artikel organik

Page 1

KATA PENGANTAR

Paper ini dibuat sebagai bahan sosialisasi temuan kami masalah pupuk organik dengan dekomposer Biostarno (Paten HKI Dep. Hukum dan HAM RI No. ID. 0 022 509) dan teknologi pasca panen tebu dengan Buferos (Paten HKI Dep. Hukum Dan HAM RI No. P00201100060). Paper ini dilengkapi dengan teori dan SOP (Standart Operational Prosedur) serta hasil-hasil riset dengan maksud untuk mempermudah pemahaman para pembaca. Terima kasih kepada Paten, BPTP Jawa Timur, Pabrik-pabrik Gula se-Jawa Timur. Semoga paper ini bermanfaat.

Malang,

April 2011

Penulis

STRATEGI PENINGKATAN RENDEMEN DI JAWA TIMUR 1


MELALUI PUPUK ORGANIK DENGAN BIOSTARNO *) Wahono Hadi Susanto −

Dosen tetap Fakultas Teknologi Pertanian UB – Malang − Tim Rendemen Tebu Propinsi Jawa Timur Pemilik Paten HKI Biostarno Dep. Hukum dan HAM RI No. ID. 0 022 509

Di Indonesia, kesuburan tanah pertanian sangat mengkhawatirkan. Barbon Organik (BO) tanah sangat rendah berkisar antara 1 – 2%. Padahal standard BO tanah pertanian dikatakan subur adalah di atas 5%. Hal ini menyebabkan produktifitas pertanian menurun sehingga petani merugi. Salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan tersebut adalah dilakukan pemupukan dengan pupuk organik secara terus menerus dan mengurangi penggunaan pupuk kimia secara bertahap. Pupuk Organik − Pupuk Organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperkaya bahan organik tanah guna memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. − Rekayasa formula pupuk organik adalah serangkaian kegiatan rekayasa, baik secara fisik, kimia dan atau biologis untuk menghasilkan formula pupuk organik. − Standard mutu pupuk organik adalah kandungan pupuk organik yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dalam bentuk SNI, atau yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dalam bentuk Persyaratan Teknis Minimal. − Sedangkan uji efektifitas pupuk organik adalah uji lapang atau rumah kaca untuk mengetahui pengaruh dari pupuk organik terhadap pertumbuhan atau produktifitas tanaman atau pengaruhnya terhadap efisiensi penggunaan pupuk organik atau pengaruhnya terhadap peningkatan kesuburan tanah dalam arti peningkatan Bahan Organik tanah. Pengertian pupuk organik itu bukan hanya pupuk kandang dan kompos. Tetapi masih banyak jenis pupuk organik yang dapat diaplikasikan ke tanaman. Berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi pupuk organik granul/pelet, cair/pasta dan remah/curah. Pupuk granul/pelet dan remah/curah masih dibedakan lagi menjadi pupuk organik murni dan pupuk organik yang diperkaya dengan mikroba. Prinsip dasar pupuk organik adalah mengandung bahan organik yang dapat memperbaiki sifat-sifat kimia, fisika dan biologi tanah pertanian.

PERAN UTAMA PUPUK ORGANIK 2


Peran pupuk organik sangat penting karena berhasil dan tidaknya budidaya tanaman sangat tergantung dari pupuk organik. Penyerapan unsur-unsur hara oleh akar tanaman dipengaruhi oleh bahan organik di dalam tanah. Semakin sedikit bahan organik dalam tanah, maka akar tanaman semakin tidak mampu menyerap pupuk (hara) yang diberikan. Bahan organik merupakan suatu senyawa yang mengatur sistem metabolisme semua unsur-unsur hara baik makro maupun mikro yang terkandung di dalam tanaman. Dengan bantuan jasad renik di dalam tanah, maka bahan organik secara aerob akan berubah menjadi humus yang mengandung asam humat yang berperan dalam sistem metabolisme tanaman. Sehingga bahan organik ini sudah masak ke dalam suatu sistem management metabolisme unsur-unsur makanan yang dibutuhkan oleh tanaman untuk melangsungkan kehidupannya. Kekurangan bahan organik mengakibatkan metabolisme unsur-unsur tersebut akan terganggu bahkan dapat berhenti sehingga tanaman menjadi kerdil, gagal produksi dan pada akhirnya petani merugi. Kelemahan yang terjadi pada pupuk organik adalah jika tanah dalam kondisi asam atau pH rendah < 4,0, ion Hidrogen yang berlebihan akan mengganggu Kapasitas Tukar Kation (KTK), sehingga pemupukan dengan dosis pupuk organik yang tinggipun tidak akan menjamin kinerjanya bahan organik menjadi lebih baik. Contohnya di tanah-tanah gambut, bahan organik tinggi ( < 60% ) beberapa jenis tanaman tidak dapat hidup dengan normal bahkan mati, karena pH tanah > 4,0. Tidak akan ada pengaruh terhadap agregasi tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK), Water Holding Capacity, dll jika sistem tersebut tidak berjalan dengan normal. KUALITAS PUPUK ORGANIK Setiap negara di dunia memiliki pengawasan standard mutu pupuk organik yang berbeda-beda. Jepang membatasi produk pupuk organik pada batas maksimum kandungan logam-logam yang berbahaya seperti Cd, Hg dan As. Taiwan mengklasifikasikan pupuk organik ke dalam 25 kategori, tergantung tipe dan bahan dasar yang digunakan. Filipina menekankan pada kandungan nilai hara pupuk organik minimal 7% N. Amerika Serikat mendasarkan pada resiko yang akan timbul terhadap kesehatan manusia. Florida membatasi kandungan maksimum Cd 15 mg/kg dan Pb 500 mg/kg. Kanada membatasi kandungan maksimum Cd 3 mg/kg dan Pb 150 mg/kg. Serta Korea membatasi kandungan maksimum Cd 5 mg/kg dan Pb 150 mg/kg. Di Indonesia teknologi di bidang pupuk organik ini terus mengalami perkembangan dengan baik, yang menyangkut kualitas maupun kebutuhan. Oleh sebab itu pemerintah dalam hal ini Menteri Pertanian telah membuat peraturan pemerintah melalui Permentan No. 28/Permentan/OT.140/2/2009 yang mengatur masalah persyaratan teknis minimal pupuk organik, sebagai berikut : 3


Tabel 1. Persyaratan Teknis minimal Pupuk Organik

4


Peraturan Menteri Pertanian No.28/Permentan/OT.140/2/2009

Persyaratan No.

Parameter

Granul/Pelet

Satuan

Murni

Remah/Curah

Diperkaya

Cair/Pasta Murni

mikroba 1.

C-organik

2.

C/N rasio

3.

Bahan ikutan

%

> 12

> 12

15 - 25

15 - 25

%

<2

<2

%

4 - 15 **)

As

ppm

Hg

Diperkaya mikroba

≥4

≥ 12

≥ 12

15 - 25

15 - 25

<2

<2

<2

4 - 20 **)

-

15 - 25 **)

15 - 25 **)

≤ 10

≤ 10

≤ 2,5

≤ 10

≤ 10

ppm

≤1

≤1

≤ 0,25

≤1

≤1

Pb

ppm

≤ 50

≤ 50

≤ 12,5

≤ 50

≤ 50

Cd

ppm

≤ 10

≤ 10

≤ 2,5

≤ 10

≤ 10

4-8

4-8

4 - 11 ***)

4-8

4-8

(plastik, kaca, kerikil, endapan) 4.

Kadar Air

5.

Kadar logam berat

6.

pH

7.

Kadar total

8.

N

%

-

-

<2

-

-

P2O5

%

< 6*

< 6*

< 2*

< 6*

< 6*

K2O

%

< 6*

< 6*

< 2*

< 6*

< 6*

cfu/g;

< 10²

< 10²

< 10²

< 10²

< 10²

-

< 10³

-

-

< 10³

-

-

-

Mikroba patogen (E.coli, Salmonella sp)

cfu/ml 9.

Mikroba fungsional

cfu/g; cfu/ml

10.

Ukuran butiran

mm

2-5

2-5

11.

Kekerasan

kgF

0,5

0,4

12.

Kadar unsur mikro

ppm

Fe

0<X<8.000

0<X<8.000

100<X<800

0<X<8.000

0<X<8.000

Mn

0<X<5.000

0<X<5.000

100<X<1.000

0<X<5.000

0<X<5.000

Cu

0<X<5.000

0<X<5.000

100<X<1.000

0<X<5.000

0<X<5.000

Zn

0<X<5.000

0<X<5.000

100<X<1.000

0<X<5.000

0<X<5.000

B

0<X<2.500

0<X<2.500

10<X<500

0<X<2.500

0<X<2.500

5


Co

0<X<20

0<X<20

1<X<5

0<X<20

0<X<20

Mo

0<X<10

0<X<10

0,1<X<1

0<X<10

0<X<10

Keterangan : *)

Bahan-bahan tertentu yang berasal dari bahan organik alami diperbolehkan mengandung kadar P2O5 dan K2O > 6% ( dibuktikan dengan hasil lab ).

**)

Kadar air berdasarkan ADBK ( Atas Dasar Berat Kering ).

***) pH 4 - 8, 5 digunakan untuk pupuk organik cair yang diaplikasikan pada daun, pH 4 - 11 apabila pupuk langsung diaplikasikan ke tanah.

Banyak pilihan pupuk organik yang beredar di pasaran. Namun tidak semua jenis produk pupuk organik tersebut memenuhi syarat teknis minimal yang telah ditetapkan. Oleh karenanya para petani harus lebih hati-hati dalam memilih pupuk organik tersebut. Gunakan pupuk organik yang telah terdaftar atau bersertifikat di Departemen Pertanian atau Paten Departemen Hukum dan HAM RI yang mutunya telah teruji, sehingga petani tidak dirugikan. KELEMAHAN STANDARISASI MUTU PUPUK ORGANIK Perkembangan pupuk organik baik mutu maupun jumlahnya di Indonesia diharapkan menjadi lebih baik dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/OT.140/2/2009 sebagai perubahan perbaikan Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Akan tetapi implementasi di lapang menyulitkan para pelaku usaha pupuk organik, karena sulitnya memenuhi persyaratan teknis minimal pupuk organik yang disyaratkan oleh Permentan tersebut. Pada tahun 2006 di Propinsi Jawa Tengah telah dilakukan analisa kimia dari 21 macam pupuk organik yang beredar di pasaran ternyata yang memenuhi persyaratan teknis minimal pupuk organik hanya 1 jenis pupuk yaitu yang diproduksi oleh pelaku usaha Alfinase (Tabel 2). Pada tahun 2009 di Propinsi Jawa Timur juga melakukan hal yang sama (Tabel 3), bahkan dari 7 pelaku usaha sama sekali tidak ada yang memenuhi persyaratan mutu yang disyaratkan oleh Permentan (Tabel 1). Tabel 2. Hasil Analisis Kimia 21 Macam Pupuk Organik di Pasaran

N-Total No.

P2O5

K2O

C.Org

Jenis Pupuk

C/N Ratio

……………………… % …………………….

Kadar Air (%)

1

Sp organik

0,06

10,96

0,06

5,06

84

13,28

2

Kotoran Ayam

1,17

1,87

0,38

7,16

6,1

13,01

6


3

Pupuk organik KJD

0,97

2,08

1,21

9,85

10,1

25,34

4

P-organik OCP

9,07

8,58

6,13

15,82

1,7

16,23

5

Kompos AU

2,03

0,34

3,25

17,83

8,8

13,1

6

Pelet

2,69

8,25

7,02

12,25

4,7

9,23

7

Sipramin miwon

4,57

0,17

1,73

6,94

2

-

8

PO semigrup

0,63

1,86

1,08

9,21

14,26

42,98

9

P. raya cair

4,07

0,18

1,03

4,8

1,2

-

10

Alfinase

0,81

4,47

1,09

19,02

23,5

22,54

11

Fine compost

0,68

1,4

1,09

5,04

7,4

46,43

12

P. raya padat

2,25

0,46

0,57

11,9

5,3

37,96

13

Bokasi

0,73

0,62

1

9,39

12,9

43,86

14

PO granula 1

6,57

4,76

3,9

20,2

3,1

13,79

15

PO granula 2

6,08

4,9

4,3

21,2

4,3

11,25

16

Organik 3

0,18

11,04

0,39

4,56

25

31,84

17

Organik 4

1,54

7,34

0,41

10,3

7

40,9

18

Organik 5

1,89

1,9

0,27

12,89

7

57,1

19

Organik 6

0,61

0,3

0,09

4,11

7

26,58

20

Organik 7

1,38

0,2

0,09

6,28

5

34,24

21

Kompos

0,37

0,77

8,95

8,95

14

62,86

Sumber : Suriadikarta dan Setyorini ( 2006 )

Tabel 3. Hasil Analisa Laboratorium 7 Macam Pupuk Organik di Pasaran

HASIL ANALISA No.

JENIS PUPUK

pH

N

C. Org

C/N

P2O5

K2 O

KA

(%)

(%)

(%)

Ratio

(%)

(%)

(%)

BENTUK

PROBLEM

1.

Blotong Biotek PT. Komposindo Granular A.

7,17

1,05

17,43

17

1,54

1,41

56,87

Granul

KA

2.

Kompos Pluss

8,46

1,86

13,9

7

3,02

4,75

37,32

Remah

pH, C/N, KA

10,3

0,56

1,13

2

2,49

7,11

13,5

Remah

pH, C-org, C/N

PT. Gaharu Niaga

3.

PK Organik

7


PT. Sarana Indofield

4.

Blofert

8,36

2,12

18,8

9

4,45

5,57

22,86

Granul

pH, C/N

8,13

2,95

12,59

4

1,75

0,72

34,17

Remah

pH, C/N, KA

7,36

0,5

7,03

14

11,67

0,69

1,68

Granul

C-org, P2O5

8,1

1,021

12,38

12,125

0,204

0,2672

13,9

Remah

pH

PT. Nusa Palapa Gemilang

5.

Top Green PT. Aneka Pangan Bermutu

6.

Kompos Mix CV. Roda Tani

7.

Bio Green Land PT. Talenta Karya Prima

Sumber : Anonimous ( 2009 )

MENGENAL KOMPOS LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA Ada 2 cara untuk mempercepat terjadinya pelapukan bahan organik pada blotong, yaitu pengaturan kondisi iklim mikro seperti suhu dan kelembaban sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai serta penambahan atau pemberian mikroorganisme pengurai sebagai stater atau aktivator yang sesuai dengan kandungan pada blotong. Contoh produk mikroorganisme stater dalam pembuatan kompos blotong yang sudah mendapat paten HKI Departemen Hukum dan HAM RI adalah Biostarno dengan No. ID. 0 022 509. Blotong yang segar masih tinggi C/N rasionya. Untuk itu, proses penguraian perlu dilakukan untuk menurunkan C/N rasio. Aplikasi kompos blotong dengan C/N yang masih tinggi ke tanah akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Saat proses penguraian oleh mikroorganisme berlangsung, akan dihasilkan zat karbondioksida dan panas yang tinggi. Kompos blotong siap pakai biasanya memiliki C/N rasio mendekati C/N rasio tanah, yaitu 12 – 15 dengan suhu hampir sama dengan suhu lingkungan. Kondisi ini sering digunakan sebagai standard atau patokan. Manfaat Kompos Blotong Kompos blotong sangat diperlukan karena kebutuhan akan bahan organik untuk pemupukan tanaman belum terpenuhi meskipun sudah tersedia pupuk yang lain. Ada beberapa faktor yang mendorong diperlukannya kompos blotong yang besar,

8


antara lain kesulitan memperoleh pupuk kandang matang dalam jumlah besar, adanya kendala dalam pemupukan hijau karena keterbatasan waktu dan tanah untuk ditanami tanaman penghasil pupuk hijau; pemupukan limbah bahan organik seperti sampah kota, limbah pabrik pengolahan perkebunan (kelapa sawit, kopi, dll). Para pakar pergulaan Nasional telah merubah paradikma lama ”genjot rendemen tebu dengan pupuk kimia berimbang” menuju paradikma baru ”rendemen tebu yang tinggi hanya mampu diperoleh melalui lingkungan mikro dengan karakterstik” :  Tanah berkelimpahan jasad renik dan bahan organik, tidak lapar nutrisi, infiltrasi air dan udara yang longgar, sehingga akar tebu menjadi sehat. Karena dalam kondisi kaya akan oksigen dan miskin karbondioksida.  Apabila pada saatnya hasil tanaman tebu yang diukur dengan rendemen itu tidak mampu berkompetisi dengan hasil-hasil tanaman lain akibat semakin jatuhnya rendemen tebu tersebut, maka akan mengancam masa depan petani sendiri dan pabrik gula. Karena pada leveling of rendemen tidak mungkin dapat menolong pabrik gula dalam upaya efisiensi pabrik.

Kompos Blotong Aktivator Bakteri Pelarut Fosfat Unsur fosfat sangat penting dalam peningkatan rendemen tebu. Berfungsi dalam proses fotosintesa di dalam daun sampai sintesa sukrosa di dalam batang tebu. Keefektifan bakteri pelarut fosfat dapat ditingkatkan dengan cara pemberian kompos blotong. Bakteri akan menggunakan bahan organik dari kompos tersebut sebagai sumber energi untuk mendukung perkembangbiakan dan peningkatan aktivitasnya. Dari beberapa penelitian diketemukan bahwa sebagian bakteri pelarut fosfat termasuk genus Pseudomonas, Bacillus, Micrococcus, Enterobacter, Corynebacterium, Mycobactericum dan Flavobactericum. Bakteri pelarut fosfat tersebar di daerah rizofer karena adanya eksudat akar berupa senyawa karbohidrat dan senyawa bernitrogen. Hal ini menyebabkan populasi bakteri lebih banyak berada di daerah tersebut. Komposisi dan jumlah senyawa yang diekskresikan akar menentukan jumlah dan jenis bakteri. Beberapa bakteri tanah yang hidup di sekitar akar (rizofer) mampu mengekskresikan asam-asam organik seperti asam formiat, asam propianat, asam laktat dan asam fumarat serta membentuk kelat dengan ion Ca 2+, Mg2+, Fe3+ dan Al3+ sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat menjadi fosfat yang dapat diserap oleh tanaman. Kelompok bakteri ini disebut bakteri pelarut atau pembebas fosfat.

9


Untuk meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman, selama ini dilakukan pemupukan P seperti TSP dan SP-36 dalam jumlah besar. Artinya, pupuk yang diberikan jauh lebih banyak dibandingkan yang dibutuhkan tanaman. Di dalam tanah, ketersediaan unsur P sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah (asam), fosfor (P) akan terikat oleh aluminium (Al) dan besi (Fe). Sementara pada pH tinggi (di atas 7), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) akan mengikat P. Dengan terikatnya ion P dalam bentuk senyawa fosfat maka unsur ini akan kurang tersedia bagi tanaman, baik pada tanah asam maupun tanah basa. Ketersediaan P berada pada kisaran pH 5,5 – 7,0.

Proses Pengomposan Proses pengomposan adalah suatu proses mikrobiologis. Bahan organik dirombak oleh aktivitas mikroorganisme menjadi humus sehingga dihasilkan senyawa asam humat yang berperan dalam memobilisasi dan managerial metabolisme unsurunsur makanan untuk memenuhi kehidupan tanaman tebu. Di dalam metabolisme, akan terjadi perubahan yang dilakukan oleh mikroorganisme, yaitu berupa penguraian selulose, hemiselulose, lemak, lilin, serta lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan air; pengikatan unsur hara oleh mikroorganisme yang akan dilepaskan kembali bila mikroorganisme mati; serta pembebasan unsur hara senyawa organik menjadi senyawa an-organik yang akan tersedia bagi tanaman. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut maka bobot dan isi bahan dasar kompos akan menjadi sangat berkurang (40 – 60%), tergantung bahan dasar kompos dan proses pengomposan. Sebagian besar senyawa CO 2 akan hilang ke udara. Secara garis besar keberhasilan pengomposan sangat ditentukan oleh susunan bahan mentah, kondisi mikro (suhu, pH, kadar air atau kelembaban dan ketinggian tumpukan), jenis mikroba yang dibutuhkan dalam pengomposan tersebut.

SOP (Standard Operasional Prosedur) Pembuatan Kompos Blotong Paten HKI No. ID. 0 022 509

Abstrak Invensi

10


Suatu rekayasa teknik fermentasi/pengomposan sederhana dengan remediation system (sistem pengkondisian media kembali) pada limbah padat industri sangat efisien. Penggunaan Biostarno yang mengandung jasad renik Nitrobacteriaceae dan Thiobacteriaceae dapat memproduksi unsur nitrogen dan sulfur yang dibutuhkan oleh tanaman pertanian. Proses pengomposan sangat cepat, dua kali lebih cepat dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional (pengomposan pada umumnya) sehingga produksi dan kualitasnya tinggi sehingga dapat mengatasi masalah limbah-limbah padat industri dan membantu sektor pertanian di Indonesia. Dapat direalisasikan dalam bentuk pabrikasi untuk setiap industri yang menghasilkan limbah padat yang bermasalah di lingkungannya masingmasing.

Latar Belakang Invensi Cara umum yang digunakan di bidang teknologi sebelum ini adalah tanpa memperhatikan azas-azas teknik, seperti kondisi media yang berhubungan dengan karakteristik jasad renik, kemampuan pembongkaran jasad renik terhadap media tumpangan dan pemakaian ruang proses sangat luas. Metode semacam itu memerlukan bahan baku sangat banyak, kualitas produk yang tidak pasti dan tempat kerja yang luas karena sifat biokompos dengan volume yang besar sekaligus biayanya mahal. Lagi pula, proses pengomposan limbah padat industri selama ini selalu gagal, sehingga penanganan yang biasa dilakukan adalah hanya membuang ke lahan para petani yang berdekatan dengan industri atau di pinggir-pinggir jalan yang dapat mengganggu lingkungan karena berbau tidak enak dan berdebu. Masalah-masalah di atas telah dapat diatasi dengan menggunakan azas-azas teknik fermentasi sederhana yaitu : (1) Mengkondisikan media (remediation system) agar mikroba dapat menyesuaikan dengan lingkungan yang baru secara cepat. (2) Uji selektifitas jasad renik. (3) Fermentasi langsung di dalam karung pengepak, unit-unit material yang relatif murah dan dapat dilaksanakan dengan cepat dan mudah sehingga produktivitas biokompos tinggi sesuai volume limbah yang dibuang oleh industri-industri.

Ringkasan Invensi Invensi ini terdiri dari suatu cara atau sistem pengomposan untuk meningkatan kapasitas produksi dan kualitas yang baik dari limbah padat industri.

11


Cara atau sistem menurut invensi kini ini terutama terdiri dari suatu sistem penyediaan bahan baku, penyediaan jasad renik dan sistem fermentasi. Bahan baku yang dimaksud adalah limbah industri pabrik gula berupa limbah padat berbentuk powder yang telah diketahui komposisi unsurnya secara laboratoris. Jasad renik yang dimaksud adalah Nitrobacteriaceae dan Thiobacteriaceae ditemukan dari jasad renik alami yang biasanya telah menghuni bahan baku (limbah padat industri) kemudian dipiara dalam substrat tetes dan disebut biostarno. Cara atau sistem fermentasi yang dimaksud adalah perombakan unsur-unsur organik maupun an-organik oleh jasad renik langsung di dalam karung (tidak di dalam hamparan seperti biasanya). Cara atau sistem pengomposan akan diuraikan lebih lanjut di bawah ini dengan mengacu kepada gambar-gambar berikut yang merupakan salah satu (tetapi bukan satu-satunya) perwujuan sebaiknya dari invensi ini.

Uraian Lengkap Invensi Dengan mengacu kepada tahap 1, limbah padat industri jumlahnya sangat besar. Karena sifatnya volume yang besar sehingga memerlukan lokasi yang luas, contohnya pabrik gula yang tergolong kecil menghasilkan limbah tersebut 6.000 ton s/d 10.000 ton per masa giling (6 bulan), dan yang tergolong besar menghasilkan limbah hingga 20.000 ton. Karena sifatnya yang ringan, jika musim kemarau (musim kering) dapat beterbangan seperti debu dan bermasalah bagi lingkungan. Oleh karenanya segera diproses menjadi biokompos. Tahap 2, menunjukkan tahap awal dari proses pengomposan, yaitu penjemuran bahan baku diratakan dengan alat traktor sesuai dengan kapasitas limbah pabrik gula yang dibuang setiap hari kerja. Untuk pabrik gula yang kecil 40 s/ 50 ton, sedangkan pabrik gula yang besar hingga 150 ton per hari kerja. Ketersediaan unsur-unsur nutrisi dalam media tanam limbah padat industri gula adalah = N : 0,61%, P 2O5 : 0,78%, K2O : 1,25%, C-organik : 20,44% dan SO4 : 1,45% adalah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan jasad renik yang dipiara (Nitrobacteriaceae dan Thiobacteriaceae). Jasad renik tersebut dipiara dalam substrat tetes dan disebut biostarno. Dengan mengacu kepada tahap 2, menunjukkan bahwa penggunaan alat traktor adalah paling efektif untuk mengumpulkan limbah padat industri pabrik gula. Pengumpulan bahan tersebut dipercepat dengan maksud menghindarkan kekeringan dan berdebu. Pekerjaan ini segera dilanjutkan dengan pencampuran menggunakan mixer. Pencampuran dengan mixer ini dimaksudkan menambah oksigen untuk 12


membantu pernapasan Nitrobacteriaceae dan Thiobacteriaceae supaya memiliki aktivitas yang lebih baik, karena kedua famili jasad renik tersebut tergolong aerobautotrof. Di samping itu dengan mixer akan membentuk produk yang remah dan kenampakan lebih baik. Dengan mengacu kepada tahap 3, menunjukkan penggunaan alat sprayer sangat efektif untuk melakukan transplantasi bibit jasad renik (biostarno) yang bentuknya cair ke dalam media tanam yang berbentuk padat dan remah. Penggunaan sprayer untuk mempermudah pengontrolan volume biostarno. Volume biostarno yang ditambahkan adalah 10% (v/b) dari media tanam limbah padat industri pabrik gula yang telah disiapkan. Volume biostarno10% (v/b) adalah volume optimum dalam proses pembuatan kompos invensi ini. Jika kurang dari 10% (v/b) berdampak kepada waktu pengomposan, konsentrasi semakin berkurang, pengomposan semakin lama (lebih dari 8 minggu), sedangkan jika lebih dari 10% (v/b) tidak menimbulkan dampak yang berarti kepada kecepatan waktu pengomposan. Volume biostarno 10% (v/b) hanya membutuhkan waktu pengomposan maksimal 3 minggu. Waktu pengomposan yang singkat membantu percepatan distribusi ke petani dan memperlancar produktivitas serta akan lebih efisien dalam pergudangan. Pemerataan bibit biostarno ke dalam media tanam limbah padat industri pabrik gula dilakukan dengan mixer. Pemerataan ini sangat penting karena berhubungan dengan pndistribusian bibit ke seluruh bagian partikel media tanam, dengan demikian akan terjadi pengomposan total pada saat yang lebih cepat. Dengan mengacu kepada tahap 4, menunjukkan penggunaan alat mixer untuk penambahan oksigen pada bahan media tanam limbah padat dari pabrik gula berupa blotong dan abu agar mikroba aerob dapat tumbuh dengan sempurna selama proses fermentasi. Dengan mengacu tahap 5, menunjukkan bahwa pengepakan dengan karung secara langsung, media yang telah terkontaminasi oleh jasad renik akan lebih efisiensi dalam penggunaan ruang produksi. Pengaturan penumpukan karung menjadi faktor penting dalam gudang pengomposan. Antara karung yang satu dengan karung yang lain ada celah-celah ventilasi oksigen. Invensi ini sangat membantu produktivitas dan kualitas kompos karena tidak memerlukan lahan yang luas hanya untuk hamparan proses pengomposan. Unit pengomposan adalah unit terpenting dalam proses fisiologi jasad renik. Kurang dan lebihnya oksigen, kelembaban ruang, suhu proses, cemaran jasad renik lain, sulit dikendalikan jika dalam hamparan yang terlalu luas dan dalam waktu proses yang cukup lama. Di dalam karung adalah kondisi yang paling aman dari gangguan lingkungan guna melangsungkan aktivitas fisiologi Nitrobacteriaceae dan Thiobacteriaceae. Dengan mengacu kepada kepada tahap 5, menunjukkan cara inokulasi jasad renik Nitrobacteriaceae dan Thiobacteriaceae menggunakan teknik aseptik dalam 13


biakan cair (broth culture). Jasad renik famili Nitrobacteriaceae medianya : Pepton 1g, Dekstrosa 1g, NaCl 5g, Mono-kalium Phosphat 2g, Urea 20g, Phenol merah 0,012 ml dan air suling 100 ml. Famili Thiobacteriaceae medianya : Trypton 10g, Natrium Sulfit 1g, Ferry Sitrat 0,5g, air suling 1.000 ml. Media tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan disterilisasi dengan autoclave. Sedangkan urut-urutan pekerjaan inokulasi adalah sebagai berikut : (1.) Memijarkan ose di atas api bunsen dan biarkan sampai dingin. (2.) Buat ”kontrol” pada tabung yang berisi nutrien cair dan biarkan tidak terinokulasi. (3.) Memindahkan inokulum dengan menyinggung ujung ose yang mengandung inokulum pada permukaan medium nutrien-cair. (4.) Ose dipijarkan sebelum diletakkan. (5.) Menulis etiket pada tabung yang telah diinokulasi dengan Nitrobacteriaceae dan Thiobacteriaceae. (6.) Diinkubasikan pada suhu 30ºC di inkubator, kemudian diperiksa apakah ada pertumbuhan atau tidak setelah 48 jam. Jika terdapat pertumbuhan atau kehidupan, kemudian dilakukan pengenceran kelipatan 10 kali dengan substrat tetes yang telah dipersiapkan secara teknik aseptik pula. Pengenceran dilakukan sampai dengan volume yang diinginkan. Hasil pencemaran inokulum ini disebut sebagai biostarno induk (bibit). Diagram alir proses pengomposan limbah padat industri pabrik gula secara baku dengan biostarno, telah dibuat suatu Standard Operasional Proses (SOP) seperti terlihat pada gambar 1 berikut :

STANDARD OPERASIONAL PROSES (SOP) BIOKOMPOS Paten HaKI Departemen Kehakiman dan HAM RI No. ID. 0 022 509

BLOTONG BASAH dari PG k.a. = ± 60% Pengeringan dengan BLOTONG KERING matahari ± 15 hari

k.a. = ± 30%

ABU BASAH dari PG. k.a. = ± 60% 3 bagian BLOTONG 1 bagian ABU

Pengeringan dengan ABU KERING matahari ± 15 hari

k.a. = ± 25%

14


Pencampuran Biostarno Powder 10% berat/berat dengan cara ditaburkan rata. Pencampuran 2 kali, yaitu 5% dan 5 %, diratakan dengan rotary tractor mencapai ketebalan 25 cm, kemudian dibuat gundukan setinggi 1,5 m dan ditutup terpal minimum 10 jam (Fermentasi Tahap I)

HASIL FERMENTASI TAHAP I Penambahan OKSIGEN dengan hammer mill ¾ speed min. 16 HP langsung dimasukkan karung double inner digudangkan min. 21 hari (Fermentasi Tahap II)

HASIL FERMENTASI TAHAP II

BIOKOMPOS Gambar 1.

HASIL ANALISA LABORATORIUM DEKOMPOSER BIOSTARNO Hasil Analisa Kimia, Fisika dan Mikrobiologi Dekomposer Biostarno Hasil uji ulang analisa dekomposer Biostarno oleh Laboratorium Sucofindo Surabaya tanggal 27 Juni 2008 full analisis dan microbiological test seperti terlihat pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Hasil Analisis Dekomposer Biostarno 15


Sedangkan hasil analisa dekomposer Biostarno oleh Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas Brawijaya Malang tanggal 10 Desember 2008 hasil analisis mikroorganisme seperti terlihat pada Tabel 5 berikut : Tabel 5. Hasil Analisis Mikroorganisme Dekomposer Biostarno

16


Hasil Analisa Kimia Lengkap Kompos Blotong Dengan Dekomposer Biostarno oleh Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Sucofindo Surabaya

17


Hasil analisa kimia lengkap kompos blotong oleh Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang 23 Maret 2008 seperti terlihat pada Tabel 6 berikut : Tabel 6. Hasil Analisis Kimia Kompos Blotong oleh Lab. Tanah Unibraw Malang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Jenis Analisa pH H2O pH KCl C-organik N Total C/N P2O5 (HNO3 + HClO4) K2O (HNO3 + HClO4) CaO (HNO3 + HClO4) MgO (HNO3 + HClO4) Cu (HNO3 + HClO4) Zn (HNO3 + HClO4) Fe (HNO3 + HClO4) Mn (HNO3 + HClO4) Kadar air

Satuan gr gr % % % % % % % % % % %

Nilai 6,5 6,5 12,65 1,03 13 1,46 1,17 14,83 0,83 0,0836 0,8068 0,75 0,095 23

Keterangan : *) Hasil analisis di Lab. Tanah Unibraw Tahun 2008

Melihat hasil analisa Tabel 6 dan 7, maka blotong telah memenuhi persyaratan teknis minimal yang telah disyaratkan oleh Permentan tahun 2009. Kemudian akan dilanjutkan dengan uji efikasi lapang sebagai implementasi hasil uji laboratorium untuk mengetahui kepastian manfaat pupuk organik guna pertumbuhan dan produktifitas tanaman khususnya tebu. Sedangkan hasil analisa kimia lengkap kompos blotong oleh Laboratorium Sucofindo Surabaya tanggal 27 maret 2009 seperti terlihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Hasil Analisis Kimia Lengkap Kompos Blotong Dengan Dekomposer oleh Sucofindo Surabaya

18


HASIL APLIKASI KOMPOS BLOTONG DENGAN DEKOMPOSER BIOSTARNO UNTUK TANAMAN TEBU Oleh BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR 19


Peningkatan C-Organik Tanah Hasil Proses pengomposan blotong dengan menggunakan metoda Biostarno yang dituangkan dalam SOP ( Standard Operasional Proses ) kemudian dilakukan uji efikasi lapang oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur tahun 2008 ternyata peningkatan C-Organik tanah sangat bagus seperti terlihat pada tabel 8 berikut : Tabel 8. Hasil Analisis Kandungan C-Organik Lahan Sebelum dan Sesudah Perlakuan Dosis pupuk kompos (t/ha) 2 4 6 Kontrol Petani

Dosis pupuk NPK ( bagian ) 2/3

1 Sebelum (%)

Sesudah (%)

Kenaikan C-Org (%)

1,71 1,87 1,77

1,92 2,06 2,08

0,21 0,19 0,31

Sebelum (%)

1,77 1,81 1,72

1/3

Sesudah (%)

Kenaikan C-Org (%)

Sebelum (%)

Sesudah (%)

Kenaikan C-Org (%)

1,82 2,13 2,13

0,05 0,32 0,41

1,72 1,64 1,76

1,83 1,93 2,28

0,11 0,29 0,52

Sebelum

Sesudah

Kenaikan

1,12

1,11

- 0,01

Keterangan : 1 bagian = 800 kg ZA, 200 kg SP-36, 200 kg KCl Sumber : BPTP Jawa Timur (2008)

Peningkatan C-organik tanah rata-rata tiap tahun jika dilakukan pemupukan kompos blotong 2 ton per hektar adalah 0,12%, 4 ton per hektar adalah 0,26% sedangkan 6 ton per hektar adalah 0,41%. Sehingga untuk mengkondisikan C-organik tanah dari 1,5% menjadi 5% jika dilakukan dosis pupuk organik 2 ton per hektar membutuhkan waktu kurang lebih 29 tahun, akan tetapi jika menggunakan dosis pupuk 6 ton per hektar hanya membutuhkan waktu 5 tahun. Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan mutu kompos, khususnya kandungan C-organik kompos diupayakan lebih tinggi dari 12%. Semakin tinggi C-organik dan N dalam kompos maka semakin mempercepat kenaikan C-organik di dalam tanah. Peningkatan Panjang Tanaman Tebu Tabel 9. Pengaruh pupuk kompos dan NPK terhadap kenaikan panjang tanaman tebu pada umur 9 bulan Pupuk

Kenaikan panjang tanaman umur 9 bulan dibandingkan dengan kontrol 20


NPK kompos (t/ha) 2 4 6

1

2/3

Pnjg tnmn (cm)

Kenaikan pnjg tnmn (%)

364,67 387,67 402,33

6,58 12,12 15,32

1/3

Pnjg tnmn (cm)

Kenaikan pnjg tnmn (%)

Pnjg tnmn (cm)

Kenaikan pnjg tnmn (%)

401,00 421,47 402,33

15,04 19,17 15,32

395,17 415,67 397,67

13,79 18,04 14,33

Kontrol (cm) 340,67

Sumber : BPTP Jawa Timur (2009)

Pemupukan dengan NPK 1/3 sampai 2/3 bagian dan kompos 4 ton per hektar memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan panjang tanaman tebu jika dibandingkan dengan kontrol (Tabel 9). Pemberian kompos 4 ton per hektar sudah cukup memberikan bahan organik di dalam tanah dengan kandungan C-organik 12% walaupun pemberian pupuk kimia masih di bawah anjuran yaitu 1/3 sampai 2/3 bagian saja.

Peningkatan Jumlah Anakan Tebu Tabel 10. Pengaruh pupuk kompos dan NPK terhadap kenaikan jumlah anakan tebu umur 9 bulan

Pupuk kompos (t/ha) 2 4 6

Kenaikan jumlah anakan umur 9 bulan dibandingkan dengan kontrol NPK 1 2/3 1/3 Kenaikan Kenaikan Kenaikan Kontrol Jumlah Jumlah Jumlah anakan

jmlh anakan (%)

anakan

jmlh anakan (%)

anakan

jmlh anakan (%)

2,52 2,73 3,10

10,71 17,58 27,41

3,00 3,00 2,52

25,00 25,00 10,71

2,63 2,37 2,53

14,44 5,06 11,06

2,25

Sumber : BPTP Jawa Timur (2009)

Pemupukan dengan NPK 1 bagian dan kompos 6 ton per hektar memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan tebu jika dibandingan dengan kontrol (Tabel 10). Pemberian kompos semakin banyak menyebabkan tanah menjadi subur, bahan organik cukup, tidak kekurangan nutrisi, sewaktu tanah menjadi gembur, infiltrasi air dan udara longgar sehingga tebu perakarannya menjadi sehat sehingga memungkinkan untuk bermunculan anakan baru. Peningkatan Diameter Batang Tebu Tabel 11. Pengaruh pupuk kompos dan NPK terhadap diameter batang tebu umur 9 bulan Pupuk kompos (t/ha)

Kenaikan diameter batang umur 9 bulan dibandingkan dengan kontrol NPK 1 2/3 1/3 Kontrol Diameter Kenaikan Diameter Kenaikan Diameter Kenaikan (cm) 21


2 4 6

batang (cm)

diameter (%)

batang (cm)

diameter (%)

batang (cm)

diameter (%)

30,36 30,89 31,15

1,51 3,20 4,01

31,84 31,37 31,22

6,09 4,68 4,22

33,19 32,35 32,07

9,91 7,57 6,76

29,90

Sumber : BPTP Jawa Timur (2009)

Pemupukan dengan NPK 1/3 bagian dan kompos hanya 2 ton per hektar ternyata berpengaruh nyata terhadap peningkatan diameter batang (Tabel 11). Hal ini membuktikan bahwa pemupukan dengan kompos dapat mengurangi pemakaian pupuk NPK, sehingga dapat menekan biaya produksi. Adanya bahan organik di dalam tanah walaupun dalam jumlah yang minimum sangat diperlukan oleh tanaman tebu, karena bahan organik tersebut oleh jasad renik akan dirubah menjadi asam humat yang mampu melakukan pembebasan unsur-unsur hara yang semula tidak tersedia menjadi tersedia, contohnya adalah unsur fosfor dan silika.

Peningkatan Produktifitas Tebu Tabel 12. Pengaruh pupuk kompos dan NPK terhadap kenaikan produksi tebu

Pupuk kompos (t/ha) 2 4 6

Kenaikan produksi tebu dibandingkan dengan kontrol NPK 1 2/3 1/3 Produksi (ku/ha)

Kenaikan Produksi (%)

Produksi (ku/ha)

Kenaikan produksi (%)

Produksi (ku/ha)

Kenaikan produksi (%)

917 951 959

21,81 24,60 33,75

1.104 1.058 928

35,05 32,23 22,73

1.189 1.085 1.132

39,69 33,91 36,65

Kontrol (t/ha) 717

Sumber : BPTP Jawa Timur (2009)

Pemupukan dengan NPK 1/3 bagian dan kompos hanya 2 ton per hektar ternyata berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi tebu (Tabel 12). Hal ini sesuai dengan pengamatan diameter batang tebu (Tabel 11) bahwa pemakaian pupuk kompos 2 ton per hektar dan pupuk NPK 1/3 bagian lebih unggul dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan yang lainnya. Dengan diameter batang yang besar KNT (Kadar Nira Tebu) juga akan lebih banyak sehingga perolehan sukrosa yang terkandung dalam nira dimungkinkan akan lebih banyak sehingga produksi meningkat lebih banyak.

KESIMPULAN 22


Apapun perlakuan yang diberikan dalam upaya peningkatan rendemen tebu tidak dapat meninggalkan pupuk organik sebagai sumber bahan organik untuk pelestarian lahan perkebunan tebu di Indonesia.

Kompos blotong merupakan penyelamat lahan tebu, dari lahan kembali ke lahan dengan motto Zero Waste dan memilki fungsi penting dalam kesuburan lahan tebu.

Tiada yang lebih efektif dan efisien dalam peningkatan rendemen tebu kecuali dengan kompos blotong sebagai sumber bahan organik yang mudah dan murah.

Kompos blotong memetabolisir unsur-unsur hara makro maupun mikro di dalam tanaman termasuk unsur fosfat yang menjadi kendala serius dalam mensintesa gula sukrosa pada batang tebu yang berujung pada naik dan turunnya rendemen tebu.

STRATEGI PENINGKATAN RENDEMEN DI JAWA TIMUR MELALUI TEKNOLOGI PASCA PANEN DENGAN BUFEROS *) Wahono Hadi Susanto − −

Dosen Tetap Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang − Tim Rendemen Tebu Propinsi Jawa Timur Pemilik Paten HKI Buferos Dep. Hukum dan HAM RI No. P00201100060

Latar Belakang

23


Riset masalah penanganan pasca panen hasil pertanian khususnya komoditas tebu, mulai jaman Belanda sampai saat ini masih sangat kurang sekali bahkan terabaikan. Kalaupun ada, riset hanya ditujukan untuk melihat karakteristik sukrosa pada batang tebu setelah dipanen hingga masuk ke stasiun penggilingan. Hasil riset tersebut telah membuktikan bahwa tebu saat tunggu giling mengalami penurunan kadar sukrosa atau rendemen. Penundaan giling dapat menurunkan kadar sukrosa 0,78% dan tingkat kemurnian gula 3,35% per hari. (Susanto dkk, 2010). Hasil riset Berg (1976) membuktikan bahwa di Indonesia mengalami penurunan bobot produksi hasil pertanian akibat teknologi pasca panen yang salah adalah 10 – 20%. Khususnya pada pasca panen tebu penurunan rendemen gula akibat inversi sangat penting untuk dilakukan riset yang mendalam. Sedang hasil penelitian Sila (1995) membuktikan bahwa kehilangan gula yang terjadi pada kegiatan penebangan sampai pengolahan adalah 35% dan kehilangan terbesar adalah pada saat kegiatan tebang sampai giling, yaitu 25%. Membangun potensi dan meningkatkan rendemen gula harus memperhatikan semua faktor penghambat sebagai titik-titik kritis (Critical points) mulai dari pra tanam, pasca panen, lingkungan (iklim) sampai di fabrikasi, sehingga harus melibatkan multi disiplin ilmu yang berkompeten. Supervisi dari bagian tebang angkut masih lemah. Selama ini masih ditekankan pada konsistensi program MBS (manis, bersih, segar) sebagai indikator standar puncak masak tebu. Padahal penurunan rendemen akibat inversi sukrosa pada pasca panen dalam hitungan jam dapat menjatuhkan rendemen tebu yang sudah dibangun dengan susah payah selama satu tahun.

Permasalahan Managerial tebang angkut tidak mampu mengkondisikan ”can to delivery” pada standart ”cut to crush time” secepatnya. Hal ini disebabkan karena tebu di Jawa Timur sebagian besar (90%) adalah Tebu Rakyat (TR), sisanya (10%) adalah Tebu Sendiri (TS), sehingga ”cut to crush time” lebih dari 24 jam bahkan sampai 36 jam. Hakekat mengamankan nira adalah bagaimana jajaran tebang angkut mampu memahami ”cane to delivery” pada standart ”cut to crush time” tidak melebihi 24


10 jam. Namun di Jawa Timur situasi tersebut sulit dikondisikan, sehingga Bahan Baku Tebu (BBT) dikategorikan tidak aman. Hal tersebut disebabkan : 1. Sering terjadi kelebihan pasok BBT 2. Jarak BBT dengan Pabrik Gula cukup jauh 3. Cuaca mendadak hujan 4. Terjadi kerusakan pabrik secara tiba-tiba Hal ini sering terjadi di Jawa Timur setiap musim giling bulan Juni sampai November setiap tahun. Tebu setelah ditebang masih mengalami aktifitas respirasi, sehingga dihasilkan panas, akibatnya suhu meningkat. Kondisi ini merupakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan mikroba. Ditunjang pula dengan kerusakan mekanis akibat pemotongan batang tebu sehingga dapat memudahkan mikroba menembus jaringan batang tebu tersebut. Pertumbuhan mikroba merupakan faktor nyata bagi kerusakan sukrosa dalam batang tebu (Schumann, 1974). Sedangkan menurut Kurniawan (1984), bahwa penyebab kerusakan sukrosa adalah akibat kegiatan enzim ekstraselular yang dikeluarkan oleh mikroba yang berusaha memperoleh nutrisi di dalam batang tebu yang terluka berupa gula, pati dan selulosa. Selanjutnya mengemukakan bahwa tebu yang telah ditebang kurang dari 4 jam niranya mengandung 1 – 20 juta mikroba per-ml nira. Jumlah ini akan terus berkembang semakin banyak pada saat masa tunggu giling. Sebenarnya penyelamat rendemen tebu bukan saja ”efisiensi pabrik” yang diawali dari kinerja jajaran tanaman dan instalasi, tetapi tidak kalah penting adalah teknologi pasca panen bagaimana jajaran tebang angkut mampu menekan kehilangan gula akibat inversi enzim invertase yang aktifitasnya semakin lama semakin besar pada BBT (Bahan Baku Tebu) sebelum di giling yang berakibat turunnya rendemen gula.

BUFEROS SEBAGAI PENGHAMBAT REAKSI INVERSI SUKROSA PADA TEBU

Buferos Buferos adalah bahan pengawet makanan yang bersifat ”food grade” mengandung bahan aktif majemuk yang bersinergi positif yaitu Benzene carboxylic dan fatty acid unsaturated memiliki tingkat kelarutan yang tinggi dalam air dan tidak mematikan mikroba tetapi hanya bersifat penghambatan aktifitasnya secara total, aman untuk digunakan dalam bahan pangan. Di AS senyawa ini digolongkan dalam Generalty Recognized as Safe (GRAS). 25


Buferos telah dapat pendaftaran paten HKI Dep. Kehakiman dan HAM Republik Indonesia No. P00201100060. Pengawet ini sangat efektif untuk digunakan dalam penghambatan aktifitas bakteri dan khamir sebagai penyebab reaksi inversi sukrosa pada batang tebu karena enzim invertase yang disintesanya. Buferos mampu menginaktifkan enzim invertase, dextranase, alkoholdehydrogenase, fumarase, enolase, aspartase, catalase, malate dehydrogenase, piruvat dekarboksilase, α-ketoglutarate dehydrogenase, succsinic dehydrogenase dan ficin. Secara garis besar mekanisme penghambatan reaksi inversi secara enzimatis adalah terjadinya denaturasi protein enzim yang akan mengakibatkan terganggunya proses metabolisme enzim tersebut. Denaturasi terjadi karena Buferos yang terdisosiasi mudah terionisasi dan menghasilkan ion Hidrogen yang akan menambah keasaman protoplasma.

Fungsi Buferos Buferos memiliki multifungsi, baik secara teknis maupun secara ekonomis, fungsi tersebut adalah : 1. Pengaman rendemen gula, karena enzim invertase sudah tidak aktif lagi, kadar gula reduksi rendah dan akhirnya terjadi optimalisasi rendemen gula. 2. Pengaman pasok Bahan Baku Tebu (BBT), karena tidak terjadi kelebihan pasok BBT, jika cuaca hujan mendadak bisa diatasi, jika terjadi kerusakan pabrik tiba-tiba bisa diatasi dan jika letak kebun jauh dari PG juga bisa diatasi. 3. Efisiensi biaya proses, karena jumlah mikroba pengganggu minim, penggunaan flukulan minim dan proses lebih cepat, sehingga biaya lebih murah. 4. Efisiensi energi, karena prosesing cepat sehingga penggunaan uap cukup rendah.

Reaksi Inversi Sukrosa Sukrosa merupakan sumber carbon bagi kehidupan mikroorganisme. Sukrosa mudah terhidolisa oleh enzim invertase menjadi D-Glukosa dan D-Fruktosa. Peristiwa ini sering disebut reaksi inversi. Hasil proses reaksi ini disebut gula invert atau gula reduksi. Bilamana nira mengandung gula invert atau gula reduksi yang tinggi, jelas menunjukkan bahwa kadar sukrosa atau rendemen gula menjadi rendah. Enzim invertase termasuk kelompok enzim hidrolase yaitu enzim yang mengkatalisa reaksi hidrolisa suatu substrat atau pemecahan suatu substrat dengan pertolongan molekul air. Pada umumnya proses inversi sukrosa ini dipengaruhi oleh ; sifat asam dari substrat,

26


suhu lingkungan, keberadaan enzim invertase (Reaksi invertasi sukrosa dapat dilihat gambar 1)

Enzim Invertase

Air

Glukosa

Fruktosa

Gambar 1. Reaksi Invertasi atau Hidrolisis Sukrosa

Bekas luka pada tebu yang ditebang saat pasca panen merupakan substrat yang sangat disukai oleh mikroba-mikroba terutama adalah pensintesa enzim invertase, antara lain : Bakteri Leuconostoc mesentroides, Bacillus cereus, Bacillus mogatherum, Bacillus atterimus, Bacillus mesentericus, Flavobacterium Sp, Achromobacterium Sp, Escherichia Sp. Sedangkan khamir adalah Saccharomyces cereviceae, Saccharomyces carlsbergensis, Picchia candida guiliermonidii, Picchia fermentans, Candida intermedia, Candida pulcherrima, Klebsielaazaenae, Chromabacetrium lividum, Bactobacillus arabinosus, Saccharomyces lactis, Saccharomyces sacchari. Di samping itu juga terdapat beberapa bakteri yang dapat menghasilkan lendir atau dextran, yaitu Leuconostoc dextranicum, Betacoccus arabinosaseus, Bacillus substilis, Bacillus vulgates, Bacillus levaniformans. Enzim Invertase Enzim adalah memiliki satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Berdasarkan strukturnya, enzim terdiri atas komponen yang disebut apoenzim yang berupa protein dan komponen lain yang disebut gugus prostetik yang berupa nonprotein. Gugus prostetik dibedakan menjadi koenzim dan kofaktor. Koenzim berupa gugus organic yang pada umumnya merupakan vitamin, seperti vitamin B1, B2, NAD + (Nicotinamide 27


Adenine Dinucleotide). Kofaktor berupa gugus anorganik yang biasanya berupa ion-ion logam, seperti Cu2+, Mg2+ dan Fe2+. Beberapa jenis vitamin seperti kelompok vitamin B merupakan koenzim. Jadi, enzim yang utuh tersusun atas bagian protein yang aktif yang disebut apoenzim dan koenzim, yang bersatu dan kemudian disebut holoenzim. Enzim bekerja dengan dua cara, yaitu menurut Teori Kunci-Gembok (Lock and Key Theory) dan Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory). Menurut teori kunci-gembok, terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs aktif (active site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzi cenderung kaku. Substrat berperan sebagai kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula. Berbeda dengan teori kunci gembok, menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim denga substrat berlangsung karena adanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian rupa sehingga keduanya merupakan struktur yang komplemen atau saling melengkapi. Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi fleksibel. Perbedaan reaksi antara teori kunci-gembok dan teori kecocokan induksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2. Perbedaan Reaksi Antara Teori Kunci Gembok dan Teori Kecocokan Induksi

Sebagai katalis dalam reaksi-reaksi di dalam tubuh organisme, enzim memiliki beberapa sifat, yaitu : 1. Enzim adalah protein, karena enzim bersifat thermolabil, membutuhkan pH dan suhu yang tepat 2. Enzim bekerja secara spesifik, dimana satu enzim hanya bekerja pada satu substrat 3. Enzim berfungsi sebagai katalis, yaitu mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa mengubah keseimbangan reaksi 4. Enzim hanya diperlukan dalam jumlah sedikit 5. Enzim dapat bekeja secara bolak balik 6. Kerja enzim dipengaruhi oleh lingkungan, seperti oleh suhu, pH, konsentrasi, dll.

28


Cara Aplikasi Buferos di Lapang 1.

2.

Membuat larutan Buferos dengan melarutkan 20 ml Buferos ke dalam 1 liter air bersih. Jika dibutuhkan dalam jumlah banyak maka 1 liter Buferos dilarutkan ke dalam 50 liter air bersih, kemudian aduk sampai rata. Menyemprotkan larutan Buferos tersebut dengan alat sprayer pada ujung-ujung batang tebu yang telah dilukai akibat penebangan sampai rata.

Catatan : 1. 2.

Upayakan penyemprotan dilakukan segera setelah tebu dilakukan penebangan. Pengalaman di lapang menunjukkan bahwa penggunaan Buferos untuk 1 truk tebu dengan berat rata-rata 7 ton adalah 8 s/d 10 liter larutan Buferos.

HASIL RISET BUFEROS

Pada gambar 3 terlihat bahwa pemberian Buferos selama penyimpanan BBT setelah penebangan berpengaruh sangat nyata terhadap penghambatan penurunan kadar sukrosa dan pH, serta kenaikkan kadar gula reduksi dan dextran. Akan tetapi pemberian Buferos tidak berpengaruh terhadap perubahan total padatan terlarut (TPT) pada BBT. Dibandingkan dengan kontrol, penyimpanan BBT selama 6 hari kadar sukrosa relatif stabil. Hal ini membuktikan bahwa Buferos mampu menghambat Reaksi Inversi Sukrosa. Data penunjang juga menunjukkan bahwa pH, kadar gula reduksi, 29


kadar dextran dan total padatan terlarut juga relatif stabil karena tidak terjadi perubahan komposisi kimia selama penyimpanan BBT. Sukrosa

12 0,30

11

21,5 0,27

10

9

1,4

5,8

8

1,2

5,6

7

1,0

5,4

6

0,8

5,2

0,12

5

0,6

5,0

0,09

4

0,4

4,8

0,06

3

0,2

4,6

0,03

2

0

4,4

0

A

21,0

0,24

B

C

20,5

0,21

pH

20,0

0,18

19,5

0,15

D

TPT

Gula Reduksi 19,0 18,5 18,0

Dextran

17,5 17,0

E

A = Kadar Sukrosa ( % ) B = Kadar Gula Reduksi ( % )

0

1

2

3

4

5

6

Hari setelah penebangan x y

= hari setelah penebangan = hasil pengamatan parameter

C = pH

= Kontrol

D = Kadar Dextran ( % Brix )

= Perlakuan dengan Buferos

E = Total Padatan Terlarut ( ºBrix ) Gambar 3. Hasil Riset Pengaruh Buferos Terhadap Penghambatan Reaksi Inversi Sukrosa Dan Parameter lainnya selama Tunda Giling Bahan Baku Tebu (BBT) Kesimpulan

1. Buferos sangat efektif untuk mempertahankan potensi rendemen tebu dengan cara mencegah reaksi inversi sukrosa saat menunggu proses pengolahan di fabrikasi.

2. Buferos memiliki multifungsi, selain memproteks sukrosa juga mengamankan pemasokan BBT dan lebih jauh lagi juga dapat berpengaruh terhadap efisiensi produksi gula karena kadar gula reduksi rendah sehingga harga kemurnian (HK) nira tinggi.

30


3. Aplikasi Buferos di lapang sangat mudah, murah dan aman karena disajikan dalam teknologi pasca panen tepat guna, sehingga para petani tidak enggan untuk melaksanakannya.

31


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.