Tabloid Teknokra Edisi 134

Page 1

Halaman 3

Dana yang fantastis untuk berlangganan ejournal tersebut terasa percuma karena tidak dibarengi dengan besarnya jumlah mahasiswa dan dosen Unila yang mengaksesnya.

Halaman 4

Fasilitas email yang disediakan Unila belum mendapat sambutan meriah dari civitas akademika Universitas Lampung.

Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung

Kesibukannya sebagai dosen dan Dekan tak membuatnya lelah. Ia mengaku senang mengerjakan semua tanggungjawab itu.

Tetap Berpikir Merdeka!

FB: Teknokra Unila

www.teknokra.com

Ilmiah Bisa, Populer Juga Boleh

@TeknokraUnila

No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014

Teknologi, Inovasi, Kreativitas dan Aktivitas

Halaman 12

(MASIH)

BERAT SEBELAH


2 Comment

Salam Kami

No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014

Penambahan jumlah mahasiswa di Universitas Lampung ternyata tidak diimbangi dengan penambahan jumlah fasilitas belajar. Lantaran ingin tetap mendapatkan ilmu yang diidam-idamkan dari kampus hijau Unila, banyak mahasiswa yang rela berangkat kuliah jauh sebelum berlangsungnya perkuliahan demi mendapatkan tempat duduk. Malang bagi mahasiswa yang terpaksa datang terlambat. Tak jarang, mereka butuh sedikit energi untuk me­ ngangkut bangku kuliah sendiri. Tak kebagian kursi, beberapa mahasiswa harus duduk lesehan di ruang kelas. Dosen yang merasa terganggu dengan kondisi ini pun terkadang mengijinkan mahasiswa hanya mengisi daftar hadir, lantas pulang ke rumah masingmasing. Tak jarang, semangat belajar mahasiswa pupus lantaran dosen tak hadir atau terjadi tabrakan jadwal kuliah. Kapasitas ruangan yang tidak memadai juga turut menurunkan semangat belajar mahasiswa. Kondisi pengap, ventilasi udara yang terbatas, juga fasilitas penunjang seperti AC dan kipas angin yang macet menjadi alasan untuk tidak nyaman dengan suasana perkuliahan. Apalagi, mereka harus berbagi oksigen dengan 100-an mahasiswa dalam satu ruangan. Tak dipungkiri, dosen pengajar juga butuh suasana yang kondusif untuk mentransfer ilmu. Keadaan yang tak mendukung ini menyebabkan dosen ingin mempercepat perkuliahan. Mahasiswa hanya mampu menerima keputusan. Kejadian berulang-ulang itu justru menjadi biasa bak rutinitas harian. Miris, kisah ini terjadi di perguruan tinggi negeri satu-satunya di Lampung. Diberlakukannya sistem UKT di Unila tak mengubah apapun. UKT yang sering diplesetkan sebagai uang kuliah tinggi ini, ternyata tak memberi angin segar terhadap fasilitas yang ada. Perbaikan fasilitas hanya dilakukan ketika akan akreditasi. Pemasangan AC, kipas angin, perbaikan gedung perkuliahan, itu semua nampak aktif ketika akan akreditasi. Apakah perbaikan fasilitas semata-mata untuk meningkatkan akreditasi? Lantas bagaimana nasib jurusan yang belum terakreditasi? Belum lagi mahasiswa paralel yang merasa dirugikan lantaran membayar biaya kuliah yang tinggi ternyata mendapatkan fasilitas seadanya. Fasilitas penting, seperti laboratorium pun bermasalah. Sekalipun ada, fasilitas praktikumnya belum memadai, beberapa rusak atau bahkan tidak ada. Bagaimana mahasiswa dapat menghasilkan penelitian yang berkualitas kalau masih harus memikirkan masalah pipet tetes? Tak hanya menyangkut fasilitas pembelajaran, fasilitas umum seperti toilet juga tak luput dari keterbatasan. Antrian di depan toilet menjadi pemandangan biasa. Jumlahnya toilet yang tidak memadai dan kondisi yang memprihatinkan menjadi ihwal masalah ini. Perpustakaan hanya mampu menyediakan buku-buku lama dan kenyamanan ikut dipersoalkan. Perpustakaan harusnya mampu membuat mahasiswa berbetah-betah berada di sana demi peningkatan budaya membaca. Ditengah-tengah keterbatasan fasilitas ini, jumlah mahasiswa yang diterima di Unila semakin bertambah setiap tahunnya. Pejabat kampus mengaku tak mampu melanggar titah pusat. Padahal, Unila harusnya menjadi orang pertama yang paham kondisi kampus Unila yang sudah padat dan punya posisi tawar untuk menolak perintah itu. Kini sekitar 25.000 mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan di Unila mengharapkan fasilitas yang memadai. Dengan target top ten university pada tahun 2025, mungkinkah?= TABLOID TRI MINGGUAN diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) TEKNOKRA Universitas Lampung ALAMAT Grha Kemahasiswaan Lt.1 Jl.Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145 Telp .(0721) 788717 EMAIL ukpmteknokraunila@yahoo.co.id, redaksi.teknokra@gmail.com WEBSITE www.teknokra.com

Pelindung: Prof.Dr.Ir.H.Sugeng P.Harianto,M.S Penasihat: Prof.Dr.Sunarto,SH,MH Dewan Pembina: Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo,M.Sc. ­Anggota Dewan Pembina: Asep unik SE.ME., Drs.M.Toha B Sampurna Jaya. MS., Ir.Anshori Djausal,MT., M.A., Dr.Yuswanto.SH.,MH., Dr.Eddi Rifai SH.MH., Maulana Mukhlis, S.Sos., MIP., Asrian Hendi Caya,SE.,ME., Dr. Yoke Moelgini M.Sc, Irsan Dalimunte,SE.M.Si,MA., Dr.Dedy Hermawan S.Sos,M.Si., Dr. Nanang Trenggono M.Si., Dr.H.Sulton Djasmi, M.Si., Syafarrudin, S. Sos. MA., Toni Wijaya S.Sos.MA, Rudiyansyah, Rikawati, S,Sos., Rukuan Sujuda, S.Pd. Pemimpin Umum: Muhamad Burhan Pemimpin Redaksi: Vina Oktavia Pemimpin Usaha: Yurike Pratiwi Kepala Pusat Penelitian dan ­Pengembangan: Novalinda Silviana Kepala Kesekretarian: Fitri Wahyuningsih Redaktur Pelaksana: Cover ­Aprohan Saputra, Fitri Wahyuningsih Redaktur Berita: Yovi Lusiana, Reporter : Khorik Istiana, Ayu Yuni Antika, Lia Vivi Farida Redaktur Foto: Kurnia Mahardika Fotografer: Fitria Wulandari Redaktur Artistik: Imam Gunawan Staf Artistik: Retno Wulandari Kameramen: Kurnia Mahardika Webmaster: Faris Yursanto Manajer Keuangan: Faris Yursanto Manajer Usaha : Hayatun Nisa Staf Keuangan: Ayu Yuni Antika Staf Periklanan: Sindy Nurul Mugniati Staf Pemasaran: ­Fahmi Bastiar Staf Kesekretariatan: Fitria Wulandari, Staf Pusat Penelitian dan Pe­ngembangan: Hayatun Nisa Magang: Cherli Medika, Ramon M S, Suci Tri K, Harianto A, Anzanis M, Fajar Nurrohmah, Indra , Mita Wijayanti, Prayoga DP, Rika A,Siti Sufia, Sri L, Wawan Taryanto, Wulan S, Yasrifa F A, Yola Savitri, Yola Septika, Ahmad R, Ana Pratiwi M, Ide & Desain Diah Permatasari, Kurnia Dwi P.S, Meri Herlina, M. Erig Rustantyo, M. Retno Wulandari Ziea U.A, Nur Kholik, Purwo Kuncoro, Ridha P, Riska Martina.

Foto Kurnia Mahardika

Duh, Fasilitas!

Dinamika Salam hangat pembaca. Teknokra kembali hadir dengan informasi-informasi seputar Universitas Lampung. Senang rasanya melihat tabloid ini berada di tangan pembaca. Kami berharap tabloid edisi 134 kali ini membawa perubahan yang lebih baik di Unila. Pembaca, pada edisi ini Teknokra menyajikan permasalahan usang yang ada di kampus ini. Masalah fasilitas tak kunjung bertemu solusi. Permasalahan pun terus bertambah, mulai dari urusan buang hajat sampai urusan penelitian. Pendapat mahasiswa soal fasilitas menjadi tema dalam reportase khusus kami kali ini. Tak tanggung-tanggung, reporter Teknokra harus mewawancarai 28 narasumber demi berita ini. Divisi Penelitian dan Pengembangan juga harus melakukan survei ke mahasiswa Unila. Semua ini kami lakukan agar pemberitaan kami mendapat keperca­ yaan pembaca dan tak dianggap se­ bagai bualan belaka. Selama proses penggarapan, berbagai kendala juga kami hadapi. Dihadapkan pada target terbit tiga mingguanan, juga kegiatan open rekrutmen yang wajib dilaksanakan. Tak hanya itu, kru Teknokra juga harus mempersiapkan kegiatan nasional yang rutin diadakan. Kami masih harus berbagi waktu dengan jadwal kuliah yang makin padat. Memang sulit membagi kesibukkan, mengingat status

kami pun masih mahasiswa yang wajib mengikuti proses perkuliahan. Meskipun begitu kami terus berusaha tetap menyajikan informasi untuk pembaca. Pandangan miring terhadap kami pun tetap bermunculan. Lagi-lagi, bukan maksud mencari aib sendiri, Teknokra hanya melakukan fungsinya sebagai media kontrol sosial. Berusaha tetap berada di koridor jurnalistik yang semestinya. Tidak bermaksud membela diri, kami hanya ingin menjaga Unila agar tetap memikirkan perubahan yang lebih baik. Semua pengalaman ini kami anggap sebagai dinamika. Pembaca, Selain berita-berita seputar kampus Unila, di edisi kali ini Teknokra telah memiliki kru-kru baru yang terjaring melalui penerimaan magang beberapa hari yang lalu. Kenyataan bahwa saat ini banyak mahasiswa yang memilih apatis tidak menyurutkan niat Teknokra untuk terus melahirkan ge­nerasi guna meneruskan informasi. Teknokra tak bosan mengajak pem­ baca sekalian untuk terus berpikir kritis. Berbagai pemberitaan yang kami sajikan juga demi mencari solusi terbaik untuk mengatasi berbagai persoalan. Semoga setelah ini tumbuh tunas-tunas ide yang mampu menjawab solusi permasalahan ini. Pembaca, inilah persembahan kami, Tabloid Teknokra. Edisi 134. Selamat Membaca.= Tetap Berpikir Merdeka!


No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014

E-Journal Seharga 200 Juta Minim Pengakses

Kampus Ikam 3

Oleh Ayu Yuni Antika

Unila-Tek: Sejak tahun 2012, Perpustakaan Universitas Lampung telah berlangga­nan jurnal internasional me­lalui EBSCO Information Services. Unila bahkan berlangganan dua database yang ma­sing-masing berisi 6.000 judul. Ini artinya, Unila mempunyai koleksi jurnal yang mencapai 12.000 judul. Bahkan, biaya langganan tersebut mencapai 200 juta rupiah per tahunnya. Hal ini diakui oleh Sugiyanta yang menjabat Kepala Perpustakaan Unila saat ditemui pada Jumat (21/3). Dana yang fantastis untuk berlangganan e-journal tersebut terasa percuma karena tidak dibarengi dengan besarnya jumlah mahasiswa dan dosen Unila yang mengaksesnya. Menurut Sugiyanta sejak tahun 2012, jurnal tersebut baru diakses 10.000 kali. “Apakah yang mengakses satu orang berkali-kali, atau satu orang satu kali saya juga tidak tau,” ujarnya. Menurutnya, jumlah ini masih jauh dari harapan yaitu 30.000 pengakses. Sugianta sebenarnya amat menyayangkan minimnya minat mahasiswa untuk meng­ akses e-journal. Menurutnya, mahasiswa perlu banyak membaca literatur yang berkualitas, seperti jurnal nasional dan internasional. Ia mengatakan sejauh ini fakultas yang paling sering mengakses e-journal adalah Fakultas Pertanian. Saat ditanya tentang keberadaan e-journal Unila, sa­ lah satu mahasiswa jurusan Agroteknologi 2010, Heny Susanti mengaku bahwa dirinya belum mengetahui hal tersebut. “Selama ini seringnya liat jurnal IPB dan jurnal Fakultas Pertanian sendiri, sering liat e-book juga,” ujarnya. Maha-

siswa yang sedang menyusun skripsi ini mengatakan bahwa jurnal sangat penting untuk menambah pengetahuannya da­lam proses penggarapan skripsinya. Heny menyayangkan program baik ini tidak didukung oleh sosialisasi yang maksimal sehingga tidak banyak mahasiswa yang tahu. “ Kedepannya sih, supaya dibuat sosialisasi yang lebih menarik agar semua mahasiswa tahu dan pasti ada tindak lanjut kedepannya,” ujarnya. Ia juga berharap skripsi mahasiswa dapat di upload oleh Perpustakaan Unila. Senada dengan Heny, Dwi Rahayu (Kehutanan ’11) me­ ngaku belum mengetahui adanya informasi tentang ejournal tersebut. “Nggak ada sosialisasi, saya juga jarang ke perpus, tapi lebih sering ke perpus jurusan,” ujarnya. Mahasiswa semester enam ini mengatakan bahwa beberapa dosen sudah menyarankan untuk melihat jurnal, tetapi belum ada dosennya yang memberikan informasi tentang ejournal di Unila. Sebenarnya ia sangat mendukung adanya program tersebut, tapi karena kurangnya sosialisasi membuat banyak mahasiswa yang tidak mengetahuinya. Salah satu dosen jurusan Agroteknologi di Fakultas Pertanian, Syamsul Arif me­ ngatakan bahwa dirinya sudah mengetahui tentang e-journal Unila tersebut saat membuka sikad Unila. Tetapi menurutnya memang judul jurnal yang tersedia belum cukup lengkap. Jauh sebelum e-journal ada di perpustakaan Unila, ia me­ngakui bahwa dirinya sering mencari referensi atau literatur dari jurnal nasional

­ aupun internasional di Dikti m dan EBSCO untuk keperluan materi perkuliahan. Salah satu anggota perpustakaan nasional ini juga menyayangkan kurangnya sosialisasi dari pihak terkait perihal ejournal tersebut.­ ­“Harapannya selain diadakan sosialisasi lebih lanjut, ya mahasiswa harus dibimbing sampai bisa memanfaatkan e-journal itu dengan simple acces,” tambahnya. Perihal sosialisasi, Sugianta mengaku pihaknya sudah pernah melakukan sosialisasi ejournal di Perpustakaan. Saat itu ia berharap peserta yang datang dapat menyosialisasikannya kepada rekan atau teman-temannya. Sosialisasi ejournal yang kurang maksimal diakuinya sebagai penyebab minimnya pengakses. Menurutnya, dosen diharapkan mampu menjadi penghubung untuk mempromosikan e-journal kepada mahasiswa. Selain mengenai sosialisasi, alasan lain yang membuat minimnya pengakses e-journal internasional adalah masalah bahasa. Mayoritas jurnal berbahasa inggris membuat sebagian mahasiswa enggan meng­ artikannya ke dalam bahasa Indonesia. Tahun ini, pihak perpustakaan Unila berencana akan menambah satu lagi database sehingga nantinya akan tersedia 18.000 judul. Selain e-journal, pihak perpustakaan Unila juga sudah berlangganan e-book sejak Januari 2014. Dengan mengeluarkan dana tambahan 200 juta, Perpustakaan Unila akan memiliki koleksi 124 judul e-book. Mahasiswa dapat mengaksesnya di alamat www.search. ebscohost.com dengan syarat memiliki login Unila. =

Yuliansyah (Ilmu Komunikasi ’09) hadir sebagai pembicara. Acara yang dihadiri oleh sekitar 200 orang ini dibuka langsung oleh Pembantu Dekan III Fisip, ­­Pairul Syah. Saat menyampaikan materi, Hengki mengatakan bahwa ke­­­ suksesan sebenarnya tak butuh banyak modal. Menurutnya, potensi diri yang sudah Tuhan berikan harus diasah dengan tindakan. “Dream, pray, and action!,” ujarnya. ­Menurutnya, dengan melakukan hal tersebut mahasiswa dapat menjadi pribadi mandiri yang ­berprestasi.

Ia juga menghimbau agar berhati-hati dalam meren­canakan sesuatu agar tidak mengalami kegagalan. Ketua HMJ Sosiologi, ­Achmad Fachri Setiawan (Sosiologi ’11) mengungkapkan bahwa acara serupa perlu diadakan setiap tahun supaya mahasiswa termotivasi dalam bidang akademik dan non akademik. Salah seorang peserta dari Perguruan Tinggi Teknokrat, Edi Hermanto me­ ngaku senang dan aca­­ra itu mampu membuatnya berpikir ma­ju. =

Membangun Pribadi Mandiri Oleh Ahmad Roihan

FISIP-Tek: Training motivation yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (Unila) mendapat sam­butan antusias dari ­peserta. Acara yang bertemakan Pribadi Mandiri Penuh Prestasi ini dilaksanakan di Gedung B Fisip Unila pada (22/03). Ketua pelaksana, ­Zirwan ­Siddik (Sosiologi ’13) ­me­­ngatakan panitia juga mengundang beberapa lembaga kemahasiswaan yang ada di Unila dan perguruan tinggi lain. Seorang motivator Hengky

Oleh Fitria Wulandari

Parkir Sembarangan. Empat sepeda motor dan satu buah sepeda ontel terlihat parkir di antara Gedung D dan Laboraturim Akuntasi FKIP. Meskipun lahan parkir sudah ditambah dan mendapat teguran Satpam, mahasiswa dan karyawan tetap saja memarkirkan motornya. Foto dibidik Rabu, (26/3).

Coral and Costal Clean Up Ala Anemon Oleh Wawan Taryanto

FMIPA-Tek: Demi menjaga kebersihan pantai dan terumbu karang, klub selam Anemon mengadakan kegiatan Coral and Costal Clean up selama tiga hari pada (14-16/3). Kegiatan yang berlangsung di Pulau Tegal ini dihadiri oleh 39 mahasiswa yang berasal dari Unila, Poltekkes, Untirta, dan umum. Kegiatan dimulai dengan seminar terumbu karang pada hari Jum’at dan pengecekan kesehatan warga desa Gebang. Acara dilanjutkan dengan kegiatan snorkling dan hari Minggu sembari membersihkan terumbu karang dan pesisir pantai. Agnes Maludfi Putri selaku ketua pelaksana menerangkan kegiatan ini telah dipersiapkan sejak Desember. Menurutnya, beberapa peserta sempat mengalami kecelakaan saat me­ nyelam, seperti terkena bulu babi, tergores terumbu karang, dan kram otot. Amalia, Koordinator Humas Publikasi dan Dokumentasi (HPD) mengatakan warga sangat antusias menyambut cek kesehatan yang dibantu oleh Dinas Kesehatan, Korp Sukarela (KSR) Unila dan Pehimpunan Pakis Rescue Team Kedokteran Unila ini. “Apalagi selama ini sudah ada beberapa keluarga yang terkena talasemia dan disentri,” ujarnya..=

17 Calon Dokter Ikrarkan Sumpah Oleh Kurnia dwi P.S

FK-Tek: Sebanyak 17 lulusan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Lampung mengikrarkan sumpah dokter pada Rabu (2/4). Sebelum melakukan prosesi ini, mereka harus menjalani rangkaian panjang, yakni yudisium, uji kompetensi dokter, dan ujian teori. Usai menjalani sumpah dokter, mereka masih harus menjalani untuk internship mendapatkan surat izin praktek. Internship merupakan program magang bagi dokter yang baru menyelesaikan masa pendidikan profesi. Melalui praktek langsung, mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh selama pendidikan. “Pe­nempatan internship ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Lampung,” ujar Sutyarso selaku dekan FK. Ia berharap seluruh alumni dapat bekerja dengan menjalankan kode etik dalam pelaksanaan praktek kedokteran.=


4 Kampus Ikam

Kesempatan Beasiswa S2 Terbuka Lebar Oleh Sindy Nurul Mugniati

Unila-Tek: Lembaga Penyedia Dana Pendidikan (LPDP) menyediakan dana bagi lulusan S1 yang berminat melanjutkan studi ke S2. Selain itu, tersedia juga dana beasiswa thesis dan disertasi. Pengaliran dana ini ditujukan untuk memperluas akses pendidikan magister di S2. Program ini diharapkan mampu menambah kuantitas dosen. Demikian disampaikan Eko Prasetyo selaku direktur utama LPDP dalam sosialisasi yang dilakukan pada Senin (17/3). LPDP mempunyai program bidang studi yang menjadi prioritas, yaitu teknik, sains, pertanian, kedokteran, akuntansi, ekonomi, hukum, agama, so­ sial, dan budaya. Menariknya, pendaftaran dibuka sepanjang tahun dengan periode seleksi dua kali setahun, yaitu yakni Maret dan September. Seleksi oleh panitia dilakukan seba­ nyak 4 (empat) kali, yaitu pada

bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Calon pendaftar dapat me­ ngakses www.lpdp.depkeu. go.id Untuk melakukan regi­ strasi. Secara umum, persyaratan beasiswa ini sama seperti beasiswa lainnya. Apabila lolos tahapan seleksi administrasi dan dokumentasi subtantif, peserta masih harus mengikuti tes wawancara dan presentasi. Beasiswa ini terbuka untuk semua lulusan S1, kecuali dosen. Sementara syarat khusus bagi beasiswa tesis adalah berusia maksimal 40 tahun dan 47 tahun untuk disertasi. Eko berharap lulusan Universitas Lampung dapat meng­ ambil kesempatan ini. Menurutnya, selama ini peserta yang mengikuti program ini masih didominasi mahasiswa Pulau Jawa. “Tahun ini kami menyi­ apkan 2000 kouta,” ujarnya.=

BEM-FEB Helat Seminar Ekonomi Oleh Riska Martina

FEB-Tek: Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis mengadakan Seminar Nasional pada (2/4) di Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Lampung. Acara ini mengusung tema Tantangan dan Peluang Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah dalam menghadapi ASEAN Economic Community 2015. Seminar ini menghadirkan Menteri Koperasi dan UMKM, Syariref, Asrian Hendi C, SE., M.Si., dan Tri Wintarto selaku pimpinan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Harry Walfi (Ekonomi ’13) selaku ketua pelaksana ke­ giatan mengatakan tujuan acara adalah untuk mengakomodir mahasiswa dan memberikan manfaat di bidang akademisi. Ia juga berharap kegiatan berjalan lancar dan sesuai target. Selain seminar, akan digelar juga pelatihan kewirausahaan dan lomba. Selain itu, di akhir acara juga akan ada harmony of economi berupa festival seni dan akustik. “Persiapan yang telah dirancang jauh hari ini dapat berlangsung lancar, terakomodir, dan bermanfaat,” ujar Indiana Anas selaku Gubernur BEM-FEB.=

No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014

Layanan e-mail Unila Belum Dilirik

Oleh Khorik Istiana

Unila-Tek: Fasilitas email yang disediakan Unila belum mendapat sambutan meriah dari civitas akademika Universitas Lampung. Padahal, email ini dapat digunakan sebagai alat bertukar informasi, data, dan dokumen melalui internet. Pengunaan fasilitas email secara terusmenerus juga dapat menaikkan peringkat webomatrik Unila. Salah seorang dosen FMIPA Biologi Unila, M. Kanedi me­ ngaku mengetahui layanan email Unila, namun dirinya tidak menggunakannya. Dosen FMIPA Biologi ini mengatakan bahwa dirinya selalu menggunakan email yahoo sejak tahun 2000. Kanedi sempat berbicara bahwa kendala email Unila adalah putus-putus dan sulit diakses. Namun, ia juga tidak terlalu mengetahuinya karena dirinya tak menggunakan la­ yanan tersebut. Dosen lain dari Fakultas Pertanian Unila, Sunyoto juga membenarkan adanya kendala koneksi email Unila. Ia me­ ngaku sudah tiga tahun menggunakan layanan email. Ia menambahkan email Unila sulit diakses saat di luar kampus dan saat listrik terputus. Penggunaan secara bersamaan juga membuat koneksi email sa­ ngat lambat. “Jarang memakai, pa­ling kalo buka siakad dan ­pengumuman,” ujarnya. Sunyoto merasa belum per-

nah ada sosialisasi tentang layanan ini. Menurutnya, selama ini dosen yang harus aktif untuk mencari tahu di Puskom.Sunyoto berharap agar layanan tersebut dapat menyimpan lebih banyak data dan mempunyai sistem canggih agar tidak terjadi kebobolan dokumen penting. Sri Winanarni (Kehutanan ’11) juga belum mengetahui tentang fasilitas email Unila. Selama ini, Sri juga menggunakan layanan email yang disediakan oleh yahoo. Sri menilai positif mengenai fasilitas email yang disediakan Unila. Ia juga ingin menggunakan fasilitas tersebut jika ada perlu. Menanggapi hal tersebut, Kepala Puskom Unila, M. ­Komarudin menjelaskan bahwa layanan email domain ­@unila.ac.id ini telah ada sejak 1996. Layanan ini ­sebagai sebagai email yang sah dari perguruan tinggi dan menjadi identitas asal lembaga. Menurutnya, email ini diperuntukkan bagi dosen, mahasiswa, dan kolega dari perguruan tinggi lain. “Termasuk berhubungan dengan Dikti untuk progam PKM,” terangnya. Komar mengaku bahwa kendala yang sering terjadi adalah pemutusan layanan saat mati lampu. “Begitu nyala lampu, harus mengguna­

kan proses cheking yang panjang,” ujar Komar. Ia menjelaskan bahwa server tersebut seharusnya tidak boleh mati. Selain itu, layanan email unila juga sering dimasuki oknum yang tidak bertanggung jawab yang disebut pishing. Oknum ini mengaku sebagai admin dari Unila dan meminta user serta password pengguna. Apabila tertipu, oknum tersebut dapat melakukan tindakan yang dapat memperlambat jari­ ngan. Selain itu, email ini juga hanya mampu menampung 1 GB. Menurutnya, itulah yang menjadi alasan para dosen meninggalkan email Unila dan beralih pada email lain. Namun, Komar menjamin kecepatan berkirim pesan melalui email Unila cukup cepat. Ia menambahkan, perbaikan layanan telah dilakukan melalui kerjasama dengan google. Akhir 2013, Unila meminta google menyediakan layanan email menggunakan domain google namun server tetap Unila. La­ yanan ini mempunyai keunggulan juga dapat menampung data sampai 25 GB dan tidak akan mengalami gangguan saat mati lampu. Kerjasama itu akan mulai disosalisakian pada April 2014 dengan melakukan Road Show setiap fakultas. “Diutamakan para dosen dan perwakilan dari mahasiswa,” tambahnya. Ia berharap kerjasama ini dapat meningkatkan pengguna layanan email Unila.=

Galaksi FPPI Oleh Meri Herlina

FKIP-Tek: Forum Pengkajian dan Pembinaan Islam (FPPI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila) mengadakan acara perlombaan untuk mahasiswa Unila. Acara yang dikemas dengan nama Gema dalam Aksi (Galaksi) ini berlangsung pada (15-28/3). Berbagai perlombaan yang diadakan adakan Cerpen, da’i dan da’iyah, tartil Qur’an, dan Cerdas Cermat. Fida Al-Hikmah (Geografi 2013) mengatakan lomba cerpen mendapat antusiasme dari peserta di berbagai fakultas. Selain lomba, bazar buku-buku islam juga turut memeriahkan acara. Acara ditutup dengan berbagi bersama anak-anak yatim melalui acara bakti sosial dan berkunjung kesalah satu panti asuhan bernama Panti Asuhan Mahmudan yang ada di daerah Kemiling. =

Oleh Fitria Wulandari

Manajemen Expo. Para peserta lomba sedang sibuk mengasah kemampuan dan kekreativan mereka dalam membuat graffity. (26/3).


No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014

Koperasi Ngadat, Salah Siapa? Oleh Siti Sufia

Unila-Tek: Koperasi Universitas Lampung yang terletak di sebelah kantin Kejujuran Bina Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tak lagi dirasakan manfaatnya. Selama ini, koperasi yang beranggotakan dosen dan karyawan Unila sebanyak 18000 orang ini bergelut pada usaha simpan pinjam. Salah seorang dosen Fakultas Pertanian, Sumaryo G.S mengatakan banyaknya jumlah anggota koperasi menyebabkan koperasi tak kondusif. Selain itu, ia menilai manajemen koperasi kurang jelas. Tak ada perjanjian menjadi anggota koperasi karena dosen dan karyawan otomatis menjadi anggota dan dikenai potongan setiap bulan. Menurut Sumaryo, besarnya poto­ ngan yang ia rasakan mulai dari seribu rupiah hingga kini sepuluh ribu rupiah. Koperasi Unila juga dirasa kurang untuk menyosialisasikan program. Selama ini, undangan hanya ditempel di Gedung Dekanat dan tak ada pendekatan pengurus ke anggota. Dulunya, Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan menjelang peringatan Hari Raya Idul Fitri berupa sembako. Sejak 2011, berubah menjadi uang tunai. Sumaryo sendiri mengaku enggan menanyakan kejelasan dana koperasi tersebut. Sepe­ ngetahuannya, tahun 2000-an sempat merebak kabar yang mengatakan kas koperasi tak memiliki saldo sepeser pun. Hal ini juga menyebabkan pejabat koperasi masuk kedalam penjara. Sejak saat itu, antusiasme dan kepercayaan anggota, termasuk dirinya semakin menurun. Ia mengaku hanya membayar simpanan wajib karena kewajiban yang mau tidak mau harus dibayar.

“Koperasi itu adalah dari, oleh, dan untuk anggota. Itu yang belum terwujud,” ujarnya. Menurutnya, koperasi sebatas dimodali oleh dosen, namun hasilnya belum diberikan untuk dosen. Dosen Jurusan Teknik Sipil, Priyo Pratomo juga merasakan keberadaan koperasi hanya saat pembagian THR. THR yang diterima berkisar lima puluh ribu rupiah. Ia berharap koperasi dikelola oleh orang yang profesional sehingga dapat berkembang. Pedagang yang bekerjasama dengan koperasi, Abdul Manan mengatakan bahwa uang sewa bangunan berkisar 10-15 juta/ tahun. Uang tersebut dibayar langsung ke rekening koperasi. “Sejauh ini hanya penyewaan tempat saja,” ujarnya. Renovasi dan perbaikan bangunan juga ia lakukan dengan dana pribadi. “Semoga kerjasama dengan koperasi lebih baik lagi kedepannya,” ujarnya. Zubaidi Indra, mantan auditor yang juga mantan pengurus koperasi sekitar 10 tahun lalu merasa tak ada perubahan yang signifikan. Sejak mengundurkan diri menjadi pengurus, ia mengatakan manfaat koperasi kian tak terasa. “Malah lebih berkembang koperasi di fakultas,” ujarnya. Menurutnya, koperasi sulit berkembang karena minimnya modal dan mengusulkan dana iuran sebesar 25 ribu rupiah. “Tapi dengan catatan, pengurusnya amanah!” ujar Zubaidi. Ia menilai koperasi akan berkembang jika pengurusnya berkompeten dan jujur dan mendapat dukungan dari para anggota dan lembaga. Achdiansyah Sulaiman selaku ketua koperasi Unila mengatakan bahwa pihaknya telah berusaha memberikan pelayanan terbaik. “Dosen ti-

Satu Jam Hemat Energi Oleh Purwo Kuncoro

Unila-Tek: Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Lampung (Mapala Unila) mengajak civitas akaedimika Unila menghemat energi melalui program Earth Hour 2014. Gerakan menonaktifkan alat elektronik selama satu jam ini sebagai bentuk kampanye hemat en-

ergi dan mencintai lingku­ngan hidup demi menjaga bumi. Kampanye internasional ini serentak dilakukan pada Sabtu (29/3) sejak 20.30 – 21.30 WIB. Selain itu, Mapala Unila juga mengampanyekan hemat energi melalui acara talkshow di salah satu stasiun tv lokal.

dak percaya kepada koperasi Unila, itu terserah mereka,” tandasnya. Ia mengaku bahwa koperasi lebih fokus pada usaha simpan pinjam sehingga dapat berkembang seperti perbankan. Achdiansyah mengaku tak digaji dan hanya mendapat uang transport 100 ribu setiap kali rapat bulanan atau dua bulanan. Achdiansyah menambahkan rapat anggota rata-rata dihadiri oleh sekitar 200 dosen. Sementara, dana SHU yang dibagikan ke anggota berkisar 22-25 ribu rupiah. Ia mengaku gedung kantin kejujuran adalah gedung milik Unila yang dikelola koperasi. Menurutnya, biaya sewa gedung itu adalah 20 juta/tahun. Mengenai uang renovasi, tersebut akan dipotong dari uang sewa. Ia mengakui rapat anggota tahun 2013 belum dilaksanakan karena terkendala urusan administrasi. Serah terima laporan dari pengurus lama juga belum ada. “Sekarang ini administrasi sedang dicek oleh kantor akuntan Publik Indarto Waluyo dari Jogja,” ujarnya. Menurutnya, selama ini sudah ada laporan tiap tahun yang ia serahkan ke rektorat untuk dimuat di website Unila. Ia telah mengusulkan pembangunan gedung usaha koperasi namun ditolak. Selama ini ia mengaku sudah berusaha mengembangkan dan menolong anggota koperasi. Ia mengaku belum ada rencana pengembangan ke depan. Menurutnya, anggota yang tidak mengambil jatahnya saat pembagian SHU, uang tersebut akan dibagikan ketika anggota pensiun yang bersarannya mencapai 1,5 juta rupiah. Ia juga mengeluhkan adanya anggota yang meminjam namun tak kunjung mengembalikannya. Akhirnya, koperasi yang harus menalangi. =

Acara itu rencananya akan menghadirkan pembicara yang berkompeten berbicara mengenai penghematan energi dan langkah menjaga lingkungan hidup. Murfiatun Hasanah (Pend. Geografi) mengatakan kampanye hemat energi ini akan membidik 1000 partisipan. Koordinasi Divisi Lingkungan Mapala ini berharap penghematan energi ini berlanjut sehingga dapat mengurangi pemanasan global akibat emisi karbon dan efek rumah kaca dari aktivitas manusia. =

Kampus Ikam 5 Fisika untuk Lampung Cerdas Oleh Nurkholik

FMIPA-Tek: Memperingati hari jadi yang ke-13, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung akan menyelenggarakan berbagai kegiatan. Acara seminar, bakti sosial, bazar, dan berbagai lomba yang berhubungan dengan fisika untuk siswa SMA dan SMP siap digelar pada (4-13/4). Acara bertema Fisika untuk Bumi Lampung yang Cerdas bertujuan untuk memperkenalkan jurusan fisika di kalangan pelajar. Saat ditemui, Fathul Bari (Fisika’11) mengatakan bahwa perayaan dies natalis tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya karena untuk pertama kali mereka mengadakan lomba LCT Fisika. Selain itu, akan ada olimpiade Fisika tingkat SMA. “Harapannya siswa SMA lebih tertarik dengan jurusan Fisika FMIPA,” ujarnya. =

Himatem Expo, Be World Engineer Oleh Diah Permata S.

FT-Tek: Demi eksistensi dan pengabdian masyarakat, Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (Himatem) menggelar kegiatan Mechanical and engenering Expo. Acara ini mengusung tema “Be World Engineer”. Acara ini memberikan kesempatan pada sekolah menengah atas dan masyarakat umum untuk menyumbangkan karya terbaiknya. Berbagai acara yang di gelar adalah seminar, bazar, dan perlombaan. Jenis perlombaannya, antara lain karya tulis ilmiah, pidato bahasa inggris, lomba graffity, dan kontes modifikasi motor. Kontes ini diadakan di Pelataran Robinson pada (2527/3). Rizky Dwi Printo selaku ketua pelaksana mengatakan jumlah panitia yang membantu kegiatan ini mencapai 250 orang. Peserta berasal dari berbagai daerah, diantaranya Metro, Pringsewu, dan Bandar Lampung. Ia berharap panitia mampu memberikan pelayanan terbaik pada peserta. Demi gelaran ini, Rizky menuturkan panitia membutuhkan dana 60 juta rupiah. “Dana kami peroleh dari sponsor-sponsori,” ujar Printo. Menurutnya, donatur diberi kesempatan mengisi acara dengan games atau promosi di panggung. Acara ini mendapat sambutan positif dari beberapa dosen de­ngan berpartisipasi menjadi juri. Dosen dari Fakultas Teknik dan FKIP sengaja diundang. Beberapa lembaga lainnya seperti UKMBS, LSA, IMI, dan lainnya juga menjadi juri. =

Oleh Fitria Wulandari

Perketat Keamanan. Seorang Satpam FISIP memeriksa STNK dan KTM di gerbang keluar FISIP. Aktivitas ini mulai diterapkan sejak 24 maret demi meningkatkan keamanan. Foto dibidik, Rabu (26/3).


6

Reportase Khusus

(MASIH)

BERAT SEBELAH Oleh Lia Vivi F. dan Ayu Yuni A.

Setiap tahun, Universitas Lampung menambah kuota penerimaan mahasiswa baru. Penambahan jumlah mahasiswa ini tak diimbangi dengan penambahan fasilitas yang signifikan.

T

ahun 2013 lalu, Universitas Lampung menerima mahasiswa baru sebanyak 6.593 orang. Jumlah ini bertambah dari tahun sebelumnya. Mahasiswa baru tersebut disaring melalui berbagai cara. Jalur SNMPTN Undangan dan SBMPTN menyerap masing-masing 1.960 dan 2.745 mahasiswa. Sejak diberlakukan sistem UKT, Unila juga menampung mahasiswa melalui jalur paralel sebanyak 893 orang. Sisanya masuk melalui jalur PMPAP, PBUD, dan PMPD. Penambahan jumlah mahasiswa baru tersebut tentunya menambah banyak penghuni di kampus hijau ini. Sampai saat ini, jumlah mahasiswa Unila melebihi angka 25.000 mahasiswa yang terbagi dalam program D3, S1, dan S2. Salah seorang mahasiswa Fakultas Hukum, Tina Cahyani (Perdata Ekonomi ’11) menilai fasilitas yang ada tidak sesuai dan kurang memadai dengan jumlah mahasiswa. Hari itu (21/3) ia dan teman-teman seangkatannya terpaksa menyudahi jam perkuliahan sebelum waktu berakhir. Kejadian ini lantaran kapasitas ruang kelas yang tak sebanding dengan peserta kuliah. Menurutnya, Gedung B.3 Fakultas Hukum tempatnya berkuliah hanya mampu menampung 50-60 mahasiswa. Namun, ruangan itu harus diisi lebih dari 100 mahasiswa. Ia menambahkan, jumlah bangku juga tidak sesuai de­ngan jumlah mahasiswa sehingga harus mengangkat bangku sebelum kuliah. Selain itu, faktor penunjang seperti AC dan kipas angin juga tak berfungsi. “Cuma ada empat pintu jendela. Jadi kelas itu panas dan pengap,” ujarnya. Bahkan, ia juga pernah melihat beberapa temannya duduk di lantai karena tak kebagian kursi. “Pernah sampek lesehan kan kelasnya berderet ke atas, jadi temen saya duduk ditangga-tangganya. Alhasil, dosen pe­ngajar menyuruh mahasiswa yang duduk di lantai untuk meninggalkan ruang perkuliahan dan hanya mengisi absensi. Dosen juga meminta jadwal pertemuan dipercepat.” Ia menambahkan kejadian ini sudah sering terjadi sehingga mahasiswa sudah terbiasa dan tidak terlalu menghiraukannya.

Mahasiswa lain, Riky Farizal (Hukum’12) mengatakan ku­ rangnya lahan terbuka hijau di fakultasnya menganggu kenyamanan perkuliahan. Ia sangat berharap agar fakultasnya menambah lahan terbuka hijau sebagai tempat diskusi. Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Niluh Gede Yuli (Pend. Kewarganegaraan ’10) mempunyai pengalaman tak enak saat akan ke toilet. Ia mengaku sering antri karena hanya ada dua toilet di Gedung D FKIP. Padahal, jumlah mahasiswa yang belajar di gedung itu mencapai 300-an mahasiswa. Menurutnya, toilet di itu juga sering mampet dan terkunci. Yuli juga mengatakan AC dan kipas angin di kelasnya terkadang mati sehingga perkuliahan menjadi tak kondusif. “Bagaimana kita bisa belajar dengan produktif, jika ruangan panas dan tidak nyaman,” keluh Niluh. Cica Anggun L. (PGSD ’10) mengaku pernah mengangkat bangku untuk mengikuti kuliah. Menurutnya, bangku yang tersedia di ruang kelas sering tidak mencukupi. Anggun juga sempat tidak jadi kuliah lantaran ruang kelasnya digunakan oleh adik tingkatnya. Ia mengatakan bahwa pembangunan dijurusannya baru digagas belakangan berbarengan dengan peningkatan akreditasi program studi. Permasalahan minimnya toilet juga dirasakan Nurul ­Nikmah (Matematika’13). Ia mengatakan bahwa jumlah toilet di Gedung Jurusan matematika hanya ada satu dan digunakan oleh seluruh mahasiswa. Nurul lebih sering memilih menahan hajat untuk ke toilet sampai waktu pulang kuliah. Ia berharap agar jumlah toilet dijurusannya diperbanyak. Siti Meiska A. (Agribisnis ’12) mengaku fasilitas di fakultasnya sudah cukup baik. Namun, ia tak menampik masih adanya fasilitas yang kurang memadai. “Beberapa gedung fasilitasnya kurang sesuai dengan yang kita harepin,” ujarnya. Menurutnya, ruang kelas sering tak sebanding dengan kapasitas mahasiswa. Tak hanya itu, semester lalu ia dan temantemannya juga harus mencari dan mengangkat kursi sebelum pelajaran dimulai. Ia juga

harus berkuliah di yang tidak mampu menampung mahasiswa sehingga ruangan terasa pengap. Kejadian tak enak itu harus terulang lagi di semester ini. “Banyak mahasiswa bikin kurang fokus belajarnya, karena bising. Suara dosen jadi nggak terdengar jelas,” ujarnya. Ririn Pamuncak (Agribisnis ’12) membenarkan pendapat rekannya itu. Ia menambahkan, fasilitas toilet yang dapat digunakan di Gedung D FP hanya toilet yang ada di lantai 3. Akibatnya, mahasiswa harus naik turun tangga karena toilet di lantai lain sering terkunci. Menurutnya, AC, kursi, dan toilet juga minim dan kurang layak. Bahkan, salah satu mata kuliah harus digabungkan de­ ngan jurusan lain karena jadwal dosen yang bertabrakan. Layanan wifi yang lancar di akses juga hanya ada di dekat mushola. Ainia Irwint L. (Agroteknologi ’12) juga harus merasakan ketidaknyamanan saat kuliah karena harus berbagi dengan sekitar 100 mahasiswa dalam satu ruangan. “Ruang kelas sih besar, tapi kalau mahasiwa terlalu banyak kurang efektif. Dosennya bahkan sempat marah karena kelas yang ribut. “Itu bukan semata-mata salah kita, karena mahasiswanya memang terlalu banyak,” ujarnya. Zaimasuri (Ilmu Komunikasi’13) mengatakan semua kelas di fakultasnya telah terpasang AC namun masih terasa panas karena AC tidak dingin. Ia juga memiliki pengalaman mengantri saat akan menggunakan toilet. Ia berharap agar kualitas AC diperbaiki agar perkuliahan dapat berjalan dengan nyaman. Mahasiswa lainnya, Susi Oktaviani (Administrasi Negara’13) juga mengalami hal serupa. Ruang perkuliahan yang digunakan sering berpindah karena kuota tak mencukupi. Ia mengaku tak begitu menghiraukannya.“Saya nggak begitu mengeluhkan karena sudah biasa,” tambahnya. Kekurangan fasilitas laboraturium terjadi di Fakultas Teknik, Pertanian, dan MIPA. Anwar Hidayatulloh (Teknik Sipil’13) menilai fasilitas laboratorium di jurusannya kurang memadai. Menurutnya, hanya ada 10 komputer yang dapat digunakan di Laboraturium Pemrograman. Padahal, jum-

No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014 lah mahasiswa seangkatannya mencapai 125 orang. “Jadi kalau kita mau praktikum pemrograman harus bawa laptop sendiri-sendiri,” ujarnya. Mahasiswa jurusan Teknik Mesin 2009, Wili Alfani juga mengatakan jurusannya belum mempunyai Laboraturium Mekatronika yang seharusnya digunakan sebagai dasar pengembangan ilmu mekanik dalam teknik mesin. Ia menambahkan, alat-alat praktikum yang akan digunakan juga banyak yang rusak dan belum disediakan, salah satunya alat kalibrasi. Padahal, alat itu sangat menentukan akurasi hasil praktikum mahasiswa. “Gimana kita bisa mendapat hasil dari lab kalau alat kalibrasinya tidak benar,” terang Wili. Dwi Yansa (Arsitektur Bangunan Gedung ’12) juga mengeluhkan tak adanya Laboratorium Analisis Struktur. Ia mengatakan sebelumnya praktikum dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Survei dan Pemetaan. “Sekarang sudah banyak mahasiswa yang memiliki laptop, sehingga praktikumnya langsung di kelas,” ujar Dwi. Muhamad Azhary (Teknik Geofisika’13) mengeluhkan tak sebandingnya biaya kuliah yang harus dikeluarkan dengan fasilitas yang ia peroleh. Mahasiswa paralel ini merasa dirugikan kerena harus membayar UKT hingga Rp 8.620.000 per semester. Padahal, fasilitas yang Unila sediakan jauh dari memadai. Jurusannya juga belum memiliki gedung sendiri untuk belajar dan fasilitas penunjang perkuliahan. Ia juga masih direpotkan mengurus KRS karena sebagian besar dosen tidak mengetahui bahwa mahasiswa paralel termasuk mahasiswa non reguler. Mahasiswa Fakultas Mate­ matika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Agung Munandar (Biologi ’12) mengatakan bahwa ia dan teman-temannya masih harus membeli pipet tetes sendiri untuk praktikum fisiologi hewan. Selain itu, mereka juga masih membeli buku panduan praktikum seharga 22-30 ribu rupiah.

Fakultas kedokteran tak luput dari permasalahan. Zulfa Labibah (Kedokteran’13) yang dikenai UKT sebesar Rp 12.380.000 mengaku harus berbagi ruangan dengan 180 mahasiswa. Menurutnya, kondisi ini membuat pembelajaran kurang kondusif dan tidak nyaman. Selain itu, jadwal kuliah juga tidak sesuai dengan jadwal. Mereka harus menyesuaikan jadwal dosen pengajar sehingga setiap malam harus menunggu jarkoman dari koordinator angkatan. Ia menilai fasilitas lainnya sudah cukup memadai, seperti adanya ruangan ber-AC dan laboratorium. Pendapat serupa diungkapkan Leon L. Gaya (Kedokteran ’12). Saat kuliah, kelasnya harus menampung 169 mahasiswa. Tak jarang, kedatangannya ke kampus menjadi sia-sia karena dosen pengajar tidak hadir dan mengganti kuliah pada hari lain. Saat praktikum, ia juga harus menunggu cukup lama. “Kalau praktikum kita harus gantian. Kan 169 mahasiswa itu jadi dibagi 3 kloter,” jelas Leon. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis lebih beruntung. Pasalnya, permasalahan kekurangan ruang kelas dan toilet tak dialami. Septiana Wati (Manajemen’13) me­ ngatakan bahwa sarana dan prasarana penunjang perkuliahan sudah sesuai seperti harapannya. Ia menilai ruang perkuliahan tempatnya belajar sudah memadai. “Sudah nyaman. Toilet juga bersih dan nyaman sehingga kita juga nggak pernah ngantri,” ujarnya. Menurutnya, lahan terbuka hijau yang dilengkapi beberapa Gazebo juga baik. Yuriko Prasetiyo (Manajemen’13) membenarkan pendapat Septiana. Ia menambahkan pelayanan saat mengurus administrasi sudah cukup baik dan jaringan internet dapat diakses dari semua tempat. Selain fasilitas yang ada di fakultas, Perpustakaan Unila juga dinilai masih kurang. Posmaulina (PGSD ’12) me­ngaku fasilitas perpustakaan belum sesuai peran yang seharusnya (Bersambung ke halaman 8)

Sumber data Pidato Rektor 2013


Polling

No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014

Survey Membuktikan! Oleh Novalinda Silviana, Hayatun Nisa

Supervisor: Novalinda Silviana Enumerator: Fahmi Bastiar, Fajar N, Mita W, Rika A, Siti Sufia, Wawan Taryanto, Yola Savitri, Yola Septika, Nur Kholik, A Royhan, Meri Herlina, Ridha, Kurnia, M Erig Bagaimana Layanan Birokrasi Kampus Bidang Akademik/ Kemahasiswaan?

Menurut Anda Apakah Water Closet (WC) di Unila Memadai?

birokrat kampus pun masih mendapatkan keluhan. Devisi Pusat Penelitian dan Pengembangan UKPM Teknokra melakukan survey mengenai “Fasilitas dan Pelayanan Unila”. Dari hasil survey, sebanyak 11 % responden menilai fasilitas WiFi Unila sudah memadai, 47% responden menilai cukup memadai, 40% menjawab belum memadai, sedang 2% tidak menjawab. Fasilitas laboratorium juga dirasa belum memadai dengan hasil 38%,

28% responden menjawab cukup memadai, 24% menjawab tidak tahu, dan hanya 10% koresponden menjawab sudah memadai. Terkait fasilitas penunjang ruangan seperti AC, kursi, dan LCD, 16% koresponden menjawab fasilitas tersebut sudah memadai, 28% menilai cukup memadai, sedangkan 54% menilai belum memadai, dan 2% yang tidak menjawab. Pela­ yanan dari birokrasi kampus mengalami perubahan dari tahun lalu, hanya 6% respon-

Belajar Berbagi Lewat

Games

Oleh Siti Sufia

Kertas bergambar itu dipenuhi garis berbentuk kotak-kotak. Setiap kotak berisi gambar yang berbeda. Ada tiga puluh kotak bergambar yang disertai nomor. Disela-sela kotak bernomor itu, masih terdapat kotak lain tanpa nomor. Kotak tanpa nomor menjadi pos pemberhentian. Setiap pemain harus memberikan uang mainan sebagai sedekah. Sekilas, permainan ini mirip seperti permainan monopoli. Namun sebenarnya prinsip permainannya bertantangan dengan permainan yang dikenal lebih dulu itu. Permainan yang didesain oleh Ageng ­Sadnowo dan dua rekannya, Amrul dan Nandi Hairudin ini muncul sejak 2004. Rasa senang bersedekah, membayar zakat, dan menumbuhkan rasa empati menjadi ruh yang diharapkan masuk pada setiap anak yang memainkannya. Ide pembuatan permainan bernama zakati ini muncul di tempat tak terduga. Saat itu, Ageng berada di sebuah pusat perbelanjaan. Tiba-tiba,

Bagaimana Pendapat Anda Mengenai Fasilitas yang Ada di Unila?

Bagaimana Pendapat Anda Mengenai Fasilitas Penunjang Ruangan (Ac, kursi, dan LCD) di Unila?

Bagaimana Pendapat Anda Mengenai Fasilitas Perpustakaan di Unila?

U

Poling ini dilakukan pada hari 27-28 Maret 2014. Responden merupakan mahasiswa aktif angkatan 2011, 2012, 2013 sebanyak 100 orang, yang diambil secara acak dari setiap Jurusan atau program studi di delapan fakultas Unila. Survey ini menggunakan metode Multistep Random Sampling yang diolah menggunakan SPSS.

Bagaimana Pendapat Anda Mengenai Fasilitas Laboratorium di Unila?

Bagaimana Pendapat Anda Mengenai Fasilitas WiFi di Unila?

niversitas Lampung telah berani meluncurkan layanan prima berbasis ISO 9001:2008. Layanan ini menjadi salah satu rencana strategi Unila dalam Rencana Pengembangan Jangka Panjang (RPJP) periode 20112015. Peningkatan pelayanan secara akademik dan administrasi ini mestinya dirasakan mahasiswa. Namun, fasilitas perkuliahan yang merupakan penunjang bagi kegiatan akademik masih banyak dikeluhkan. Tak hanya itu, pelayanan

7

sebuah permainan monopoli jatuh di depannya. Seketika, ide cemerlang itu muncul. Ageng ingin membuat permainan semacam monopoli yang dikemas dalam bentuk baru. Idenya berupa antitesis dari sistem ekonomi kapitalis. Permainan ini menekankan sistem berlandaskan jiwa sosial. Kemenangan tidak hanya diukur dari banyaknya jumlah uang yang dik u m pulkan, tetapi juga zakat dan sedekah pemainnya. Ageng dan kedua rekannya memang penggagas perkumpulan sedekah yang ada di Unila. Pengalaman dan ­keinginan untuk menumbuhkan jiwa sosial pada anakanak ini pada akhirnya membuat mereka berinovasi.

Berbeda dengan monopoli yang menggunakan dadu untuk memulai permainan, Zakati menggunakan tumpukkan kartu yang di dalamnya terdapat dua pilihan. Setiap kartu memiliki dua angka pilihan.

Dok. Pemain boleh memilih salah satu pilihan yang ada di balik kartu-kartu tersebut sebagai alat untuk melangkah ke setiap

A= Sudah Memadai

C= Belum Memadai

B= Cukup Memadai

D= Tidak Tahu/Tidak Menjawab

den yang menjawab sudah memadai, 47% menjawab cukup memadai, sedangkan 42% menilai belum memadai dikarenakan prosedur yang berbelit ketika mengurus keperluan akademik, dan 5% nya tidak menjawab. Fasilitas perpustakaan yang diperbaiki tiap tahunnya juga dirasa tidak mengalami perba­ ikan, hanya 14% koresponden yang menilai sudah memadai, 43% menilai cukup memadai, 37% menilai belum memadai karena koleksi buku yang tidak

lengkap dan jumlah koleksi buku yang kurang lengkap, 6% tidak menjawab. Selain itu Water Closet (WC) juga masih menjadi masalah yang paling dirasa mahasiswa, jumlah WC yang belum sesuai dengan jumlah mahasiswa, serta kebersihan yang kurang terjaga menjadi banyak keluhan dari mahasiswa. 10% responden menilai sudah memadai, 31% menilai cukup memadai, 58% responden menilai belum memadai, dan 1% sisanya tak menjawab.=

kotak. Menurut Ageng, pilihan itu mengajarkan anak untuk berani mengambil keputusan terbaik. “Seperti halnya hidup itu pilihan,” ujarnya. Uniknya lagi, di balik masing-masing kartu tersebut terdapat nama surat dalam Al-Qur’an yang tanpa disadari membantu pemain untuk menghafalnya. Ada tiga mata uang yang digunakan dalam permainan ini, yaitu dinar, dolar, dan rupiah. Dari ketiga mata uang yang digunakan ageng memilih dinar sebagai standar harga. Selain nilainya yang stabil, tidak naik turun dalam kurs, nilai mata uang ini juga ada pada berat materinya bukan nominal yang tertera. Saat berhenti pos pemberhentian, pemain diwajibkan membayar zakat atau sedekah yang bertujuan untuk membiasakannya di kehidupan nyata. Pemain boleh bersedakah dengan uang yang mereka punya. Semakin banyak bersedekah, maka semakin dekat dengan kemenangan. Namun, pemain juga tak boleh menyedekahkan semua uangnya. Jika itu terjadi, pemain tak

dapat lagi melangkah ke kotak berikutnya. Pola permainan ini mengajarkan anak untuk tetap hidup secara seimbang. Bersedekah dan menabung menjadi kunci memenangkan permainan. Pemain harus cerdas menyisihkan uang, tapi juga tak boleh pelit untuk bersedekah. Total skor dalam permainan ini dihitung dengan menjumlahkan sisa uang diakhir permainan yang ditambah dengan dua kali jumlah uang yang disedekahkan. Permainan ini telah di­ sosialisasikan ke berbagai sekolah dasar di Lampung dan daerah lainnya, seperti Kalimantan, Bali, Riau, Jawa, Aceh, bahkan Australia. Saat ini, zakati juga tengah mengalami kendala penda­ naan dan terpaksa berhenti diproduksi. Games akan kembali diproduksi jika ada perusahaan yang mensponsori. Ageng dan rekan-rekannya berencana membuat zakati versi online agar permainan ini lebih diminati. “Semoga dengan adanya zakati dapat menumbuhkan jiwa cha­ rity terutama untuk anak-anak dan menumbuhkan mental dermawan,” ungkap Ageng.=

inovasi


8 Regional

No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014

Ernawati dari LPMP mengatakan bahwa pelajaran Bahasa Lampung merupakan muatan lokal akan diatur oleh daerah. Menurutnya, pembahasan ini dilakukan untuk mendorong pemerintah daerah Lampung untuk menyetujui rencana melestarikan pelajaran Bahasa Lampung. Pasalnya, sejak satu tahun lalu, Universitas Lampung telah menutup jurusan D III Bahasa Lampung. Penutupan ini berimplikasi pada minimnya ketersediaan guru Bahasa Lampung. Kekhawatiran musnahnya Bahasa Lampung meningkat apabila pelajaran Bahasa Lampung juga dihilangkan. Menurutnya, keputusan terakhir tetap ada di pemerintah daerah. “Hasil akhirnya nanti setelah di­serahkan kepada dinas,” ujarnya. Wanita yang merupakan Widya Iswara ini menyebutkan bahwa Bahasa Lampung masuk ke dalam muatan lokal. Dalam Permendikbud No. 81 A lampiran 2 tahun 2013 menyebutkan bahwa bahasa da­ erah masuk ke dalam muatan lokal bersama dengan

bahasa Inggris, seni budaya, dan keterampilan. Hal ini agar bahasa Lampung tak sekadar menjadi pengetahuan, tetapi juga dapat diterapkan dalam komunikasi sehari-hari. Ia berharap masuknya mata pelajaran Bahasa Lampung dalam kurikulum 2013 membuat dibukanya kembali Program Studi Bahasa Lampung di Perguruan Tinggi, khusunya Universitas Lampung. Akademisi Unila, Farida Ariyani ikut memberi tanggapan. Ia berpendapat bahwa program studi bahasa Lampung di Universitas Lampung harus dibuka kembali. Menurutnya, seluruh kepala sekolah sangat antusias menyambut muatan lokal bahasa Lampung. Sikap ini merupakan bentuk optimisme agar Bahasa Lampung muncul kembali ke permukaan. Menurutnya, apabila ide ini telah disetujui, ribuan guru Bahasa Lampung sangat dibutuhkan. “Selama ini banyak guru bahasa Lampung yang merupakan guru kelas. Dikhawatirkan pembelajaran bahasa Lampung menjadi tidak efektif,” ujarnya. Wakil Kepala sekolah SMP 8 Bandar Lampung, Hamka mengatakan bahwa bahasa Lampung sangat diperlukan untuk masyarakat. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang belum mengenal bahasa Lampung. Meski di sekolahnya belum mempunyai fasilitas penunjang kamus bahasa Lampung yang memadai, ia sangat mendukung rencana ini. Ia juga menuturkan jumlah guru bahasa Lampung di sekolahnya hanya ada dua orang. Jumlah itu dirasa sangat kurang. Ia juga berharap ada perguruan tinggi yang mencetak guru bahasa Lampung sehingga penyampaian kepada siswa lebih baik. =

Sementara itu, PD II FT, M. Sarkowi mengatakan bahwa fasilitas perkuliahan yang ada di jurusan disediakan oleh fakultas setelah jurusan mengajukan permohonan. Sementara, berbagai bangunan seperti gedung perkuliahan, laboratorium, dan peralatan laboratorium didapat dari pengajuan ke pihak rektorat dan dilanjutkan ke Dikti. Menurutnya, fakultas hanya bisa menunggu keputusan dari Dikti terkait penambahan gedung. Ia menilai ruang perkuliahan di Fakultas Teknik sudah cukup. Dalam waktu dekat, pihaknya sedang pengajukan pengadaan alat praktikum. Menanggapi beberapa tanggapan mahasiswanya tentang kapasitas kelas yang tak memadai, PD II FP, Prof. Irwan Sukri B. mengatakan bahwa fakultasnya masih dalam proses monitoring dan evaluasi di awal perkuliahan. “Ini kan dalam proses pendataan, mana yang kelasnya kurang kita pindah,” ujarnya. Menurutnya, pihaknya juga selalu melakukan rapat dengan pejabat Dekanat lain guna membahas masalah ini. “Setiap senin sore kita monitoring, yang wajib jumlahnya membludak kita pecah beberapa kelas kalau perlu kelas besar, kita tukar tempatnya,” ujarnya. Pihaknya mengaku sudah bekerja keras untuk membangun fasilitas FP. Uang SPP yang minim menjadi salah satu hambatannya. Prof. Irwan menambahkan pihaknya telah mencari berbagai sumber terutama mengajukan proposal ke APBN. “Bertambahnya mahasiswa tiap tahunnya telah coba diseimbangkan dengan menekan mahasiswa untuk mempercepat wisuda,” ujarnya. Hal senada juga diungkapkan Prof. Yulianto selaku PD II FISIP. Pembangunan sarana dan prasarana penunjang telah dilakukan. Rencana pembangunan jangka panjang adalah pengadaan Laboratorium Terpadu dan Gedung Pascasarjana. Ia mengatakan pihaknya telah membuat kelas paralel yang pembagiannya didasarkan pada NPM mahasiswa dengan menyesuaikan kapasitas Gedung. Hal ini untuk menangani masalah penambahan jumlah mahasiswa setiap tahun. Prof. Suharso selaku Dekan FMIPA mengatakan sarana dan prasarana praktikum seperti pipet tetes sebenarnya telah disediakan di laboratorium. Pihak dekanat mengaku tidak mengetahui bahwa ada bagian laboratorium yang meminta mahasiswa untuk membawa alat praktikum sendiri seperti pipet tetes. “Kemungkinan pipet tetes tersebut habis karena dipakai oleh jurusan lain,” ujarnya. Terkait masalah toilet di Jurusan

Matematika, menurutnya bangunan itu memang sudah tua sehingga penataannya masih seperti dulu. Ia mengaku perbaikan toilet di gedung lain sudah dilakukan. Namun, pihaknya belum mampu membangun toilet baru karena anggaran 1,9 Milyar dari PNBP hanya cukup untuk membayar gaji dosen dan karyawan lain. PD II FK, Susianti membenarkan pendapat mahasiswanya terkait ruang perkuliahan yang kurang memadai. Menurutnya, hal tersebut dikarenakan kurang tersedianya ruang perkuliahan dan jumlah dosen yang tidak sesuai dengan jumlah mahasiswa. Penambahan jumlah mahasiswa ini karena berdasarkan akreditasi FK yang mendapat nilai A, daya tampung yang seharusnya hanya 150 mahasiswa boleh dilebihkan menjadi 180 mahasiswa. Ia mengaku tak bisa menolak keputusan Dikti ini. Ia menambahkan, tertundanya jadwal perkuliahan disebabkan beberapa dosen pengajar umum didatangkan dari dokter yang bertugas di RSUD Abdoel Moeloek, sedangkan dosen tetap juga sering mengikuti seminar dan pertemuan nasional. Susianti mengatakan pihaknya telah merencanakan pembangunan gedung perkuliahan selesai satu lantai tahun ini. Selain itu, pihak fakultas juga mengajukan penambahan dosen kepihak Dikti. Rektor Unila, Prof. Sugeng P. Haryanto angkat bicara terkait masalah ini. Mengenai kurangnya ruang perkuliahan di beberapa fakultas, pihak rektorat berencana mengadakan pengalihan ruang kelas antar fakultas mengacu pada Institut Pertanian Bogor (ITB). Mengenai kekurangan laboratorium, pihak rektorat telah mengajukan pembangunan gedung dan laboratorium serta penambahan alat-alat praktikum ke pihak Dikti. Ia mengaku telah mengajukan 20 rencana pembangunan, namun usulan yang disetujui hanya dua. Akibatnya, masih banyak fakultas yang kekura­ngan gedung dan laboratorium. Ia mengatakan penerimaan mahasiswa baru setiap tahun didasarkan oleh instruksi dari Dikti melalui APK tanpa ada pertimbangan dari universitas. “Kalau untuk top ten 2025 merupakan program dari tahun 2005, sehingga saya tinggal meneruskan saja. Jadi saya lebih fokus ke penelitian dan karya ilmiah untuk memajukan Unila,” ujarnya. Sementara itu, Pembantu Rektor (PR) II Unila, Dwi Haryono menolak memberikan keterangan. Ia yang sedang di luar kota me­ ngatakan enggan berpendapat saat dihubungi.=

Melestarikan Bahasa Lampung Oleh Wawan Taryanto

Di berbagai daerah, ada beberapa sekolah yang tak memberikan mata pelajaran Bahasa Lampung. Hal ini memunculkan kekhawatiran terhadap nasib bahasa daerah. Kehadiran kurikulum 2013 diharapkan mampu mengawal kemunculan pelajaran Bahasa Lampung demi menjaga nilai-nilai kebudayaan. Suasana Aula yang berada di lantai 3 Hotel Nusantara masih ramai meski jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Peserta rapat masih sibuk berpendapat demi menggodok kurikulum Bahasa Lampung. Kepala sekolah dari berbagai daerah di Provinsi Lampung itu sengaja hadir demi mempertahankan pelajaran Bahasa Lampung. Mereka sepakat bahasa lampung masih penting diajarkan di sekolah. Tak kurang dari 25 peserta ikut dalam pembahasan draft kurikulum. Pembahasan ini sekaligus sebagai upaya pelestarian bahasa daerah tersebut. Butuh waktu tiga hari untuk membahas masalah ini. Sejak 20 Maret kemarin, perwakilan kepala sekolah SD dan SMP se-Lampung, Lembaga Pengembangan mutu pendidikan (LPMP), MGMP, dan Dinas Pendidikan Lampung melakukan penyusuan draft kurikulum Bahasa Lampung. Rencananya, penyusunan draft tersebut akan dipakai untuk kurikulum 2013 yang akan diterapkan tahun ini. (Lanjutan halaman 6) menjadi pusat informasi seluruh fakultas. Menurutnya, buku-buku yang tersedia sudah usang dan kurang pembaharuan. “Saya mencari referensi manejemen klasik tapi tidak ada,” ujarnya. Sementara itu, Ameilia Ulfa (Administrasi Bisnis ’13) mengungkapkan fasilitas buku di Perpustakaan sudah memadai. Namun, ia menyayangkan minimnya AC yang ada di ruang baca sehingga tak nyaman. Pendapat mahasiswa dari berbagai fakultas mengenai fasilitas Unila mendapat tanggapan dari pihak Dekanat. Heryandi selaku Dekan FH mengatakan sarana dan prasarana penunjang seperti AC telah terpasang di semua ruang perkuliahan, kecuali Aula di gedung A. Toilet juga telah diperbaiki dan direnovasi keseluruhan, “Mengenai penggunaan toilet satu pintu ya atur-atur aja oleh mahasiswanya. Yang pasti pihak fakultas telah menyediakan kebutuhan mahasiswa,” ujar Heryandi. Ia menambahkan, pihaknya telah membagi jumlah mahasiswa baru ke dalam 4-5 kelas. Pemakaian ruang kelas juga disesuaikan dengan mahasiswa yang mengikuti kuliah. Menanggapi pendapat mahasiswa, menurutnya kondisi ruang kelas yang tak memadai hanya terjadi saat kuliah umum. Menurutnya, jadwal kuliah telah disesuaikan menurut jadwal. Pihak fakultas juga telah mengusahaan sistem tiga site pertemuan dengan kelas paralel. “Saat gedung baru selesai dibangun, Fakultas Hukum akan menambah kuota hingga 700 mahasiswa karena jumlah dosen melebihi kecukupan,” tambahnya. Mengenai taman terbuka hijau, ia mengatakan tahun ini pihaknya akan mengusahakan pembangunan gazebo dan perbaikan taman di depan Gedung A. Selain itu, pembangunan gedung baru di FH telah dicanangkan selesai 2014. Gedung yang memiliki 10 ruang perkuliahan dan satu aula besar dimaksudkan untuk penunjang perkuliahan. Pembantu Dekan II FKIP, Arwin Ahmad mengatakan sarana dan prasarana penunjang perkuliahan seperti AC telah terpasang di semua ruang kuliah. Toilet diseluruh FKIP juga telah diperbaiki dan direnovasi. Pihak fakultas berencana membuat sumur bor demi kelancaran air. Ia mengatakan Gedung G,B, I dan C juga akan segera diperbaiki menggunakan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dana ini juga digunakan untuk penambahan fasilitas penunjang perkuliahan seperti AC, kipas angin dan toilet.


Apresiasi

No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014

BERGERAKLAH

HUJANLAH YANG DERAS sepatah kayu yang bersandar di tiang bambu bertanya kepada sandarannya,, hey kah,, mengapa daku tergolek tak berdaya? hingga aku kekeringan pada kemarau yang dingin lagi sepi,, aku kehujanan pada musim dingin yang kering tanpa tawa dan air hati? pohon terdiam,, dia sama-sama mati dalam sepi ah,, mentari tampak berduri bagi sesiapa yang lewat hari ini

Hey mahasiswa … Lihatlah mereka, lihatlah dunia Lihatlah tikus – tikus mafia Berkerah putih berdasi hitam Tanpa belas kasih menggerogoti dunia Begitu rakus memakan semuanya Memakan yang bukan miliknya Tak henti apapun yang terjadi

Tjampoer Adoek,

Hey kau... Iya kau mahasiswa Diamkah? Apakah engkau tak peduli ? Mungkinkah engkau seperti mereka Yang tiada kasih tiada cinta

DALAM sekali,, seorang lelaki duduk di bawah lampu taman menelaah guratan-guratan tawa kekasihnya dalam bayangan

Lihatlah dengan matamu hey mahasiswa Lihatlah mereka tanpa malu mengambil paksa Dengarkanlah wahai intelektual muda Dengarkanlah rintihan manusia Manusia makanan tikus – tikus mafia Bergeraklah... Bergeraklah melawan Melawan para penjajah di negeri sendiri Majulah wahai engkau anak muda Lemparkanlah tombakmu untuk melawan ­me­reka

9

ada bayi tanpa bayangan menari-nari dimatanya ada sekonyong air bah kesedihan mengguyur matanya... duh ah,, seekor burung pipit menyeret-nyeret kakinya,, disamping pohon didekat kursi dan lampu taman yang padam.. menelan kekalutan seorang diri,, dimatanya terlihat bayi kecil yang bening,, menari-nari bersama setetes embun yang bening lagi sedih semalam ia sudah merasakan kematian dalam dingin dan sepi HUJANLAH YANG DERAS! BIAR BASAH IA, LALU BAYI DIMATANYA PERGI DAN TUMBUH DEWASA.

Tegapkan badanmu, busungkan dadamu Kepalkan tanganmu kuat – kuat Hentakkan kakimu didepan mereka Agar mereka tahu engkau masih ada

Agil Ikhsandi

Erzal Syahreza Aswir Pendidikan Ekonomi 2013 Redaksi menerima kritikan dan saran serta kiriman berupa : Artikel atau opini, surat pembaca, dan informasi seputar Unila (diketik font cambria, ukuran 12 pt). Tulisan yang masuk menjadi milik redaksi dan edaksi berhak menyunting naskah sepanjang tidak me­ ngubah makna tulisan.

Ngekhibas Fasilitas minim. Kayaknya sudah dari dulu. E-Jurnal mahal tapi minim akses? Kurang sosialisasi kali...

Email Unila tidak dilirik? Mungkin karena aksesnya sulit. Arak-arakan wisuda? Asal nggak anarki aja...

Suara Mahasiswa Sampaikan Keluhanmu lewat SMS Mahasiswa,dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim ke 08981735868/ 089699271495 Redaksi hanya akan memuat SMS/Komentar yang disertai identias lengkap dan bisa dipertanggungjawab­ kan, Nama/Jurusan/Fakultas/Angkatan. Kami mencocokkannya dengan data siakad Unila

M.Amran Roni (D3 akuntansi ’13) 085709532xxx Pak Rektor, Saya merasa rektorat sudah ada orang dalam yang mencari keuntungan politik praktis dan politik terselubung sudah terlihat. Dengan mudahnya para elit politik menyuarakan suaranya lewat kampus ini. Kita sebagai mahasiswa jangan dijadikan umpan untuk itu. Saya berpesan pula kita sebagai mahasiswa harus selektif dalam mengikuti kegiatan/seminar. Jangan sampai kita menjadi korban untuk kesekian kalinya. Terima kasih. M. Haris Kurniawan (Budidaya Perairan ’13) 08974674xxxx Pak Rektor tolong UKT golongan

4 dan 5 diturunkan karena sangat menguras uang orang tua. Sementara fasilitas yang didapatkan tidak sebanding dibandingkan universitas yang lebih bagus dari Unila. Mohon dipertimbangkan Pak.

Ni Putu Mira T. (Budidaya Perairan ’13) 08578342xxxx Tolong lebih bijak sama UKT. Kenapa praktikum masih bayar? Tolong beri rincian dari SPP yang dibayar, biar saya tahu transparansi SPP itu!

M. Richer (D3 Pajak ’13) 08965028xxxx Kepada Bapak Rektor tolong ten-

tang biaya UKT ditinjau ulang. Banyak mahasiswa yang mengeluh atas hasil UKT yang tidak tepat sasaran, termasuk saya. Saya orang biasa kenapa UKT golongan 4? Dari segi apa penentuan itu? Itu pantas untuk golongan orang-orang kaya, bukan kami orang-orang biasa. Bagus Dwi Susilo (D3 teknik survey pemetaan ’12) 085768645xxx Tolong diperhatikan gedung survey dan pemetaan tidak ada AC dan fentilasi udaranya tidak baik. Kita pada waktu kuliah sering tidak nyaman karena panas banget. Kita juga bayar semesternya nggak murah, tapi kurang seimbang fasilitas di gedung yang kami rasakan.


Oleh : Rismayanti*

S

udah menjadi rahasia umum bahwa mahasiswa adalah kelompok sosial yang cukup diistimewakan oleh masyarakat Indonesia. Mereka dianggap memiliki peranan historis yang signifikan dalam sejarah bangsa ini, terutama sebagai penyambung lidah rakyat yang dipercaya masih begitu jujur, idealis, dan bersih dari tunggangan kepentingan golongan ketimbang para elit politikus yang sudah terlalu sering membohongi masyarakat. Namun disayangkan, ternyata di tengah golongan masyarakat intelektual ini wacana apatisme terhadap proses politik semacam Pemilihan Umum yang mengarah pada pilihan menjadi golongan putih justru cukup tinggi. Tugas Historis Ada banyak “kredo suci” yang begitu melekat se­ bagai identitas sekaligus menjadi tanggung jawab bagi mahasiswa Indonesia. Diantaranya amanat Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mewajibkan setiap insan mahasiswa untuk selalu tekun dan meraih prestasi baik dalam pelajaran di kampus, penelitian di lapa­ ngan, maupun pengabdian kepada masyarakat. Lalu istilah agent of change, agent of social control, and iron stock dengan gamblang menunjukkan tugas historis mahasiswa sebagai agen yang mewakili masyarakat untuk mengontrol dan mengawasi berbagai kebijakan pemerintah, pelopor terwujudnya perubahan sosial yang lebih baik, serta sebagai calon penerus generasi kepemimpinan bangsa di masa mendatang. Mendiang Soe Hok Gie, tokoh angkatan ’66 pernah menegaskan konsep moral force sebagai batasan perjuangan yang harus dipegang teguh dan mewaspadai agar tak terjebak dalam political force. Maksudnya peranan mahasiswa sebagai penyambung lidah rakyat haruslah sebagai gerakan moral yang bangkit di kala hadirnya momentum ketidakadilan dan kesewena­ ngan penguasa, setelah perubahan dicapai mahasiswa

harus kembali ke kampus dan tidak menjadi gerakan politik yang secara langsung ikut ambil bagian kekuasaan. Karena gerakan mahasiswa harus murni dan netral terhadap kepentingan politik agar ketajaman nalar kritisnya tetap terjaga. Wejangan Gie tentu saja sangat baik, mengingat status mahasiswa hanyalah sementara waktu. Namun mahasiswa harus cerdas memahaminya dalam konteks realitas kekinian, semisal dalam menghadapi momentum Pemilu. Nalar kritis dan netralitas tentu bukan berarti mutlak dipahami agar mahasiswa bersikap tak acuh pada semua proses politik, apalagi terlampau pesimis dan apriori terhadap sistem kekuasaan. Se­ bagai katalisator dari harapan rakyat, mahasiswa harus memahaminya dengan optimis, rasional, dan bertanggung jawab atas sikap apa pun yang dipilihnya. Sukseskan Pemilu. Tentu saja golput atau tidak menggunakan hak pilih adalah sikap politik yang patut dihargai sebagai aksi protes dalam alam demokrasi seperti ini. Terlebih sejarahnya di Indonesia, aksi golput dengan tidak mendatangi TPS adalah gerakan politik radikal yang menentang status quo Orde Baru yang otoriter. Sekarang ini trend golput memang terus meningkat setiap tahun, namun metode golput seperti itu dianggap tak lagi efektif dan ampuh sebagai aksi protes. Pasalnya justru hanya memberi celah terjadinya penyelewe­ ngan oleh para oknum penjual-beli suara, sementara meski golput menembus angka di atas 50% sekalipun, ternyata tidak akan mendeligitimasi keabsahan hasil pemilu. Tak salah jika banyak pendapat menyebut pasca reformasi, pemerintahan yang terpilih baik eksekutif maupun legislatif kinerjanya justru semakin mengecewakan, dan perilakunya sering memalukan, sementara rakyat masih saja tenggelam dalam kemiskinan yang

APA KATA MEREKA

No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014 tak berkesudahan. Sehingga mereka beranggapan bahwa pemilu hanyalah pestanya elit penguasa yang sudah pasti melupakan pengabdiannya pada rakyat. Tapi hiruk-pikuk ribuan calon pemimpin dan belasan parpol serta berlapis-lapis pemilu yang masih carut marut ini, semestinya tetap dimaknai sebagai bentuk proses pendewasaan politik bangsa kita ini yang dicapai melalui perjuangan dan pengorbanan gerakan mahasiswa. Mahasiswa sebagai kelompok intelektual yang penuh idealisme haruslah memandang momentum pemilu 2014 sebagai hal penting yang berbeda dari momen sebelumnya. Tahun ini penuh harapan baru, dimana hegemoni penguasa sebelumnya yang terbukti gagal sudah tergusur, dan sosok-sosok pemimpin yang lebih visioner pun kian bermunculan dan patut dipertimbangkan. Setiap mahasiswa Indonesia tentu bebas menentukan pilihan bentuk partisipasi apa yang dianggap paling tepat menyambut momentum pemilu 2014 ini. Ada banyak peranan teknis yang bisa dilakukan mahasiswa untuk memastikan pemilu berlangsung se­ suai harapan, semisal menjadi bagian dari tim pengawas, panitia penyelenggara, kampanye pemilih cerdas, atau pun mendukung kandidat tertentu. Prinsipnya, apa pun sikap politik yang kita ambil haruslah rasional dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam semangat menyambut datangnya perubahan, ayo kita hindari sikap golput, apalagi sudah banyak BEM kampus yang sudah bekerja sama dengan KPU untuk memastikan hak suara mahasiswa tetap tersalurkan meski berhalangan mudik ke TPS di kampung halaman. =

Ilustrasi Wawan Taryanto

10 Artikel Tema Pemilu dan Sikap Politik Mahasiswa

______________ * Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Bandar Lampung Mahasiswa Fakultas Pertanian Unila.

Tentang Arak-Arakan Wisuda Herlita Sari, Agro Teknlogi’12

Helrita Maulina, Fisika’10 FMIPA.

Sebenarnya ada jelek dan ada nggak bagusnya. Nggak bagusnya macet, ramai dan terkadang mengganggu kuliah. Kalau ba­ iknya, dapat mengekspresikan kebahagiaan. Kenangan terakhir di kampus. Ya, buat seru-seruan aja .

Arak-Arakan. bagus untuk meramaikan kakak-kakak wisuda. Tapi negatifnya lumayan keganggu kuliahnya apalagi saat masih ada kegiatan belajar mengajarnya. Kalau mau arak-arakan lebih tertib saja sih. Saya mendukung adanya arak-arakan, kalau saya wisuda nanti saya pun ingin di arak, kalo cuma diam saja sedih dong.

Dani Windarto, Konseling’13

Iklan

Bimbingan

Sebenarnya kurang bermanfaat, capek dapat mengganggu perkuliahan juga. Apalagi kalau penyampaian materi kuliahnya sudah sampai klimaks, fokusya jadi terganggu.

Wili Alfani, Teknik Mesin ‘09

Penulis Kurnia M, Fitria W Foto Kurnia M, Fitria W

Kepala Jurusan Ilmu Pendidikan, Drs Baharuddun, M.Pd Selama dia tidak dekat dengan ruang perkuliahan tidak masalah. Kalau kendaraannya keli­ ling kampus saja nggak masalah. Wajar-wajar saja mereka merayakan seperti itu, merayakan temannya lulus. Tapi jangan terlalu membisingkan gas motor agar tidak mengganggu ketertiban. Panca Nugrahaeni (PD III Fakultas Teknik)

Arak-arakan itu sudah jadi tradisi, ya suatu Wisuda itukan hari bahagia, menjadi alumni. kebanggaan. Sebuah momen kebersamaan Adik-adik yang mahasiswa juga ingin merauntuk semua angkatan. Pelepasan untuk sesakan kebahagian kakak-kakaknya. Arak-­ nior-senior. Biar suasananya dapet dan bisa arakan itu kan sudah tradisi, artinya kalau tidak saling mengakrabkan. Negatif dari arak-arakan melakukan itu tidak afdol. Untuk dibendung itu sendiri sih macet terus mengganggu kuitu susah, kita hanya mengarahkan dalam arti liah juga. Harapan untuk kedepannya sih arak-­ kata hal yang positif. Untuk sekedar ceremony, arakannya lebih dikonsepkan lagi rutenya, dan berbagi kebahagiaan kenapa nggak. Yang tidak setujui itu yang kerjasama dengan satpam, agar tidak meng- menjurus ke arah mengganggu. Artinya kalu meraka arak-arakan ganggu dan menimbulkan kemacetan. dengan mengegas, bising ibu tidak setuju. Tapi kalau sekedar ke­ liling ada sedikit yel-yel, itu sih setuju. Yenni Hernaini sosiologi ‘11

Arak-arakan boleh-boleh aja, selagi masih menjaga kondisi. Tidak merugikan pihak sekitar dan menimbulkan kekacauan. Arak-arakan suatu penghormatan terakhir untuk melepas sebagai mahasiswa dan menjadi alumni, serta untuk meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan. Nagatifnya sih menimbulkan kema­ cetan. Kalau bisa jangan menggunakan kendaraan. Saya lebih setuju jalan kaki agar tidak mempersempit ruang gerak.

Maryanto, Hukum ’11 (Kepala Dinas Kominfo Bem FH)

Arak-arakan, setuju-setuju aja. asalkan damai, jangan anarki, jangan rusuh, dan mengganggu jalan. Arak-arakan itu suatu kebanggaan ya, untuk para wisudawan. Berarti mereka dianggap di kampus. Solusinya sih, sebaiknya arakarakan dilaksanakan di bahu jalan seperti di trotoar. Kemudian pesertanya dibatasi, hanya adik-adik tingkatnya atau para petingginya saja.


No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014

Pojok PKM

Esai Foto

Kemana Larinya Sampah Unila? Foto-foto Kurnia Mahardika

11

Demokrasi Dipertanyakan Yurike Pratiwi S. Pemimpin Usaha

Sejak pukul 08.00 WIB pagi, Darminto (47 th) berkeliling setiap fakultas di Unila. Ia mengendarai motor dengan bak sampah dibelakangnya untuk mengumpulkan sampah. Aktivitas itu sudah menjadi ritual harian bagi ia dan petugas kebersihan lainnya. Tak kurang dari tiga bak sampah berhasil Darminto kumpulkan setiap hari. Pengangkutan sampah ini dilakukan hingga pukul 15.30 WIB. Sampah yang terkumpul berupa daun, ranting, sisa makanan, dan plastik. Sampah-sampah itu lantas dia bawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang terletak tidak jauh dari Perpustakaan Unila. Disinilah, sampah-sampah itu dibakar. Tak ada pemisahan sampah organik dan non-organik yang dilakukan oleh Darminto. Sebelum dibakar, sampah-sampah itu hanya dipisah antara sampah kering dan sampah basah. Sampah kering seperti dedaunan akan dibakar bersamaan dengan plastik. Sedangkan sampah basah dibiarkan sampai membusuk. Selama menjalani profesi ini, Darminto mengaku salah satu kendala saat mengumpulkan sampah apabila ada pohon tumbang yang mengganggu jalan. Ia akan kesulitan berkeliling mengangkut sampah dengan motor sampah. Darminto berharap civitas akademika Unila dapat lebih berkoordinasi dengan petugas kebersihan saat akan menggelar acara agar kebersihan Unila dapat terjaga.= Iklan

Rabu (9/06), bangsa ini akan merayakan pesta demokrasi serentak di seluruh Provinsi untuk menentukan Calon Presiden. Perhelatan akbar ini menjadi salah satu pesta yang selalu ditunggu-tunggu oleh Partai Politik. Pesta yang selalu menghabiskan banyak anggaran negara, daerah, dan pribadi dari masing-masing calon ini selalu dimulai dan diakhiri dengan kontrovesial. Mulai dari konflik dari tubuh parpol, jadwal Pemilu yang berubah, pendaftaran calon dari masing-masing Parpol, pemungutan suara yang ricuh dihampir setiap daerah menjadi warna-warni pesta demokrasi lima tahunan ini. Mendapatkan simpatisan yang banyak dan memenangkan pemilu adalah tujuan Parpol. Strategi kampanye disusun semenarik mungkin dengan menggelar pesta rakyat dan mengunjungi rumah warga. Parpol nakal bahkan melakukan money politic atau bagibagi sembako untuk mencapai tujuan tersebut. Perguran Tinggi yang kata banyak orang merupakan miniatur Negara dan menjadi salah satu tempat bagi para pemuda untuk belajar arti penting “Demokrasi”. Pemuda-pemuda yang lahir dari universitaslah yang akan memimpin bangsa ini. Tetapi. apakah perguruan tinggi yang ada sudah menerapkan demokrasi, sebelum mengajarkan peserta didiknya tentang demokrasi? Pertanyaan ini harusnya menjadi catatan penting yang harus di intropeksi dari Perguruan Tinggi seperti Unila. “Saya tidak tahu lagi fungsi senat itu apa, mendapatkan undangan hanya untuk menghadiri upacara pengukuhan guru besar saja, tetapi dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan kampus kami tidak pernah diundang”. Kata-kata tersebut terlontar dari salah satu anggota senat Unila, saat berbincang. Geli rasanya mendengar kata-kata itu, dimana Senat yang mempunyai salah satu fungsi untuk membantu Rektor dalam menjalankan tugasnya, malah hanya bekerja saat Unila menyelenggarakan pengukuhan guru besar. “Buat apa dibentuk jika tidak mempunyai pekerjaan, menghabiskan uang saja untuk menggaji senat”. Itu yang ada di dalam pikiran saya saat mendengar pengakuan itu. Otak saya pun berpikir ulang tentang kejelasan “Statuta Unila”. Pikiran-pikiran itu saya coba hilangkan, akan tetapi muncul kembali saat saya dan teman-teman lain bersilahturahmi ke salah pejabat Unila lainnya. Pembicaraan yang sama kembali terlontar. Ingatan saya kembali ke beberapa tahun lalu, saat Rektor justru melantik pejabat fakultas yang kalah saat pemilihan. Alasan yang menurut saya kurang masuk akal, karena pejabat terpilih pun berkompeten dan tepat waktu menempuh studi S3. Tidak realistis rasanya saat negri ini menggebor-geborkan tentang pentingnya berdemokrasi, akan tetapi Perguran Tinggi yang merupakan pusat mendidik pemuda pemudi belum menerapkan sistem demokrasi dalam lingkungan kampusnya. =


12

Ekspresi

No 134 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014

Prof. Suharno,

Silahkan tutup pintu dari luar! erintah ini pernah ia lontarkan saat mendapati mahasiswanya yang terlambat datang. Ia tak mentolelir keterlambatan meski hanya tiga menit. Laki-laki berkulit sawo matang ini memang terkenal sebagai dosen yang displin. Ia mendidik mahasiswanya agar selalu ontime. Seperti Siang itu, 19 Maret 2014, lelaki yang belum lama didaulat sebagai Dekan Fakultas Teknik ini sudah ada di ruang kerjanya. Ia datang lima belas menit lebih cepat dari jadwal pertemuan. Prof. Suharno terlihat sederhana dengan kemeja berwarna putih saat pertama kali bertemu. Dua pertemuan berikutnya, jas hitam dan kemeja hitam membalut tubuhnya. Sejak menjadi Dekan, ia bertekad menanamkan kedisiplinan kepada dosen dan karyawan. Ia selalu datang tepat waktu saat rapat. Bahkan, malam hari sebelum rapat, laki-laki berusia 51 tahun ini akan mengingatkan seluruh dosen dan karyawan melalui SMS. Jika 5 menit sebelum rapat belum datang, ia akan segera meneleponnya. Setiap pagi, ia bergegas mengecek semua berkas yang harus ia tandatangani, lantas menuju jurusan untuk ­mengajar. Usai mengajar, ia kembali melanjutkan tugas sebagai Dekan. Di ruangannya yang berada di lantai 2 Gedung

P

Iklan

Dekanat, ia masih memberikan waktu kepada para mahasiswanya untuk dapat berkonsultasi. Kesibukannya sebagai dosen dan Dekan tak membuatnya lelah. Ia mengaku senang mengerjakan semua tanggungjawab itu. Meski banyak kesibukan, ia mengaku baik-baik saja. “Sehat itu bukan karena tidak pernah capek,” ujarnya. Pola hidup disiplin ini sukses mengantarkannya duduk menjadi orang nomor satu di Fakultas Teknik. Ia dituntut untuk mewujudkan semua visi dan misi besar fakultas. Sebagai Dekan, ia membawa visi untuk mengembangkan Fakultas secara optimal. ­Dengan visi ini ia bercita-cita menjadikan Fakultas Teknik sebagai International Class. Dengan cita-cita besarnya, ia selalu membimbing mahasiswanya untuk optimal dalam belajar. “Mahasiswa itu tidak ada yang bodoh, tinggal bagaimana mereka mengoptimalkannya dan bagaimana dosen dapat membimbingnya,” terangnya. Keberhasilan yang ia raup saat ini adalah hasil dari proses yang panjang. Ia sudah merasakan asam garam kehidupan sejak kecil. Ketika akan memasuki sekolah dasar, ia sempat tidak diperhitungkan oleh pihak sekolah lantaran berasal dari keluarga kurang mampu. Meski sempat ditolak, semangat belajarnya tetap meluap hingga ia mampu

menyelesaikan pendidikan SD hanya dalam waktu 4 tahun. Hal ini berkat kepandaian hingga mampu menguasai semua mata pelajaran dengan baik. Kepala sekolahnya pun mengizinkannya mengikuti ujian nasional di kelas 4 SD. Orang tuanya berprofesi sebagai petani dengan penghasilan dibawah rata-rata. Penghasilan yang minim ini menjadi satu kerikil yang menghalangi langkahnya melanjutkan pendidikan. Bahkan waktu kecil ia sering melihat ibunya mena­ ngis lantaran tak menemukan sesuatu untuk dimasak. Keadaan yang serba sulit itu tak menyurutkan semangat belajarnya Ia percaya hidup dalam kemiskinan justru akan mendapatkan kemuliaan. “Jangan terjebak dengan kemiskinan, karena Allah justru memuliakan kita,” jelasnya. Sebagai anak seorang petani, sejak kecil ia selalu membantu kedua orang tuanya berdagang dan menjemur hasil tani berupa padi, kopi, dan kedelai. Setelah lulus dari sekolah dasar, Ia melanjutkan pendidikannya ke SMP dan SMA di Pringsewu. Demi biaya sekolahnya, Suharno muda selalu membantu orang tuanya bertani.

Melalui seleksi perintis yang ia jalani, Suharno mampu melanjutkan kuliah di Universitas Gajah Mada. Ia terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Fisika. Kondisi ekonomi yang tak kunjung mambaik membuatnya harus memutar otak mencari tambahan biaya kuliah. Bermodal kiriman buah pisang dari orangtuanya, ia berinisiatif menjual pisang-pisang tersebut kepada pedagamg buah di sekitaran Pasar Gede. Aktivitas itu ia lakoni hingga mendapat gelar sarjana. Jenjang karirnya kian terbuka setelah lulus S1. Ia pernah bekerja sebagai junior engineering di salah satu perusahaan tambang. Tak bertahan lama, ia memutuskan beralih menjadi marketing. Ia juga pernah menjadi dosen Geofisika di Universitas Trisakti. Suharso mengaku sering berpindah-pindah pekerjaan karena belum menemukan kenyamanan. Orientasi bekerjanya bukanlah sekadar mencari materi, tetapi kesenangan dan kenyamanan. Pelabuhan terakhirnya jatuh pada Unila sejak 1987. Prof. Suharno bertahan sebagai dosen karena menemukan kenyamanan saat mengajar mahasiswa. Pe­ ngabdiannya selama 27 tahun

Foto Kurnia Mahardika

Disiplin dan Menghargai Waktu

membuahkan penghargaan dari Presiden Megawati dan SBY. Semangat juang menempuh pendidikan semakin terlihat sejak ia mendapat beasiswa S2 dari Dikti untuk Jurusan Gunung Api di Universitas Gajah Mada. Usai mendapat gelar magister, ia melanjutkan gelar doktor di Auckland University, New Zewland. Aktivitas berjualan yang pernah ia lakukan saat menempuh S1 juga enggan ia tinggalkan. Bungsu dari 7 bersaudara ini tak merasa malu berdagang di negeri orang. Waktu luang lelaki parubaya kerap dihabiskan untuk menyiapkan materi perkuliahan. Ketertarikannya pada geofisika karena ilmu yang berhubungan dengan bumi itu mudah dipelajari dan dekat dengan lapangan. Ketertarikan itu juga membuatnya menda­lami ilmu geofisika secara utuh. Kedisiplinannya soal waktu ia nilai sangat penting. Menurutnya, waktu yang tidak dapat terulang harus dimanfaatkan dengan baik. Itulah yang menjadi alasan baginya untuk memanfaatkan waktu semaksimal mungkin. “Kalau bagi orang Cina, waktu adalah uang, . Tapi kalau bagi saya waktu tidak akan terulang,” tambahnya.=


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.