Majalah Teknokra Edisi 216 Desember 2015

Page 57

Sejarah

K

ala itu, ketika Belanda semakin maju akibat kekayaan yang melimpah dari hasil menjajah Indonesia selama 350 tahun, Indonesia mengalami kemiskinan dan kemerosotan tingkat hidup yang sangat parah. Kepincangan tersebut menggerakkan sekelompok cendikiawan dan pemuka masyarakat Belanda untuk mendirikan gerakan yang bertujuan mendorong pemerintah Belanda untuk mengembalikan atau membayar utang budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pada tahun 1899, seorang revolusionis kolonial Conrad Theodore van Deventer menulis artikel dalam majalah De Gids, berjudul Een Eereschuld (Utang Kehormatan). Tulisannya itu berisi angka-angka konkret yang menjelaskan kepada masyarakat Belanda, bagaimana mereka menjadi negara yang makmur dan maju merupakan hasil dari kolonialisasi yang berasal dari daerah jajahannya, Indonesia. Lewat tulisannya, Deventer menganjurkan pemerintah Belanda untuk mengembalikan sebagian dari keuntungan yang diperoleh dari Indonesia. Caranya dengan menggunakan sisa anggaran belanja negara sejak tahun 1876 sebesar 176 juta Golden untuk membiayai pembangunan di Indonesia. Pada tahun 1900, pemikiran politik Deventer yang kini dikenal dengan Trilogi van Deventer itu mulai diterapkan pemerintahan Hindia-Belanda (Indonesia), tiga cara tersebut yaitu irigasi, edukasi, dan migrasi. Pemerintah HindiaBelanda pun melakukan pemindahan rakyat Jawa untuk keluar Pulau Jawa.

Bola besi empat rantai atau bola peluru dulu digunakan sebagai alat bantu pembukaan lahan untuk persiapan pemukiman transmigrasi di Provinsi Lampung pada tahun 1954 - 1964.

1905 menjadi tahun pertama pemindahan, kolonial atau sebutan transmigran di zaman kolonialisasi Belanda pertama dikirim ke Provinsi Lampung. Melalui pelbagai persiapan, pemindahan pertama berlangsung pada bulan November. Ada 155 kepala keluarga (KK) dari Desa Bagelen, Karesidenan Kedu, Jawa Tengah yang dikirim ke provinsi paling selatan di Pulau Sumatera itu. Program migrasi yang awalnya bertujuan menyejahterakan rakyat pribumi lewat pembukaan lahan mulai mengalami penyimpangan. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap, para imigran dijadikan kuli kontrak. Migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di lahan-lahan milik Belanda. Maka tak jarang banyak imigran yang melarikan diri. Pemerintah Belanda pun

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor. Kondisi tersebut membuat beberapa rakyat pribumi memberontak dan menyuarakan bahwa politik etis telah gagal dalam pelaksanaannya. Lambat laun proses migrasi semakin membaik, berkat metode selekasi yang semakin baik, serta lokasi pemukiman yang jelas, jumlah penduduk yang bermigrasi terus meningkat. Pada tahun 1930, jumlah imigran dari jawa mencapai tiga ribu jiwa. Namun, baru pada tahun 1950, masalah kependudukan baru diusahakan pemecahannya setelah pengakuan kedaulatan rakyat Indonesia. Untuk pertama kalinya, Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengirimkan 23 KK ke Desa

| 57


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Majalah Teknokra Edisi 216 Desember 2015 by UKPM TEKNOKRA - Issuu