Jurnal Sedane 2011

Page 70

62

|

sekedar ikutan saja, tapi memimpin aksi pengambilalihan dan selanjutnya pengawasan stasiun dan kantor operasional pusat kereta api seluruh pulau Jawa – yang memang saat itu berada di Kota Bandung. Langkah tindakan berani buruh kereta api ini selanjutnya diikuti oleh beberapa buruh lainnya dalam mengambil alih alat-alat produksi utama dari tangan militer Jepang: buruh perkebunan gula mengambil alih kantor dan areal perkebunan gula, buruh minyak mengambil alih kantor-kantor pertambangan minyak. Seketika pula semua alat-alat produksi yang sudah direbut oleh para buruh itu, dideklarasikan sebagai “Milik Republik Indonesia” – sebagai bukti perjuangan keberpihakan para buruh pada Republik yang usianya baru beberapa bulan saja. Para buruh selanjutnya mengatur dan mengawasi jalannya alat-alat produksi itu. Buruh kereta api sebagai pelopor utama, berdasarkan lokalitas stasiun tempat mereka bekerja, usai pengambilalihan, langsung mengadakan pertemuan umum. Adam Malik, yang pada masa itu “cuman” seorang pemuda pejuang yang menjadi saksi mata satu pertemuan umum di stasiun Jakartakota, dengan sangat menarik mencatat bahwa pertemuan itu memutuskan beberapa orang buruh sebagai pemimpin di antara para buruh lainnya (disebut sebagai “Dewan Pimpinan”), dan uniknya kemudian, diadakan pengambilan sumpah di hadapan publik.14 Susunan yang terbentuk adalah model kepemimpinan primus-inter-pares. Di bawah kepemimpinan di antara sesama buruh, para buruh kereta api ini, buruh-buruh pribumi yang selama itu dianggap rendah dan tak punya dispilin, ternyata mampu mengoperasikan dan mengoordinasikan jalannya sistem transportasi modern. Semua dilakukan buruh kereta api tanpa komando ataupun di bawah instruksi opsir Belanda seperti masa penjajahan dulu. Dan, ini menjadi bukti kemandirian mereka sebagai bangsa yang merdeka dan sebagai kelas buruh yang progresif. Rasa kebangsaan dan solidaritas kerja memang tumbuh bersamaan. Selama bulan-bulan awal kemerdekaan itu, para buruh kereta api dengan tanpa imbalan gaji tetap, mampu mengerjakan pekerjaannya sebagai bentuk pelayanan pada masyarakat dan juga, perjuangan bagi Republik. Pengiriman tentara, pengangkutan bantuan beras, penyediaan transportasi bagi presiden dan wakilnya: semua dikerjakan oleh buruh kereta api. Dan, buruh kereta api sadar akan peran vital mereka. Setiap stasiun, kantor atau bengkel kereta api mempunyai dewan pimpinan masing-masing sebagai tempat para buruh kereta api mengatur kerja mereka. Kantor Pusat Bandung, tempat Moenadi bekerja dan menjadi pemimpin organisasinya, Adam Malik, Riwajat Proklamasi 17 Agustus 1945 (Jakarta; Widjaja, 1950), hal. 71

14

Jurnal Kajian Perburuhan SEDANE Vol. 11 No. 1 2011


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.