6
Reportase Khusus
No. 125 Tahun XII Trimingguan Edisi 30 November-20 Desember 2012
Oleh Faris Yursanto, Vina Oktavia
yang tergantung pun hanya dua senti meter. Keluarga Echa menduga korban dibunuh terlebih dahulu baru kemudian digantung. Atas dasar itulah dokter menyimpulkan bahwa Echa meniggal karena dibunuh bukan bunuh diri.
Genta adik korban, Echa, sedang berziarah. saat ini jenazah Echa sedang diotopsi di Jakarta sejak (2/11). Foto dibidik Minggu (2/12)
M
a, kok iyai bunuh diri,” ucap Saura Najwa Athoya Yasin, siswa kelas empat SD itu ketakutan. Tini yang masih menggunakan helm hanya sempat bertanya “kenapa?”. Karena bingung mendengar ucapan si bungsu ia pun langsung ingin menemui anak sulungnya. Kaget bukan kepalang saat Tini melihat Gema Esyanda Puja PY sudah tergantung. Ia langsung menjerit minta tolong dan mengangkat tubuh anaknya ke atas berharap anaknya bisa bernafas. Tak lama keponakannya Eriko yang rumahnya bersebelahan dengan Tini datang. Eriko langsung menjerit saat melihat keadaan sepupu perempuannya. Ia kemudian membantu Tini melepaskan tali yang menjerat leher Echa-sapaan akrab Gema Esyanda. Karena ikatan yang terlalu kencang, akhirnya Tini menyuruh Eriko untuk mengambil pisau agar selendang yang menjerat leher Echa dapat dilepas. Tak lama Mahasiswa Matematika 2009 itu dibawa ke rumah sakit Bhayangkara. Di rumah sakit, jenazah Echa diperiksa oleh dokter. Hasil pemeriksaan menyatakan kejadian kematian Echa bukan pukul 21.15 seperti saat ditemukan. Namun, Echa telah meninggal sejak pukul 20.00. Sebelum dikuburkan Ayah Echa, Syahrodi Yasin telah melapor ke Polsek Kedaton. Tak Ada Firasat Apapun “Air mata masih sering jatuh kalau diingat-ingat. Sampai sakit gini karena kesedihannya tertumpuk,” ungkap Tini dengan mata berkacakaca saat ditemui di ruang Delima 119, Rumah Sakit Urip Sumoharjo (20/11). Tini sudah empat hari dirawat sejak 16 November 2012 karena gangguan fungsi hati
Foto Faris Yursanto
16 Juni 2012, sama sekali tak ada firasat jika buah hatinya akan tewas mengenaskan. Yang ia tahu Echa memang akan pergi tapi bukan untuk selamanya tapi untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) esok harinya. “Malam itu saya mengajak Echa yang ke rumah kakak saya yang sedang sakit di Kedaton,” ujar Tini mengenang. Namun, ajakan Ibunya Echa tolak. “gak mah, iyai (red.kakak) di rumah aja,” jawab Echa saat itu. Menurut Tini, malam itu Echa memang terlihat sedih. Karena baru saja putus dengan Randy. Alasannya ibu tiri Randy tak menyetujui hubungan mereka yang sudah terjalin dua tahun. Namun, masalah itu tak membuat Tini menaruh firasat apapun. Kejanggalan Mulai Terlihat “Orang sesupel Echa, yang aktif dan punya keinginan yang Echa tak kan mungkin mengakhiri hidupnya dengan cara begitu,” lanjut Tini dengan menggebu-gebu meski jarum infus masih tertusuk di tangan kirinya. Dokter yang memerika menilai kalau seseorang yang bunuh diri akan ada ciri fisik tertentu yang menunjukkan bahwa Echa bunuh diri antara lain mata yang terbelalak, lidah yang terjulur, keluar kotoran dari kemaluannya namun hal itu tidak ditemukan ciri-ciri seperti itu di tubuh Echa. Tini menemukan Echa dengan posisi kepala tertunduk, mata terkatup, dan tak ada kotoran apapun yang keluar dari kemaluannya. Di leher Echa, terlihat bekas jeratan di sebelah kanan dan kiri. Selain itu beberapa bagian tubuh seperti punggung, paha, dan tulang kering kaki kanannya terlihat lebam. Jarak antara lantai dan tubuh Echa
Pacar Echa Menghilang Keluarga Echa juga menduga pembunuhnya adalah orang dekat. Dugaan ini muncul karena malam saat hendak masuk rumah di malam kejadian, Tini menemukan posisi batu tempat biasa Tini dan keluarganya menaruh kunci rumah saat berpergian sudah bergeser sekitar 10 cm. Yang tahu tempat persembunyian kunci tersebut hanya anggota keluarga dan pacar Echa. Kejanggalan lainnya adalah hilangnya handphone milik Echa saat kejadian. Kecurigaan keluarga juga di dukung oleh keterangan beberapa saksi. Hipni, salah satu karyawan rumah makan Bengawan yang tak jauh dari tempat kejadian melihat mobil sedan silver parkir di depan rumah Echa. Menurut kesaksian Hipni kepada keluarga dan polisi, malam kejadian pukul 20.30 WIB posisi mobil tersebut sudah
mengarah luar dan siap untuk jalan. Mesin mobil juga sudah dihidupkan dan lampunya menyala. Selain itu, Hipni juga melihat ada tiga orang berada disekitar mobil. Seorang yang berbadan agak kecil dan mengenakan pakaian berwarna kuning dengan motif bergaris hitam di bagian dada berjalan mengintip ke
arah rumah Echa. Seorang lagi yang bertubuh agak besar terlihat berjalan mengelilingi pinggir rumah sampai ke teras pintu masuk. Sementara orang ketiga, berada di belakang kemudi. Hipni sempat tak memperhatikan lagi karena harus membereskan piring kotor bekas pelanggan. Namun, saat ia melihat ke arah rumah untuk kedua kalinya, mobil sedan silver dan tiga orang tak dikenal itu sudah tidak ada lagi. Keluarga Echa mengarahkan kecurig aannya kepada Randy dan ibu tiri Randy. Dugaan ini karena Echa sering bercerita sedang ada masalah dengan keduanya. Menurut Tini, Randy yang saat malam kejadian diberi kabar via telepon, tak berkata apapun. Diseberang telepon hanya diam. “Ya seharusnya waktu dikabari pacarnya meninggal kaget lah seenggaknya, atau bertanya ada apa? Kenapa,” cerita Tini yang terlihat begitu kesal. Tini heran dengan sikap Randy yang hanya diam saja, seperti sudah mengetahui bahwa Echa memang sudah meninggal. Tini sempat bertemu Randy di rumah makan Garuda, Bandarlampung pada tanggal 23 Juli 2012. Tini meminta Randy bersumpah diatas Alquran dan membaca syahadat. Namun, menurut Tini saat itu Randy hanya membolak-balikkan Alquran seperti terlihat orang takut dan panik. Tini lalu meminta Randy menceritakan apa yang diketahuinya mengenai Echa. “Saat itu randy hanya bilang gak tau apa-apa,” ujar Tini melanjutkan ceritanya. Randy juga mengatakan sudah ada panggilan dari Polsek Rajabasa untuk tanggal 25 Juli 2012 dan Randy berjanji akan memberi keterangan kepada kepolisian. Kejanggalan-kejanggalan tersebut membuat keluarga makin yakin Echa tak bunuh diri. Keluarga menduga Randy dan ibu tirinya berada dibalik layar kasus meninggalnya Echa. “Ya, memang saat kejadian Randy tak berada di Lampung. Tapi mungkin mereka menyuruh pembunuh bayaran untuk menghabisi nyawa anak saya, tapi entah motifnya apa,” tutur Tini curiga. Apalagi setelah pertemuan itu, Randy dan ibu tirinya hilang jejak. Beberapa kali didatangi rumahnya kosong.
Polisi Paksa Tanda Tangani Surat Tak Mau Otopsi Mendengar hal itu ayah Echa langsung menghubungi pihak kepolisian agar dapat diproses lebih lanjut. Polisipun langsung datang untuk melakukan olah TKP pada malam itu. Jenazah Echa lalu dipulangkan kembali ke rumah. Sekitar pukul 01.00 Brigpol Andy Saputra, S.H dari Polsek Kedaton datang ke rumah Echa dan memaksa Ayah Echa menandatangani surat persetujuan agar jenazah Echa tidak diotopsi. Tapi ayah Echa menolak untuk menandatangani surat itu, karena takut akan terjadi sesuatu yang buruk apabila menandatangani surat itu. Dalam keadaan bingung keluarga Echa akhirnya memutuskan untuk menguburkan jenazah Echa keesokan harinya. Polisi Lamban Menangani Keluarga korban sebenarnya melapor ke Polsek Rajabasa sejak tanggal 16 juni 2012. Namun polisi baru meminta keterangan setelah satu minggu lebih setelah kejadian. Saat diperiksa, keluarga sudah memberitahukan orang-orang yang dicurigai sebagai dalang dari pembunuhan Echa. Dan ternyata saksi Randy dan ibu tirinya baru dipanggil pada tanggal 25 Juli 2012. Tepat saat acara Ta’ziah 40 hari meninggalnya Echa. Polisi diwakili Brigpol Andy Saputra, S.H sebagai penyidik kasus kembali ke rumah Tini. Andy lalu menjelaskan bahwa pihak penyidik sudah memanggil orang-orang yang dicurigai, namun belum bisa menyimpulkan keterlibatannya pada kasus Echa. Kekecewaan keluarga juga makin memuncak karena setelah kunjungan itu tak ada penyidikan lebih lanjut. Menurut Tini, Randy dan ibu tirinya hanya dimintai keterangan sekali saja. Tini lalu berinisiatif mengirimkan surat kepada Kapolres Bandarlampung, Kapolda Bandarlampung, Kapolri DI Jakarta, Kabareskim Mabes Polri Jakarta, dan Kadiv Propam Mabes Polri Jakarta. Isi surat adalah kronologis kejadian dan permintaan kasus ini ditangani oleh Polresta Bandarlampung. Langkah Tini tak berakhir sampai disitu. Pada 27 Agustus 2012, Tini mendatangi Polresta Bandarlampung ke bagian Humas dan menanyakan perihal surat yang sudah ia kirim. Staf