat 3 Mei 2019

Page 16

B8

Mimbar Jumat

Bersiap Menuju Ramadhan (2) Setelah puasa wajib Ramadhan yang kita jalankan saat ini masih banyak jenis puasa lain yang perlu kita ketahui, khususnya puasa sunnah, seperti puasa setiap Senin dan Kamis, atau puasa yang lebih berat yaitu puasa Nabi Daud (sehari berpuasa sehari berbuka). Macam puasa itu memiliki dalil yang kuat berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW sbb: Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang puasa pada hari Senin maka beliau bersabda, “Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus sebagai Nabi, atau hari diturunkannya AlQuran kepadaku.” Di dalam riwayat yang bersumber dari Aisyah r.u dia berkata, “Nabi SAW senantiasa menjaga puasa Senin dan Kamis. Hadis cukup kuat dan shahih, sehingga menjadi pegangan bagi umat Islam untuk berpuasa Senin. Masih ada dalih yang mendukung puasa Senin dan Kamis dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi SAW bersabda, “Amal-amal itu diperlihatkan pada hari Senin dan Kamis, maka aku senang jika amalku ditampakkan pada saat aku sedang berpuasa.” (HR Tirmidzi). Kalau puasa Nabi Daud memang masih jarang dilakukan umat Islam karena cukup berat, namun bagi yang mampu bisa mengerjakannya karena dalilnya cukup kuat sehingga tidak perlu diragukan lagi. Dalam riwayat Bukhari disebutkan Abdullah Ibnu Amr pernah berkata kepada Nabi SAW, “Demi Allah aku akan berpuasa pada siang hari dan bangun pada malam hari terus menerus selama hidupku.” Rasulullah SAW pun bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukan hal tersebut, karena itu berpuasa dan berbukalah, bangun dan tidurlah, berpuasalah engkau tiga hari dalam setiap bulannya, karena satu kebaikan akan dibalas sepuluh kali lipat, dan itu seperti puasa ad-Dahr (sepanjang tahun). Setelah mendengar jawaban dari Nabi SAW maka Abdullah Ibnu Amr r.a berkata, “Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih baik daripada itu. Maka beliau bersabda, “Berpuasalah satu hari dan berbukalah (tidak berpuasa) dua hari.” Dan Abdullah Ibnu Amr masih menjawab, “Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih baik daripada itu.” Rasulullah SAW lalu bersabda, “Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari, yang demikian itu adalah puasa Daud, puasa tersebut adalah puasa yang paling baik.” Secara tegas Nabi SAW bersabda, “Tidak ada yang lebih baik daripada puasa tersebut.” Selain puasa enam hari bulan Syawal, masih ada puasa-puasa sunnah yang lainnya, di antaranya adalah: Puasa tiga hari setiap bulan. Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hari dalam setiap bulan (hijriyah), serta dari Ramadhan ke Ramadhan, semua itu seolah-olah menjadikan pelakunya berpuasa setahun penuh.” (HR. Ahmad dan Muslim) (Sumber hadis shahih dan kiriman sahabat)

WASPADA Jumat 3 Mei 2019

Penetapan Awal Ramadhan Antara Ru’yah Dan Hisab Oleh H. Muhammad Nasir Lc, MA Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Alquran Al Mukhlisin Batubara dan Sekretaris Dewan Fatwa Pengurus Besar Al Washliyah.

T

idak lama lagi bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, akan kembali bersama kaum Muslimin di seluruh Dunia. Datang untuk menfasilitasi orang-orang Mukmin mejalankan pendidikan tarbiyah rabbaniyah/pendidikan Tuhan, melatih pengendalian nafsu manusia atas dasar perintah Allah SWT guna mencapai tahapan pendidikan paling tinggi yaitu ketakwaan kepada Allah SWT. Karena sejatinya hanya orang bertakwa sajalah diterima Allah amal ibadahnya. Ibadah puasa Ramadhan tahun ini memberi kesan tersendiri dari bulan bulan Ramadhan sebelumnya, dimana sebelum tibanya bulan yang sangat diagungkankaumMuslimindiseluruh dunia. Rakyat Indonesia pada umumnya dan kaum Muslimin khususnya telah melakukan jihad siasy/jihad politik sebagai kewajiban warga negara, kemudian masuk ke babak jihad berikutnya yaitu jihad hawa nafsu. Bula Ramadhan bulan yang agung. Keagungannya nampak jelas dimana hanya satu-satunya bulan yang disebut dalam Alquran dari 12 nama-nama bulan yang ada dalam Islam. Lebih dari itu, bulan Ramadhan disebut sebagai syahrullâh (bulan Allah) karena amal ibadah yang dikerjakan pada bulan tersebut diberi langsung oleh Allah SWT pahalanya. Nabi SAW bersabda: Allah SWT telah berfirman (hadis qudsi): Tiaptiap amal anak Adam untuknya sendiri, kecuali puasa, puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang membalasnya. Puasa itu adalah perisai, oleh karena itu apabila seseorang sedang berpuasa, janganlah mengucapkan kata-kata kotor dan keji yang membangkitkan syahwat, apabila dimaki atau ditantang oleh seseorang, hendaklah dia berkata saya sedang berpuasa. (Hadis Riwayat Bukhari dari Abi Hurairah ra) Penetapan Awal Ramadhan Ketentuan untuk menetapkan awal hilal Ramadhan /1 Ramadhan, ditentukan dengan rukyat/ru’yah, hilal/melihat anak bulan, dengan mata kepala/bil fi’li atau bil ‘aini di saat cuaca dalam keadaan cerah atau tidak ada sesuatu yang menghalangi pandangan. Karena sabda Nabi SAW:

Puasalah kalian karena melihat bulan dan berbukalah kalian karena melihat bulan (HR.Bukhari dari Abi Hurairah). Jika cara ini tidak dapat dilakukan disebabkan cuaca mendung atau terlindung pandangan sehingga tidak dapat melihat anak bulan dengan mata kepala (bil fi’li atau bil ‘aini). Rasul SAW memerintahkan untuk menetapkan awal Ramadhan dengan cara istikmal yaitu menggunakan jumlah bilangan Sya’ban 30 hari. Karena jumlah bilangan hari dalam satu bulan qamariah hanya berkisar antara 29 dan 30 hari. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda: Bulan itu sekian-sekian (dengan mengisyaratkan sepuluh jari tangan Beliau 2 kali dan kali yang ketiga dilipatnya ibu jari tangannya). Berpuasalah kalian dengan melihat bulan dan berbukalah kalian dengan melihat bulan. Jika cuaca mendung (ada sesuatu yang melindungi pandanganmu) maka sempurnakan (faqdurulah) 30 hari (bulan Sya’ban) (HR.Muslim dari Abdullah bin Umar). Kedua cara di atas untuk menetapkan awal hilal Ramadhan adalah mudah ditempuh umat Islam untuk segala tingkatan masyarakat, mulai dari orang-orang awwam hingga orang-orang yang berpengetahuan tinggi. Bahkan sesuai dengan ruh syariat Islam itu sendiri yaitu a’damul haraj (prinsip tidak menyulitkan). Allah SWT berfirman: Dan Allah tidak menjadikan atas kamu pada agama (Islam) sesuatu yang menyulitkan. Pendapat ini dianut oleh jumhur (mayoritas) fikih yaitu mazhab Syafi’i, Hanafi, dan Maliki. Adapun mazhab Hambali berbeda pendapat dengan mereka di saat cuaca mendung dan tidak dapat melakukan rukyat. Pendapat terkuat di dalam mazhab Hambali adalah tidak harus menggunakan istikmal. Dengan kata lain umat Islam tidak harus menyempurnakanbulanSya’ban30hari.Tetapi mereka wajib berniat puasa Ramadhanpadamalamharinya.Hanyasaja apabila keesokan harinya jika diketahui pasti bahwa hari itu masih bulan Sya’ban, orang yang melakukan puasa tersebut tidak harus melanjutkan puasanya sampai terbenam Matahari.

Wahai orang beriman diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang orang yang bertaqwa (QS.Albaqarah: 183) Adapun penggunaan ilmu hisab tidak dikenal di dalam mazhab fukaha yang empat, bahkan menurut keterangan Syekh Taqyuddin Ibnu Taimiyah di dalam kitab Bayan alHuda minaad dhalal—seperti dikutip ulama terkemuka di Sumatera Utara almarhum Ustaz Arsyad Thalib Lubis di dalam kitab fatwanya, ulama telah ijma’ tidak memakai ilmu Hisab dalam menetapkan bulan puasa pada tiga abad permulaan Islam. Perbedaanpendapattentangmenggunakan hisab hanya terjadi setelah abad ketiga hijriyah. Orang yang pertama sekali menggunakan ilmu hisab adalah seorang tabi’in yang bernama Muthrif bin Abdullah yang menafsirkan hadis Nabi SAW faqdurullâh seperti di dalam teks-teks hadis mengenai rukyat. Maknanya adalah “gunakanlah ilmu hisab. Ternyata pendapat Muthrif bin Abdullah adalah keliru sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ibnu Abdul Barr bahwa Muthrif tidak benar dalam penafsirannya. Karena makna faqdurullâh dalam hadis di atas dijelaskan oleh hadis yang lain faakmilu iddata sya’ban tsalasina/sempurnakan bilangan bulan Sya’ban 30 hari (lihat kitab Fathul Bari jilid 4 halaman 146). Selain dari Muthrif bin Abdullah dari golongan tabi’in, Ibnu Qutaibah dari golongan Muhaddisin demikian juga Ibnu Suraij dari mazhab Syafi’i juga boleh menggunakan ilmu hisab dalam menentukan awal Ramadhan. Tetapi ada pendapat yang menengahi dari kedua perbedaan di atas yang dikutip Ibnu al-Arabi dari Ibnu Suraij. Bahwa kata faqdurullâh ditujukan kepada ahli ilmu hisab. Sedangkan kata faakmilu (sempurnakanlah) ditujukan kepada masyarakat umum (Fathul Bari jilid 4 : 146).Bukan berarti Islam menolak ilmu hisab sama sekali dan bukan pula menyalahkan pemahaman ilmu hisab, apalagi menuding ketetapan yang diperoleh melalui

ilmu hisab sebagai keboho-ngan, tidak akurat dan lain-lain. Hanya saja agama Islam telah memunyai ketentuan sendiri dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan dengan rukyat bil fi’li atau bil ‘aini, dan itulah yang dimaksud Nabi SAW di dalam sabda Beliau yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra: Kami umat yang umi, kami tidak menulis dan kami tidak menggunakan ilmu hisab. Satu bulan itu begini dan begini, dilipatkannya ibu jarinya pada yang ketiga (yaitu 29 hari) dan satu bulan itu sebegini, dan begini yaitu cukup 30 hari (HR. Muslim). Seringkali terjadi perbedaan dalam menentukan awal hilal Ramadhan baik antara Ormas Islam dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun antara Ormas Islam dngan pemerintah. Ironisnya dalam menentukan awal Ramadhan cenderung mereka sepakat dalam menetapkannya, tetapi ketika menetapkan akhir Ramadhan atau 1 Syawal mereka berbeda kembali. Seringkali kita melihat di negeri ini berbeda dalam merayakan Idul Fitri, dan persoalan ini hampir setiap tahun terjadi di negeri yang mayoritas Muslim di dunia ini. Meskipun sebagian Ormas Islam telah mengumumkan kepada masyarakat ketetapan awal Ramadhan berdasarkan ilmu hisab, namun ketetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri ditentukan dengan rukyat bil fi’li atau bil ‘aini dan boleh menggunakan ilmu hisab hanya sebagai ilmu pendamping. Seandainya terjadi perbedaan dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan di kalangan umat Islam, solusinya hanya satu, yaitu keputusan pemerintah. Kaedah fikih mengatakan: Hukmul hakim yarfa’ul khilaf (keputusan pemerintah menghilangkan semua pertikaian). Wallahua’lam.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.