
2 minute read
RESENSI MEDIA
Menyelami Petualangan Kehidupan
Oleh TRIYANTO P. NUGROHO
Advertisement
BEN Fountain adalah penulis yang beberapa kali menyabet penghargaan bergengsi. Brief Encounters with Che Guevarra, sebuah kumpulan cerpen, berhasil meraih penghargaan Hemingway Foundation/PEN, dan menjadi No.1 Book Sense Pick. Brief Encounters with Che Guevarra juga masuk dalam deretan best seller. Ben Fountain termasuk dalam jajaran penulis hebat di zamannya.
Kisah tentang orang jenius membuat terpukau setiap orang. Dalam pandangan umum, kejeniusan seseorang selalu dikaitkan dengan kecepatan berkarya, misalnya saja, Mozart, musisi yang telah dikenal kehebatannya semenjak usia remaja. Karya besarnya yaitu Konserto Piano No. 9 dalam Es Mayor yang ia tulis pada usia dua puluh satu tahun.
T.S Eliot, seorang pujangga terkenal, ketika menulis “The Love Song of J. Alfred Prufock” (“I Grow Old….I Grow Old”) baru menginjak usia dua puluh tiga tahun. Moby Dick karya besar Herman Meville, juga ditulis pada saat Herman berusia tiga puluh dua tahun.
Tetapi Ben Fountain mengawali kisah suksesnya setelah delapan belas tahun semenjak ia menulis untuk pertama kalinya. Ia melalui masa gelap seluruh paruh kedua 1990-an. Terobosan Brief Encounter with Che Guevarra, yang dengan itu Fountain mengguncang dunia kesusatraan, baru terjadi pada tahun 2006. Ketika itu usia Fountain telah empat puluh delapan tahun.
Kisah tentang Ben Fountain memberikan sebuah pelajaran bahwa ada beberapa orang jenius yang mungkin mengalami “keterlambatan panas”. Di satu sisi, kisah ini juga memberikan hikmah bahwa sebuah kesuksesan tidak mengenal kata “instan”, tetapi memerlukan waktu dan proses yang lama.
“Terlambat panas”, yang merupakan judul dari kisah Ben Fountaian, hanyalah secuil “petualangan” yang disajikan Malcolm Gladwell dalam karyanya, What the Dog Saw. Buku ini terdiri atas tiga bagian dan berisi 22 “cerita petualangan”. Disebut petualangan karena Gladwell menginginkan cerita dalam buku ini memancing orang untuk “berpetualang”. Dalam pengantarnya, Gladwell menulis “bagus tidaknya tulisan bukan dinilai dari kekuatan kemampuannya untuk meyakinkan. Setidaknya bukan jenis tulisan yang ada di buku ini. Sukses tidaknya dinilai dari kekuatan kemampuannya untuk membuat Anda terlibat, berpikir, memberi kilasan mengenai isi kepala orang lain; bahkan jika akhirnya Anda simpulkan bahwa kepala orang lain itu bukan tempat yang Anda ingin datangi. Saya sebut tulisan-tulian saya di buku ini sebagai petualangan, karena memang begitulah tujuannya”. Bagian pertama buku ini berisi tentang orang-orang terobsesi dan jenius, bagian kedua tentang teori dan caracara menata pengalaman, dan bagian terakhir berkisah tentang menelusuri perkiraan-perkiraan tentang seseorang.
Semua “petualangan” di buku ini memang memancing para pembacanya untuk mencari tahu apa yang ada di balik pekerjaan orang lain. Buku ini membuat pembaca menyelami kehidupan dan menemukan hal-hal yang sederhana tetapi menarik. Sebagian naluri manusia beranggapan bahwa sebagian besar hal itu tidak menarik. Akan tetapi, Gladwell berkeyakinan bahwa setiap orang dan segala hal itu punya cerita. Makanya, dalam buku ini hanya sedikit kisah tentang orang-orang yang berkuasa atau orang terkenal.
What the Dog Saw adalah satu contoh keingintahuan Gladwell yang tak ada habis-habisnya. Seperti testimoni Guardian bahwa “Gladwell bukan hanya brilian dalam berkisah, ia juga dapat memahami apa yang diungkapkan dalam kisah-kisah itu, pelajaran apa yang dikandungnya”.
Nikmati buku ini, yang akan membawa Anda “berpetualang menyelami halhal sederhana dalam kehidupan”.
WHAT THE DOG SAW, DAN PETUALANGAN-PETUALANGAN LAINNYA Penulis: Malcolm Gladwell • Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010 • Tebal: xi+457 halaman
TRIYANTO P. NUGROHO mahasiswa FISE, mantan aktifis BEM REMA UNY.