opini PENGEMBANGAN KARIR DOSEN O l e h B a mb a ng S ub a l i
K
Pendahuluan ekuatan suatu universitas salah satu di antaranya adalah berapa jumlah guru besar dan berapa jumlah doktor (yang notabena syarat utama menja di guru besar). Namun, rasanya masih banyak ganjalan untuk menunjang jumlah guru besa r dan doktor oleh hal-hal yang--boleh jadi--ku rang disadari bersama. Tulisan ini akan mengete gahkan ganjalan yang berkait dengan tuntutan jumlah doktor pada suatu jurusan. Ganjalan yang dimaksud tersebut bisa terja di karena kebijaksanaan/kebijakan pimpinan (?) dan dapat pula datang dari dosen yang bersang kutan. Tulisan ini sekedar “uneg-uneg” yang se moga dapat menjadi bahan renungan bagi pi hak-pihak yang terkait. Linieritas Satu pertanyaan yang tidak penah terbayang kan adalah ketika saya--dengan latar belakang waktu itu masih sedang menempuh Program S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) dan masih dengan modal ijazah S-2 Ilmu Kehutanan dan S-1 Pendidikan Biologi--ditanya oleh ang gota tim asesor akreditasi program studi. Perta nyaannya, mengapa saya--yang tidak memiliki ijazah S-1 atau pun S-2 Program Statistika--ditugasi oleh Jurusan untuk mengampu mata kuliah Statistika. Ada dua penjelasan pada waktu itu yang saya sampaikan kepada asesor. Pertama, mata kuliah tersebut dulu bernama Biometri. Setelah ada Program IMSTEP-JICA dan diharapkan ada ke
Pertanyaannya, mengapa saya—yang tidak memiliki ijazah S-1 ataupun ijazah S-2 Program Statistika—ditugasi oleh Jurusan untuk mengampu mata kuliah Statistika. 44
P ewa ra Din a mik a f e brua r i 2 0 1 0
samaan buku ajar untuk mata kuliah di antara program studi di FMIPA UNY, FMIPA UM, dan FPMIPA UPI, namanya pun diganti menjadi Statistika. Biometri merupakan mata kuliah apli kasi Statistika dalam Biologi, sehingga lebih banyak menekankan pada bagaimana Statistika dijadikan alat untuk mengolah data yang berkait dengan pemecahan persoalan di dalam Biologi. Jadi, bukan bagaimana rumus-rumus Statistika itu diperoleh dan dikembangkan. Sehingga, apakah pengampunya harus dosen Jurusan Matematika? Kedua, saya mengambil Program S-2 Ilmu Kehutanan bukan semata-mata karena salah saya. Waktu itu (dekade 1981-1990) kebijaksanaan Dikti bahwa dosen pengampu mata kuliah yang termasuk Kelompok Kependidikan Biologi diharapkan ada yang mengambil S-2 Kependidikan Biologi dan ada pula yang diharapkan mengambil Program S-2 ilmu murni untuk memperkuat penguasaan konsep Biologinya. Karena Program S-3 Ilmu Kehutanan dengan Konsentrasi Ilmu Budaya Hutan/Silvikultur banyak menyajikan mata kuliah yang berkait dengan Ekologi Tumbuhan, maka pada 1985 saya diizinkan oleh Jurusan bersama seorang teman untuk menempuhnya dan lulus pada 1988. Saya jelaskan pula, mata kuliah yang harus saya tempuh pada Program tersebut ada Rancangan Percobaan dan Analisis Regresi, yang menjadikan saya dipandang layak oleh Jurusan untuk mengampu mata kuliah Biometri. Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa linieritas dan kompetensi dituntut pada diri seorang dosen. Dosen yang tidak memiliki latar belakang yang relevan dengan mata kuliah tertentu diharapkan “tidak memgampu mata kuliah tertentu” meskipun ia seorang guru besar sekalipun. Namun, terkadang ada dosen yang mengeluh mengapa dengan latar bela kang S-1 dan S-2 ilmu murni yang linier, tiba-tiba ketika minta izin untuk studi S-3 disuruh mengambil Program S-3 Kependidikan oleh pimpinannya. Jelas bahwa kebijaksanaan itu mematikan karir dosen dan bertentangan dengan prinsip linieritas. Misalnya, untuk memperoleh program penelitian hibah kompetensi, peluang dosen itu akan menjadi leb-