cerpen
Perempuan Berbaju Lusuh
kalam/pewara
O l e h T inta Z aitun
42
P ewa r a Di n a mik a a p r i l 2 0 0 9
Aku melihatnya lagi. Perempuan berbaju lusuh mengenakan kain kecil segitiga sekedar menutup kepala, membawa buntel an dalam gendongannya – mungkin baju, minuman, atau sisa makanan untuk nanti. Usianya sekitar 50-an. Tangannya yang kurus memegang gelas aqua. Kulihat ada beberapa uang recehan di sana dan selembar uang ribuan. Sandal jepit butut yang sudah pudar dan hampir putus. Ia duduk di bawah pohon jambu di taman kampusku sambil menatap lalu lalang mahasiswa yang mungkin tak sadar dengan keberadaannya. Aku tercenung. Perempuan setua itu, tak memiliki keluarga? Suami? Punya anak? Seusiaku? Anaknya juga kuliah? Apa yang sedang ia pikirkan tentang kami? Aku seakan mende ngar suara hatinya. Dari tatapan lemah matanya seakan terbaca. Andai aku bisa menguliahkan anakku juga, pasti aku akan bangga sekali. Andai di antara mereka adalah anakku, berjalan menenteng buku, mengenakan baju layaknya mahasiswa, bersepatu, dan tentunya tidak seperti aku, berbaju lusuh dan berdebu. Hatiku teriris. Pedih. Mana pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab atas kenyataan ini? Mana jaminan kehidupan untuk orang–orang terpinggirkan seperti mereka? ”Bu Lusi datang. Ayo masuk, Jeng,” kata teman sekelasku, Lisa. ”Lis..” kalimatku menggantung. ”Kenapa?” tanyanya sambil menyeretku masuk. ”Ibu pengemis itu...” Bu Lusi masuk. Kuliah dimulai. --Tergesa aku menuju sekretariat Himaku. Ada rapat. Kupercepat kakiku sambil mencari HP di tasku yang berdering, misscalled. Ups.. hampir nabrak orang. Oh Tuhan, perempuan berbaju lusuh yang lain. Refleks ia mengulurkan baskomnya padaku. Ada recehan uang di sana. Lemah, matanya sayu, wajahnya tidak menyiratkan semangat sedikit pun. Ingatanku melayang kepada ibuku. Ibuku buruh tani. Berangkat ke sawah orang dengan baju yang lusuh, penutup kepala dari kain agar tidak kepanasan, capingnya hampir tidak melindunginya dari panas, tanpa alas kaki. Tapi ia selalu berangkat dengan senyum. Pikiranku mengalir liar. Andai ini ibuku? Andai ibuku yang keadaannya seperti ini? Mataku memanas, aku tidak rela. Kuambil receh dari tasku.