Waspada, Jumat 24 Februari 2012

Page 25

Aceh

WASPADA Jumat 24 Februari 2012

Polisi Ringkus Kelompok Bersebo

Jembatan Gantung Dibangun Swadaya Dan PNPM Diresmikan

LHOKSEUMAWE (Waspada) : Kepolisian Reskrim Polres Lhokseumawe, Rabu (22/2) meringkus pasukan bersebo penyekap penjaga sawit milik Muslim, 47, di Desa Kilometer Delapan, Kec. Simpang Keuramat, Aceh Utara. Mereka ditangkap dalam waktu berbeda di Dusun Simpang Jambe. Pasukan bersebo itu tiga hari lalu diberitakan menyekap penjaga sawit, berdasarkan laporan Adi Joko, 27, yang disekap bersama istrinya di sebuah pondok areal perkebunan sawit di Desa Kilometer Delapan, Kec. Simpang Keuramat. Setelah menyekap korban, pelaku mendodos sawit milik Muslim hingga penuh satu mobil pick-up BM 9221 TA, selanjutnya kabur. Dari belasan jumlahnya, enam di antaranya ditangkap pihak keamanan. Mereka itu Safrizal, 23, Heri, 25, Abdullah, 41, seorang kepala dusun, Mar, 22, Nazaruddin, 28, dan

BIREUEN (Waspada) : Bupati Bireuen Nurdin Abdul Rahman, Kamis (23/2) meresmikan satu unit jembatan gantung di Dusun Krueng Meuh, Desa Pante Karya, Peusangan Siblah Krueng, Bireuen yang dibangun hasil swadaya masyarakat setempat dengan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM). Dengan diresmikan jembatan yang panjangnya sekitar 80 meter dan lebar 2 meter tersebut oleh orang nomor satu di Bireuen tersebut, warga desa setempat khususnya petani dari Kecamatan Gandapura, Makmur, Kutablang, Peusangan Selatan, dan Peusangan, sudah lancar pergi ke kebunnya yang umumnya di kawasan itu mereka menanam karet, sawit dan tanaman lainnya. Keuchiek Desa Pante Karya, Zulkifli Latif mengatakan, masyarakat desanya sudah lama mendambakan jembatan tersebut, namun baru sekarang terealisasi, itu juga berkat bantuan dana dari PNPM dan yang utamanya bantuan swadaya masyarakat setempat. Fasilitator Teknik (FT) PNPM, Safril ST di tempat yang sama membenarkan jembatan yang jauhnya sekitar 2 km dan harus menempuh perjalanan yang rusak parah dibangun menggunakan dana PNPM Rp350 juta dari total anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp800 juta atau diperkirakan swadaya masyarakat setempat sekitar Rp47 juta. Selain itu masyarakat melakukan gotong royong bersama saat jembatan tersebut hendak dibangun. “Untuk membangun jembatan ini swadaya masyarakat sangat besar, bahkan ini yang terbesar selama ini. (cb02)

Tahun Depan, Mahasiswa IAIN AR-Raniry Kembali Ke Kampus BANDA ACEH (Waspada) : Rektor IAIN Ar-Raniry, Prof Dr H Farid Wajdi Ibrahim menyebutkan, mulai tahun depan mahasiswanya sudah bisa belajar kembali di kampus lama. Diperkirakan, akhir tahun ini rehabilitasi kampus IAIN Ar-Raniry akan tuntas. “Proses belajar dan mengajar di kampus induk akan kembali normal dalam waktu dekat ini. Pembangunannya sudah memasuki tahap akhir. Mudah-mudahan tidak menjadi hambatan lagi,” kata Farid saat wisuda lulusan semester ganjil tahun akademik 2011/2012 di Darussalam Banda Aceh, Kamis (23/2). Rektor menambahkan, pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempercepat proses pembangunan kampus IAIN Ar-Raniry. Kampus induk IAIN Ar-Raniry berada di Darussalam, selama rehab berpencar ke sejumlah lokasi. Sudah dua tahun proses belajar-mengajar di IAIN berpencar di berbagai sudut kota di Banda Aceh. “Kami sadar dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi kampus banyak yang dikorbankan, terutama mahasiswa yang berpencar-pencar, juga tenaga yang setiap hari selalu mengeluh dengan kondisi saat ini,” ujar dia. “InsyaAllah tak lama lagi kita akan kembali ke kampus baru yang megah,” tutur rektor. Farid menambahkan, selain pembangunan kampus yang memasuki tahap akhir, saat ini IAIN AR-Raniry sedang mempersiapkan diri memanfaatkan peluang perubahan status IAIN Ar-Raniry menjadi UIN. Ketua panitia wisuda tahun akademik 2011/2012, Prof Drs H Amirul Hadi mengatakan, wisuda tahun ini mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kata dia, secara keseluruhan jumlah wisudawan-wisudawati pada semester ganjil ini sebanyak 688 orang di antaranya, pascasarjana 39 orang, Fakultas Syariah 134 orang, Fakultas Tarbiyah 406 orang, Fakultas Ushuluddin 19 orang, Fakultas Dakwah 45 orang dan Fakultas Adab 45 orang. Pembantu Rektor I Bidang Akademik ini menambahkan, kemajuan yang diperoleh selama ini jauh lebih baik dibanding pada tahun sebelumnya. “Sebab tahun ini jumlah lulusan yang mampu menargetkan tepat 4 tahun atau 8 semester hampir ratarata,” urai dia. (b07)

Musdalub Golkar Aceh Singkil Diminta Segera Digelar SINGKIL(Waspada): Sejumlah kader Partai Golongan Karya (Golkar) kabupaten Aceh Singkil mendesak pihak berkompeten untuk segera melaksanakan Musdalub Partai Golkar DPD II setempat Madin pengurus Pimcam Partai Golkar Singkil Utara, Kamis (23/2) di Singkil Utara menyebutkan, sebelumnya Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) Golkar Aceh Singkil dijadwalkan tgl 4-5/2 lalu namun hingga kini acara belum terlaksana. “Kami sejumlah kader Golkar berharap agar Musdalub segera dilaksanakan karena menyangkut kesinambungan partai,” jelas Madin. Lebih khusus Madin minta pihak berkompeten DPD Partai Golkar Aceh dan tim yang diberi mandat pelaksana DPD Partai Golkar Aceh Singkil agar bersungguh-sungguh melaksanakan Musdalub. Permintaan Musdalub itu menyusul tiga pimpinan DPD Partai Golkar di sana meninggal dunia, masing-masing Ketua Dewan Pertimbangan, Ketua Umum dan Sekretaris. Ketiga jabatan itu kini lowong dan perlu diisi dengan kader lain untuk kesinambungan partai. Informasi lain yang diperoleh Waspada menyebutkan, tertundanya Musdalub berkaitan dengan pelaksanaan Pemilukada di sana, Partai Golkar Aceh Singkil mengusung H Sapriadi, SH -Dulmursid sebagai peserta Pemilukada Bupati/ Wakil Bupati Aceh Singkil 2012-2017. (b27)

Toko Di Pasar Geudong Semakin Sepi Pembeli GEUDONG (Waspada): Forum Komunikasi (Fokus) Toko Geudong, Aceh Utara mengakui tingkat penjualan toko semakin menurun. Kondisi disinyalir akibat pasar tradisional tak tertata dengan baik. Ketua Fokus Toko Geudong, Bakhtiar Hamid kepada Waspada, Kamis (23/2) mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, tingkat penjualan di toko menurun drastis. Penurunan lebih mencolok terasa pada toko emas. “Sekitar empat toko emas telah tutup,” jelasnya. Pada hal, sebelumnya pasar Geudong selalu ramai dikunjungi warga. Sepinya pembeli di pasar Geudong, tambah Bakhtiar, akibat tidak dilakukan penataan pasar dengan baik. “Alasannya menunggu anggaran daerah,” tambah dia. Sementara anggaran APBK TA2012, sampai sekarang belum juga dikucurkan. Sehingga penataan pasar yang direncanakan sejak awal 2011, masih dibiarkan semraut. Pasar tradisional Geudong berada di jalan negara, sehingga sangat strategis sebagai pusat perbelanjaan bagi masyarakat. Menurut Bahktiar, ketika kondisi pasar masih rapi, pembeli datang dari berbagai kecamatan. Bahkan warga Lhokseumawe di sekitar perbatasan Aceh Utara juga sering berbelanja di toko Geudong. “Namun sekarang tempat parkir saja tidak ada lagi, jadi orang malas berbelanja,” ungkap Ketua Fokus Toko kembali.(b15)

Nanda Muntasir. Keenamnya diketahui sebagai warga Dusun Simpang Jambe. Menurut Adi Joko, aparat polisi yang dipimpin Kapolsek Simpang Keuramat Iptu M Nasir mendatangi kebun tersebut untuk menginterogasi pemuda yang dicurigai anggota komplotan itu. Setelah diinterogasi pemuda benama Heri mengaku ikut terlibat dalam pencurian sawit milik Muslim. “Kemudian polisi mengembangkan kasus tersebut. Hanya berselang tiga hari, polisi kembali meringkus mereka temannya yang lain. Selain mengamankan enam pasukan bersebo itu, polisi juga mengamankan satu unit mobil pick-up jenis Ford Ranger, dodos sawit dan sebo sebagai barang bukti,” kata Kapolres Lhokseumawe AKBP Kukuh Santoso melalui Kasat Reskrim AKP Galih Indra Giri. (cmk/b11)

Kadus Mencuri Sawit Di Sp. Kramat

Warga Miskin Dapat Bantuan NAGAN RAYA (Waspada) : Keluarga yang berstatus Rumah Tangga Miskin (RTM) di enam desa di Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya, mendapat bantuan dari unit pelaksana kegiatan PNPM Mandiri di wilayah itu. Ketua Kelompok Kerja Media Informasi PNPM Nagan Raya, Barona ketika dihubungi Waspada, Kamis (23/2) membenarkan adanya penyaluran penyaluran bantuan kepada 18 keluarga miskin di wilayah Kecamatan Seunagan Timur . Bantuan bertujuan membantu masyarakat guna meningkatkan usaha mereka guna memperbaiki perekonomian yang lebih baik lagi. Bentuk bantuan yang diberikan berupa sembako, peralatan rumah tangga, dan bantuan jenis usaha ternak bebek dengan total anggaran yang disalurkan untuk semua bantuan dimaksud sekira Rp 8 juta. ” Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan,” ungkap Barona. (cda)

C7

Waspada/Abdul Mukthi Hasan

SEORANG pegawai Humas Setdakab Bireuen membelakangi jembatan yang dibangun dengan swadaya masyarakat dan dana PNPM di Desa Pante Karya, Peusangan Siblah Krueng, Bireuen Kamis (23/2).

Menghina Wanita, Oknum Polisi Dituntut Tiga Bulan BANDA ACEH (Waspada): Seorang oknum polisi berinisial A bin T, 30, yang didakwa menghina seorang perempuan dituntut tiga bulan penjara, dalam sidang di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Kamis (23/2). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maimunah dalam tuntutannya mengatakan, terdakwa yang bertugas di Polsek Darul Imarah, Aceh Besar itu terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta melakukan penghinaan bersama istrinya. Istrinya Rizky Amelia, sebelumnya oleh pengadilan dalam perkara terpisah telah divonis lima bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan. Pada persidangan kemarin, oleh jaksa meminta hakim agar terdakwa segera ditahan. “Kami menuntut terdakwa A bin T se-

lama tiga bulan penjara dengan perintah segera ditahan,” tegas Maimunah. Kata jaksa, terdakwa yang berpangkat brigadir, telah terbukti melanggar pasal 310 ayat (1) jo. pasal 55 KUHP. Dikatakan jaksa, perbuatan terdakwa dilakukan pada 21 Juni 2011 lalu, di kediaman korban di Gampong Blang Oi, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Terdakwa mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh. Padahal, sebut jaksa, korban adalah wanita baik-baik. Selain itu, jaksa juga menyebutkan, perbuatan terdakwa bukan hanya menghina, tapi juga melakukan perusakan rumah korban, di mana terdakwa melempari rumah korban bertubi-tubi dengan batu. Di persidangan jaksa menghadirkan barang bukti 20 batu dan delapan seng rumah korban yang bocor. Barang bukti 20 buah batu disita untuk dimusnahkan dan seng dikembalikan

kepada korban. Hal yang memberatkan, sebut jaksa, terdakwa adalah anggota Polri yang tidak seharusnya mengeluarkan kata-kata tidak senonoh. Sementara suami korban T Hamdan yang mendengar tuntutan yang dibacakan jaksa merasa kecewa. Pasalnya, selain tuntutannya ringan, jaksa juga tidak memunculkan pasal tentang perusakan rumah korban,yang ancamannya lebih tinggi dari penghinaan. Padahal, tambah Hamdan, di akhir tuntutan jaksa barang bukti berupa 20 buah batu dan delapan seng dimunculkan, sementara dakwaan pasal tentang perusakan disembunyikan jaksa. Untuk mendengarkan nota pembelaan dari penasihat hukum terdakwa, majelis hakim menunda sidang hingga, Kamis (1/3).(b02)

Perempuan Aceh Ingin Terbebas Dari Belenggu LHOKSEUMAWE (Waspada) : Ruang gerak perempuan selama ini terbatasi dalam wilayah ruang publik. Mereka hanya bisa eksis di wilayah domestik. Ketergantungan perempuan Aceh dalam bidang ekonomi terus berlanjut. Namun, pada sisi lain ada keinginan untuk bangkit dari belenggu keterikatan. Setelah abad 19 berakhir, kehidupan perempuan Aceh memang terkungkung dalam jeratan kultural yang mengatasnamakan agama. Perempuan dianggap makhluk lemah, tidak cerdas dan pada saatnya nanti akan menikah dan dibiayai oleh suaminya. “Ada beberapa hal yang perlu dilakukan perempuan untuk meningkatkan kualitas dirinya, yaitu harus berani mendobrak kungkungan budaya yang menjerat, terutama bagi

mereka yang tinggal di pedalaman,” kata aktivis Perempuan Aceh, Syarifah Rahmah di selasela kesibukan mengajarnya, Kamis (23/2) di Lhokseumawe. Menurutnya, perempuan juga harus membuka diri, membuat jaringan untuk persamaan persepsi, di antaranya untuk membuka lapangan kerja. Perempuan Aceh harus mampu mandiri dengan berhemat dan menabung setiap rupiah dari uang belanja. Ini salah satu cara yang mudah dilakukan setiap hari. Ada baiknya mulai berbuat sesuatu, harus mau bekerja apa saja, kendatipun jualan mi caluk, pisang goreng, es mambo dan pekerjaan lain dengan modal yang tidak terlalu besar. “Tidak perlu malu dengan pekerjaan halal apapun,” ujarnya. Kepada pemerintah, Syarifah berharap agar membe-

rikan pelatihan kepada kaum perempuan, seperti menjahit, sulam, jahit jilbab dan berternak. Pemerintah juga perlu membuka lapangan kerja seluasnya, sehingga perempuan dapat menghasilkan ekonomi mandiri. “Alangkah bagusnya bila lapangan kerja ini dibuka sampai ke pelosok desa, tidak hanya di perkotaan. Jika kaum perempuan memiliki keterampilan dan pekerjaan, maka kehidupan rumah tangga akan lebih mapan, perempuan tidak hanya bertergantungan pada suami semata,” ucapnya. Dikatakannya, jika perempuan hanya bergantung pada suami, maka kehidupan berkeluarga akan timpang. “Kaum perempuan Aceh sebetulnya punya kemandirian, cuma saja peluang belum berpihak pada mereka,” katanya. (b14)

‘Kami Rindu Dengan Jalan Aspal’ HAMPARAN sawah yang baru saja ditanam padi terlihat luas terbentang dengan indahnya serta dilatarbelakangi gunung yang berdiri kokoh bagian sebelah selatan, sehingga menyenangkan hati yang memandangi alam di Desa Blang Guron, Kecamatan Gandapura, Bireuen. Keindahan alam di desa pedalaman itu sudah diketahui warga desa sekitarnya, bahkan selama ini desa itu juga dikenal dengan hasil pertanian yang memadai, walaupun sawahnya dialiri dengan irigasi teknis sejak lama hingga sekarang ini. Namun, sayangnya, keindahan alam dan hasil pertanian padi di desa yang berpenduduk ratusan jiwa itu, tidak disertai jalan yang indah, bahkan warga desa tersebut mengaku merindukan jalan desanya diaspal, supaya lengkap sudah keindahan alam di desa itu. “Kami merindukan jalan desa kami ini diaspal, karena sejak negeri ini merdeka, desa

kami belum pernah diaspal sedikitpun hingga kini, kalaupun ada jalan aspal di sebelah barat itu hanya sebagian dan dipinggir desa serta bukan jalan untuk desa kami,” kata Nasruddin, warga desa setempat. Kerinduan warga desa pedalaman di Kemukiman Buket Rata terhadap jalan desanya diaspal sungguh wajar, selain selama ini jalan desa belum pernah diaspal juga setelah dibangun jembatan rangka baja yang menghubungkan desa itu dengan Desa Gampong Teungoeh di Kecamatan Sawang pedalaman Aceh Utara, saban hari padat dengan kendaraan roda empat dan dua, terutama hari Selasa, merupakan hari pekan di Pasar Gandapura dan jalan desa menjadi jalan utama warga di pedalaman Aceh Utara untuk datang ke hari pasar. Kecuali itu, jalan yang pernah ditimbun yang dibiayai Program Pengembangan Kecamatan (PPK) beberapa tahun lalu, kondisinya benar-benar

memprihatinkan karena hancur-hancuran. Di mana saat hujan becek dan musim kemarau selain berdebu juga berbatu dan pada dua musim samasama berat dilintasi. Jalan desa yang belum pernah diaspal sama sekali panjangnya sekira 3 kilometer yang tembus ke Desa Damakawan, desa tetangga di sebelah selatan. “Sekarang ini hampir sekeliling Desa Blang Guron jalannya memprihatinkan, padahal jalan desa tersebut selalu dilintasi warga desa setempat dan warga desa lain terutama warga Desa Damakawan,” kata M Thaher, tokoh Desa Damakawan. Kerinduan warga desa pedalaman itu, tidak ada lain kecuali pemerintah daerah mengobatinya dengan mengaspal jalan desa mereka. Hal itu akan terwujud bila pemerintah benar-benar mendengar jeritan hari nuraninya. Sebenarnya bagi setiap masyarakat pedalaman yang dibutuhkan jalan dan irigasi, bukan janji. Abdul Mukthi Hasan

LHOKSEUMAWE (Waspada) : Kepala Dusun Simpang Jambee, Desa Kilometer Delapan, Kec. Simpang Kramat, Aceh Utara bersama anak seorang toke sawit terlibat dalam aksi pencurian sawit milik Muslim di desa tersebut. Pengakuannya, hal itu dilakukan karena pemilik kebun sawit pelit. “Saya ditangkap di lokasi pencurian, karena saya juga pekerja kebun milik Muslim. Saat ditangkap, saya sedang duduk di pos jaga, tibatiba datang mobil anggota Resmob, menanyakan yang mana kadus, saya langsung tunjuk tangan. Lalu, saya langsung disuruh masuk ke mobil, memang saya tahu kalau saya sedang dicari,” kata Abdullah, kadus itu. Setelah Abdullah diamankan pada Rabu (22/2) sore, masih di desa yang sama tim Resmob menangkap Nazaruddin, 28, di lapangan bola. Dan, yang terakhir dibekuk adalah Said Marzuki, 22, yang merupakan anak toke sawit.

Said Marzuki ditangkap saat di rumahnya. Dari pengakuannya, selain terlibat mencuri sawit, Said Marzuki juga menjadi penampung hasil curian. “Hasil curian itu saya yang membelinya, jumlahnya saya perkirakan 1,2 ton atau seharga Rp1.250.000. Uang itu kami bagikan kepada 10 orang atau Rp125 ribu per orang,” aku Said. Menurut Abdullah, mencuri sawit di lahan milik Muslim atas kesepakatan bersama guna memberi peringatan kepada Muslim. “Pak Muslim itu orang Lhokseumawe, yang berkebun di daerah kami, tapi tidak pernah memberi sumbangan saat panen untuk pembangunan meunasah atau masjid,” katanya. “Kalau pekebun sawit lainnya, semuanya memberi sumbangan saat panen tiba, tapi Muslim itu sangat pelit, bahkan untuk desa sekalipun. Makanya kami mencoba memberi pelajaran baginya,” tutur Abdullah. (cmk)

Pembukaan Hutan Rawa Tripa Ganggu Perekonomian Masyarakat BANDA ACEH (Waspada): Sidang gugatan WALHI Aceh terhadap Gubernur Aceh atas pembukaan lahan hutan gambut Rawa Tripa di PTUN Banda Aceh kembali digelar. Sidang dengan agenda pemeriksaan para saksi itu berlangsung Rabu (22/2). WALHI Aceh dalam sidang lanjutan yang dimulai pukul 10:00 itu, menghadirkan tiga saksi yakni Ibduh, Syamsinar dan Indrianto. Ketiga saksi mengungkapkan, pembukaan lahan Hutan Gambut Rawa Tripa telah mengganggu mata pencaharian masyarakat di sekitar hutan. Saksi pertama, Ibduh, geuchik Sumber Bakti, Nagan Raya yang desanya berdekatan dengan objek sengketa menjelaskan, dulunya objek sengketa merupakan hutan rawa lebat yang banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Namun sejak 2009 lahan berubah menjadi kebun sawit. “Sejak itu ikan lele, lokan, madu dan lainlain yang biasa kami dapatkan di Hutan Rawa Tripa sudah sangat susah dicari. Sebelum pembukaan lahan, masyarakat bisa mendapat 2050 kilogram ikan lele, sekarang seharian mencari hanya diperoleh setengah kilogram,” ulasnya. Ibduh juga menceritakan, di lokasi yang nyaris kering itu sekarang sudah tidak ada hutan. Selain itu, banyak binatang yang menghilang dari hutan itu, antara lain Orangutan, Harimau dan Beruang serta binatang jenis lainnya. Ibduh mengakui, dirinya bersama geuchik dari 21 gampong telah menandatangani petisi penolakan pembukaan lahan oleh PT. Kalista Alam di Hutan Rawa Tripa. “Kami membuat petisi ini atas kesadaran masing-masing tanpa ada paksaan dari pihak manapun,” sambungnya. Ibduh juga membantah pernyataan pengacara tergugat yang menyebutkan masyarakat setempat tidak tahu-menahu keluarnya izin dari Gubernur. “Kami menolak pembukaan lahan. Kami sudah mengadu kemana-kemana tapi tidak ada respon, baru kali ini lah ada respon,” ujarnya lagi. Dikatakan, jika musim penghujan di lokasi itu mudah banjir dan pada musim kemarau terjadi kekeringan berkepanjangan. Di samping itu, intensitas hewan-hewan liar masuk ke kampung pun semakin tinggi sehingga sering terjadi konflik antara warga dengan satwa. Saksi kedua, Syamsinar, seorang perempuan petani warga Gampong Sumber Bakti. Hampir sama dengan saksi pertama, Syamsidar menceritakan keadaan hutan sebelum dan sesudah dibukanya lahan seluas kurang lebih 1.605 Ha di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Disebutkan, dulu di objek sengketa meru-

pakan hutan yang penuh kayu. Sekarang yang ada hanya kebun sawit. Mereka pun sudah kesulitan mencari ikan lele, madu dan hasil hutan lainnya. Sedangkan Indriarto, stafYayasan Ekosistem Lestari (YEL), saksi terakhir yang diajukan WALHI Aceh dalam persidangan itu mengatakan, sebagai orang yang bertugas melakukan pemantauan Orang Utan, pihaknya kini sudah jarang menemui Orang Utan di Huta Rawa Tripa. “Malah saya pernah mendengar cerita dari masyarakat adanya Orang Utan yang dibunuh untuk dimakan, tapi saya tidak tahu lebih lanjut,” kata Indrianto yang sudah bertugas melakukan pemantauan Orang Utan sejak 2008. Hakim sempat menanyakan kepada Indrianto apakah Hutan Rawa Tripa hanya memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat sekitar saja? Sebagai warga setempat, Indrianto menjawab: “Tidak. Dulu toke-toke dari Blang Pidie, Meulaboh dan berbagai daerah lain datang ke Rawa Tripa untuk membeli ikan. Jadi keuntungan ekonomisnya untuk masyarakat lintas kabupaten.” Saat memberikan keterangannya di hadapan majelis hakim, pengacara tergugat sempat menanyakan kepada Indrianto berapa gaji yang ia terima dari YEL. Pertanyaan ini mendapat interupsi dari pengacara WALHI Aceh Nurul Ikhsan, SH yang meminta Hakim untuk membatalkan pertanyaan tersebut karena tidak relevan. Hakim pun meminta pengacara tergugat untuk menanyakan hal-hal yang terkait langsung. Sidang berakhir pada pukul 13:30 dan akan dilanjutkan Rabu (29/2) masih dengan agenda pemeriksaan saksi ahli. Sementara itu, Direktur WALHI Aceh T Muhammad Zulfikar mengatakan, selain ketiga saksi yang telah memberikan keterangannnya dalam persidangan kemarin, pihaknya juga akan menghadirkan saksi ahli dari pihak berkompeten. “Kita akan hadirkan saksi ahli tentang rawa gambut, tentang kehidupan satwa liar dan saksi ahli hukum administrasi negara,” kata T Muhammad Zulfikar. WALHI Aceh yang mewakili Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) dan Forum Tataruang Sumatera (For Trust) mengajukan gugatan terhadap Gubernur Aceh karena menganggap Gubernur Aceh telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengeluarkan Surat Izin Gubernur Aceh No. 525/ BP2T/5322/2011 tanggal 25 Agustus 2011 tentang Izin Usaha Perkebunan Budidaya kepada PT. Kalista Alam di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh dengan luas areal lebih kurang 1.605 Ha. (b05)

Pemprov Aceh Akan Bentuk Tim Kroscek Data BRA BANDA ACEH (Waspada): Pemerintah Provinsi Aceh akan membentuk tim untuk menggali dan mengkroscek data Badan Reintegrasi Aceh (BRA) menyangkut realisasi bantuan rumah untuk korban konflik. Hal itu terungkap dalam pertemuan Pemerintah Provinsi Aceh yang diwakili Kepala Dinas Sosial Aceh Muhammad Nasir Mahmud dengan korban konflik, Selasa (21/2). “Gubernur akan membentuk tim dan menindak bila ada penyelewengan di sana (BRA-red). Perwakilan massa juga akan memantau secara terbuka data di BRA,” ujar Agusta Mukhtar, koordinator aksi demonstrasi di Gedung DPRA, usai pertemuan. Agusta mengatakan, pertemuan itu dilaksanakan menyahuti keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah itu. Tentang aksi unjuk rasa yang sudah berlangsung selama tiga hari, Agusta mengumgkapkan, aksi tersebut akan terus berlanjut sampai Pemerintah Aceh menuntaskan masalah itu. Jika tidak, tuturnya, para korban konflik akan menduduki kantor DPRA dan membawa massa lebih banyak. Pantauan Waspada, sebelum pertemuan berlangsung, sempat terjadi ketegangan antara pengunjuk rasa dengan polisi karena Pj Gubernur Aceh Tarmizi A. Karim usai pertemuan dengan DPRA langsung meninggalkan Gedung Dewan melalui pintu samping. Situasi mereda setelah Kepala Dinas Sosial Muhammad Nasir Mahmud yang mewakili gubernur bersedia berdialog dengan pendemo. Dalam aksi unjuk rasa Selasa siang, masyarakat korban konflik ingin bertemu dengan

Gubernur Aceh dan Anggota DPRA yang sedang mengadakan rapat soal Pilkada di ruang serba guna DPRA. Seorang korban konflik, Jasman, 52, kepada wartawan mengatakan, pada masa konflik dulu, selain ada anggota keluarganya yang tewas karena ditembak, rumah dan ternaknya juga dibakar. “Sekarang kami hidup miskin. Anakanak kami tidak bersekolah, sedangkan pemerintah hidup mewah, ini tidak adil,” keluh Jasman dengan nada sedih. Pada bagian lain, Agusta Mukhtar yang juga Direktur Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) menyebutkan, dari 39ribu rumah bantuan untuk korban konflik yang direncanakan Badan Reintegrasi Aceh (BRA), hanya 50 persen yang sudah terealisasi. “Selebihnya tidak jelas. Masyarakat sudah berkali-kali mengajukan surat keterangan terbongkar atau rusak total yang ditandatangani Muspika dan kepala kampung. Tapi dari 2006 sampai sekarang belum direalisasikan,” kata Agusta Mukhtar saat unjuk rasa berlangsung. Selain masalah rumah bantuan, Agusta juga mempertanyakan dana untuk korban konflik sebesar Rp1,2 triliun yang dialokasikan dalam APBN 2006 dan hingga 2011 tersisa Rp120 miliar. “Kami ingin tahun kemana uang itu dibawa, mengapa pembagiannya tidak menyeluruh,” kata Agusta. Selain korban konflik dari Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, juga bergabung korban konflik dari Pidie. Mereka menuntut rumah bantuan sebagai pengganti rumah mereka yang sudah hancur akibat konflik berkepanjangan. (b05)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.