Bulaksumur Pos - Edisi Ulang Tahun ke-16

Page 4

Masihkah Mahasiswa Oleh: Aify Zulfa, Bening Anisa AW/ Hafidz Wahyu

Kebebasasan berpendapat menjadi hal yang vital sejak masa reformasi dan ditegaknya sistem demokrasi. Namun, pada praktiknya, masih terdapat banyak sekat yang membatasi ruang gerak dalam berpendapat.

M

asih segar dalam ingatan, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (2/5) lalu, UGM digemparkan dengan sebuah aksi bertajuk ‘Pesta Rakyat’. Terlepas dari beragam tuntutan yang disampaikan, aksi ini merupakan salah satu bentuk ungkapan ekspresi dari mahasiswa kepada pihak rektorat. Namun, sudahkah UGM menjamin keamanan dan kenyamanan setiap mahasiswanya dalam berekspresi? Masihkah ada kebebasan berekspresi bagi mahasiswa? Kebebasasan berpendapat menjadi hal yang vital sejak masa reformasi dan ditegaknya sistem demokrasi. Namun, dalam praktiknya, masih terdapat banyak sekat yang membatasi ruang gerak dalam berpendapat. Masih segar dalam ingatan, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (2/5) lalu, UGM digemparkan dengan sebuah aksi bertajuk ‘Pesta Rakyat’. Terlepas dari beragam tuntutan yang disampaikan, aksi ini merupakan salah satu bentuk ungkapan ekspresi dari mahasiswa kepada pihak rektorat. Namun, sudahkah UGM menjamin keamanan dan kenyamanan setiap mahasiswanya dalam berekspresi?

Dr Erwan Agus Purwanto selaku Dekan FISIPOL mengatakan, bahwa FISIPOL tidak pernah melarang mahasiswanya untuk berekspresi. Bahkan, FISIPOL selalu mendukung dan mewadahi mahasiswa yang ingin berekspresi untuk mengkritisi suatu hal. “Kalau di FISIPOL kritik yang dilakukan mahasiswa kebanyakan kritik ke luar karena FISIPOL ini demokrasi. Justru karena banyak kegiatan setiap pengambilan keputusan selalu melibatkan mahasiswa,” jelasnya. “Jadi, jangan pernah takut untuk berpendapat dan berekspresi selama itu terkait dengan perjuangan hak orang-orang tertindas,” sambung Erwan. Lain halnya dengan Sekolah Vokasi (SV). Pasca “Pesta Rakyat”, digelar diskusi antara Direktur SV UGM dan beberapa staf SV, terkait pengunduran diri Wikan Sakarinto dari jabatannya sebagai Wakil Direktur Kemahasiswaan dan Akademik SV. Wikan kecewa terhadap mahasiswa yang berpartisipasi dalam aksi. Pada kesempatan tersebut Ir Hotma Prawoto, Direktur SV, turut menyayangkan sikap mahasiswa yang ia rasa tidak patuh terhadap pimpinan SV. “Karena kepatuhan itu bukan manut, tetapi menunjukan bahwa kita akan membawa kemartabatan yang lebih tinggi,” tuturnya. Hotma kecewa dengan persoalan corat - coret spanduk yang dirasa tidak pantas. Ia juga menganggap bahwa aksi yang melibatkan mahasiswa vokasi tersebut dilakukan tanpa ijin.

Jaminan keamanan akademis Mengenai kondisi kebebasan berekspresi di UGM, selain aksi 2 Mei, kita bisa berkaca pada insiden 17 Desember 2014 silam. Terjadi pembubaran forum Hakikat kebebasan berpendapat diskusi setelah pemutaran film ‘Senyap’ di lingkungan Menurut Galang Putra Persada selaku Menteri FISIPOL oleh ormas keagamaan. Pembubaran Advokasi SV, terdapat dua hal yang perlu dilakukan dengan alasan khawatir dipahami dalam konteks kebebasan film ini bisa menjadi penyebar berpendapat. “Pertama bebas dalam paham komunis. Rani Eva Dewi artian manusia punya hak dalam (Komunikasi’11) selaku Pemimpin menyampaikan suatu pendapat, tanpa Umum LPM Sintesa saat terjadi ada tekanan dan paksaan dari orang lain. insiden tersebut menjelaskan bahwa Yang kedua adalah dalam kebebasannya pemutaran film diadakan untuk berpendapat, manusia punya beban berdiskusi membahas masalah sosial untuk mempertanggungjawabkan semua dalam film. Rani sangat menyayangkan pendapatnya,” tutur Galang. tanggapan pihak fakultas karena Meski demikian, pada praktiknya, kurangnya kebebasan mimbar kebebasan berpendapat kerap dicederai, akademik yang berlokasi di kampus. bahkan dalam lingkungan kampus. Hal “Saat peristiwa tersebut pihak fakultas ini diungkapkan oleh Sandy Saddema terkesan mencari aman dan mitigasi - Sandy Saddema (Peternakan’14). “Contoh simpel saja risiko,” tutur Rani. (Ketua Forum Advokasi UGM) mahasiswa mencoba berdiskusi dengan Insiden tersebut menjadi sejarah pemimpinnya malah disalahkan, menulis pertama UGM membuat press release di timeline sosial media diberi ‘surat yang mengecam aksi intoleran yang cinta’, melakukan demonstrasi dikatakan simulasi, dan menciderai kebebasan berpendapat di mimbar akademik UGM. sebagainya,” ungkap Ketua Forum Advokasi UGM ini. Erwan menanggapi bahwa saat itu ia dan beberapa rekan dan bertemu dengan rektor untuk membuat kebijakan mengenai Pro dan kontra kebebasan di mimbar akademik. “Kami berbicara begitu Aksi mahasiswa yang pada 2 Mei lalu mengundang pro dan sudah seharusnya UGM mengambil sikap, UGM dilindungi dan kontra dari berbagai kalangan civitas akademika UGM. dengan UU kebebasan akademik,” pungkasnya.

... Menulis timeline di media sosial malah diberi ‘surat tinta’”

Pos | Edisi Khusus Ulang Tahun ke-16 4| Bulaksumur bulaksumurugm.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.