rch. Dipl. Ing., Cosmas Damianus Gozali, IAI terpanggil untuk menjadi seorang arsitek saat dirinya masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar. Kala itu belum banyak bangunan pusat perbelanjaan yang menindas tanah Jakarta. Namun hal itu tidak membatasi rekreasi dalam kota yang kerap dilakukan bersama sang ayah setiap akhir minggu. Dengan mengendarai mobil—yang saat itu, tentu saja belum bisa disebut vintage— mereka mengitari kawasan di ibu kota. Di sepanjang jalan itulah, deretan rumah tua memikat hati Cosmas kecil. “Mereka seolah-olah memanggil saya setiap kali saya melewati jalan itu,” kenangnya. Sempat mempertimbangkan cabang ilmu Teknik Sipil, Cosmas akhirnya memutuskan untuk mengambil jurusan Arsitektur. Meski memperoleh tentangan dari orangtua, tekadnya tetap utuh. Ia kemudian terbang ke
A
Austria untuk menempuh pendidikan di Vienna University of Technology. Tanpa dukungan finansial, baik dari orangtua maupun pemerintah, ia berhasil menyelesaikan kuliahnya pada 1992. Ilmu yang diraih dari universitas, ditambah dengan pengalaman bekerja sembari menjalankan kuliah, dijadikan bahan bakar bagi bakat keusahawanannya. Ia pun kembali ke tanah air dan akhirnya mendirikan Atelier Cosmas Gozali pada 2005. Perusahaan ini merupakan awal dari perwujudan aspirasi sang arsitek prinsipal, yaitu kembali ke Indonesia untuk membangun negeri. Arsitek yang semasa kuliah menjalankan tiga pekerjaan sambilan sekaligus ini memang senantiasa memupuk rasa nasionalisme. Semangat kebangsaan ini tertuang ke dalam bangunan-bangunan rancangannya yang bergaya kontemporer, bahkan futuristik, namun digerakkan oleh jiwa keindonesiaan. “Karya-karya saya
mengandung banyak unsur lokalitas yang diekspresikan dalam bahasa modern,” ujarnya. Bicara tentang gaya modern dan futuristik, kedua karakter ini memang sangat kentara dalam karya-karya Cosmas Gozali. Salah satunya melekat pada desain bangunan KCN-KBN Office yang terletak di Marunda, Jakarta Utara. Kolaborasi antara bentuk atap yang jauh dari kesan konvensional dan komposisi façade yang unik merefleksikan sebuah proses desain yang eksploratif dan kalkulasi yang akurat. Tahun 2009 proyek ini dinominasikan dalam Skala+ Contemporary Design Magazine dan Skala+ Annual Award for Urban House. Selain itu, ada juga Ganesha House di Ubud, Bali, yang meraih IAI Award Winning Team pada 2002. Proyek renovasi ini sekilas tampak dikemas dengan gaya minimalis. Namun di balik itu, tata letak rumah ini berkiblat kepada sistem penataan kompleks perumahan tradisional Bali. Karya Cosmas lainnya yang turut mendapat pengakuan adalah Swiss Ambassador Residence di Menteng, Jakarta Pusat. Hunian yang dianugerahi Building Heritage Award tahun 2011 ini dihiasi dengan sentuhan gaya Art Deco dan simbol-simbol negara Swiss yang berintegrasi dengan nafas arsitektur nusantara. Arsitek yang sempat menetap di Kota Padang tempat kelahiran ayahnya ini selalu ingin kembali ke kota itu untuk menghadirkan udara baru. Hasrat ini lantas terwujud melalui proyek Aston Central Promenade Padang yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan. Sentuhan tangan Cosmas terasa dari bentuk bangunan yang berasaskan budaya tradisional Padang, dengan corak futuristik yang dikedepankan tanpa malu-malu. Seperti pada desain façade yang diadaptasi dari atap Rumah Gadang dan strukturnya yang antigempa, dilengkapi dengan bagian atap yang bentuknya laksana seekor kabau (banteng) dalam balutan baju zirah berteknologi mutakhir. Dalam menekuni bidang ini, Cosmas mengemukakan bahwa seorang arsitek harus selalu membagi ilmunya, mendengarkan sudut pandang orang lain, dan mengarahkan pikirannya ke masa depan. “Saya