RAKYAT LAMPUNG | SABTU, 27 MARET 2010

Page 12

12

KRIMINAL

RAKYAT LAMPUNG Sabtu, 27 Maret 2010 - 11 Jumadil Akhir 1431 H

Selidiki Tersangka Selain Fadli Editor EKO J. SAPUTRA BANDARLAMPUNG–Penyidik Polda Lampung masih menyelidiki adanya keterlibatan orang lain selain Fadli Ibnu Sina (32) selaku tersangka penipuan penerimaan Pol PP Kota Bandarlampung. Diduga masih ada dua orang lagi yang ikut dalam perekrutan pencarian korban. Dir Reskrim Polda Lampung Kombes Polisi Darmawan Sutawijaya mengatakan, dari pernyataan tersangka memang menyebut nama lain dalam melaksanakan aksi kejahatan ini. Mereka adalah anggota Pol PP sesungguhnya yang diakui tersangka mendapat bagian untuk hal itu. ”Terkait pengakuan tersangka kami masih selidiki,” ujarnya singkat. Diketahui bahwa dari jumlah Rp25 juta perorang yang dimintakan korban, diakui tersangka sudah dipotong dua orang. Tersangka mendapat Rp20 juta. Fadli juga mengaku kalau untuk urusan melobi ke pihak-pihak berwenang dalam penerimaan ini memang dirinya sendiri. Mes-

Hakim Mentahkan Dirut BPR Musajaya

ki bukan siapa-siapa namun kalau sudah disodorkan uang tentunya akan tergiur. Selama ini tersangka sudah mendapat keuntungan Rp2,2 Milyar. Uang ini sudah habis digunakan untuk kebutuhan hidup. Namun penyidik tak lantas percaya begitu saja. Diduga tersangka sudah membeli barang mewah menggunakan uang tersebut. ”Kami akan selidiki barangbarangnya, yang jelas kalau ketahuan barang itu dibeli dari hasil kejahatan maka akan kami sita jadi barang bukti,” tandasnya. Hingga kemarin, polisi masih menunggu adanya korban yang melaporkan menjadi korban kejahatan Fadli. Tapi sejauh ini jumlah korban yang diakui tersangka hanya 131 orang. Diduga jumlahnya lebih, sebab kejahatan ini berlangsung sejak 2008 lalu. Seperti diketahui, tersangka dibekuk Sabtu (20/3) lalu yang diserahkan oleh salah seorang korbannya. Fadli dijemput di Jatiagung Lampung Selatan (Lamsel) Jumat (19/3) lalu, ketika dia tengah bersembunyi dari kasus ini. (aqu)

Editor EKO J. SAPUTRA

ARDIANSYAH

PEMICU MACET. Terminal bayangan yang berada di Jl Kartini ini sering menjadi biang kemacetan di jalur tersebut.

Residivis Rampas HP Editor EKO J. SAPUTRA BANDARLAMPUNG–Meski sudah sering kali masuk keluar penjara, ternyata tak lantas membuat A Azizi (27) jera. Warga Jl Teluk Ambon Gg Gelatik Pidada Panjang ini nekad merampas handphone. padahal, tahun 2005 ia pernah masuk bui karena kasus yang sama. Parahnya masih ditahun itu, Azizi juga sempat berhasil kabur dari dalam sel tahanan Polsek Telukbetung Utara (TbU), dengan modus menggergaji jeruji sel. Namun dia berhasil ditangkap kembali. Sejak medio pertengahan 2009 tahun lalu dia baru bisa menghirup udara bebas. Tapi Jumat (26/3) kemarin dia kembali masuk bui. Ini karena ia mengambil paksa handphoen milik Hikmat (18) seorang pelajar warga Kampung Karang Anyar Panjang. Kejadiannya Senin (8/3) lalu, sekitar pukul 20.30 WIB, tepatnya di Jl Yos Sudarso depan Pelabuhan Panjang. Malam itu korban mau pulang ke rumah. Tiba-tiba pon-

selnya berbunyi, karena sedang mengendarai sepeda motor maka korban berhenti untuk mengangkat handhonenya. Ternyata ini dilihat Azizi dan temannya Nana yang habis membeli bensi eceran di lokasi yang sama. ”Dari sini timbul niatan jahat pelaku, akhirnya dengan modal golok yang selalu dibawa Azizi, Nana menodong korban dengan golok dan meminta hape nya,” ujar Kapolsek Panjang AKP Suryadi. Kejadian ini lantas dilaporkan polisi, dan Azizi baru berhasil ditangkap Jumat (26/ 3) saat ia sedang berada di rumah simpanan di Pemandangan Panjang. Tak bisa mengelak, Azizi pasrah digiring ke Mapolsekta Panjang. Di depan polisi tersangka mengaku hp korban sudah dijual Rp500 ribu dan uangnya dibagi dua. ”Tersangka mengatakan uangnya habis digunakan untuk pengobatan ibunya. Dan dia juga mengaku pernah melakukan kejahatan yang sama dibeberapa tempat berarti dia memang pelaku,” tambah kapolsekta. (aqu)

ARDIANSYAH

SIMAK KEPUTUSAN. Mulyono saat menyimak keputusan hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, kemarin.

BANDARLAMPUNG-Majelis hakim diketuai Tani Ginting menolak nota keberatan yang diajukan penasehat hukum terdakwa Mulyono (37) secara keseluruhan. Selain itu memerintahkan kepada penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara terdakwa. Fakta tersebut terungkap dalam sidang putusan sela digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (25/3). Mulyono yang tak lain adalah direktur utama (dirut) BPR Musajaya Arthadana ini dalam sidang sebelumnya didakwa telah menyalahi pasal 49 ayat 1 huruf B UU RI No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah dengan UU RI No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Selain itu dalam dakwaan skunder disertakan pasal 49 ayat 1 huruf B UU RI No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah dengan UU RI No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan pasal 374 KUHP tentang penggelapan. Terdakwa Mulyono diduga telah dengan sengaja menghilangkan atau tidak memasukan pencatatan dalam pembukuan buku rekening. Perbuatan tersebut dilakukan pada tanggal 12 Maret 2004, pada bulan Juli 2005 sampai dengan tahun 2008 bertempat di BPR Musajaya Arthadana yang berlokasi di Tanggamus Lampung. Tindak pidana ini bermula saat Hendra Wiliantara mendepositokan uang miliknya sejumlah Rp5 miliar ke BPR Tripanca Setiadana milik Sugiharto Wiharjo alias Alay pada tanggal 12 Mei 2005. Sehari kemudian Hendra kembali ke BPR Tripanca untuk mendepositokan uangnya lagi sebanyak Rp5 miliar. Namun, Alay menyarankan apabila berkeinginan mendapat bunga yang lebih besar agar menempatkan uang tersebut di BPR Musajaya Arthadana. Percaya dengan bujukan Alay maka pada hari itu juga tanggal 13 Mei 2005 Hendra menyetujui pendepositoan uang senilai Rp5 miliar ke BPR Musajaya Arthadana yang berada di Tanggamus.

Dua bulan kemudian, tepatnya pada 13 Juli 2005, Alay memberitahu terdakwa Mulyono melalui telepon kalau akan ada pencairan dana deposito senilai Rp5 miliar dari nasabah BPR Tripanca. Uang tersebut rencananya akan dipindahkan atau didepositokan ke BPR Musajaya Arthadana. Pada hari itu juga melalui staf deposito Afil Riana dilakukan pemindahan deposito uang nasabah atas nama Hendra Wiliantara dari BPR Tripanca ke BPR Musajaya Arthadana. Proses pemindahan dapat dilakukan karena disisi bagian belakang bilyet deposito terdapat tanda tangan deposan. Setelah mendapat instruksi dari Alay deposito tersebut cair, kemudian disetorkan ke BPR Musajaya Arthadana. Kemudian terdakwa selaku direktur utana menerbitkan bilyet deposito dengan cara menandatangani blangko bilyet deposito kosong. Blangko kosong tersebut juga ditandatangani Romziar selaku direktur BPR Musajaya Arthadana. Deposito berjangka enam bulan terhitung sejak 13 Juli 2005 sampai 13 Januari 2006 ini selanjutnya diserahkan kepada Hendra Wiliantara melalui Alay. Akan tetapi deposito tersebut tidak tercatat dalam buku register deposito yang dipegang Ardiansyah Jaya Putra selaku Kepala Bagian Umum dan Personalia BPR Musajaya Arthadana. Padahal pada tanggal tersebut uang nasabah atas nama Hendra Wiliantara telah masuk dalam rekening BPR Musajaya Arthadana. Sehari kemudian Alay meminta terdakwa Mulyono untuk menandatangani slip penarikan dari rekening tabungan BPR Musajaya Arthadana di BPR Tripanca sebesar Rp5 miliar. Penarikan ini tanpa disertai pencatatan dalam pembukuan BPR Musajaya Arthadana. Slip penarikan tersebut diserahkan kepada Alay di BPR Tripanca setelah uang terlebih dahulu masuk kedalam rekening pribadi milik Alay. Perpindahan dana ini hanya tercatat ke dalam buku catatan transaksi yang dikelola Laila Fang sebagai sekretaris pribadi Alay. (ilo)

Kasus Sally Dilimpah Poltabes Editor EKO J. SAPUTRA BANDARLAMPUNG–Terkait laporan Sally Budi Utami, peserta CPNSD yang diduga menggunakan ijazah asli tapi palsu (aspal) keluaran Universitas Lampung, kasusnya akan dilimpahkan ke Poltabes Bandarlampung. Diketahui bahwa laporan Sally TBL/079/III/2010/DIT. RESKRIM tanggal 23 Maret 2010 yang diterima Kompol Napoleon, dilaporkan ke Polda Lampung namun dengan

alasan poltabes sudah menyelidiki kasus ini lebih dulu, maka Direktur Reserse Kriminal Polda Lampung Kombes Polisi Darmawan Sutawijaya mengatakan kasusnya akan dikirim ke poltabes saja. ”Berarti reskrim poltabes yang akan melanjutkan laporan dari Sally. Sebab poltabes juga sudah menyelidiki kasus ini,” terangnya dijumpai saat akan melaksanakan sholat Jum’at kemarin. Perwira dengan tiga melati di pundaknya ini menambahkan, pelimpahan kasus ini

rencananya akan dilakukan minggu depan. Setelah itu pelapor bisa menanyakan kelanjutannya di poltabes. ”Sama saja polda atau poltabes, namanya sebuah laporan dari masyarakat pasti akan ditindak lanjuti, ” terangnya. Terpisah, Kasat Reskrim Poltabes Kompol Ardian Indra Nurinta mengatakan, belum menerima pelimpahan kasus tersebut. Bahkan ia baru tahu dari pemberitahuan koran ini. Namun mantan Kabag Ops Polresta Metro ini menambah-

kan, kasus ini memang sudah diketahui dan pihaknya juga mengikuti. Sejauh ini baru data awal saja sebab diketahui kalau Sally selaku korban laporannya ke Polda. ”Tapi Kalau memang dilimpahkan ke poltabes nanti akan diselidiki dahulu. Dan perlahan akan naik kasusnya hingga ke penyidikan. Dari sini penyidik sudah bisa tentukan siapa tersangka dalam kasus tersebut,” kata dia. Seperti diketahui Sally merasa jadi korban pemalsuan dilakukan pacarnya, Astuma-

ro. Penasehat hukum Sally, Nawawi, SH mengatakan bahwa kliennya ini tak tahu kalau ijazah itu palsu. Sebab Astumarolah yang dari awal memang mau mengurusi semua ijazah Sally. Sally sendiri merasa jadi korban setelah pemalsuan ijazah ini diketahui rekan-rekan Sally sesama peserta tes mempertanyakan proses penerimaan yang bersangkutan. Mereka mengetahui bahwa Sally masih tercatat sebagai mahasiswi, namun berhasil lolos test CPNSD. (aqu)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.