2 3
timpakul.web.id
@timpakul
Masyarakat Kembali Menjadi Penonton
digunakan. Hanya aturan-aturan yang dipandang mengandungi kata-kata tata ruang dan kewilayahan yang digunakan. Misalnya saja, peraturan terkait dengan perlindungan kawasan dan hutan kota, tidak terlihat sebagai rujukan. Misalnya saja PP No. 63/2002 tentang Hutan Kota hingga Perda No. 28 tahun 2003 tentang Kawasan Lindung, yang sangat terkait dengan kawasan perlindungan, tidak dijadikan rujukan dalam Raperda RTRW Kota Samarinda ini.
Proses penyusunan Raperda RTRW Kota Samarinda kali ini, hampir serupa dengan beragam proses penyusunan Raperda RTRW di wilayah lain dan dalam tingkatan lainnya. Ketertutupan terhadap proses penyusunannya, menunjukkan tidak adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses penyusunan Raperda RTRW Kota Samarinda ini. Padahal, mandat pasal 11 ayat (5) huruf b UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sudah sangat jelas, bahwa salah satu jenis pelayanan dalam perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota adalah keikutsertaan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Dimana untuk mutu pelayannya dapat dilihat dari frekuensi keikutsertaan dalam penyusunan RTRW Kabupaten/Kota.
Masih terdapat beragam peraturan perundangan yang diabaikan oleh Raperda ini, sehingga bukan tidak mungkin, secara substansi Raperda ini akan banyak memiliki permakluman terhadap kondisi faktual yang dibutuhkan kota ini untuk berkembang dan tumbuh dengan sehat serta berperspektif perlindungan warga dan layanan alam. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur pun tidak menjadi rujukan di dalam Raperda RTRW Kota Samarinda ini. Walaupun hingga saat ini Pemerintah Provinsi masih belum menghasilkan Perda RTRW Provinsi, namun masih tersedia Perda RTRW Provinsi Kalimantan Timur yang berlaku hingga saat ini. Termasuk terhadap Paduserasi TGHK dan RTRW Provinsi Kaltim.
Asas keterbukaan di dalam Pasal 2 huruf e UU No. 26/2007 pun telah memandatkan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluasluasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang. Lebih jauh, Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang menyebutkan bahwa peran masyarakat dalam perencanaan masukan mengenai: (1) persiapan penyusunan rencana tata ruang;(2) penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan; (3) pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan; (4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau (5) penetapan rencana tata ruang, serta kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Bahkan lebih jauh, proses pemberian pendapat oleh masyarakat dimulai dari penyusunan kerangka acuan.
Selamatkah Warga dan Lingkungan Kota? Ada beberapa hal yang menarik dari Raperda RTRW Kota Samarinda ini. Misalnya saja, di dalam pasal 5 ayat (5), didalam strategi pemantapan kelestarian kawasan lindung, Raperda ini memilih untuk mengambil ruang terbuka hijau (RTH) publik dengan luas minimal 20 % dari luas wilayah dan hutan kota dengan luas minimal 10% dari luas wilayah kota. Dan merujuk pada Pasal 36 ayat (2) huruf d, tertuliskan luasan hutan kota Samarinda hanyalah 580,18 hektar (0,8% dari luas kota). Terlihat jelas bahwa ada ketidakkonsistenan diantara ayat di dalam Raperda ini.
Pada posisi ini sangat terlihat jelas, bahwa hingga saat hari ini belum ada sebuah proses pembukaan informasi dari Pemerintahan Kota Samarinda terkait Raperda RTRW Kota Samarinda ini. Pengerjaan Draft Dokumen RTRW Kota Samarinda sangatlah tertutup, bahkan dari pihak DPRD Kota Samarinda. Akun @infopubliksmr yang kabarnya sebagai media komunikasi antara Pemerintah Kota Samarinda dengan netizen pun, masih dalam posisi tertidur. Dan hingga saat ini tidak jelas saluran apa yang dapat digunakan warga untuk memperoleh informasi dan memberikan masukan terkait dengan Raperda RTRW Kota Samarinda ini.
Terhadap hutan kota, di dalam pasal 8 ayat (3) PP No. 63/2002 memang menyebutkan bahwa luas hutan kota paling sedikit 10% dengan satu hamparan kompak paling sedikit 0,25 hektar. Namun juga disebutkan kalimat â€œâ€Ś. atau disesuaikan dengan kondisi setempatâ€?. Dengan demikian maka sudah seharusnya Pemerintah Kota memiliki sebuah kajian khusus terkait dengan kawasan hutan kota yang dibutuhkan. Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh Adi Supriadi (2006) disebutkan bahwa pada tahun 2011 Samarinda memerlukan hutan kota seluas 19.875,72 ha (27,68% dari luas kota). Dan bila merujuk pada angka tahun yang digunakan dalam Raperda RTRW Kota Samarinda ini, maka bisa jadi kebutuhan hutan kota bagi Samarinda akan lebih besar dari angka tersebut.
Bergantung pada Akar yang Mana Nullam suscipit neque in ligula. Duis lectus. Curabitur magna iaculis sodales placerat, Membaca rujukanornare, peraturan perundang-undangan yang nisi tellus sollicitudin sapien, eu cursus pede justo digunakan, terlihat bahwa tidak semua aturan terkait yang ut nulla. Nullam in magna adipiscing ipsum fringilla iaculis.
2