Aplikasi Ekstrak Temu Lawak Pada Ikan Kakap Merah

Page 1

APLIKASI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb ) PADA PAKAN : STUDI KOMPARASI MUTU PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN Lutjanus johni DAN Lutjanus Argentimaculatus.

MAKALAH Oleh : ROMI NOVRIADI (PHPI Pelaksana Lanjutan) HARYONO (Perekayasa) SAIPUL BAHRI (Pengawas Budidaya) AHMAD DARMAWAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM 2010


APLIKASI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb ) PADA PAKAN : STUDI KOMPARASI MUTU PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN Lutjanus johni DAN Lutjanus Argentimaculatus. Romi Novriadi*, Haryono, Saipul Bahri, Ahmad Darmawan Balai Budidaya Laut Batam Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422 E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id Abstrak Kakap merah merupakan jenis ikan demersal ekonomis penting yang cukup banyak tertangkap di perairan Indonesia. Beberapa diantaranya telah berhasil dikembangkan dan dibudidayakan,yakni :Lutjanus johni dan Lutjanus Argentimaculatus. Untuk mendukung optimalisasi sintasan dari suatu populasi maka selain faktor kepadatan, mutu pakan menjadi salah satu faktor yang cukup penting untuk diperhatikan. Pakan ikan selain mengandung zat gizi yang cukup sebagai sumber energi dan mengatur berbagai proses metabolisme dalam tubuh juga diharapkan memiliki beberapa zat aktif yang dapat berfungsi memberikan kekebalan terhadap berbagai serangan penyakit. Khususnya penyakit bakterial. Oleh karena itu pada perekayasaan ini digunakan Ekstrak temulawak yang mengandung berbagai Komponen utama seperti zat ” kurkumin” , protein ,pati, serta zat – zat minyak atsiri Perekayasaan ini menggunakan dua komoditas Kakap Merah, Lutjanus johni dan Lutjanus argentimaculatus dengan bobot awal 50 ± 0,5 gr dan menggunakan metode perbandingan. Pemeliharaan dilakukan di KJA menggunakan jarring 3 x 3 m, dimana Jaring A adalah Lutjanus johni + ekstrak temulawak, Jaring B : Lutjanus johni kontrol, Jaring C adalah Lutjanus Argentimaculatus + ekstrak temulawak, Jaring D : Lutjanus Argentimaculatus kontrol, dengan padat tebar masing-masing 1000 ekor dan dipelihara selama 8 minggu. Pengukuran panjang dan berat serta kualitas air dilakukan setiap minggu sementara pengamatan tingkat kematian dilakukan setiap hari. Pemberian pakan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari secara ad libhitum. Laju pertumbuhan yang diperoleh pada akhir pengamatan, untuk jaring A adalah 0,15, Jaring B : 0,135, Jaring C : 1,4 dan Jaring D : 1,27, Tingkat kelulushidupan secara berurutan adalah : 87,2%, 79,3%, 88,9% dan 81,2%. Hasil analisa daraht juga menunjukkan adanya kecenderungan pertambahan immunitas yang lebih baik pada ikan yang diberikan ekstrak temu lawak. Analisa kualitas air selama pemeliharaan menunjukkan kisaran yang optimal untuk mendukung kegiatan budidaya. Kata kunci : Ekstrak Temulawak, Laju pertumbuhan, Kelulushidupan, Kakap merah


APPLICATION OF CURCUMA (Curcuma xanthorrhiza Roxb) EXTRACT ON THE FOOD: COMPARATIVE STUDY OF FOOD QUALITY ON Lutjanus johni AND Lutjanus argentimaculatus GROWTH Romi Novriadi*, Haryono, Saipul Bahri, Ahmad Darmawan Balai Budidaya Laut Batam Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422 E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id Abstract Red snapper is an economically important demersal fish species are pretty much caught in Indonesian waters. Some of them have been successfully developed and cultured, namely: Lutjanus johni and Lutjanus argentimaculatus. To support the survival rate of a population beside density, quality of feed is one factor that was important enough to be noticed. Besides fish feed contains sufficient nutrients as an energy source and regulate various metabolic processes in the body are also expected to have several active substances that can function is to provide immunity against various diseases attack. Particularly bacterial diseases. Therefore, in the engineering of ginger extract is used containing a variety of key components such as substance "curcumin", protein, starch, and the substance - the essential oil This research uses two commodity of Red Snapper, there are : Lutjanus johni and Lutjanus argentimaculatus with initial weight 50 ¹ 0.5 g and using the comparison method. Maintenance performed in 3 x 3 m net cage, where A is the Lutjanus johni + Curcuma extracts, Nets B: Lutjanus johni control, Nets C is Lutjanus argentimaculatus + Curcuma extracts, Nets D: Lutjanus argentimaculatus control, by stocking each 1000 fish and fed for 8 weeks. Length and weight measurement and water quality observations performed every week while the death rate is done every day. The food is made in the morning, afternoon and evening on an ad libhitum. Growth rate obtained at the end of the observation, for net of A is 20,15, B : 0,135,: 1,4 and Net D : 1,27, the survival rates were respectively: 87,2%, 79,3%, 88,9% and 81,2%. Blood analysis results also showed a tendency accretion better immunity in fish given the Curcuma extracts. Analysis of water quality during maintenance indicates that the optimal range to support farming activities.

Keywords: Curcuma extracts, Growth rate, Survival rate, Red Snapper


BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Produksi dari perikanan budidaya sendiri secara keseluruhan diproyeksikan meningkat dengan ratarata 4,9 % per tahun. Target tersebut antara lain didasarkan atas dasar potensi pengembangan daerah perikanan budidaya yang memungkinkan di wilayah Indonesia. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta didukung peluang pasar internasional yang masih terbuka luas, maka diharapkan sumbangan produksi perikanan budidaya semakin besar terhadap produksi nasional dan penerimaan devisa negara, keterkaitannya dalam penyerapan angkatan, serta peningkatan kesejahteraan petani/nelayan di Indonesia. Pada akhir tahun 2009, kontribusi dari produksi perikanan budidaya diharapkan dapat mencapai 5 juta ton dan ekspor sebesar US $ 6,75 milyar (Sukadi, 2004). Untuk mencapai target produksi sesuai dengan yang diharapkan, berbagai permasalahan menghambat upaya peningkatan produksi tersebut, antara lain kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat patogenik baik dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus. Permasalahan lainnya adalah degradasi mutu lingkungan budidaya yang semakin buruk, yang disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri maupun dari luar lingkungan budidaya. Timbulnya serangan wabah penyakit tersebut pada dasarnya sebagai akibat terjadinya gangguan keseimbangan dan interaksi antara ikan, lingkungan yang tidak menguntungkan ikan dan berkembangnya patogen penyebab penyakit. Kemungkinan lainnya adalah adanya atau masuknya agen penyakit ikan obligat yang ganas (virulen) meskipun kondisi lingkungannya relatif baik. Usaha pengendalian penyakit bakterial pada kegiatan budidaya ikan selama ini masih tertumpu pada penggunaan obat-obatan dan antibiotik. Penggunaan obat-obatan atau antibiotik mempunyai beberapa keuntungan, seperti manjur apabila tepat diagnosis dan dosisnya, mudah didapat dan efeknya lebih cepat teramati. Namun demikian, penggunaan obat-obatan atau antibiotik secara terus menerus akan menimbulkan masalah, yaitu timbulnya resistensi bakteri, adanya residu pada tubuh ikan, dan mencemari lingkungan yang akhirnya dapat membunuh organisme bukan sasaran (Wu, et al., 1981). Residu obat-obatan atau antibiotik pada daging ikan, dapat mempengaruhi ekspor perikanan ke negara-negara tujuan. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, perlu ada alternatif bahan obat yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan tumbuhan obat tradisional yang bersifat anti parasit, anti jamur, anti bakteri, dan anti viral. Beberapa keuntungan menggunakan tumbuhan obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya. Dan salah satu bahan herbal tersebut adalah Temulawak (Curcuma xanthorriza, Roxb).


Temulawak merupakan salah satu jenis tanaman obat yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia telah menentukan 9 tanaman unggulan salah satunya adalah temulawak. Menurut www.suara merdeka.com, edisi 24 November 2004, ekspor temulawak Indonesia tahun 2003 adalah sebesar 5.452 juta dollar AS dengan volume 9.149 ton. Pengembangan tanaman temulawak di Indone-sia sangat potensial karena produksi rimpang temulawak mengalami peningkatan sejak tahun 2001 - 2002 (BPS, 2003). Rimpang temulawak telah digu-nakan secara luas dalam rumah tangga dan industri. Penggunaan rimpang te-mulawak dalam bidang industri antara lain industri makanan, minuman, obat-obatan, tekstil dan kosmetik. Peningkatan penggunaan temulawak dalam industri obat-obatan memerlukan teknik pengolahan yang baik sehingga mutunya dapat meningkat. Mutu ekstrak dipenga-ruhi oleh teknik ekstraksi, kehalusan bahan, jenis pelarut, lama ekstraksi, kon-sentrasi pelarut, nisbah bahan dengan pe-larut, proses penguapan pelarut, pemur-nian dan pengeringan (Bombaderlli, 1991; Vijesekera, 1991). Kandungan kimia rimpang temu-lawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan, minuman mau-pun farmasi adalah pati, kurkuminoid dan minyak atsiri (Sidik et al., 1995). Fraksi pati merupakan komponen terbesar dalam rimpang temulawak. Pati berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan karena mengandung sedikit kur-kuminoid serta memiliki sifat mudah di-cerna sehingga dapat digunakan sebagai bahan campuran makanan bayi maupun untuk pengental sirup. Pencampuran pati temulawak dengan pati serelia dalam pembuatan roti dapat mengurangi sifat basi dari produk yang dihasilkan (Her-man dan Atih Suryati, 1985). Kurkuminoid merupakan kompo-nen yang dapat memberi warna kuning dan zat ini digunakan sebagai zat warna dalam industri pangan dan kosmetik. Fraksi kurkuminoid yang terdapat pada temulawak terdiri dari dua komponen, yaitu kurkumin dan desmetoksikurku-min. Menurut Sinambela (1985) kurku-min mempunyai sifat koleknesis yaitu dapat meningkatkan produksi dan sek-resi empedu. Selain pati dan kurkumino-id, temulawak juga mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan untuk peng-obatan, bumbu, kosmetik dan pewangi (Sidik et al., 1995). Untuk tujuan ekspor kadar minyak atsiri dalam temulawak minimal 5,00% (MMI, 1972). Rimpang temulawak dapat dimanfaatkan sebagai anti inflamasi, kola-goga, lipokolestero-lemik, anti bakteri, anti jamur, diuretik, anti tumor dan mengobati jerawat I.2 Tujuan Perekayasaan ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak temulawak yang diberikan melalui pakan terhadap peningkatan daya tahan tubuh ikan Kakap merah Lutjanus johnii dan Lutjanus argentimaculatus terhadap wabah penyakit, Khususnya penyakit bakterial. 2. Mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak temulawak untuk peningkatan sintasan, laju pertumbuhan dan sistem immunitas ikan kakap merah. 3. Mendapatkan informasi awal tentang tekhnik ekstraksi dan efektivitas pemberian ekstrak temulawak melalui pakan untuk dapat diterapkan oleh masyarakat pembudidaya.


BAB III METODOLOGI PERCOBAAN III.1 Waktu dan Tempat Perekayasaan dengan judul : Aplikasi ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza, Roxb) pada pakan : Studi Komparasi Mutu pakan dilaksanakan di Balai Budidaya Laut Batam, dimulai dari bulan Januari 2008 s/d Februari 2009. Perekayasaan diawali dengan pengamatan ekstrak temulawak terhadap Lutjanus johnii kemudian dilanjutkan kepada Lutjanus argentimaculatus. III.2 Alat dan bahan III.2.1Alat Alu dan lumpang Blender Ayakan 200 mesh Labconco Rotary evaporator Hot plate Erlenmeyer Beaker glass Gelas ukur Kamera Neraca digital

Sysmex Seri XT1800 L Tabung destilasi HACH DR 890 Kolorimeter HANNA C203 Ion spectrometer DO meter pH meter Hand Refraktometer Mistar Alat pemeliharaan ikan lengkap Wadah pakan/ember

III.2.2Bahan Temulawak Ethanol p.a Aquadest Telur Pakan ikan (pellet) Ikan uji Lutjanus johnii Ikan uji Lutjanus argentimaculatus Ammonia salycilate reagen Ammonia cyanurate reagen NitraVer reagen NitriVer reagen Free chlorine reagen PCA (Plate Count Agar)

pH Buffer 7.00 pH Buffer 4.00 pH Buffer 10.00 Posphat Low Range Free chlorine reagen for HANNA NaOH 0,1 N HCl 0,1 N KCl 0,2 N CH3COOH 0,5 N Nutrient agar TCBS H2SO4 4 N HNO3 4 N


III.2.3 Prosedur III.2.3.a Kerangka pikir Persiapan Alat dan Bahan

Uji Ekstrak pada ikan Di(+) kan melalui pakan Pelaksanaan Uji Ekstrak

Lutjanus johnii (2008)

Lutjanus Argen (2009)

Kontrol Johnii dan Argen

Analisa Laju pertumbuhan, Immunitas dan Sintasan

III.2.3.b Prosedur Ekstraksi Temulawak 1. Persiapan Bahan  Disiapkan rimpang temulawak sebanyak 1 Kg  Dicuci, kemudian ditiriskan dengan ketebalan 6 – 7 cm  Simplisia yang diperoleh kemudian dikeringkan hingga mudah patah.  Simplisia kemudian digiling, kemudian diayak hingga ukuran ± 60 mesh.  Serbuk temulawak yang dihasilkan siap untuk diekstraksi. 2. Proses Ekstraksi Serbuk Temulawak  Serbuk temulawak dimasukkan ke dalam tabung destilasi  Serbuk kemudian diekstraksi dengan menggunakan pelarut alkohol 70% selama 6 jam.  Destilat yang dihasilkan kemudian didiamkan selama 24 jam.  Destilat kemudian disaring.  Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan Rotary evaporator.  Filtrat pekat siap untuk diaplikasikan. 3. Persiapan ekstrak yang akan diberikan melalui pakan.  Disiapkan pakan sebanyak 1 Kg.  Pakan kemudian ditaburi dengan putih telur secara merata sebagai bahan pengikat.  Ekstrak kental temulawak segera disemprotkan secara merata ke pakan dengan dosis 5 %


4. Pemberian pakan kepada hewan uji  Pakan dengan ekstrak temulawak diberikan kepada hewan uji sebanyak 4% dari berat total badan per hari.  Frekuensi pakan yang diberikan adalah 2 – 3 kali sehari secara ad libitum atau sampai ikan tidak respon lagi terhadap pakan yang diberikan.  Sisa pakan harian ditimbang kemudian dicatat untuk mengetahui laju konsumsi pakan harian. 5. Pengukuran panjang dan berat hewan uji.  Sampel hewan uji yang akan diukur diambil secara random sebanyak 10%.  Pengukuran panjang dan berat dilakukan satu kali dalam dua minggu.  Hewan uji yang diambil terlebih dahulu dibius, kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca digital untuk mengetahui laju pertumbuhan berat ikan dan menggunakan mistar untuk mengetahui laju pertumbuhan panjang ikan.  Setelah pengukuran selesai ikan segera dimasukkan ke dalam jaring pemeliharaan untuk mencegah ikan mengalami stress selama masa pengukuran.  Jumlah kematian selama pemeliharaan juga dicatat untuk mengetahui tingkat Survival rate ikan uji selama masa pemeliharaan. 6. Pengukuran konsentrasi darah ikan untuk analisa immunitas ikan.  Darah ikan diuji setelah masa pemeliharaan selama 2 bulan dari rentang waktu 3 bulan perekayasaan.  Jumlah sampel yang diambil dari masing-masing perlakuan adalah sebanyak 5 ekor untuk diambil darahnya sebanyak minimal 2 cc.  Sampel darah ikan uji langsung dibawak ke RS. Awal Bross Batam untuk mendapatkan konsentrasi darah yang dihasilkan.


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil A. Ikan uji Lutjanus johnii A.1 Hasil Pengukuran Pertambahan panjang  Panjang awal rata-rata = 10,7 cm  Berat awal rata-rata = 23,4 gr  Dipelihara dalam KJA dengan ukuran 1 x 3 x1 m, mesh size ½ ” dengan kepadatan 1000 ekor Hasil Pengukuran panjang dan berat rata-rata Waktu sampling Pertumbuhan panjang L.johnii L.johnii perlakuan kontrol 10.7 10.7 12.3 12.1 15.8 15.2 17.6 16.9 19.3 18.4 21.3 20.2

7 Februari 2008 21 Februari 2008 5 Maret 2008 20 Maret 2008 3 April 2008 18 April 2008

Grafik Pertumbuhan Panjang

Pertumbuhan berat L.johnii L.johnii perlakuan kontrol 23.4 23.4 39.7 37.1 58.7 55.6 77.2 74.8 96.8 93.9 121.5 112.7

Grafik Pertambahan Berat

25

140 120

20 15 Ikan uji + ekstrak Ikan kontrol

10

Berat Ikan (gr)

Panjang (cm)

100 Ikan uji+ekstrak Ikan Kontrol

80 60 40

5

20 0

0 7 Februari

21 Februari

5 Maret

20 Maret

Tanggal Sampling

3 Ap

18 Ap

7 21 Februari Februari

5 Maret

20 Maret

Tanggal Sampling

3 Ap

18 Ap


A.2 Hasil Pengukuran Sintasan Hasil Pengukuran Sintasan Waktu sampling

Grafik Sintasan Selama masa pemeliharaan

L.johnii kontrol

07-02 21-02 05-03 20-03 03-04 18-04

L.johnii perlakuan 1000 941 923 908 884 872

SR

87,2 %

79,3 %

1200

1000

Jumlah Ikan

1000 963 901 881 848 793

800 Ikan + ekstrak

600

Ikan kontrol

400

200

0 7 Februari

21

5 Maret

20 Maret

3 Ap

18 Ap

Februari

Tanggal Sampling

A.3 Hasil Pengukuran Immunitas Ikan Lutjanus johnii No

Analisa Parameter darah

1

Haemoglobin (g/dl)

2

Leukosit (j/µ liter)

3

Sampel Ikan Ikan uji Kontrol 5,9

5,6

509,388

485,662

Hematokrit (j/µ liter)

30,9

28,9

4

Trombosit (j/µ liter)

277,189

219,789

5

Eritrosit (juta/µ liter)

1,81

1,78

A. Ikan uji Lutjanus argentimaculatus B.1 Hasil Pengukuran Pertambahan panjang  Panjang awal rata-rata = 8,8 cm  Berat awal rata-rata = 21,1 gr  Dipelihara dalam KJA dengan ukuran 1 x 3 x1 m, mesh size ½ ” dengan kepadatan 1000 ekor Hasil Pengukuran panjang dan berat rata-rata Waktu sampling

12 Agustus 26 Agustus 8 September 23 September 7 Oktober 24 Oktober

Pertumbuhan panjang L. argen L. argen perlakuan kontrol 8.8 8.8 10.9 10.5 13.8 13.1 16.5 15.9 18.9 17.6 21.4 20.2

Pertumbuhan berat L. argen L. argen perlakuan kontrol 21.1 21.1 39.6 38.9 53.4 52.1 72.5 70.1 93.4 87.5 115.8 99.4


Grafik Pertambahan Berat

Grafik Pertambahan Panjang 25

140

120

100

15 Ikan + Ekstrak Ikan kontrol 10

Berat Ikan (gr)

Panjang Ikan (cm)

20

80 Ikan + Ekstrak Ikan Kontrol 60

40

5

20

0

0 12 Agustus 26 Agustus

8-Sep

23-Sep

12 Agustus

7 Oktober 24 Oktober

26 Agustus

Tanggal Sampling

8-Sep

23-Sep 7 Oktober

24 Oktober

Tanggal Sampling

Grafik Sintasan Selama Masa Pemeliharaan 1200 1000

Jumlah Ikan

B.2 Hasil Pengukuran Sintasan Hasil Pengukuran Sintasan Waktu sampling L. argen L. argen perlakuan kontrol 07-02 1000 1000 21-02 953 934 05-03 937 902 20-03 919 873 03-04 901 854 18-04 889 812

800 Ikan + ekstrak Ikan Kontrol

600 400 200 0

SR

88,9 %

81,2 %

12 Agustus 26 Agustus

8-Sep

23-Sep

7 Oktober 24 Oktober

Tanggal Sampling

B.3 Hasil Pengukuran Immunitas Ikan Lutjanus argentimaculatus No

Analisa Parameter darah

1

Haemoglobin (g/dl)

2

Leukosit (j/µ liter)

3

Sampel Ikan Ikan uji Kontrol 6,3

6,1

502,250

491,342

Hematokrit (j/µ liter)

32,3

30,2

4

Trombosit (j/µ liter)

288,000

261.611

5

Eritrosit (juta/µ liter)

1,86

1,82

Sumber : Laboratorium Klinik Rumah Sakit Awal Bross Batam


Kualitas Air Pemeliharaan Lutjanus johnii No

1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

Parameter Kualitas Air pH Salinitas NO2 NO3 NH3 PO4 Oksigen terlarut Temperatur Total bakteri umum Vibrio

Baku Mutu 7 – 8,5 Alami 33-34 < 0,1 <1 <0,02 4–8

Satuan

‰ mg/L mg/L mg/L Mg/L mg/l

18-02

Tanggal sampling 17-03 07-04

21-04

7,89

7,85

7,92

7,92

30

30

31

31

0 0 0,02 0

0 0 0,03 0

0 0 0,01 0

0 0 0,03 0

5,3

5,5

5,5

5,4

28,9

28,7

29,1

28,9

0

2832±10 < 10000

c

CFU/ml

1,2 x 103

0,9 x 103

3,4 x 103

2,6 x 103

< 100

CFU/ml

120

80

135

150

Kualitas Air Pemeliharaan Lutjanus argentimaculatus No

1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

Parameter Kualitas Air pH Salinitas NO2 NO3 NH3 PO4 Oksigen terlarut Temperatur Total bakteri umum Vibrio

Baku Mutu 7 – 8,5 Alami 33-34 < 0,1 <1 <0,02 4–8

Satuan

‰ mg/L mg/L mg/L Mg/L mg/l

19-08

Tanggal sampling 15-09 29-09

06-10

8,02

8,05

8,01

7,99

31

31

31

31

0 0 0,02 0

0 0 0,02 0

0 0 0,04 0

0 0 0,02 0

5,6

5,3

5,7

5,7

28,8

28,7

29,3

29,1

0

2832±10 < 10000

c

CFU/ml

2,9 x 103

3,6 x 103

1,4 x 103

1,8 x 103

< 100

CFU/ml

55

80

62

60


IV.2 Pembahasan Budidaya perikanan saat ini menjadi tumpuan dalam meningkatkan produktivitas ekspor perikanan Indonesia. Target yang dicanangkan oleh pemerintah dengan peningkatan produksi sebesar 353 % dan target untuk menjadi salah satu eksportir terbesar didunia harus dapat kita wujudkan secara bersama-sama. Namun untuk mencapai hal tersebut, beberapa faktor yang dapat menghambat keberhasilan budidaya ikan juga harus dapat diminimalisir. Salah satu faktor penghambat tersebut adalah serangan wabah penyakit. Untuk mengatasi permasalahan akibat serangan agen patogenik pada ikan, para petani maupun pengusaha ikan banyak menggunakan berbagai bahan-bahan kimia maupun antibiotika dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun dilain pihak pemakaian bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan dosis/konsentrasi yang kurang/tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru berupa meningkatnya resistensi mikroorganisme terhadap bahan tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya, ikan yang bersangkutan, dan manusia yang mengonsumsinya. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, perlu ada alternatif bahan obat yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan tumbuhan obat tradisional yang bersifat anti parasit, anti jamur, anti bakteri, dan anti viral. Beberapa keuntungan menggunakan tumbuhan obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu tanaman tradisional yang telah digunakan secara luas adalah Temulawak (Curcuma xanthoriza, Roxb). Rimpang temulawak telah digu-nakan baik dalam skala rumah tangga maupun industri. Penggunaan rimpang te-mulawak dalam bidang industri antara lain industri makanan, minuman, obat-obatan, tekstil dan kosmetik. Pening-katan penggunaan temulawak dalam industri obat-obatan memerlukan teknik pengolahan yang baik sehingga mutunya dapat meningkat. Mutu ekstrak dipenga-ruhi oleh teknik ekstraksi, kehalusan bahan, jenis pelarut, lama ekstraksi, kon-sentrasi pelarut, nisbah bahan dengan pe-larut, proses penguapan pelarut, pemurnian dan pengeringan (Bombaderlli, 1991; Vijesekera, 1991). Kandungan Tanaman Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid , mineral minyak atsiri serta minyak lemak. Tepung merupakan kandungan utama, jumlahnya bervariasi antara 48 – 54 % tergantung dari ketinggian tempat tumbuhnya, makin tinggi tempat tumbuhnya makin rendah kadar tepungnya. Selain tepung , temulawak juga mengandung zat gizi antara lain karbohidrat, protein dan lemak serta serat kasar mineral seperti kalium ( K ), natrium ( Na), magnesium (Mg ), zat besi (Fe), mangan (Mn ) dan Kadmium ( Cd). Komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam rimpang temulawak


adalah zat kuning yang disebut � kurkumin� dan juga protein ,pati, serta zat – zat minyak atsiri.Minyak atsiri temulawak mengandung phelandren, kamfer, borneol, xanthorrizol, tumerol dan sineal. Kandungan kurkumin berkisar antara 1,6% – 2,22% dihitung berdasarkan berat kering. Berkat kandungan dan zat – zat minyak atsiri tadi, diduga penyebab berkhasiatnya temulawak. Kandungan Zat Aktif Temulawak Kurkumin, kurkuminoid, P-toluilmetilkarbinol, seskuiterpen d-kamper, mineral, minyak atsiri serta minyak lemak, karbohidrat, protein, mineral seperti Kalium (K), Natrium (Na), Magnesium (Mg), Besi (Fe), Mangan (Mn), dan Kadmium (Cd). Mekanisme Kerja Kurkuminoid 1. Kurkumin yang dapat menurunkan SGOT dan SGPT sampai tingkat normal. 2. Kurkuminoid dalam temulawak dapat meningkatkan sekresi cairan empedu yang berguna untuk mengemulsikan lemak serta dapat menurunkan kadar lemak dalam darah dan hepatoprotektor. 3. P-toluilmetilkarbinol dan seskuiterpen d-kamper untuk meningkatkan produksi dan sekresi empedu serta turmeron sebagai antimikroba. 4. Minyak atsiri berefek merangsang produksi empedu dan sekresi pankreas serta mempunyai kemampuan sebagai bakterisid maupun kemampuan melarutkan kolesterol. Pada dosis tinggi, minyak atsiri dapat menurunkan kadar enzim glutamate Oksaloasetat transaminase dalam serum (SGOT) dan enzim glutamate Piruvat transaminase dalam serum (SGPT). Ekstraksi Temulawak Pada perekayasaan ini, prosedur ekstraksi merujuk kepada prosedur yang dilakukan oleh Bargem et al., dari balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Dimana dapat diperoleh kadar kurkumin, xanthorizol, mineral, dan protein pati tertinggi. Beberapa pembahasan tentang efektivitas aplikasi ekstrak temulawak terhadap dua hewan uji yakni pada Lutjanus johnii dan Lutjanus argentimaculatus dapat dijelaskan berikut ini : Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa terdapat laju pertumbuhan panjang dan berat yang lebih baik pada ikan uji (Lutjanus johnii dan Lutjanus argentimaculatus) yang diberikan ekstrak temulawak dibandingkan dengan ikan kakap merah Kontrol (tanpa perlakuan). Laju pertumbuhan panjang Lutjanus johnii dengan penambahan ekstrak temulawak adalah 0,15 cm/harii sementara kontrol adalah 0,135 cm/hari. Untuk laju pertumbuhan berat Lutjanus johnii dengan penambahan ekstrak temulawak adalah 1,4 gr/hari dan kontrol adalah 1,27 gr/hari. Sementara pada ikan Lutjanus argentimaculatus, laju pertumbuhan panjang dengan pemberian ekstrak adalah 0,18 cm/hari, sedangkan kontrol 0,16 cm/hari. Untuk laju pertumbuhan berat pada ikan dengan penambahan ekstrak adalah 1,353 gr/hr dan untuk ikan kontrol 1,118 gr/hari.


Menurut Edhie Santosa Rahmat, SW Setianingrum, Fakultas Kedokteran UNDIP, 2006. Asupan oral ekstrak kasar temulawak dengan dosis 50 mg per hari selama 35 hari dapat meningkatkan nafsu makan pada penderita anoreksia primer kelompok dewasa muda. Peningkatan nafsu makan ini juga didukung oleh komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam rimpang temulawak adalah zat kuning yang disebut � kurkumin� dan juga protein ,pati, serta zat – zat minyak atsiri. Sehingga tidaklah heran hal ini berbanding lurus dengan peningkatan laju pertumbuhan dan berat ikan. Untuk sintasan atau tingkat kelulushidupan, pada ikan yang diberikan perlakuan ekstrak temulawak juga memberikan hasil yang cukup baik bila dibandingkan dengan tanpa pemeberian ekstrak melalui pakannya. Dimana pada Lutjanus johnii memiliki sintasan 87,2 % berbanding dengan kontrol 79,3%. Sementara pada Lutjanus argentimaculatus yang diberikan ekstrak temulawak memiliki sintasan 88,9 % berbanding kontrol 81,2 %. Bila ditinjau dari media air pemeliharaan, keberadaan total bakteri pada air cukup tinggi, pada periode pemeliharaan Lutjanus johnii rentang total bakteri adalah 0,9 x 103 – 3,4 x 103 dan pada periode Lutjanus argentimaculatus 1,4 x 103- 3,6 x 103 dimana bila ditinjau dari Baku Mutu, kondisi ini sudah berada diatas ambang batas keberadaan bakteri yang diharapkan. Jadi tidak mengherankan bila beberapa penyakit seperti Vibriosis sering ditemukan menjadi salah satu faktor kematian ikan selama masa pengamatan. Konsentrasi NH3 dalam air selama periode pemeliharaan juga cukup tinggi dengan rentang hasil analisa 0,02 – 0,04 mg/l. Menurut KepMen LH tentang Baku Mutu Lingkungan No. 51/Thn 2004 untuk biota laut, konsentrasi amonia yang diperkenankan adalah < 0,03 mg/l. Namun khusus untuk budidaya perikanan laut, disarankan konsentrasi NH3 <0,02 mg/l. Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi (Unionized) bersifat toksik terhadap makhluk akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme budidaya dapat meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu. Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kadar amonia bebas yang tinggi di perairan karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya akan menyebabkan Sufokasi. (Hafni Effendi, 2003). Keberadaan ekstrak temulawak yang dapat meningkatkan sintasan dan juga meningkatkan sistem immunitas dalam tubuh karena selain mengandung minyak atsiri, yang di dalamnya mengandung bahan-bahan senyawa fenol yang bersifat antibakteri dimana Van Denmark dan Batzing (1987) dalam Astuty (1997) melaporkan bahwa mekanisme kerja senyawa fenolik adalah mendenaturasikan protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel karena senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak. Menurut Judis (1962) dalam Astuty (1997), senyawa-senyawa fenol membunuh bakteri dengan merusak membran selnya, Temulawak juga memiliki senyawa kurkuminoid yang dapat meningkatkan sekresi cairan empedu yang berguna untuk mengemulsikan lemak serta dapat menurunkan kadar lemak dalam darah dan hepatoprotektor. Selain itu juga berfungsi sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba. (Purnomowati, Sri. 2008)


Total Leukosit Berdasarkan tabel hasil uji darah baik pada Lutjanus johnii maupun Lutjanus argentimaculatus, total leukosit pada ikan Lutjanus johnii dengan perlakuan ekstrak temulwak adalah 509,388 j/µ liter berbanding dengan kontrol 485,662 j/µ liter dan pada ikan Lutjanus argentimaculatus dengan perlakuan ekstrak temulawak memiliki total leukosit 502,250 j/µ liter berbanding dengan kontrol yang memiliki total leukosit 491,342 j/µ liter. Peningkatan jumlah leukosit pada ikan dengan perlakuan ekstrak temulawak menunjukkan bahwa temulawak dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh. Meningkatnya sistem pertahaan tubuh ini diduga karena peran temulawak sebagai immunostimulator, yang mengaktifkan sistem kerja immun. Gudkovs (1988) menyatakan bahwa karakteristik respon non-spesifik, satu diantaranya ditandai dengan adanya migasi dari leukosit ke dalam jaringan. Leukosit merupakan salah satu komponen darah yang berfungsi sebagai pertahanan non-spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui pagositosis (Anderson, 1992). Analisa Ekonomi Sederhana No 1

Jenis Kegiatan

Anggaran dana

Pembuatan 1 Liter ekstrak temulawak 1. Rp. 30.000  3 kg temulawak 2. Rp. 10.000  500 mL alkohol teknis 70% (dapat digunakan untuk 10 hari)

Total 2 Digunakan selama 60 hari Pengeluaran Selisih SR L. Johnii + temulwak 3 dan kontrol 7,9 % x 1000 = 79 ekor Harga @ Rp. 40.000 x 79 Keuntungan Selisih SR L. argen + temulwak 4 dan kontrol 7,7 % x 1000 = 77ekor Harga @ Rp. 50.000 x 77 Keuntungan

Rp. Rp. Rp.

40.000 240.000 240.000

Rp. 3.160.000 Rp. 2.920.000

Rp. 3.850.000 Rp. 3.610.000


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan 1. Ekstrak temulawak memberikan respon positif terhadap peningkatan laju pertumbuhan berat, panjang dan tingkat kelulushidupan ikan baik Lutjanus johnii maupun pada Lutjanus argentimaculatus. 2. Pemberian ekstrak temulawak dengan dosis 5 % juga memberikan respon positif terhadap peningkatan daya tahan tubuh ikan Lutjanus johnii dan Lutjanus argentimaculatus. 3. Pemberian ekstrak temulawak pada budidaya ikan Lutjanus sp masih cukup ekonomis bila diaplikasikan oleh masyarakat pembudidaya V.2 Saran 1. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang kandungan jenis dan manfaat bahan kimia lainnya bagi ikan budidaya dalam ekstrak temulawak. 2. Diperlukan aplikasi ekstrak temulawak pada siklus produksi kakap merah berikutnya atau pada komoditas ikan lainnya untuk mengetahui efektivitas ekstrak temulawak.


DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim 1. 2007. Curcuma xanthorrhiza (Temulawak): Morfologi, Anatomi dan Fisiologi. http://toiusd.multiply.com/journal/item/240/Curcuma xanthorrhiza_Temulawak_-_Morfologi_Anatomi_dan_Fisiologi. 2. Anonim 3. 2008. Kurkuma (kunyit). http://www.spiritia.or.id/li/pdf/LI740.pdf. (31 Agustus 2008) 3. Anonim 4. 2008. Soxhlet extractor. http://en.wikipedia.org/wiki/Soxhlet. (31 Agustus 2008) 4. Anonim 5. 2008. Tanaman Obat Indonesia: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb.). http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/ view.php?mnu=2&id=129. (31 Agustus 2008) 5. Anonim 6. 2008. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb.). http://www.pusri.co.id/budidaya/obat/temulawak.pdf. (31 Agustus 2008) 6. Anonim 7. 2008. Temulawak. http://id.wikipedia.org/wiki/Temu_lawak. (31 Agustus 2008). 7. Anderson DP, 1974, Fish Immunologi, TFH Publication Ltd, Hongkong. 8. Anderson DP, 1992, Immunostimulants, Adjuvants and Vaccine Carrier In Fish, Application to aquaculture, Ann. Rev. Fish Dis 2 :P 281 - 307 9. Distantina, Sperisa ; Wulan, Dwi Hastuti Asta. 2002. Pengaruh suhu terhadap ekstraksi minyak temulawak berbentuk slab menggunakan pelarut etanol. Ekuilibrium : majalah ilmiah teknik kimia ; 1 (1) 2002: 28-31. 10. Gudkovs, N, 1988, Fish Immunology, Fish Disease Refresher Course For Veterinarians, Proc, 106; 531-544. 11. Muryati, Sardjono ; Kusdarmiyati, Luki ; Sofiarto, Toto. 2002. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas serbuk minuman temulawak. Bulletin Penelitian dan Pengembangan Industri ; 29 2002: 32-37 12. Purnomowati, Sri. 2008. Khasiat Temulawak: Tinjauan literatur tahun 1980 -1997.http://www.indofarma.co.id/index.php?option=com_content & task=view&id=21&Itemid=125. (31 Agustus 2008) 13. Sanusi, Mustari. 2002. Diversifikasi produk pengolahan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) di Sulawesi Selatan. Majalah Farmasi dan Farmakologi = Journal of Pharmacy and Pharmacology : 6 (1) 2002: 400-405 14. Sembiring, Bagem Br ; Ma'mun ; Ginting, Edi Imanuel. 2006. Pengaruh kehalusan bahan dan lama ekstraksi terhadap mutu ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ; 17 (2) 2006: 53-58 15. Sukrasno ; Fidrianny, Irda ; Yuniarti, Niar. 2003. Pengaruh penyimpanan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) terhadap kandungan kurkuminoid. Acta Pharmaceutica Indonesia ; 28 (2) 2003: 50-57 16. Warsito ; Utomo, Edi Priyo ; Soebiantoro ; Adi, Prasetyo. 2001. Analisis komponen non-volatil dalam kunir, temulawak dan jahe dengan metode kromatografi lapis tipis. J Natural : 5 (1) 2001: 37-42


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.