4 menjadi manusia pembelajar

Page 1

Menjadi Seorang Pembelajar

Allah menciptakan manusia tiada lain hanya untuk beribadah kepada-Nya.

Penyataan ini diyakini bagi kita yang berkeyakinan bahwa Allah adalah tuhan yang tiada duanya dan Muhammad utusan pembawa risalah-Nya. Konteks

ibadah pun dalam realitanya terbagi menjadi dua meminjam bahasa Ahmad Musthofa Bisri (baca:gus mus) yaitu ibadah ritual dan ibadah sosial. Dalam

bahasa Arab yang biasa diungkapkan oleh kebanyakan orang disebut ibadah

mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdoh. Dalam kaidah Indonesia dikenal ibadah langsung dan tidak langsung. Bahasa akademik pun menyebutnya sebagai ibadah vertikal dan horizontal.

Dalam konteks beribadah inilah manusia tentu selalu membutuhkan yang

namanya wawasan keilmuan. Untuk bisa beribadah dengan baik manusia harus memiliki bekal yang cukup. Bekal itu didasari oleh ilmu pengetahuan. Untuk mendapatkan keilmuan tersebut tentunya manusia akan terus mencari

dan mencari sampai kemudian menemukannya. Saat yang satu ditemukan ternyata semakin menyadari ada banyak hal lain yang perlu dicari lagi. Setelah menemukan lagi semakin tidak puas dengan apa yang ditemukannya itu.

Sehingga proses ini berlangsung sampai kemudian manusia berahir menjalani hidupnya di dunia.

Saya menyebutnya proses ini dengan manusia pembelajar. Tidak semua manusia yang menyadarinya untuk terus mencari dan menggali ilmu. Padahal hakikat keberadaan manusia tidak tahu apa-apa. Ketidak tahuan ini menjadi

dorongan yang seharusnya dimiliki oleh manusia untuk membaca, mengaji,

dan memikirkan baik yang bersifat teks keilmuan maupun konteks pengetahuan secara terus menerus.


Dalam kehidupan kita banyak kita jumpai, manusia berhenti belajar ketika sudah berada pada posisi pengajar. Sampai akhirnya akhir-akhir ini ada

sebutan “jadilah guru pembelajar�. Karena realita yang banyak para guru,

dosen, kyai, da’i, dan penyampa-penyampai ilmu yang lain tidak mau membaca,

mengolah,

dan

terus

memperbarui

pikirannya.

Sehingga

dampaknya apa yang beliau sampaikan dari tempat ke tempat, situasi ke

situasi hanya berdiri dalam satu konteks. Dikatakan juga bahwa guru (penyampai ilmu) yang baik adalah guru yang suka mengintropeksi diri dan kemudian belajar dari kondisi yang ada dan mengembangkan wawasannya.

Ada kondisi yang lebih parah lagi bahwa manusia terkadang sudah merasa cukup dengan keilmuan yang dimiliki dan ia tidak mau untuk belajar lagi. Hal ini berefek besar karena bisa jadi ia mendoktrin dirinya sebagai orang paling

benar. Ditambah lagi menganggap orang lain yang berbeda menjadi keliru dan salah. Dari kasus ini bisa kita sebut bahwa manusia dalam tipe ini belum belajar tentang hakikat kebenaran.

Dengan terus belajar perilaku seperti ini nantinya hilang dari sifat manusia.

Karena sejatinya mencari ilmu Allah tidak cukup dalam waktu umur yang

disediakan pada manusianya. Ilmu pengetahun tidak akan pernah kehabisan bahan. Teruslah belajar dan belajar. Agar tidak kesasar apalagi sampai bersifat kasar. Wallahu a’lam bisshowab.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.