Tabloid 147

Page 1


22

No 147 Tahun XVI Edisi Mei 2016

COMMENT

Unila (makin) Semrawut

SALAM KAMI

D

iapit dua jalan utama kota, dekat dengan terminal, stasiun, tempat hiburan dan belanja, sekolah, dan juga pemukiman warga, membuat Universitas Lampung (Unila) kian hari kian riuh. Tak pernah sepi, lalu-lalang ken­ daraan tak pernah berhenti. Bising dan juga banyak polusi. Tak hanya itu, Unila yang terlalu terbuka ternyata dijadikan lokasi a sebagian orang mencari nafkah. Tak sedikit pengamen, pengemis, pemulung, pedagang asongan, orang gila, pencuri. Bahkan sampai ada yang masuk ke ruang kelas. Tak sedikit pengamen yang rajin mendatangi kantin-kantin di Unila saat jam makan, penjual koran, roti, dan lain sebagainya pun leluasa masuk ke fakultas bahkan gedung kuliah. Mahasiswa sampai terheran-heran. Bagaimana bisa mereka leluasa masuk? Keluhan dari mahasiswa pun bersahut-sahutan. Beberapa mahasiswa kesal. Bahkan dosen pun mengeluhkan adanya pemulung yang sekonyong-konyong masuk ke gedung D Fakultas Pertanian, padahal tepat di sebelah gedung ada pos satpam. Satpam pun berkilah sering menertibkan. Tapi nyatanya tetap lolos juga. Tak hanya itu, terbukanya Unila juga diduga menyebabkan maraknya pencurian kendaraan bermotor. Transportasi terkesan amburadul tanpa diiringi ketersediaan lahan parkir. Sudah banyak korbannya. Mahasiswa pun jadi was-was, apalagi yang aktif berkegiatan di gedung Graha Kemahasiswaan hingga malam hari. Satpam terus berkilah, alasannya karena mahasiswa yang kurang tertib. Menyadari hal itu, Rektor Unila memiliki rencana untuk menutup akses Kampung Baru dan Unila. “Unila bukan departemen sosial,” katanya. Entah sivitas akademika harus bagaimana menanggapi hal tersebut. Harus senang atau kesal? Rencana penutupan pasti memberikan dampak bagi mahasiswa yang banyak tinggal di Kampung Baru. Belum lagi warga yang hendak keluar menuju kota, harus jauh memutar. Tidak efisien dan tidak efektif. Jika sudah seperti ini, peran lembaga harus dipertanyakan. Pimpinan harus cepat ambil tindakan. Para pemangku kepentingan, harus duduk bersama mencari solusi terbaik bagi permasalahan Unila yang terlalu terbuka untuk umum. Bukan lagi rencana ataupun konsep di atas kertas. Melainkan, tindakan nyata membentuk gebrakan baru untuk membenahi Unila yang makin s­ emrawut.=

Belajar Untuk Hidup

L

ama tak melihat adik-adik cantik dan ganteng yang berpeluh di pinggir jalan-jalan Unila membagikan terbitan Teknokra, rindu kah? Atau kini lebih suka slide-slide aplikasi Teknokra di gawai anda? Sebuah langkah kecil untuk membuka lebar jendela komunikasi antara kami, para mahasiswa yang nyambi jadi kuli tinta, dengan kalian para mahasiswa Unila. Bagaimana, sudahkah anda jadikan Teknokra sebagai portal berita favorit anda? Berbicara soal aplikasi Teknokra, masih lekat dalam ingatan, meriah­ nya agenda internal Reuni Akbar ke39 dan launching aplikasi Teknokra. com beberapa minggu silam, walau diselingi serangan flu bersambung yang melanda kru Teknokra saat mempersiapkan acara. Apalagi terpikirkan tabloid yang progresnya maju mundur. Rasanya, mandi segan, tidurpun tak mau. Namun, demi

menyambut senyum hangat dan rasa puas saat hasil jerih payah kami bermalam-malam berjibaku dengan tulisan dan layout-an diterima pembaca sekalian, kami pun ngebut dengan segala daya upa­ya yang kami punya, bekejaran de­ ngan deadline dari pemimpin redaksi. Kesibukan kami di ruang “keramat” mengolah tiap kata menjadi berita, tak ayal membuat kami lupa akan kewajiban kami sebagai mahasiswa. Non Scholae Sed Vitae, yang artinya “Kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup” sepenggal kalimat dari sebuah komik online ini cukuplah menjadi cambuk kita para mahasiswa. ”Belajar bukan hanya untuk mengejar nilai atau ijazah semata, tapi juga untuk memaknai nilai-nilai kehidupan” begitulah kata bapak saat menasehati si Thole. Disinilah kami, terjerumus dalam jurang ilmu tak berdasar di sudut PKM, terus terhempas dan terjungkal demi memaknai kehidupan kami saat

cover

ini, hari esok, dan selanjutnya. Di sela-sela kegiatan, tabloid edisi 147 hadir dengan isu terhangat yang melibatkan mahasiswa dan masyarakat di sekitar kawasan Universitas Lampung. Banyaknya kasus pencurian motor, pengemis, dan pengamen yang keluar masuk kawasan kampus dengan sangat mudah dan mengganggu kenyamanan serta ketentraman sivitas akademika, disinyalir menjadi alasan kuat Unila untuk menutup jalan penghubung antara Unila dan Kelurahan Kampung Baru. Serta klarifikasi dari Prof. Bujang Rahman yang kini menjabat sebagai ­ Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, terkait isu yang beredar mengenai tuduhan merugikan negara. Selain kedua berita hangat tersebut, kami juga menyajikan berita-berita up to date yang sayang untuk dilewatkan. Terus update pengetahuan anda seputar Unila de­ ngan ­membaca Teknokra.= Tetap Berpikir Merdeka!

Kyay Jamo Adien

ide dan Desain oleh Retnoningayu J.U Oleh Retnoningayu J U

PELINDUNG : Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. PENASEHAT : Prof. Dr. Karomani, M.Si. DEWAN PEMBINA : Dr. M. Thoha B.sampurna Jaya, M.S. ANGGOTA DEWAN PEMBINA : Prof. Dr. Muhajir Utomo, M.Sc., Asep Unik SE., ME., Dr. Eddy Riva’i SH., M.H., Ir. Anshori Djausal, M.T., M.A., Prof. Dr. Yuswanto, SH., M.Hum , Maulana Mukhil, S.Sos., M.IP.,Asrian Hendi Caya, SE., ME., Dr. Yoke Moelgini, M.Si, Irsan Dalimunte, SE., M.Si., MA., Dr. Dedy Hermawan, S. Sos., M.Si., Dr. Nanang Trenggono, M.Si., Dr. H. Sulton Djasmi, M.Si., Syafaruddin, S. Sos., MA., Toni Wijaya, S.Sos., MA.,Faris Yursanto , Fitri Wahyuningsih, Hayatunnisa Fahmiyati. PEMIMPIN UMUM: Kurnia Mahardika PEMIMPIN REDAKSI: Ayu Yuni Antika REDAKTUR PELAKSANA CETAK: Retno Wulandari REDAKTUR PELAKSANA DARING: Wawan Taryanto REDAKTUR BERITA: Rika Andriani REDAKTUR FOTO: Riska Martina REDAKTUR ARTISTIK: Defika Putri Nastiti REDAKTUR DALAM JARINGAN: Yola Septika PRODUSER: Fajar Nurrohmah KAMERA­ MEN: Luvita Willya Hendri FOTOGRAFER: Arif Sabarudin STAF ARTISTIK: Retnoningayu Janji U. REPORTER: Ariz Nisrina, Faiza Ukhti Annisa PEMIMPIN USAHA: Fitria Wulandari MANAJER USAHA: Fajar Nurrohmah MANAJER KEUANGAN: Yola Savitri STAF UNIT KREATIF: Arif Sabarudin, Trias Puspa Ningrum STAF KEUANGAN: Ariz Nisrina KEPALA PUSAT DAN PENGEM­ BANGAN: Imam Gunawan STAF ANALISIS DAN PERPUSTAKAAN: Riska Martina STAFF PENGKADERAN DAN SDM: Retnoningayu Janji Utami KEPALA KESEKRETARIATAN: Khorik Istiana STAF KESEKRETARITAN: Fitri Ardiani (Non Aktif) MAGANG: Ade S, Andre P, Arham A, Dela S, Dewi S, Evita Y, Ginanjar, Maryadi B, Milsa SD, Rachmawati R, Ruri SMS, Sonny K, Sopian A, Abdullah M, Alfanny PF, Atsila H, Dinda P, Elliyen S, Hendi NP, Kalista S, Khusnul A, Putri L MNG, Rian M, Rocky I, Silviana, Tuti NK, Yayu I, Zachra Q, Ayesha A, Getri ,Hendri M, Rahmat H, Reni R, Rohimatus S, Virginia S, Widya M. MAJALAH TEKNOKRA diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung . Alamat : Grha Kemahasiswaan Lt.1 Jl. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 3541 E-mail : ukpmteknokraunila@yahoo.co.id Website : www.teknokra.com Telp : (0721) 788717


No 147 Tahun XVI Edisi Mei 2016

KAMPUS IKAM

Prof. Bujang Rahman: 2010 Masalah Ini Sudah Selesai

33

Oleh Kurnia Mahardika dan Wawan Taryanto

Unila-Tek: Kamis (12/5), sebuah situs berita daring memberitakan Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Lampung, Prof. Bujang Rahman. Dalam berita yang tidak disebutkan narasumbernya tersebut, dikatakan bahwa Prof. Bujang merugikan negara sebesar Rp 974,6 juta. Kerugian ini disebutkan karena meski sedang melakukan pendidikan Doktor (S3), Bujang tetap mendapatkan tunjangan sebesar 2,15 juta per bulan. Dugaan itu mengacu pada Permendiknas No. 67 tahun 2008, tentang pengangkatan dan pemberhentian dosen sebagai pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas. Pada pasal 13 ayat I di poin (i) menyatakan, “Pimpinan Perguruan Tinggi dan Pimpinan Fakultas diberhentikan dari jabatannya jika sedang menjalani tugas belajar atau tugas lain lebih dari enam bulan”. Prof. Bujang Rahman melaksanakan pendidikan Doktor Administrasi Pendidikan Non-regular di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, tahun ajaran 2007/2008. Pada saat pendidikan tersebut, Prof. Bujang memang masih menjabat sebagai Wakil Dekan (Wadek) Bidang Akademik

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila. Berdasarkan UU tersebut, seharusnya Prof. Bujang diberhentikan dari jabatannya dan tidak bisa menerima tunjangan apapun. Namun nyatanya, Bujang tetap mendapatkan tunjangan yang dinilai bukan haknya tersebut. Ditemui di ruangannya, Kamis (19/5), Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof. Bujang Rahman bersedia mengklarifikasi isu tersebut. Tak hanya kami (Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi), diruangan tersebut juga ada Badrol Huda (Humas Unila) dan Dirzon Kepala Bagian Kepegawaian. Dengan membawa beberapa berkas, Prof. Bujang menceritakan kejadian sekitar enam tahun yang lalu. Pada tahun 2006, saat Prof. Sudjarwo terpilih menjadi Dekan FKIP Unila, Ia meminta Prof. Bujang mendampinginya dan menjadi Wakil Dekan Bidang Akademik. Namun, seketika Prof. Bujang ragu dan sempat menolak tawaran Prof. Sudjarwo, sebab Prof. Bujang ingin melanjutkan studinya. Prof. Sudjarwo pun mendukung keinginan tesebut, namun ia tetap meminta Prof. Bujang untuk menjadi Wadek

I. Sebagai solusinya, Prof. Sudjarwo mencari program yang tidak menggangu kerja dan studi yang akan dijalani Prof. Bujang. Gayung bersambut, ada program Jumat sore dan Sabtu di Universitas Pendidikan Indonesia. Sesuai dengan keahliannya di bidang pendidikan, Prof. Bujang pun mengambil program studi Administrasi Pendidikan nonregular dengan tetap menjabat sebagai Wadek I FKIP. Pada saat menjalakan pendidikannya, Prof. Bujang mengaku menggunakan Surat Keterangan Belajar (SKB) dan biaya pribadi. “Silahkan di cek di UPI, itulah dasar saya sekolah,” akunya. Ditemui di ruangannya, Kamis (19/5), Prof. Sudjarwo, membenarkan bahwa dirinyalah yang mencari program kuliah S3 di UPI. Hal ini dilakukan agar Prof. Bujang dapat melanjutkan pendidikannya dengan tetap menjabat Wadek I FKIP. Kondisi tenaga pendidik berstatus doktor yang masih sangat jarang menjadi latar belakangnya. “Saat itu baru ada 5 orang dosen (dengan lulusan-red) doktor di FKIP Unila”, ungkapnya. Tahun 2010 Prof. Bujang akhirnya menyelesaikan studinya.

Sekretariat Minim Fasilitas, UKM Diminta Sabar Oleh Arif Sobarudin

Unila-Tek: Merasa jadi anak tiri, beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang memiliki sekretariat di belakang Rumah Susun Mahasiswa (Rusunawa) mulai mengeluh. Sekret yang sempit, beratap seng tanpa plafon, tak ada toilet, fasilitas wifi pun tak didapat. Fasilitas yang berbeda jauh bila dibandingkan sekret UKM lain di Grha Kemahasiswaan. “Sangat terganggu, karena Unila kan universitas negeri yang seharusnya lebih meng­ ayomi UKM,” ujar Benny ­Rachmansyah (Hukum ‘14). Tak hanya keterbatasan fasilitas, Benny yang merupakan ketua umum UKM Taekwondo, juga mengeluhkan sulitnya mencari anggota baru. UKM-nya seperti dikucilkan. Letak sekret yang cukup jauh, menyebabkan tak banyak mahasiswa yang tahu dan akhirnya kurang berminat mendaftarkan diri. “Harapanya sih, semua UKM dijadiin satu, biar enggak ada pembeda kayak gini. Terus fasilitasnya juga disamain, biar enggak ngerasa dibeda-bedain,” pungkasnya. Kesan sekertariat yang seada­ nya, juga dirasakan ketua umum

UKM Sepak Bola, Hidayat (Penjaskes `15). Sudah dapat terlihat bedanya dengan sekilas pandangan. Kondisi sekret sangat panas di siang hari. Saat hujan, sudah jadi langganan bocor. Jika ingin membuang hajat, Hidayat mengaku terpaksa menumpang lantai dasar rusunawa. “Dari atasanya (pihak rektorat) dapat memantau lagi bagaimana kenyaman di sini, terutama untuk urusan fasilitas seperti plafon. Kalau seperti ini, kami tidak bisa beraktivitas di siang hari, karena panasnya yang luar biasa,” ujar Hidayat. Ketua Forum Komunikasi (Forkom) Unila, Yogi Prayanda (Fisika ‘12) sudah mencari tahu perihal kondisi tersebut. Ia sempat merasakan sendiri hal yang sama saat berkunjung ke sana. Dalam waktu dekat, forkom akan melakukan kordinasi de­ ngan seluruh UKM yang ada di belakang rusun dan mengajak mereka melakukan kordinasi ke pihak rektorat. Namun, Yogi menghimbau para penghuni sekret UKM untuk lebih aktif mengajukan complain kepada pihak rektorat. “Kalau UKM yang di graha merasa nyaman,

seharusnya yang di belakang rusun juga merasa nyaman. Fasilitas yang di dapat juga harus sama,” kata Yogi. Prof. Karomani (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni), mengaku sepakat bahwa tempat mahasiswa berkegiatan saat ini sudah tidak layak. Mahasiswa diminta aktif dan bekerjasama untuk menyampaikan keluhan secara langsung padanya atau melalui Forkom UKM. “Semoga dari pihak lain mendukung mengenai pembangunan ini, karena graha yang sekarang sudah tidak la­ yak bahkan sudah seperti kandang sapi,” ujarnya. Harapan mahasiswa untuk berkegiatan dengan maksimal pun, rasanya butuh waktu lama agar terealisasi. Pasalnya, Prof. Karomani mengaku sudah berkali-kali mengajukan usulan untuk membangun graha yang lebih layak kepada rektor, namun belum ada keputusan. Penghuni sekret yang berada di belakang rusunawa malah diminta bersabar untuk waktu yang belum pasti. “Akan dibahas lebih serius kembali pada 2017 mendatang,” akunya.=

Di tahun yang sama, ternyata Prof. Bujang diperiksa oleh lima investigator dari Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, karena ada pihak yang melaporkannya terkait studi dan jabatannya sebagai Wadek I FKIP. pemeriksaan ini dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sampai mengecek jadwal kuliah Prof. Bujang di Unila dan UPI. Dari hasil pemeriksaan tersebut, dikeluarkanlah Surat Keputusan No. R645/BINV/W5/2010 pada 25 Mei 2010. Dalam surat itu tertulis bahwa “Tidak terbukti adanya penyimpangan dalam pelaksanaan studi lanjut program S3 atas nama saudara Dr. Bujang Rahman M.Si sebagai Pembantu Dekan I Unila karena yang bersangkutan melaksanakan studi lanjut pada Hari Jumat sore dan Sabtu di UPI Bandung dengan status keterangan belajar dari Rektor Unila atas biaya sendiri. “Jadi 2010, masalah ini sudah selesai,” tandasnya. Selain studinya yang dianggap bermasalah, dalam pemberitaan juga dituliskan adanya dugaan pemalsuan Surat Ketera­ ngan Belajar (SKB). Ditemukan dua surat dengan tanggal dan nomor yang sama namun perihal yang berbeda. Menanggapi hal ini, Prof. Bujang mengaku tidak tahu mena­ hu soal penerbitan surat tugas belajar tersebut. “Saya tidak pernah minta surat itu, saya tidak pernah minta diterbitkan dan saya tidak menggunakan surat itu untuk kenaikan guru besar saya,” terangnya. Prof. Bujang langsung menunjukan berkas-berkas yang harus ia lampirkan saat mendaftarkan diri untuk kenaikan guru besar. “Coba baca nomor 8. Bukan surat tugas belajar,” ucapnya. Pada nomor 8 tersebut memang tertulis bahwa syarat yang harus dipenuhi adalah Surat Keterangan Belajar (SKB) dan foto kopi ijazah S3. Kepala Bagian Kepegawaian Unila, Dirzon, yang diduga memalsukan surat Prof. Bujang

pun turut hadir di ruang kerja WR I. Ia menjelaskan bahwa, pada tahun 2010 ke bawah, ada tiga judul surat yang digunakan, surat izin belajar, surat keterangan belajar, dan surat penugasan bagi dosen yang hendak melanjutkan studinya. Tahun 2008 hingga 2009 sudah mulai tertib, namun bagi dosen yang hendak mengajukan kenaikan pangkat dan telah selesai kuliah di bawah tahun 2010, diminta menggantinya dalam bentuk SK. Ia pun membuat draf usul pangkat dengan melampirkan surat penugasan belajar, tapi ditolak. “Karena saya yang berwenang, konsepnya tidak merubah nomor, tanda tangannya pun dimintakan kepada orangnya langsung,” jelasnya. Karena sudah berulang kali, ia memang berinisiatif memaraf sendiri beberapa SK yang di­ buatnya. “Silahkan saja, secara administrasi jika saya salah atau bagaimana menurut tinjauan hukum dan sebagainya nanti. Yang pasti, itu paraf saya de­ ngan maksud bahwa draft ini dibuat berdasarkan data dukung yang memang tidak di ubah,” terangnya. Namun, ia menjelaskan bahwa surat tugas belajar Prof. ­Bujang ditanda tangani langsung oleh Warek Bidang Kemahasiswaan periode 2007/2011, Prof. Tirza Hanum. Dirzon mengaku meminta tanda tangan Prof. Tirza pada tahun 2015, saat pengajuan usul guru besar Prof. Bujang sedang diproses di Jakarta. Hal itu dilakukannya untuk berjaga-jaga jikalau diminta merubah format SKB. Namun ternyata, surat itu tidak digunakan untuk kenaikan guru besar, sehingga SK yang dibuat pun langsung disimpan dalam file Prof. Bujang. Dirzon juga tidak tahu kenapa file tersebut bisa ada ditangan orang lain. “File negara, saya simpan. Kok sudah di tangan orang. Apa ini kategori pencurian atau bagaimana?,” ujarnya heran. Tidak tertibnya administrasi, dirasa Dirzon jadi penyebab semua isu yang beredar. =

SURAT PEMBERITAHUAN Kami mohon maaf atas kesalahan data dan nama narasumber pada majalah Teknokra, edisi 217 berjudul Jeratan Hutang Koperasi Unila. Tertulis pada halaman 16, subjudul Simpanan Wajib Yang Terus Naik, nama salah satu narasumber ditulis Sumardi, padahal tidak ada dosen bernama Sumardi di Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Unila. Adapun dosen di Teknik Elektro adalah Bapak Sumadi, namun bukan beliau yang dimaksud dalam tulisan tersebut. Untuk narasumber dosen bernama Idharmahadi, beliau ialah dosen dari Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Unila. Kepada nama-nama di atas, redaksi UKPM Teknokra meminta maaf atas kerugian yang diterima akibat kekeliruan tersebut. -Redaksi.


4

No 147 Tahun XVI Edisi Mei 2016

KAMPUS IKAM

Bitcoin, Solusi Cepat Transaksi Tepat

Oleh Rohimatus Salamah

FMIPA-Tek: “Memulai bisnis itu terlalu banyak tapi dan terlalu banyak nanti,” kata Ahmad Muzaki Senafal, saat mengisi ­ materi di seminar nasional Pekan Raya Jurusan (PRJ) Ilmu Komputer IV Fakultas Mate­ matika dan Ilmu Pengetahuaan Alam (FMIPA), Sabtu (9/4). Pria yang bekerja di perusahaan penyedia informasi, Bumi Digital Lampung ini, mengajak mahasiswa untuk memulai bisnis online yang sedang marak sebagai trend marketing masa kini. “Tekanan, faktor keinginan orang tua, dan lingkungan, semua me­ mengaruhi tujuan kita. Berhenti banyak alasan, karena hanya akan membuat kita stagnan,” tambahnya. Baginya, target bisnis masa kini bukanlah konsumen, melain­kan reseller. Disamping itu, kemampuan mengelola website dengan baik menjadi salah satu cara promosi menggunakan berbagai media informasi. Acara yang mengusung tema get money in one click ini juga menghadirkan Adam Oscar, CEO Bitcoin Indonesia. Bitcoin merupakan bentuk mata uang virtual yang sudah banyak digunakan para pengusaha yang tidak sempat melakukan transaksi di Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Dompet bitcoin, selain sebagai dompet digital yang

sangat praktis, ternyata mampu menggantikan fungsi ATM sebagai alat transaksi yang memudahkan penggunanya untuk melakukan transaksi, tanpa melalui perantara bank. Cukup pasang aplikasinya di gadget, semua transaksi mulai dari mengirim dan menerima uang, isi ulang pulsa, bayar tagihan listrik dan air dapat dilakukan, bahkan de­ ngan bia­ya transaksi yang terbilang sangat murah. Terkait sistem­nya, bitcoin merupakan sebuah teknologi tanpa ser­ ver dengan berbagai macam fitur canggih yang memiliki kekuatan 37 kali jaringan komputer dan tidak dimiliki mesin ATM manapun. Seseorang da­ pat menyimpan data penting yang dapat diakses puluhan tahun yang akan datang, tentunya dengan privasi yang tidak dapat disadap orang lain. Salah satu peserta, Andriana (59) ingin mencoba menggunakan mata uang virtual ini, mengingat profesi sebagai dokter gigi yang begitu me­ nyita waktu. Senada dengan Andriani, Aldi, mahasiswa IBI Darmajaya me­ nyambut baik acara tersebut. Ia menilai, materi yang diberikan menambah wawasan dan mendorong dirinya untuk berani memulai bisnis dengan ­jaringan yang lebih luas.=

Learning Camp Generasi Keempat BPN Oleh Rohimatus Salamah

Unila-tek: Program unggulan Masjid Al-wasii Unila, Beasiswa Perintis Nusantara (BPN) telah memasuki generasi keempat. Program yang diselenggarakan atas kerjasama Rumah Amal Al-wasii Unila dengan Rumah Amal Masjid Salman ITB, bertujuan menghimpun calon mahasiswa se-Lampung yang tergolong kurang mampu untuk memperoleh bimbingan intensif dalam mempersiapkan SBMPTN 31 Mei mendatang. Setelah melalui tiga tahapan seleksi dari bulan Februari hingga April, terpilih 50 peserta yang terdiri dari 30 siswa jurusan IPA dan 20 siswa jurusan IPS. Ardy Nugraha (Manajemen ’15), Kepala Dana dan Usaha mengungkapkan, selalu ada peningkatan tiap tahunnya, terakhir berjumlah 970 siswa. “Nggak cuma itu, nilai-nilai try out para peserta juga semakin meningkat, dan jumlah alumni BPN yang lulus PTN juga selalu bertambah dari tahun ke tahun,” akunya. Dari keterangan bendahara umum, Pina Kartina (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangu-

nan ’15), tim pengajar didatangkan dari Lembaga Bimbingan Belajar Proton dan para mahasiswa S2 Unila. Peserta yang terpilih akan mengikuti proses pembelajaran selama satu bulan atau yang disebut learning camp. Tidak hanya melatih para siswa dalam bidang akademik, diselipkan juga pembentukan nilainilai religius dan spiritual. Hal ini diwujudkan dengan kajian tausyiah rutin usai subuh oleh peserta secara bergilir, sehingga manfaatnya dapat langsung terasa. Salah satu peserta, Dewi Kusuma Ningrum dari SMA N 1 Tanjung Bintang, Lampung Selatan, mengaku menjadi lebih mandiri, disiplin, dan lebih bisa memanajemen waktu belajar. Subian Saidi, dosen Jurusan Matematika Fakultas Mate­ matika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unila, selaku Ketua Rumah Amal Al-wasii memaparkan bahwa, dana zakat yang terhimpun disalurkan kepada delapan golongan, dan siswa-siswi BPN merupakan salah satu diantaranya.=

Foto Riska Martina Diskusi UKM Sains dan Teknologi Universitas Lampung untuk pembagian tim dalam perlombaan teknologi tepat guna, pemrograman dan karya tulis ilmiah di Lapangan Belakang Rektorat. Foto dibidik, Selasa (24/5).

Pengusaha Tak Butuh IPK Tinggi dan Pengalaman Oleh Rohimatus Salamah

FP-Tek: “Di sinilah tugas kita, mengembangkan inovasi, su­paya dapat menghasilkan produk. Meskipun simpel, tapi berkua­ litas dan berdaya saing tinggi, sehingga dapat menembus pasar global,” ujar Iwan Faidi, salah satu pemateri seminar nasional yang digagas Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himasperta), di Aula Pertanian, Minggu (23/4). Deputi Pengembangan Kewirausahaan Kementrian Ekonomi, Koordinator Bidang Perekonomian tersebut, juga mencontohkan model kewirausahaan kampus yang diterapkan Institut Teknologi Surabaya (ITS). Wirausahawan pemula (start up) dapat memulai usa-

hanya dalam inkubator bisnis, selanjutnya dihubungkan ke Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) oleh pihak kampus dan pemerintah agar memperoleh pendanaan. Hadir pula Jafrial Jasman, penulis buku “99 Detik Menjadi Pengusaha” sebagai pemateri. Menurutnya, pengusaha tidak membutuhkan pengalaman, karyawanlah yang butuh pengalaman. Pengusaha tidak butuh IPK tinggi, karyawanlah yang butuh IPK tinggi. Lingku­ ngan yang kurang kondusif, tak ada figur, coach dan komunitas yang tepat, membuat seseorang ragu menjadi pengusaha. “Untuk menjadi seorang pengusaha, dimulai dari akad.

Setelah pengucapan akad, maka ia menjadi seorang pengusaha,” ungkapnya di depan peserta seminar. Mengusung tema “Rebut, Kuasai, dan Menangkan Persaingan Global”, kegiatan ini bertujuan agar mahasiswa me­ ngetahui iklim perekonomian dan bagaimana pemerintah membangun sistem perekonomian. Salah satu peserta, Rendi (Manajemen Perkebunan ‘12) yang sedang menjalankan bisnis barunya, merasa mendapat inspirasi bagi kelanjutan bisnisnya. “Beliau nggak hanya sekedar menjawab pertanyaan, tapi le­ bih menyadarkan, jadi menantang kita supaya berpikir sendiri,” paparnya=

Wakili Unila Meski Tak Dapat Dana Oleh Kalista Setiawan

FMIPA-Tek: Tiga anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Anemon FMIPA, Benny (Biologi ’13), Sayu Kadek Dwi Dani (Biologi ’12), dan Agnes Maludfi Putri (Matematika ’12) berhasil menjadi wakil Unila dalam Jambore Selam Forum Penyelam Mahasiswa Indonesia (FOPMI) ke-7, di Pulau Derawan, Kalimantan Timur, pada Senin-Sabtu (20-30/4). “Let’s Dive to Derawan, East Borneo Paradise” menjadi tema Jambore tahun ini. Sebanyak 51 peserta yang merupakan mahasiswa dan umum dari 16 klub selam se-Indonesia aktif mengikuti diskusi dan sharing tentang teknik penyelaman, ikut dalam transplantasi karang, monitoring penyu dan manta,

s­ norkeling, fun dive, night dive, pertunjukan adat dan budaya serta bakti sosial. Rangkaian kegiatan tersebut berlangsung dibeberapa titik Pulau Derawan, seperti snapper point untuk mengambil gambar, spot untuk konservasi penyu (turtle point), sea wall point, spot konservasi manta (manta avenue) dan darma point. Sempat tak jadi berangkat karena ketiadaan dana, membuat seluruh anggota memutar otak. Mengeluarkan tabungan Anemon, mengadakan iuran anggota, hingga mengamen, dilakoni untuk membayar registrasi peserta yang mencapai ­­Rp 1,5 juta per orang dan ­membayar biaya akomodasi.

Pihak fakultas dan universitas dirasa kurang membantu pendanaan Jambore kali ini. “Hal ini karena terbentur dengan kegiatan lain,” ungkap Khairul Anam (Biologi ’14) selaku kepala divisi Diklat di Anemon. Salah satu perwakilan, Sayu Kadek Dwi Dani, mengharapkan adanya dukungan, baik moril maupun materil dari ­ pe­ merintah dan universitas. “Kami kan mahasiswa, masih butuh bantuan dana disetiap kegiatan,” tegas Sayu. Meski demikian, Faisal Rais (mantan ketua umum Anemon, 2014/2015) tetap bersyukur dan mengharapkan silaturahmi mahasiswa se-Indonesia terus terjalin dan dapat bertemu tahun depan di Ambon =


No 147 Tahun XVI Edisi Mei 2016

KAMPUS IKAM

5

BEM Diskusi Keamanan kita “Untuk menujuksesan Perempuan danalat Anak tak butuh banyak karena tuhan sudah memberikan kita Unila-Tek: Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unila menggelar diskusi bertema “Keamanan Perempuan dan Anak di Bumi potensi yang Ruwa Jurai, Jumatdiri, (20/5). Dalam acara ini,harus dihadirkan tigakita pembicara, Dra. Heni Astuti (Kepala Bidang Perlindungan Perem“Untuk menuju kesuksesan kita tak butuh banyak alat puan dan Anak Lampung), AKBP Sulistyaningsih (Kabid Humas Oleh Tuti Nur Komariah

Foto Ayu Yuni Antika Demo mahasiswa menuntut Prof. Bujang Rahman (Wakil Rektor Bidang Akademik) mengklarifikasi isu miring terkait penyalahgunaan surat tugas belajar. Foto dibidik, Rabu (25/5).

Kuliah Umum Kapolri Oleh Kalista Setiawan

Unila-tek: Pemandangan berbeda terlihat di sepanjang jalan Unila menuju Gedung Serba Guna (GSG) sejak pagi, Rabu (18/5). Ratusan polisi berlalu lalang untuk menyambut dan mengamankan kedatangan Ke­pa­la Polisi Republik Indonesia, Jenderal Polisi Badarodin Haiti. Kedatangannya untuk melantik sepuluh ribu Satuan Tugas (Satgas) Anti Narkoba Provinsi Lampung dan melakukan penan­ datanganan nota kese­ pahaman Kepolisian Negara Repu­ blik Indonesia (Polri) dengan Unila serta dilanjutkan dengan kuliah umum bersama mahasiswa Unila. Tepuk tangan mengantarkan Jenderal Badrodin Haiti menuju mimbar untuk penyampaian materi tentang “Dinamika Perubahan Lingkungan Sosial”. Dalam materinya, mahasiswa diajak untuk menelusuri pro­

blematika yang sedang terjadi di kalangan masyarakat. Menurut Jenderal Badrodin Haiti, masyarakat semakin terpuruk dalam sosok individualisme. “Mereka lebih menye­ na­ ngi dunia maya, ketimbang bersosialisasi secara nyata,” paparnya. Akhirnya, gaya hidup masyarakat sekarang berubah menjadi masyarakat individualisme dengan tingkat keegoi­ san semakin tinggi dan menjadi masyarakat yang pragmatis. Kecanggihan teknologi pun membuat masalah baru, se­ perti persaingan hidup yang semakin ketat dan membawa tindak kriminalitas yang semakin brutal. Dalam hal ini, ­Badrodin menyimpulkan akses informasi dapat merubah mindset sese­ orang. Paham-paham yang melenceng dengan ideologi negara akan mudah memasuki tiap individu. Keamanan dan ketertiban ­ masyarakat pun

terganggu. Salah satu peserta, Rayhan Issatyadi (Fisika ‘14) menyadari perubahan dinamika sosial masya­rakat saat ini. Kecanggihan teknologi tidak bisa dihindari. “Yah, kita sebagai mahasiswa coba memposting sesu­atu yang positif lewat media sosial. Jangan cuma posting­ an status yang nggak jelas,” ucapnya. Mahasiswa, dalam hal ini bisa mencegah dan mengurangi tindakan kriminalitas dengan ikut memelihara situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif, melaporkan kepada aparat kepolisian jika menemukan tindakan kriminalitas. Menurut Kadek Susani (Tek­ nologi Hasil Pertanian ‘15) mahasiswa bisa menjadi motor penggerak bagi mahasiswa lainnya untuk menjadi kontrol sosial dari segala pihak baik pemerintah, aparat, serta masya­ rakat.=

Pentas Seni Teater 28 Unsil Oleh Widya Michella N S

Unila-Tek: Unila kedatangan tamu, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater 28 dari Universitas Siliwangi, Tasikmalaya, Bandung, pada Sabtu-Minggu (14-22/5). Membawa 54 kerabat produksi dan pentas beserta pembinanya, Teater 28 mengadakan pementasan “Pentas Keliling 2016 Lintas Selat Sunda” dengan naskah Ben Go Tun, di Lantai 1 Graha Kemahasiswaan Unila, Rabu (18/05) malam. Dikisahkan, Johan Budiman, seorang veteran, sesumbar dan berbohong tentang pengalaman perangnya kepada sejumlah wartawan. Tahu sang veteran berbohong, wartawan berusaha memeras Johan. Kesal dengan tingkah wartawan, Johan mencari seorang dukun

untuk membunuh wartawan dan anteknya. Singkat cerita, terjadi perkelahian antara Johan dan sang wartawan. Teater mencoba menceritakan tentang pemerasan, pembohongan jabatan dan kongkalikong yang terjadi dewasa ini. Eka Cucu Cantika, ketua umum Teater 28 (Jurusan Informatika) Universitas Siliwangi, mengaku bahwa pementasan drama realis yang dikombinasikan dengan drama musikal tersebut, merupakan program kerja Teater 28. Unila menjadi tujuan akhir dari pementasan keliling ini, setelah sebelumnya diadakan di Gedung Kesenian Tasimalaya pada 7 Mei dan IAIN Serang Banten pada 14 Mei lalu.

“Opsi mereka adalah provinsi terdekat dari Selat Sunda, yaitu Provinsi Lampung. Unila hanya sebagai tuan rumah,” ujar Ayu Kartika Sari (Administrasi Nega­ ra ‘13). Ketua UKMBS Unila ini berharap Unila mampu bekerjasama dam makin solid dalam hal kesenian. Meski lokasi pementasan terasa sangat panas, Anzanis Mardiana (Sosiologi ‘13) meng­ aku cukup terhibur. “Sangat berkarakter dan menjiwai,” ujarnya. Kelebihan lain diungkapkan Rarai Masae Soca W.A (SMAN 2 Bandarlampung). Menurutnya, pemain sangat ekspresif dan mampu menghidupkan suasana, “Properti yang dipakai pun sangat detail,” ungkapnya =

karena sudah memberikan kita(Wakil potensi diri, yang harus kita Polda tuhan Lampung) dan Prof. Hamzah Dekan Bidang Kema“Untuk menuju kita tak butuh Unila). banyak alat karena tuhan hasiswaan dankesuksesan Alumni Fakultas Hukum sudah memberikan kitauntuk potensi diri, yang harus kita Oleh Ayu keYuni Acara ini bertujuan meminimalisir terjadinya kasus Antika kerasan terhadap perempuan dan anak di Lampung. Dra. Heni mengungkapkan bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin pe­ rempuan dan anak sangatlah banyak, sehingga memungkinkan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang umumnya dilakukan orang terdekat. Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah provinsi mengubah undang-undang nomor VII Tahun 2013 dari Biro Pemerdayaan Perempuan menjadi Badan Perlindungan Perempuan dan Anak Lampung. AKBP Sulistyaningsih menyampaikan bahwa polisi telah menangkap tersangka kasus di Lampung Timur, Metro dan beberapa kasus yang lain. “Inilah keseriusan kami dalam mena­ ngani kasus tentang kekerasan tehadap perempuan dan anak,” ujarnya. Sementara Prof. Hamzah manyampaikan pendapatnya tentang hukuman kebiri bagi tersangka. Menurutnya, kebiri tidak harus dilakukan, karena masih ada hukuman yang bisa menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Salah satu peserta, Yeti Nur Yanti (FKIP PGSD ‘12) mengapresiasi acara tersebut, “Bisa membuka wawasan kita, selain itu kita bisa mengetahui apa yang seharusnya kita lakukan apabila di sekitar kita terjadi tindak kekerasan,” terang Yeti.=

KSPM Kenalkan Pasar Modal Oleh Hendri Maulana

FEB-Tek: Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM) Universitas Lampung adakan KSPM Competation Day (KCD), pada Sabtu-Minggu (23-24/04). Agenda tahunan kali ini mengusung tema “Terwujudnya Generasi Muda yang Memwiliki Kreativitas dan Berkarakter dalam Bidang Pasar Modal”. Ketua pelaksana, Wangele Bravtiance (D3 Akuntansi ’15) meng­ ungkapkan tujuan kegiatan tersebut untuk mengenalkan pasar modal kepada pelajar SMA dan sederajat. Kegiatan ini diikuti 87 peserta, dari 11 sekolah SMA dan sederajat di Lampung. Agenda ini memiliki 4 cabang lomba, pada hari pertama dilaksanakan lomba Capital Market Knowledge Competation (CMKC) dan Capi­ tal Market Poster Competation (CMPC). Pada hari kedua, dilaksanakan lomba Manual Stock Tranding Competation (MSTC) dan Capital Market Wall Magazine Competation (CMWMC). Kegiatan ini pun mendapat tanggapan positif dari peserta. Mita Nur Indah salah satunya, “Acara ini bagus banget, soalnya sesuai dengan tema. Ngasih pengetahuan tentang pasar modal,” ujar siswi MAN 1 Metro tersebut. Ketua pelaksana berharap peserta dapat lebih mengenal lagi tentang pasar modal melalui kegiatan KCD.=

AISEC Mendukung SDGs PBB Oleh Ayesha Adzarin NS

Unila-Tek: Association for the International Exchange of Students in Economics and Commerce (AIESEC) Unila mengadakan se­ minar bertema “Ensure Inclusive Economic Growth and Increasing Quality Education to Promote Lifelong Learning and Full Productive Employment”, di Balai Keratun Convention Hall, Sabtu (16/4). Seminar diselenggarakan untuk mendukung program Sustainable Development Goals (SDGs) dari PBB. Acara yang diikuti 150 peserta dari kalangan siswa dan mahasiswa tersebut terdiri dari tiga kegiatan, yaitu Keynote Speaker, Panel Disscussion, dan Workshop. Hadir sebagai pembicara, Felicia Hwang (Puteri Indonesia Lingkungan 2016), Ardantya Syahreza (CEO PT MKI), Chandra ­Cahyani Gani ( Go Go Campus), Deni Burhasan (Awardee YSEALI), Agita Tanjungsari (Presiden AISEC Surabaya), Supriadi (Owner and Founder Newscastle Edication Centre), Desmond Tam Kien Tak (Delegasi dari Taylor’s University Lakeside Campus, Malaysia), dan Thais dos Anjos Almeida de Souza Melo (Delegasi dari IBMEC University Rio de Jeneiro, Brazil). “Tujuan seminar ini agar seluruh delegasi dan mahasiswa mendukung pemerintah untuk meningkatkan perekonomian dan kuali­tas pendidikan di Lampung,” ujar Presiden AISEC Unila, P ­ riska Wahyurininta (Akuntansi ’12). Ia mengharapkan generasi muda dapat menyuarakan pendapatnya agar Indonesia menjadi negara global, kuat, independen dan lebih baik pada tahun 2030.=


6

No 147 Tahun XVI Edisi Mei 2016

REPORTASE KHUSUS

UNILA TERBUKA UNTUK SIAPA? Oleh Ariz Nisrina dan Retno Wulandari

L

etaknya yang berada dekat dengan Terminal Rajabasa, Kelurahan Kampung Baru, dan dilewati Jalan Z.A ­Pagar Alam, juga jalan utama by pass, membuat Universitas Lampung (Unila) menjadi lokasi yang strate­ gis. Setiap hari Unila diramaikan lalu-lalang ma­syarakat yang hendak keluar atau menuju Kampung Baru. Diakhir pekan pun, sekitar Gedung Serba Guna (GSG) Unila seperti disulap jadi tempat rekreasi. Banyak orang yang sekadar berkunjung maupun berolah raga. Fasilitas lain seperti, lapangan sepak bola, lapangan basket, ko­ lam renang, kandang rusa, dan sekitar beringin pun dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Bahkan Unila dijadikan lahan mencari nafkah bagi sebagian orang yang melihat potensi besar di dalamnya. Tak hanya pedagang besar, pedagang asongan, pemulung, pengamen, pengemis bahkan pencuri pun ikut ambil bagian. Unila Ramai Pengemis, Pemulung, Pengamen, Unila yang terlalu terbuka, nyatanya ampuh menarik Acong Darwin (50), seorang pe­ ng­ amen yang sejak sembilan bulan lalu mangkal di Unila. Sudah lima tahun berprofesi sebagai pengamen, Acong sering terlihat di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Seperti yang terlihat pada, Selasa (25/4) siang, di kantin Romli FISIP, Acong terlihat asik mengamen sambil membawa salon yang digunakannya. Suaranya yang tak lantang, terbenam di te­ ngah keramaian kantin. Ia mengaku belum pernah ditegur oleh satpam dan tidak tahu mengenai larangan meng­ amen di Unila. “Kalau di sini, saya gak pernah diusir sama satpamnya, tapi kalau di sana (Fakultas Teknik) baru saya gak boleh masuk, jadi ya saya pergi,” ungkapnya. Ayah dua anak ini mencoba peruntungannya mengamen di lingkungan Unila, setelah sebelum­nya ia mengamen di pasar dan pertokoan. Sekitar Rp 60 ribu per hari penghasilan yang ia dapatkan dari mahasiswa Unila. “Karena kadang-kadang ramai, jadi saya ngamen di sini (FISIP),” katanya. Kebahagiaan Acong rupanya ditanggapi berbeda oleh beberapa mahasiswa. Mereka merasa terganggu dengan adanya pengamen, pengemis, atau pemulung yang sering lewat. Keberadaan mereka yang lalu-lalang pun dirasa mengganggu. Intan Fakhrina salah satu­ nya, mahasiswi Jurusan Sosiologi ini mengaku terganggu dengan adanya pengamen yang sering berkeliaran di kantin, ditambah dengan pengemis yang terkadang sampai masuk ke dalam gedung perkuliahan. “Unila jadi kayak pa­ sar, bukan lembaga pendidikan, semrawut sih karena sepertinya semua orang bebas masuk,” ungkap mahasiswi angkatan 2012 ini. Evi Widyastuti (Sosiologi ’14) mengaku sering melihat pengemis dan pedagang yang berkeliaran di FISIP, bahkan sesekali masuk ke gedung perkuliahan. “Iya, waktu itu memang pernah ada anak kecil, pengemis gitu, masuk ke gedung B lantai 2,” keluhnya. Ia dan temannya kaget dan terheran-heran, kenapa begitu beraninya naik dan masuk gedung. “Nggak etis, masa gedung perkuliahan sampe ada penge­

mis masuk,” tambahnya. Samsuri, satpam yang bertugas di FISIP memaparkan, bahwa pengamen, pengemis dan pedagang asongan sebenarnya memang dilarang masuk, apalagi sampai masuk ke fakultas. “Ya kalau kami lihat pasti kami tegur. Dari rektorat juga menghimbau untuk tidak boleh masuk, mereka masuk bukan lewat pintu gerbang sini, jadi kadang kami gak lihat,” ungkapnya. Pihak satpam mengaku pernah menyita alat-alat yang mereka (pengamen) pakai saat sedang mengamen di FISIP. Tak hanya di FISIP, pengamen dan pengemis juga menyambangi Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam (FMIPA). Meskipun te­ lah diberlakukan sistem parkir dengan buka-tutup portal, nyatanya masih kecolongan juga. Tak hanya pengamen dan pengemis, bahkan sempat beberapa kali terlihat orang gila berada di depan gedung PKM FMIPA. Gabriella (Ilmu Komputer ‘14) mengaku pernah melihat orang gila yang berkeliaran di depan gedung PKM FMIPA,”Sekitar bulan Maret waktu awal masuk itu, pernah melihat orang gila. Aku kira awalnya dia orang sehat yang mau bersih-bersih PKM, tapi lama-lama baju­ nya nggak pernah ganti dan terlihat nggak normal. Tapi sekarang sih sudah nggak ada, mung­ kin sudah diusir,” paparnya. Unila Jadi Rawan Curanmor Banyaknya jalan menuju Unila memudahkan pihak lain bebas keluar-masuk Unila tanpa pengawasan Satpam. Kondisi tersebut memung­ kinkan para oknum kejahatan untuk melancarkan aksinya. Benar saja, sudah banyak kasus pencurian sepeda motor di Unila. Menurut Edythia Rio Wirawan (Manajemen ‘12), yang harus disadari bahwa Unila bukan tempat umum. Terlalu banyak orang yang hilir mudik membuat Unila bising dan tidak nyaman untuk kegiatan akademik. Unila yang teralu terbuka untuk umum memang memudahkan oang asing masuk dan sulit membedakan mahasiswa atau bukan. Kontrol pun dirasa semakin sulit, tak heran, kendaraan mudah hilang dan tidak terdeteksi. “Coba bandingkan dengan Polinela (Politeknik Negeri Lampung), mereka tertib dan kontrolnya bagus. Kalaupun Unila belum bisa, ya kasihlah CCTV untuk keamanan. Padahal kalau malam diberlakukan satu jalur, satpam pun ada, namun yang kehilangan kendaraan tetap ada, terutama anak-anak UKM yang selalu berkegiatan hingga 26 jam,” ungkap mantan ketua umum UKMBS tersebut. Presiden BEM Unila, Ahmad Nur Hidayat (Hukum ’12) mengungkapkan bahwa memang secara geografis, keberadaan Unila sangat dekat dengan masyarakat, “Jadi wajar ketika banyak orang yang lalu-lalang,” kata Ahmad. Menurutnya harus ada yang beritindak, dalam hal ini satpam. Meskipun sempat ada penambahan satpam, namun menurutnya belum ada perubahan kondisi yang signifikan. “Harus ada tindakan tegas dan terstruktur untuk meminimalisir curanmor,” terangnya. Pihak keamanan dan mahasiswa harusnya dapat bahu-membahu untuk meminimalisir

masuknya pengemis dan curanmor. Penjagaan harus diperketat. “Memasang stiker sebagai tanda masuk ke Unila, ataupun bisa saja dikenakan biaya untuk masuk Unila, sehingga ketika terjadi kehilangan motor dana itulah yang menjadi ganti rugi,” usulnya. Safei, Komandan Satpam Unila turut angkat bicara, “Memang selama ini kami sudah larang (red. Pengemis dan pengamen). Tapi, mungkin kebetulan tim kami tidak melihat. Sering mereka main kucing-kucingan sama kami,” tuturnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (25/5). Ia juga tak menampik sulitnya menjaga Unila dari pengamen, salah satunya disebabkan pintu masuk yang begitu banyak bagi pejalan kaki, sehingga pengamen bebas masuk begitu saja tanpa mendapat pengawasan dari satpam. Makin tingginya tingkat pencurian kendaraan bermotor ia duga lantaran sivitas akademika masih banyak yang parkir sembarangan. “Kalau semua parkir dengan tertib di tempat yang sudah disediakan, pasti Unila akan aman,” paparnya. Janji Prof. Mahatma Melihat keresahan mahasiswa, Prof. Mahatma Kufepaksi mengatakan, Unila saat ini sedang mencoba memperbaiki fasilitas untuk kepen­ tingan sivitas akademika, terutama transportasi yang identik dengan sistem perparkiran. “Lahan kita ini sudah terlalu crowded. Mahasiswa sudah terlalu banyak. Yang jadi masalah adalah bagaimana kita menyediakan lahan parkir,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (23/5). Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan Teknologi Informasi dan Komunikasi Unila ini, tak menampik bahwasanya Unila memiliki keterbatasan lahan. Hal tersebut menyebabkan sulitnya mengatur sistem perparkiran di kampus hijau. Unila sedang merencanakan pengalihan kendaraan yang masuk memalui Fakultas Hukum (FH) menjadi satu pintu. Ken­ daraan tidak akan bisa lagi bebas masuk lewat FH. Karena jalan masuk tersebut akan ditutup guna menghindari masyarakat umum yang bebas memasuki area kampus. Prof. Mahatma berjanji akan membenahi sistem transportasi dengan pengadaan pintu masuk kendaraan seperti sistem pintu tol. Ada tiga titik, yang pertama di Bundaran Unila yang mengarah ke Fakultas Pertanian, Teknik, Hukum, Ekonomi dan Bisnis, serta Hukum. Kedua, pintu tol yang mengarah ke Fakultas MIPA, KIP, dan Kedokteran. Ketiga, pintu tol yang berada di gerbang depan Unila. “Jadi, setiap orang yang akan memasuki area kampus harus menunjukan kartu mahasiswa atau kartu tol. Kami juga akan memusatkan parkiran di lahan yang sudah disediakan,” ujarnya. Tak hanya itu, Unila akan menurunkan bebe­ rapa unit bus yang akan mengantarkan mahasiswa ke fakultas masing-masing. Bis itu pun hanya berkeliling di area kampus saja. Saat ditanya kapan rencana itu akan direalisasikan, Prof Mahatma mantap akan mulai dijalankan di tahun ini. “Kok ditanya bulan, pokoknya kita segera. Dananya sudah ada ya segera,” ­umbarnya.


Dok.

No 147 Tahun XVI Edisi Mei 2016

REPORTASE KHUSUS

(Master Plan UNILA 2009-2019)

Akses Kampung Baru-Unila Akan Ditutup Kondisi Unila yang dinilai terlalu terbuka untuk umum dan terkesan semrawut membuat Rektor Unila, Prof. Hasriadi Mat Akin mengambil tindakan. Ia bekata, sebenarnya pengemis, pengamen dan pedagang tidak diperkenankan untuk memasuki kawasan Unila. “Unila bukan Departemen Sosial, jadi seharusnya pengemis, dan lain sebagainya tidak boleh masuk ke Unila,” tegasnya. Masing-masing fakultas diminta berperan dalam masalah pengemis, pengamen dan pencurian kendaraan bermotor. Pihak fakul-

Penolakan Warga Mengenai rencana penutupan jalur Kampung Baru-Unila, ternyata warga menolak keras rencana penutpan tersebut. Ida, salah satunya, ia khawatir dengan jalan penggantinya, “Ya nggak setuju. Karena selama ini memang lewat Unila terus, mbak,” ungkapnya. Anak saya juga sekolah di TK Unila, nanti saya harus mu­ ter dong, kalau mau antar-jemput,” ujar warga yang mengaku sudah tinggal di Kampung Baru sejak lahir. Dirinya juga menambahkan bahwa akan banyak masyarakat yang keberatan, “Lagian banyak karyawan Unila yang tinggal

Dok.

ALTERNATIF AKSES UNILA oleh Sasana Putra (dosen Teknik Sipil) ALTERNATIF KE 1 ALTERNATIF KE 2

Pemindahan akses utama dari Kampung Baru yang diusulkan adalah membuat gerbang baru sebagai akses utama pada pertemuan pojok Fakultas Kedokteran dengan Jalan Bumi Manti tembus jalan Kantor Pos. (Pada penataan ini, dapat ditambahkan kantong parkir)

Alternatif kedua dari penataan akses utama adalah mempertahankan akses utama eksisting, dengan membuat underpass yang menghubungkan akses dari Kampung Baru (batas Unila/SMK) - Gedong Meneng (u-turn terminal)

tas dituntut untuk tidak tergantung dengan rektorat, karena masing-masing fakultas telah memiliki satpam. Terkait aturan tertulis yang melarang masuknya pengemis dan pengamen, Prof. Hasriadi akan segera membuatnya. “Untuk solusi, sejauh ini ya kami meminta walikota menyediakan jalan, karena Unila bukan jalan umum. Masterplan Unila terbuka, tapi tidak untuk umum,” ujarnya. Saat ini, Unila sedang berunding dengan Walikota Bandarlampung, mengenai penutupan jalur Kampung Baru-Unila. Hal ini dilakukan untuk mengurangi padatnya kawasan unila yang selama ini menjadi lalu lintas bagi masyarakat sekitar. Rencananya, sebelum jalur Kampung Baru-Unila ditutup, Unila meminta walikota menyediakan jalan untuk masyarakat ke arah bypass. “Tapi jalan yang nantinya akan digunakan oleh masyarakat Kampung Baru, harus diperbaiki terlebih dahulu, dilebarkan dahulu supaya warga Kampugn Baru nyaman, karena kalau mereka tidak nyaman juga bahaya nantinya,” paparnya saat ditemui Jumat (29/4) dalam acara senam bersama di belakang ­rektorat.

di Kampung Baru. Ya bisa-bisa demo, mbak ­masyarakat Kampung Barunya,” ungkapnya. Teh Yati, penjual jus yang telah lahir dan mencari nafkah di Kampung Baru ini, mengaku selama kurang lebih empat puluh tahun hidupnya, jalan penghubung Kampung Baru ke Unila sudah ada. Menurutnya wacana penutupan jalan tersebut tidak mungkin, sebab jalan tersebut juga merupakan jalan umum. “Kalau itu jalan ditutup kan bakal banyak yang lewat tembus ke wisma (Jl. Untung Suropati), “Bakal makin parah macetnya,” ujarnya sambil menyiapkan pesanan jus mangga. Maraknya pencurian yang menjadi salah satu alasan penutupan jalan terasa diragukan, sebab sejak dulu daerah tersebut aman. Ia membandingkan, dahulu para mahasiswa banyak yang berjalan kaki, tetapi kini mahasiswa kian mewah. “Kalau sekarang banyak pencurian, itu kan karena mahasiswanya mewah, dulu pada jalan kaki, sekarang mahasiswa bawa motor, mobil, laptop,” paparnya. Tak hanya itu, Yati mengaku tak ada sosialisasi yang dilakukan pihak Unila, bahkan ia baru tahu saat wartawan Teknokra menanyakan hal tersebut.

Tak hanya warga sekitar, mantan rektor Unila, Prof. Muhajir Utomo pun kurang setuju dengan rencana tersebut. Ditemui di rua­ ngannya, Jumat (20/5), Ia berpendapat bahwa akan ada resistensi jika rencana penutupan jalan Kampung Baru-Unila direalisasikan. Ia memaparkan bahwa sejak dulu master plan Unila memang terbuka. Dirinya pun tidak menampik bahwa Unila saat ini semakin crowded, “Kampus tidak bertambah luas, tapi populasi makin banyak, motor masuk semua,” ungkapnya. Selain makin sulit menemukan parkir bagi mobilnya, di hari yang sama, Prof. Muhajir pun melihat pengemis yang sempat masuk ke Gedung D FP. Ia sempat mempertanyakan peran satpam yang membiarkan mereka masuk. Perlu ada kajian yang matang, bagaimana untung ruginya, “Apakah ada alternatif lain yang bisa mengayomi semuanya,” tambahnya. Sebelum kebijakan diterapkan Prof. Muhajir menyarankan pihak rektorat mengundang pihak terkait untuk bermusyawarah, bagaimana solusi yang terbaik dan bagaimana kampus mengamankan dirinya sendiri. Usulan Alternatif Mengetahui rencana penutupan akses Kampung Baru-Unila, Sasana Putra, salah satu dosen Teknik Sipil, bidang keahlian transportasi, ikut menolak rencana tersebut. Merutnya, akan terjadi gejolak sosial yang berkepanjang­ an jika itu terjadi. Ia lebih setuju jika rektor membatasi arus, sehingga tidak berinteraksi dengan pergerakan internal Unila. Ditemui di ruangannya, Jumat (20/5), Ia menjelaskan dalam konteks kawasan, Unila merupakan kawasan pendidikan dan menjadi bagian dari kawasan pengembangan terpadu “LARAIN” (Unila – Itera - IAIN) yang dibatasi oleh jalan by pass Sukarno-Hatta, jalan Z.A. Pagar Alam, dan Kelurahan Kampung Baru. Sedangkan dalam konteks jaringan prasarana (jalan) Unila merupakan kawasan yang menghubungkan daerah Gedong Meneng, by pass dan Kampung Baru. “Kondisi ini secara langsung akan mempengaruhi pola perge­ rakan, kenyamanan, keamanan, dan bahkan keselamatan dalam internal kawasan Unila,” ujarnya. Ia mengibaratkan fakultas-fakultas, GSG, Lapangan Unila, Perpustakaan, dan fasilitas lainnya sebagai zona-zona internal Unila. Se­ hingga, pergerakan yang terjadi dikelompokkan Sasana menjadi 4, yaitu: pergerakan intra zona (bersifat perjalanan pendek), pergerakan antar zona, dalam wilayah internal Unila atau batas (bersifat perjalanan pendek sampai de­ ngan menengah), pergerakan antar zona diluar wilayah internal Unila (bersifat perjalanan menengah sampai dengan jauh) dan pergerakan menerus (through traffic). Pada usulan akses utama di atas(Master Plan Unila 2009-2019), terlihat pergeseran akses dari Kampung Baru yang akan bertemu langsung dengan akses dari jalan Z.A. Pagar Alam di terminal Unila. Pergeseran ini, menurutnya amat tak efektif. Akan terjadi percampuran antara arus pergerakan menerus (through traffic) de­ ngan intra zona dalam wilayah internal Unila. “Fungsi terminal akan rusak, sehingga tidak direkomendasikan,” jelasnya. Sasana pun menawarkan alternatif pilihannya. Pemindahan akses utama dari Kampung Baru yang diusulkan adalah membuat gerbang baru sebagai akses utama pada pertemuan pojok Fakultas Kedokteran dengan jalan Bumimanti yang tembus ke jalan samping Kantor Pos. “Pada penataan ini, dapat ditambahkan kantong parkir,” jelasnya. Alternatif kedua, mempertahankan akses utama eksisting, tetapi dengan membuat underpass atau terowongan yang menghubungkan akses dari Kampung Baru (batas Unila atau SMK) – Gedong Meneng (u-turn terminal). “Jadi depan SMK di gali, tembus, lewatkan di bawah air mancur Unila dan keluar di terminal,” jelasnya. “Buatlah kebijakan yang sifat­ nya tidak memaksa, tetapi memberikan pilihan logis,” sarannya.=

7


8

No 147 Tahun XVI Edisi Mei 2016

ARTIKEL TEMA

Liberalisme Pendidikan Tak Sesuai Amanat Konstitusi Ahmad Nur Hidayat (Hukum 2012) Presiden BEM KBM Unila 2016

K

olonialisme pendidikan dalam bentuk liberalisme, mulai muncul di Indonesia. Sejarah mencatat, pada masa kolonialisme, pendidikan merupakan hasil dari “politik etis” bentukan kolonial. Dimana dengan pendidikan ini, Belanda bisa menikmati lebih banyak kekayaan negeri ini, namun ternyata, masih belum berhasil. Politik etis hanya mampu menjangkau beberapa kaum tertentu dan masyarakat masih banyak yang “bodoh” sehingga eksploitasi sumberdaya alam dengan mudah dilakukan. Sekarang ini, sistem dan kebijakan di dunia pendidikan ditemukan tren yang sama, dimana pendidikan semakin jauh dari keberpihakan terhadap rakyat. Bukti nyatanya adalah melalui UU Sisdiknas 2003, pemerintah melegitimasi kebijakan privatisasi pendidikan yang berupa tekanan pada standarisasi dan sertifikasi mutu pendidikan sampai tingkat internasional, serta pengelolaan pendidikan dalam bentuk badan hukum yang sebenarnya merupakan bentuk ”kolonialisasi gaya baru” pendidikan. Karena privatisasi bukan ide murni pemerintah, tetapi bentuk tekanan dari International Mone-

tary Fund (IMF). Karena dengan privatisasi, negara dapat “Lepas Tanggung Jawab” dari tanggung jawab pelayanan pendidikan publik, serta peluang pasar akan PTNPTN terkemuka menjadi suatu yang diperebutkan di pasar bebas. Rencana pemerintah membentuk Badan Hukum Pendidikan (BHP) pada institusi pendidikan formal, dinilai tak lebih sebagai bagian representasi neo liberalisme dalam dunia pendidikan. Bank dunia dan IMF dituding berada di balik rencana ini. Melalui BHP, pemerintah secara terselubung berupaya menghindarkan tanggung jawab penyisihan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 20 persen, bagi pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi. Alasannya, tuntutannya kemandirian institusi pendidikan sampai pada kemandirian pendanaan. Pemerintah saat ini tengah menyu­sun Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Pemikiran perlunya otonomi pada perguruan tinggi, menjadi dasar pembentukan aturan ini. RUU itu merupakan perluasan dari status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang telah dikenakan

kepada beberapa perguruan tinggi negeri sebelumnya. Kebijakan pemerintah untuk meliberalisasikan pendidikan haruslah dikecam dan dikritik. Liberal­ isme dan privatisasi pendidikan akan menjauhkan cita-cita bangsa dan akan melumpuhkan kemampuan masyarakat sehingga akan mengembalikan Indonesia ­sebagai bangsa kuli dan bangsa yang ­terjajah. Komodifikasi pendidikan, akan memarjinalisasikan rakyat miskin. Padahal, konstitusi mewajibkan negara untuk menyediakan pendidikan yang bisa diakses oleh semua warga tanpa diskriminasi, termasuk diskriminasi secara ekonomi. Pengingkaran hak atas pendidikan akan mengakibatkan seseorang tidak bisa sekolah, tidak bisa mengembangkan diri, tidak bisa bekerja, dan teralienasi dari skema-skema sosial. Sepakat dengan yang disampaikan oleh pakar ekonomi, Prof. Dr. Sri Edi Swasono, liberalisme pendidikan merupakan bagian dari komitmen Washington yang akan melumpuhkan bangsa Indonesia. Bila pendidikan dipahami sebagai komoditas, terjemahannya adalah, seseorang yang tidak bisa memba-

yar Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) tidak usah sekolah. Bila liberalisme pendidikan dilakukan, 30 tahun lagi bangsa Indonesia akan menjadi seperti Suku Aborigin. Kegagalan negara memenuhi kewajibannya dalam bidang pendidikan, bisa dilihat dari anggaran pendidikan pemerintah pusat maupun daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi. Dari sebuah studi yang dilakukan di 100 kabupaten/ kota, realisasi anggaran pemerintah daerah, rata-rata hanya 3,4 persen. Jauh dari angka 20 persen yang diamanatkan konstitusi, bila pendidikan diperlakukan sebagai komoditas, pendidikan akan diatur sesuai hukum pasar. Meningkatnya permintaan pendidikan akan mengakibatkan mahalnya biaya pendidikan, pada akhirnya, hanya orang kaya yang bisa bersekolah. Beasiswa untuk orang miskin atau subsidi silang merupakan program karitatif dalam sistem neoliberal. Program karikatif menunjukkan kegagalan sistem ekonomi neoliberal. Dalam praktiknya, jumlah siswa yang diberi beasiswa amat sedikit dan orang miskin belum-belum ketakutan untuk mencoba masuk sekolah dan perguruan tinggi yang mahal. Tak lebih, liberalisme pendidikan merupakan kebijakan yang menjual kedaulatan bangsa untuk menjadikan rakyatnya cerdas. Melihat pendidikan selama ini yang tidak diurus secara serius, mengakibatkan mutu pendidikan terus merosot. Kemerosotan mutu pendidikan itu juga terjadi di perguruan tinggi. Mutu pendidikan tinggi dengan kuliah reguler pun rendah, kini perguruan tinggi berlomba-lomba membuka program ekstensi malam, kelas Sabtu-Minggu, bahkan tanpa kuliah tatap muka sama sekali. Saat ini, sudah banyak yang menyerukan dibentuknya jaringan dan kekuatan bersama untuk menentang upaya-upaya pemerintah

melakukan liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan. Negara telah gagal memenuhi kewajiban dalam pendidikan yang menjadi hak dasar warga negara, bahkan dalam penyediaan anggaran pendidikan sekalipun. Salah satu contohnya adalah bahwa kewajiban pemerintah mengalokasikan 20 persen dana dari APBN merupakan kewajiban minimal yang harus dipenuhi, bukan suatu hal yang di­ cita-citakan. Sebagai social control, agent of change dan iron stoock, mahasiswa haruslah mampu mengawal dan mengkritisi apa yang dilakukan oleh pemerintah, contoh nyatanya perundang-undangan dalam bidang pendidikan di Indonesia yang tidak bisa melindungi dan memajukan hak-hak sosial dan kultural warga negara untuk memperoleh pendidikan. Sebaliknya, ia justru cen­ derung memfasilitasi kepentingan kapitalisme global. Pemerintah diharapkan melakukan reformasi substansial dalam peraturan per­ undang-undangan dan melakukan proteksi untuk melindungi institusi dan konsumen pendidikan di Indonesia. Kewajiban negara untuk menyediakan pendidikan bagi semua orang tanpa diskriminasi, baik dalam legislasi maupun dalam hal-hal lainnya. Untuk memajukan persamaan hak dalam memperoleh pendidikan itu, pendidikan diselenggarakan bebas tanpa biaya pada tingkat wajib belajar sampai usia tertentu kemudian di tingkat perguruan tinggi tetap dibuka ke­ sempatan bagi anak-anak berpotensi, sekalipun tidak mampu secara ekonomi. Kebijakan yang seharusnya diambil pemerintah adalah melakukan advokasi pendidikan dengan membenahi gedung-gedung sekolah yang ambruk, meningkatkan kesejahteraan guru, dan lainnya. Liberal­isasi pendidikan bisa saja dilakukan, tetapi hanya pada kelompok ­masyarakat tertentu yang mampu.=

belajar menjalin komunikasi dengan individu maupun kelompok. Organisasi tingkat jurusan ini, berdiri sejak 2 September 2013, bersamaan dengan masuknya angkatan pertama jurusan HI Unila angkatan 2013. Dulunya, HMJ-HI bernama Komahi Unila, akronim dari Korps Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Lampung. Demi menyesuaikan diri dengan beberapa himpunan mahasiswa jurusan yang ada di FISIP, akhirnya diubahlah menjadi HMJ HI hingga sekarang. Meski belum genap tiga tahun terbentuk, HMJ-HI memiliki banyak kegiatan yang patut diapresiasi. Kegiatan berlevel nasional dan Internasional pun sudah pernah diikuti. Model United Nations (MUN), pertemuan mahasiswa HI se-Indonesia, ikut dalam konferensi-konferensi internasional, kuliah umum bersama duta besar Ukraina, Georgia, duta besar Indonesia untuk Australia, Forum for East Asia-Latin America Cooperation (FEALAC), juga bekerja sama dengan kementerian luar negeri dalam beberapa kegiatan. Pada tahun 2015, beberapa mahasiswa HI pun telah berhasil menjadi wakil untuk pertukaran mahasiswa ke berbagai negara, se­ perti Cina, India, Turki, Thailand dan Slovakia. Baru-baru ini, tepatnya pada

9-13 Mei 2016 lau, HMJ-HI mengirimkan enam delegasi­ nya pada Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia (PNMHII) ke-28, di Provinsi Riau. Selain PNMHII, HMJ HI juga rutin mengikuti Pertemuan Sela Nasional (PNS) yang membahas seputar kebijakan yang hendak diambil Forkom seluruh indonesia dan juga membahas seluruh permasalahan yg ada di Jurusan HI. Bukan tak ada halangan mewujudkan eksistensi HMJ HI. Banyak anggotanya yang masih menonjolkan hard skil tanpa diimbangi kemampuan soft skill yang mumpuni. Saat ini, HMJ-HI diketuai oleh Kepengurusan dibantu, auditor, akuntan, bendahara umum, sekertaris umum dan beberapa departemen seperti, departemen olahraga dan rekreasi, departemen seni dan budaya, pengembangan akademik, sumber daya organisasi, manjemen event dan hubungan masyarakat. Cita-cita agar jurusan HI terakreditasi A, menjadi visi HMJ HI yang hendak dicapai de­ngan misi, meningkatkan sumber daya organisasi melalu pelatihan kepemimpinan dan pengembangan event, meng­ adakan kegiatan akademik untuk meningkatkan wawasan anggota, serta membangun relasi hubungan kampus dan luar kampus.=

Dok.

ZONA ZONA AKTIVIS AKTIVIS ZONA AKTIVIS

HMJ HI,

Wadah Mahasiswa Kembangkan Soft skill oleh Alfanny P.

H

impunan Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional (HMJ-HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unila, merupakan salah satu unit kegiatan mahasiswa tingkat fakultas yang ­menaungi seluruh mahasiswa Jurusan HI. Di sanalah wadah bagi mahasiswa mengembangkan kemampuan softskill dan meningkatkan kualitas jurusan di bidang kemahasiswaan. Setiap anggotanya akan


No 147 Tahun XVI Edisi Mei 2016

APRESIASI

Bintang dan Mata

KRISIS KRITIS

Kau pernah bilang

TITIK

“Aku ingin jadi bintang” Sebab ia indah, meski hanya setitik mata, katamu Dulu kau pernah bertanya “Jika aku bintang, kau ingin jadi apa?” Kedua bola matamu menatapku Aku tak tahu, bingung Lalu berjanji, akan kujawab suatu hari nanti Malam itu, kala sorot matamu memandang langit

Kini Sudah luntur, air hujan telah menyapu goresan kapur itu dengan percikannya. Entah ingin mengajaknya ke samudra atau menggirinya sampai ke persimpangan. Tapi anehnya, matahari kulihat begitu cerah, Sinarnya mengajak ku untuk terhanyut dan menari bersamannya.

Kulihat setitik bintang itu memancar dari pupil matamu Kurasa…, bintang jadi jauh lebih indah saat itu Kini, saat aku tak bisa lagi melihat bintang itu Saat matamu tertutup 2 meter di bawah tanah Aku sadar, tak ada lagi bintang yang indah

Aku hanya diam, Aku berlayar dengan perahuku sendiri Aku buka layar, takut akan adanya badai di depan nanti.

Karena bagiku, bintang hanya indah Ketika ada di matamu Aku tak mau lagi melihat bintang lain! Sebab aku sudah tahu jawabnya

Sambil berlalu,matahari masih menertawaiku dengan kesombongannya. Berdiri dengan kemegahannya

Bola mataku kulepaskan dari wajahku

Lalu ku berbalik,menghentikan posisinya dengan sang bulan.

Dicky Dwi Alfandy

Bulan pun mengajak bintang untuk membungkus malam.

“Jika kau bintang, aku akan jadi matamu”

Biologi 2014

99

Menutupnya dengan senyum kelembutan

Aku terbangun dengan wajah terkoyak duka Lantaran bangsaku tengah didurhakai demokrasi Yang hanya sibuk beronani dan masturbasi Diatas nyawa-nyawa penuh kegelisahan tak terjawab Ah...hampir saja aku pikun Aku lahir di negeri yang menjunjung tinggi hak asasi manusia Yang telah menjelma makanan para penguasa Yang sibuk membagi hasil penbantaian akbar terhadap rakyat Barangkali media dapat menyalakan mortarnya Melontarkan kebobrokan penuh tangis ini pada dunia Tapi apa kabar media, kini hanya seperti anjing pemburu Yang tunduk pada tuannya dengan memamerkan liur menjijikkan Dan inilah hari berkabut milik kami Yah...orang itu berhasil membuat kami fobia Dengan manusia-manusia penebar janji-janji kampanye Yang kini menjadikan demokrasi tak berarti bagi kami

Aya El-Khumairah Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia 2014

Retnoningayu Janji Utami Ilmu Komunikasi 2014

NGEKHIBAS • Sekretariat pas-pasan Masa disuruh sabar terus?! • Wakili Unilia meski tak dapat dana Bawa nama baik kok gak didukung sih

Suara Mahasiswa M.Sampaikan Badrul Huda (Humaslewat Unila) keluhanmu SMS Mahasiswa,

dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim ke 082281870900/08978669233

Mengenai masalah lampu, sudah dianggarkan, sudah dipengadaan dan tinggal menungRedaksi hanya akan memuat SMS/Komentar yang disertai identias lengkap gudan eksekusi di tahun ini. Titik yangNama/Jurusan/Fakultas/Angkatan. perlu diganti atau diadakan akan disegerakan. Besabisa dipertanggungjawabkan, Kami mencocokkannya dengan data siakad Unila. ran budget masih di bawah 200 juta. Tidak semua harus diganti baru, yang bisa diperbaik akan diperbaiki. Untuk lampu ini, bisa diperbaiki setiap tahun, jadi jangan khawatir. Hana Marinda (Pend. Matematika’14) 082374929xxx

• Pengusaha tak butuh IPK tinggi? wahh... bener gaknya buktiin sendiri yaa • Pengamen, pemulung, pengemis, pencuri... Ini kampus apa pasar?? REDAKSI MENERIMA Kritikan dan Saran Serta Kiriman Berupa*: Artikel atau Opini Surat Pembaca dan Informasi Seputar Unila *Tulisan yang masuk menjadi milik redaksi dan redaksi berhak menyunting naskah sepanjang tidak mengubah makna tulisan

Diharapkan untuk pak rektor, agar memperhatikan penerangan lampu jalan yang ada di sekitar rusunawa, khususnya di sekitaran kandang rusa, lapangan unila, dan juga penerangan jalan di sepanjang jalan beringin sampai belokan fakultas hukum, karena jujur saya dan teman-teman sangat takut apabila pulang malam melewati jalan tersebut. Dan juga saat ada kegiatan kuliah sampai larut malam itupun harus ditunda karena kecemasan akan pulang malam. Menjawab : M. Badrul Huda (Humas Unila) Mengenai masalah lampu, sudah dianggarkan, sudah dipengadaan dan tinggal menunggu eksekusi di tahun ini. Titik yang perlu diganti atau diadakan akan disegerakan. Besaran budget masih di bawah 200 juta. Tidak semua harus diganti baru, yang bisa diperbaik akan diperbaiki. Untuk lampu ini, bisa diperbaiki setiap tahun, jadi jangan khawatir.

Silahkan kirimkan kritik, saran, dan pertanyaan anda ke alamat e-mail Teknokra ukpmteknokraunila@yahoo.co.id


10

No 147 Tahun XVI Edisi Mei 2016

INOVASI

Delp Care,

Kapang Anti DBD Ilustrasi Retnoningayu J U

oleh Yola Septika

M

emasuki musim penghujan, masyarakat selalu dihadapkan pada peningkatan pasien penderita Demam Berdarah Dengue (DBD). Nyatanya, DBD memang menjadi momok yang ikut menyumbang angka kematian bagi tiap penderitanya. Bahkan, puluhan orang sudah meninggal akibat DBD di beberapa provinsi, termasuk Lampung. Dua cara pencegahan yang selalu ditawarkan melalui peng­ asapan (fogging) dan menggunakan bubuk abate untuk mem-

bunuh jentik nyamuk, dirasa kurang efektif karena beberapa alasan. Kapang atau jamur mikroskopis dari kelompok Aspergillus sp. diduga mampu memberantas keberadaan Aedes aegypti. Proyek penelitian ini berjudul ‘Eksplorasi Kapang Entomopatogen Sebagai Agen Pengendali Hayati Ramah Lingkungan Untuk Larva Nyamuk Aedes aegypti Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue’ besutan Muhammad Pazry (Biologi ‘13), Elen Fitria (Biologi ‘14), Dicky Dwi Alfandy (Biologi ‘14), dan Lasmi Putri Kinasih (Biologi ‘14).

Gagasan mereka pun berhasil memenangkan hibah Proposal Kreatifitas Mahasiswa (PKM) 2016. Pazry yang secara rutin mengecek kondisi kapang di laboratorium, mengakui keunggulan kapang dibanding makhluk mikroskopis lain. “Kapang lebih mudah ditumbuhkan,” terangnya. Selain itu, dibanding bakteri, kapang membutuhkan media lebih sedikit untuk siklus hidupnya. “Penyemprotan mencemari lingkungan. Abate mengandung senyawa kimia yang dapat menurunkan kualitas air, kapang mengendalikan wabah DBD tanpa resiko,” terang Pazry. Secara sederhana, ­ Pazry mene­ rangkan cara kerja dari kapang entomopatogen dalam membunuh jentik nyamuk. Awalnya, ketika jentik

nyamuk mati, dengan bantuan mikroskop, ia melihat tumbuh beberapa jamur yang diduga berpengaruh dalam kematiannya. Dari situ, kapang tersebut diisolasi atau dipisahkan ke dalam suatu media yang berisi PDA (Potato Dextrose Agar). Kemudian diinkubasi pada suhu 25oC selama 48 jam. Setelah itu, akan terlihat beberapa koloni kapang. Kapang yang dominan akan dipilih untuk dijadikan agen pengendalian hayati. Pengambilan telur nyamuk menggunakan ovi-trapper. Alat ini dibuat menggunakan bahan-bahan sederhana seperti gelas plastik yang telah dicat warna hitam pada seluruh bagian luarnya. Kemudian dimasukkan 50 ml air dan dilapisi kertas saring pada dinding dalam bagian tengahnya. Ovi-Trapper diletakkan pada 5 tempat di sekitar

kawasan Universitas Lampung. Telur diambil dan dilakukan pemeliharaan. Kebutuhan ini berdasarkan fokus utama dalam mengurangi angka penderita demam berdarah. Produk akhir nantinya berupa serbuk seperti abate. Bedanya, jika abate sangat riskan akan lingkungan karena terbuat dari bahan kimia, kapang akan lebih ramah lingkungan karena berasal dari makhluk hidup. Mewakilkan tim, Pazry berharap proyek ini bisa menjadi produk pengendali demam berdarah yang ramah lingkungan, ekonomis, dan efektif. Selama penelitian berlangsung, beberapa kendala sempat dialami tim, seperti sulit mencocokan waktu antar anggota hingga waktu pakai laboratorium yang terbatas hingga pukul 5 sore.=

Life Style

BAHAYA DIBALIK SEJUKNYA KIPAS ANGIN Oleh Rika Andriani

Kipas angin selalu jadi andalan disaat hari terasa terik dan panas. Namun, harus hati-hati, ternyata banyak mikroorganisme berbahaya yang beterbangan dan masuk ke tubuh.

S

Ilustrasi Retnoningayu J U

ebagai negara tropis, cuaca panas sudah jadi makanan sehari-hari. Meng­ hidupkan kipas angin selalu jadi pilihan, terutama mahasiswa. Sudah menjadi kebiasaan bagi kebanyakan mahasiswa dalam mengatasi rasa panas, baik di siang maupun malam hari. Salah satunya Tasya Marina, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(FMIPA) ini mengaku sudah menggunakan kipas angin sejak tiga tahun terakhir. Sebagai anak kosan, ia merasa kerap kepanasan jika tidak ada kipas angin di dalam kamarnya. “Saya biasanya menghidupkan kipas angin dari siang sampai malam. Tetapi kipas anginnya gak langsung mengarah ke tubuh, takut masuk angin,” katanya. Terkadang, ia merasa ototnya kaku dan nyeri, serta gampang

masuk angin jika semalaman menggunakan kipas angin. “Pernah sekali saya sampai batuk-batuk tapi karena panas dan banyak nyamuk, tetap pakai deh sampai sekarang,” tambah mahasiswa matematika 2013 itu. Sama halnya dengan Tasya, Dira Okta (Manajemen ’13) selalu menghidupkan kipas angin, sekalipun sedang turun hujan. “Mungkin karena kamar saya enggak terlalu luas, makanya panas banget. Pernah waktu itu sampai masuk angin tapi tetep pakai sampai sekarang soalnya sudah jadi kebiasaan sih,” katanya. Lain halnya dengan Diah Permatasari, mahasiswa Budi­ daya Perairan 2013 ini, memilih tidak menggunakan kipas angin. Walaupun anak kosan, ­ Diah tak pernah merasa ke­ panasan walaupun tidur tidak menggunakan kipas angin. “Saya di rumah juga gak biasa pakai kipas. Jadi biasa aja. Lagian kadar panas orang kan berbeda,” ujar mahasiswa pertanian itu. Selain karena tidak biasa, Diah juga takut penggunaan kipas angin secara berlebihan akan mengganggu kesehatan tubuhnya. Senada dengan Diah, Chintya Martanovi (Matematika’13) sudah merasa nyaman de­ ngan kamar tanpa adanya pendingin udara. Menurutnya

menggunakan kipas angin secara berlebihan tidak baik untuk kesehatan, karena dapat menyebabkan masuk angin dan bahkan paru-paru basah. “Supaya kamar saya tidak terasa panas, biasanya barang-barang yang tidak terpakai saya buang. Karena kalau banyak barang kamar pasti sumpek dan banyak nyamuk,” kata mahasiswa keguruan itu. Menanggapi hal itu, ­­ dr. Khairunnisa, menjelaskan bahwa penggunaan kipas angin diperbolehkan asalkan kipas angin memantul ke dinding dan tidak langsung mengarah ke tubuh. Ia pun tak memung­ kiri, udara semakin hari semakin panas, menyebabkan kipas angin menjadi kebutuhan se­ tiap orang. Ia juga menjelaskan perputaran udara yang dihasilkan oleh kipas angin akan membawa mikroorganisme yang ada di sekeliling, sehingga mudah masuk ke dalam tubuh. Hal itu menyebabkan sering terjadi gangguan pernapasan (sesak) karena perputaran oksigen dan karbon dioksida yang tidak seimbang. Sebaiknya, jika ingin menggunakan kipas angin pastikan terlebih dahulu ruangan dalam keadaan bersih dan ja­ ngan pantulkan secara langsung ke tubuh. Menurutnya penggunaan kipas angin juga tidak begitu membahayakan, asalkan penggunanya

rajin membersihkan kipas angin dan ruangan, sehingga udara yang terbawa kipas angin tidak membahayakan tubuh. Ia juga memaparkan bahwa, menghidupkan kipas angin sepanjang malam akan mengurangi pasokan oksigen. “Angin yang dihembuskan kipas, tidak sepenuhnya oksigen, bahkan juga ada gas karbon dioksida (CO2). Jika angin terus dihadapkan ke wajah, maka kita akan kesulitan mendapatkan pasokan oksigen yang cukup, bahkan udara yang kita hembuskan dari hidung bisa kembali lagi,” kata dosen fisiologi kedokteran ini. Ia juga mengatakan, penggunaan kipas angin akan menyebabkan otot kaku dan nyeri. Suhu yang dingin akan menurunkan produksi cairan lubrikasi, yang berfungsi untuk menguatkan otot dan persendian. Maka, tidak heran jika tidur dengan kipas angin, saat bangun tubuh kita terasa sakit. “Kita tidak tahu udara yang dibawa oleh kipas angin me­ ngandung bakteri, kuman, atau bahkan virus yang terhirup oleh hidung. Hal ini akan menyebabkan infeksi di dalam saluran pernapasan, se­ perti penyakit asma. Makanya, amat penting memebersihkan ruangan sebelum menghidupkan kipas angin,” tambahnya.=


POJOK PKM

11 11

EKSPRESI Rizki Kurnia Wijaya,

Selalu Terapkan

Kuota Gagal oleh Yola Savitri

Ekspedisi Nusantara Jaya, sebuah program pelayaran bagi pemuda ke Indonesia bagian timur yang diikutinya di tahun 2015 menjadi titik balik kehidupan Rizki Kurnia Wijaya dan awal mula lahirnya Janis.

S

aat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Rizki Kurnia Wijaya, lebih dikenal sebagai sosok yang introvert karena menganggap, menjadi pendiam dan asosial adalah baik. Namun hal itu berubah seiring berkembangnya pola pikir dan usia, ia menuntut perubahan kepada dirinya sendiri untuk menjadi pribadi yang berbeda. Dibalik senyum manis serta pembawaannya yang santai, laki-laki kelahiran 11 Mei, dua puluh empat tahun silam ini tak lain pendiri sebuah organisasi berbasis environment and community development yang telah sukses mengembangkan sebuah desa wisata di daerah Lampung Selatan. Meski baru berusia sembilan bulan, Janis (Jalan Inovasi Sosial) telah merebut ba­ nyak perhatian dari masyarakat, khususnya penggiat kegiatan serupa di seluruh Indonesia. Tak putus asa serta komitmen untuk tidak sekedar menjadi community service, namun memiliki prinsip community development yang memberikan dampak nyata bagi masyarakat, menjadi bekal Rizkur dalam membesarkan nama Janis. Menjadi tiga terbaik se-Indonesia dalam Garnier Urban Hero telah membuktikan betapa eksistensi Janis diperhitungkan. Rizkur, seorang mahasiswa dengan berjuta pengalaman. Mendapatkan beasiswa bahkan pertukaran pemuda menjadi kegiatannya setiap tahun. Dimulai dari beasiswa PPA di tahun pertama, beswan Djarum di tahun berikutnya, serta lolos seleksi AIYEP (Australia Indonesia Youth Exchange Program) di tahun 2013 yang merupakan salah satu program Pertukaran Pelajar Antar Negara (PPAN) Kemenpora. Namun, Ekspedisi Nusantara Jaya, sebuah program pelayaran bagi pemuda ke Indonesia bagian timur yang diikutinya di tahun 2015, menjadi titik balik kehidupan Rizkur dan menjadi awal mula lahirnya Janis. Berangkat dari pertanyaan rekan satu kapalnya. Apa yang telah kamu lakukan selama 20 tahun hidupmu untuk daerahmu? Pertanyaan tersebut tak dapat dijawabnya kala itu. Merasa malu dengan dirinya sendiri, Rizkur mulai menghabiskan waktunya dengan memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Kepulangannya di bulan Juli, ia mantapkan untuk memulai sesuatu yang berguna bagi daerahnya. Awalnya, tak pernah terpikir oleh Rizkur hal apapun yang ia lakukan dapat

berdampak bagi daerah­nya. Namun sebaliknya, Lampung telah memberikan ba­ nyak hal baik untuk dirinya, maka menjadi kewajiban Rizkur untuk berbuat sesuatu yang nyata bagi Lampung. Memiliki keunggulan pariwisata, sekmen pengembang­an masya­ rakat serta sosial dan lingkungan dipilih Rizkur sebagai wadah bagi komunitasnya untuk berkarya. Rasa bangga menjadi seorang Indonesia, sebenarnya telah ia rasakan saat pertukaran pelajar­ nya di mana masyarakat Australia terkagum dan sangat antusias dengan pertunjukan budaya Indonesia yang kaya. Namun, rasa bangga itu belum terpupuk, kecintaannya terhadap Indonesia terutama Lampung terbentuk di tahun 2015 dan Janis sebagai bukti nyatanya. “Ingat aja pertanyaan setiap bangun tidur dan mau tidur apa yang sudah kamu lakukan untuk daerahmu. Dua puluh tahun hidup sudah lakukan apa saja sih. Ikutin jalanmu tapi ingat terus pertanyaan itu,” paparnya. Menerapkan kuota gagal Apa yang telah ia dapatkan, tak lepas dari keberhasilan serta kegagalan dalam hidupnya. Setiap tahun mendapatkan beasiswa, bukan berarti Rizkur tak pernah gagal. Ia justru gagal sembilan kali dalam sepuluh kali percobaan. Itu­lah yang ia sebut kuota gagal. Rizkur mengkuti macam-macam kuis, mendaftar beasiswa seba­ nyak-banyaknya untuk mendapatakan satu hasil yang terbaik baginya. “Orang-orang cuma tahu saya dapat terus, padahal saya gagalnya banyak. Setiap tahun saya dapat satu beasiswa, itu karena saya ikut banyak namun gagal. Maka­ nya kita jangan mudah putus asa karena pernah gagal, anggap saja itu untuk menghabiskan kuota gagalmu,” ucapnya. Rizkur yang dikenal sebagai pribadi yang humble dan cakap ini, tanpa disangka pernah menjadi seseorang yang tertutup saat di bangku S M P . ­D a l a m ceritanya,

Ayu Yuni Antika | Pemimpin Redaksi

Rizkur mengaku bahwa kala itu, bahkan bila orang lain mengetahui kalau ia masih hidup pun adalah suatu hal yang luar biasa. Rizkur tak punya teman. Sebenarnya Rizkur sendiri yang membatasi diri untuk bersosialisasi dengan temannya, karena menganggap orang lain lebih prestise dari segi kekayaaan dan penampilan fisik dari pada dirinya. Menjadi seorang yang loyal, selama tiga tahun, Rizkur hanyalah ‘korban’ yang diperban dalam kegiatan PMR disekolahnya. Begitupun saat SMA, ia hanya mengikuti satu organisasi, sampai satu titik, ia terpilih sebagai ketua Paskibra, ia merasa dirinya belum layak, karena masih ada yang lebih hebat darinya. Sampai akhirnya, Rizkur berubah menjadi seperti sekarang, saat memasuki bangku kuliah. Ia pun lebih terbuka untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi. Terlebih lagi, orang-orang yang ia sering anggap lebih hebat darinya, malah bergabung menjadi volunteer di Janis, komunitas yang ia bangun. Sempat cuti setahun untuk pertukaran pelajar ke Australia selama 6 bulan, baginya bukan hal yang baik untuk dicontoh. Terlalu asyik dengan kegiatannya, Rizkur harus merasa keteteran menjalani perkuliahan. Namun, ia berprinsip, semua mahasiswa bisa wisuda, namun tidak semua mahasiswa bisa exchange ke luar negeri, maka tak disia-siakannya kesempatan tersebut. Lebih baik lagi kalau berprestasi dan kuliah tepat waktu. “Itu (kuliah lama karena kegiatan) bukan sebuah excuse bagi mahasiswa. Ini sebuah konsekuensi namun tidak bisa dijadikan alasan,” ujarnya. Kini, bungsu dari dua bersaudara ini, tengah bersiap untuk mendapatkan beasiswa S2 di luar negeri seperti harapannya.=

Dok.

v

No 147 Tahun XVI Edisi Mei 2016

Mahasiswa dan Empati Merdeka atau kita mati Percuma saja tanpa saling menghormati Kebebesan tanpa empati Ya omong kosong bla bla bla bla… Jangan marah-marah melulu tapi gak pernah ada solusi Ayo kita jangan cuma ngeluh aja

L

irik tersebut merupakan penggalan lagu berjudul “Hidup Yang Hebat”, dinyanyikan grup band Nidji dan sang legenda, Iwan Fals. Lirik dengan kata-kata yang tajam dan jujur, serta tempo yang cepat lagi energik jadi ciri khasnya. Cerminan budaya gotong royong, banyak aksi dan tak banyak bicara pun tertuang di dalam video klipnya. Lagu ciptaan kedua musisi ini, sarat makna, menyentuh, dan membuat kita berpikir. Meski raga tak lagi muda, jiwanya tetap sama. Sosok Iwan Fals dikenal dengan karyanya yang mampu merebut hati semua kalangan. Ia dikenal memiliki kepekaan luar biasa, dan mudah tersentuh oleh potret kehidupan di sekitarnya. Hampir semua karyanya sarat dengan lirik yang kritis, demonstratif, berapi-api, hingga mampu membangkitkan perlawanan masif. Kita biasa menyebutnya empati. Sungguh kepribadian yang sudah jarang dimiliki mahasiswa sekarang ini. Sebagai mahasiswa, kita sering disandingkan dengan peran luar biasa, sebagai agent of change, social control,dan iron stock. Lalu timbul pertanyaan dalam benak, akankah kita bisa menjadi agen perubahan, jika tak punya jati diri? Mampukah kita jadi aset dan harapan bangsa, saat tak ada soft skill yang dimiliki? Bisakah kita melakukan kontrol sosial, saat tak ada rasa peduli dan empati?. Tentu saja tidak!. Lagu di atas seperti mengkritisi perilaku kita, yang saat ini hanya bisa mengeluh dan saling membully. Bukan hanya politisi dan pejabat tinggi, mahasiswa pun ikut sibuk mengeluh dan menghakimi. Semua setuju, tak ada yang dapat menghalangi seseorang untuk berpendapat dan mengekspresikan diri, tetapi bukankah akan jauh lebih baik dengan aksi nyata yang beri solusi?. Belum lagi kecanggihan teknologi yang sudah menjadi sebuah keniscayaan. Dunia seolah dalam genggaman. Memberikan kita hak tak terbatas untuk mendapatkan informasi dimana pun dan kapan pun. Semua jadi sibuk mengkritik hal yang jauh di mata. Orang jadi terlena, hingga tak melihat kanan dan kirinya. Nyaman dengan teman di dunia maya, hingga menghabiskan waktu dengan gawai jadi rutinitas utama. Akibatnya, empati jadi sangat langka dan mahal harganya. Entah siapa yang salah, mahasiswa sekarang dengan segala kemodernannya, hanya mau mengikuti arus, hingga akhirnya tenggelam dalam zona nyaman. Untuk menjalankan perannya, butuh lebih dari sekadar simpati. Kepekaan luar biasa untuk melihat fenomena di sekitar, hanya mampu terwujud dengan empati. Tak berlebihan rasanya, jika kita mencontoh sang musisi yang berempati tinggi, melakukan perubahan dengan caranya sendiri. Dengan empati, kita diajarkan melihat sudut pandang lain dari suatu hal dan melatih diri menyelesaikan masalah ketimbang menghakimi orang lain. Sudah saatnya kita sadar dan memperbaiki diri. Jangan hanya menerima dan tak memberi. Jangan sibuk mengeluh tanpa beri solusi. Dan lebih banyak berempati daripada sekadar simpati.= Tetap Berpikir Merdeka!



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.